BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008)
|
|
- Shinta Muljana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Perilaku Merokok Definisi Perilaku Merokok Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008) smoking adalah the drawing of tobaco smoke from a cigarette, a cigar, or a pipe into the mouth and often into the lungs and puffing it out. Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap, baik menggunakan pipa ataupun rokok (Stiopoe, 2000). Asap yang dihisap perokok disebut dengan maintream smoke, sedangkan asap yang keluar dari ujung rokok yang terbakar dan terhisap oleh orang yang ada di sekitar perokok adalah sidestream smoke. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah kegiatan membakar tembakau dari rokok yang melibatkan proses memasukkan asap ke dalam tubuh dengan cara menghisapnya Tahapan tahapan perilaku Merokok 9
2 Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Chearly, Komasari & Helmi, 2000 (dalam terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu : 1. Tahap Persiapan (Preparatory) : Tahap persiapan muncul sebelum individu pernah mencoba merokok, seperti; Seseorang yang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. 2. Tahap Mencoba (Initiation) : Tahap ini merupakan tahapan yang paling kritis dari semua tahapan merokok, perintisan merokok yaitu tahap seseorang meneruskan untuk tetap mencoba-coba merokok. 3. Tahap menjadi perokok (becoming smoker) : Tahap ini terjadi ketika individu menjadi perokok, Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebnayak empat batang perhari maka seseorang tersebut mempunyai kecenderungan menjadi perokok. 4. Tahap Mempertahankan Menjadi Perokok (maintenance of smoking) : Tahap ini adalah tahap terakhir ketika faktor psikologis dan mekanisme biologis bersama membentuk pola perilaku merokok, merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pegaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan Tipe tipe perilaku Perokok 10
3 Gilchrist, Schinke, Bobo dan Snow ( dalam Widowaty 2008) membedakan perokok dalam 3 tipe, yaitu: 1. Experimental Smoker : yaitu orang yang pernah mencoba rokok tetapi tidak menjadi kebiasaan. Orang yang termasuk dalam kelompok ini biasanya tidak atau belum mengalami kecanduan nikotin. 2. Regular Smoker : yaitu orang yang merokok secara teratur dan telah menjadi kebiasaan. Seseorang yang menjadi perokok reguler karena telah mengalami kecanduan nikotin. 3. Non Smoker : yaitu orang yang tidak pernah mencoba merokok. Menurut Boshtam dan Zadegan dalam widowaty (2008) menggolongkan perokok menjadi tiga tipe berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi perharinya: 1. Perokok berat, yang menghisap lebih dari 20 batang rokok dalam sehari. 2. Perokok sedang, yang menghisap batang rokok dalam sehari. 3. Perokok ringan, yang menghisap dari 10 batang rokok dalam sehari. Selain itu dalam Brotowasisto (2001) menggolongkan perokok berdasarkan waktu merokoknya, yaitu : 1. Perokok ringan merokok dengan selang waktu merokok 60 menit dari bangun pagi. 2. Perokok sedang dengan selang waktu menit dari bangun pagi. 3. Perokok berat dengan selang waktu merokok 6-30 menit dari bangun pagi. 11
4 4. Perokok sangat berat dengan selang waktu merokok 5 menit dari bangun pagi Konformitas Definisi Konformitas Menurut Cialdini dan Goldstein ( dalam Taylor, Peplau & Sears, 2006) Konformitas adalah: of others. the tendency to change one beliefs or behaviours to match the behaviour Definisis tersebut mengatakan bahwa konformitas adalah kecenderungan seseorang untuk mengubah tingkah laku atau kepercayaann agar sesuai dengan tingkah laku orang lain. Definisi tersebut sejalan dengan definisi menurut Baron dan Byrne (2003) yang menyatakan bahwa konformitas adalah suatu jenis pengarauh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Sedangkan Myers (1996) memiliki definisi yang sedikit berbeda, yaitu: A change in behavior or belief as a result of real or imagined group pressure (p.233) 12
5 Konformitas diartikan sebagai perubahan tingkah laku atau keyakinan individu sesuai dengan kelompoknya yang merupakan hasil dari tekanan yang nyata atau tidak nyata dari kelompok. Adaya tekanan tersebut dinyatakan oleh Middlebrook (1980) conformity pressure is the pressure to modify what you are say or do to make it correspond with what others say and do. Definisi di atas menyatakan tekanan untuk konform adalah tekanan untuk memodifikasi apa yang dikatakan atau dilakukan untuk membuatnya sama dengan yang dikatakan atau dilakukan orang lain Jenis Konformitas Menurut Myers (2005) konformitas dibagi atas dua jenis yaitu: compliance dan acceptance. 1. Compliance Konformitas compliance adalah bentuk konformitas dimana individu bertingkah laku sesuai dengan tekanan yang diberikan oleh kelompok sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku tersebut. Hal ini kerena adanya pengaruh sosial normatif (normative social influnce) yang didasarkan pada keinginan individu untuk diterima atau disukai orang lain (Baron, 2005). 2. Acceptance Konformitas acceptance adalah suatu bentuk konformitas dimana tingkah laku maupun keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok 13
6 yang diterima. Konformitas bentuk acceptance terjadi karena adanya pengaruh sosial informasional (informational social influence) didasarkan pada keinginan individu untuk memiliki persepsi yang tepat mengenai dunia sosial (Baron, 2005). Individu melakukan konformitas dikarenakan mereka berfikir bahwa orang laindalam kelompok memilki lebih banyak informasi yang tidak diketahuinya menurut (Feldman:1985). Sementara Shaw (dalam Feldman:1985) menyatakan konformitas akan meningkat jika seseorang berada dalam situasi yang membingungkan Faktor Faktor Terbentuknya Konformitas Ada beberapa pendapat terbentuknya Konformitas, diantaranya: Menurut Searst, dkk dalam Rofi ah (2006) faktor-faktor terbentuknya konformitas compliance, diantaranya : 1. Rasa takut terhadap penyimpangan Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Individu ingin agar kelompok tempat individu berada menyukainya, menerimanya, dan memperlakukan kita dengan baik. Individu cenderung menyesuaikan diri dengan kelompoknya untuk menghindari perselisihan paham. Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang. Individu yang tidak mau mengikuti apa yang berlaku didalam kelompok akan 14
7 menanggung resiko mengalami akibat yang tidak menyenangkan seperti ditolak oleh kelompok atau dikucilkan atau ditolak oleh kelompok. 2. Kekompakan kelompok. Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Yang dimaksud dengan kekompakan itu sendiri adalah jumlah total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakkan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Jika seseorang merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain, akan semakin menyenangkan bagi kelompok untuk mengakuinya dan semakin menyakitkan bila kelompok mencelanya. Konformitas akan semakin meningkat ketika melakukan sesuatu yang berharga. Peningkatan konformitas ini terjadi karena anggotanya tidak ingin disebut sebagai orang yang menyimpang. Seperti yang telah dijelaskan diatas, karena penyimpangan menimbulkan penolakan dari kelompok. 3. Kesepakatan kelompok Faktor yang sangat penting terjadinya konfromitas adalah kesepakatan pendapat kelompok. Individu yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Morris & Miller dalam Sears, dkk:1985) menunjukkan bahwa saat 15
8 terjadinya perbedaan pendapat bisa menimbulkan perbedaan. Sehingga akan tampak adanya penurunan tingkat konfromitas. Penurunan konfromitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : Pertama, tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu kurang ahli bila dibandingkan dengan anggota lain. Kedua, bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat, dimana keyakinan yang kuat akan menurunkan konfromitas. 4. Ukuran kelompok Beberapa eksperimen menunjukan bahwa konfromitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat. Didalam eksperimen yang dilakukan oleh Asch pada tahun 1951 (dalam Sears,dkk:1985) disimpulkan bahwa untuk menghasilkan tingkat konfromitas yang paling tinggi, ukuran kelompok yang paling optimal adalah tiga atau empat orang. Pernyataan ini juga didukung oleh beberapa ahli (dalam feldman:1985) yang menyatakan bahwa tekanan untuk melakukan konfromitas pada kelompok meningkat pada saat kelompok terdiri dari tiga atau empat orang. Menurut Sears, Fredmen dan Peplau (1985) faktor-faktor terbentuknya konformitas acceptance diantaranya : 1. Kepercayaan terhadap kelompok 16
9 Faktor utama kepercayaan terhadap kelompok adalah individu percaya kepada informasi yang diberika oleh kelompoknya. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar sebagai sumber informasi yang benar semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap kelompok adalah tingkat keahlian anggotanya. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat keahlian kelompok dalam hubungannya dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaannya dan penghargaan individu terhadap pendapat mereka. 2. Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi keyakinan individu terhadap kemampuannya adalah tingkat kesulitan penilaian yang dibuat. Semakin sulit penilaian tersebut, semakin rendah rasa percaya diri yang dimiliki individu dan semakin besar kemungkinan bahwa dia akan mengikuti penilaian orang lain Alasan Melakukan Konformitas Ketika individu konform terhadap suatu hal, para psikologi sepakat mengatakan bahwa ada dua alasan yang menyebabkan individu konform terhadap suatu hal, yaitu: 17
10 1. Pengaruh sosial normatif Pengaruh sosial yang bersifat normatif menekan individu untuk konform agar terhindar dari hukuman, mendapatkan penerimaan kelompok, atau terhindar dari rasa malu karena berbeda dari yang lainnya. Menurut Baron & Byrne (2003), yang mendasari konformitas ini adalah keinginan untuk disukai, rasa takut akan penolakan dan penyimpangan. 2. Pengaruh sosial informatif Pengaruh sosial yang bersifat informatif terjadi saat kita bergantung pada orang lain untuk informasi yang berhubungan dengan realita, sehingga kita konform terhadap terhadap pendapat mayoritas karena menurut kita pendapat atau penilaian mayoritas tersebut benar. Hal yang mendasari konformitas ini adalah keinginan untuk merasa benar. Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2006), kecenderungan untuk melakukan konformitas berdasarkan pengaruh sosial informatif tergantung pada dua aspek, yaitu seberapa besar kepercayaan individu terhadap informasi yang dimiliki kelompok dan seberapa besar kepercayaan dari individu terhadap keputusannya sendiri Alasan tidak Melakukan Konformitas Menurut Baron & Byrne (2003) ada dua alasan mengapa seseorang memilih untuk konform pada suatu hal, yaitu: 18
11 1. Kebutuhan akan Individu Setiapa individu memiliki kebutuhan untuk mempertahankan individualitasnya, keinginan untuk memiliki jati diri sehingga dapat dibedakan oleh orang lain dalam beberapa hal. Dengan mengikuti suatu kehilangan jati dirinya sendiri. Penelitian menemukan bahwa individu dengan tingkat individualis yang tinggi (high-individuation) cenderung tidak mengikuti pandangan mayoritas (Sears, Peplau & Taylor, 1991). 2. Kebutuhan untuk mempertahankan kontrol atas hidup Sebagai besar orang memiliki kebutuhan untuk mempertahankan kontrol terhadap hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Dengan mengikuti suatu kelompok, yang sebenarnya tidak sesuai dengan dirinya sendiri secara tidak langsung menghambat kebebasan diri dan kontrol pribadi pada individu. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin kuat kebutuhan individu akan kontrol pribadi maka semakin rendah kecenderungan merekan untuk konform terhadap tekanan sosial Konformitas pada Remaja Remaja melakukan konformitas sesuai dengan norma yang ada, dimana untuk menghindari penolakan dan diterima di dalam kelompok. Sebisa mungkin remaja menyesuaikan diri dengan kelompok sebayanya. Pada dasarnya, individu menyesuaikan diri karena dua alasan. Pertama perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat. Kedua ingin diterima secara sosial dan menghindar 19
12 penolakan atau celaan. Menurut Sears, dkk (dalam Rofi ah, 2006) bahwa tingkatan konformitas yang didasarkan pada informasi ditentukan oleh dua aspek situasi, yaitu sejauh mana mutu informasi yang diberikan orang lain adalah benar dan sejauh mana kepercayaan diri kita terhadap penilaian kita sendiri Remaja Definisi Remaja Steinberg (2002) membagi masa remaja kedalam tiga kategori, yaitu: remaja awal, remaja tengah, dan remaja akhir. Periode remaja awal berkisar antara usia 11 hingga 14 tahun, remaja madya berlangsung pada usia kira-kira 15 hingga 18 tahun, dan remaja akhir yang terjadi pada usia 18 hingga 21 tahun (sterinberg, 2002) Sarwono (2006) mengatakan bahwa mendefinisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan usia remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan tingkatan sosial-ekonomi maupun pendidikan. Tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional, waktu demikian sebagai pedoman umum, dapat digunakan batasan usia 11 hingga 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia. 20
13 Definisi tentang masa remaja memerlukan pertimbangan tentang usia dan pengaruh faktor sosial-sejarah. Dengan berbagai batasan tersebut remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock, 2006) Tahap Perkembangan Remaja Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja: 1. Remaja Awal Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongandorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Pada masa remaja awal ini sulit mengerti dan sulit dimengerti orang dewasa. 2. Remaja Madya Pada tahap ini sangat membutuhkan teman-teman. Selain itu, pada tahap perkembangan ini remaja sedang berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana. Remaja pria harus mempererat hubungan dengan lawan-lawan lain dari lawan jenis. 3. Remaja Akhir 21
14 Tahap ini adalah konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian hal berikut: a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam pengalaman-pengalamanan baru c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatikan pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain e. Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self dan masyyarakat umum (the public) Tugas Perkembangan Remaja Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sulaeman (dalam Marihanya, 2002) mengatakan bahwa untuk memasuki dunia dewasa, remaja harus mempelajari tugas-tugas dan peranan yang dilakukan oleh orang dewasa. Sulaeman (dalam Marihanya, 2002) selanjutnya mengemukakan tugas-tugas perkembangan yang harus dijalani remaja sebagai berikut: 1. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebayanya, baik yang sejenis maupun berbeda jenis kelamin. 22
15 2. Dapat menjelankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin masingmasing. 3. Menerima kenyataan (realitas) jasmaniahnya serta menggunakan sefektifnya dengan perasaan puas. 4. Mencapai kepuasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. 5. Mencapai kepuasan ekonomi. Ia mampu hidup berdasarkan usaha sendiri. 6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu jabatan atau pekerjaaan. 7. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga. 8. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang dilakukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat. 9. Memperlihatkan tingkat laku yang sosial dapat di pertanggung jawabkan. 10. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakantindakannya dan sebagai pandangan hidupnya. 23
BAB II KAJIAN PUSTAKA Kemandirian dalam pengambilan keputusan Pengertian kemandirian dalam pengambilan keputusan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian dalam pengambilan keputusan 2.1.1. Pengertian kemandirian dalam pengambilan keputusan Kemandirian menurut Elkind dan Weiner (Nuryoto, 1993) mencakup pengertian kebebasan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia
10 2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu merokok, stereotipi perokok, konformitas dan kaitannya dengan remaja
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah self-esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan. harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Istilah self-esteem yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan harga diri, coba dijabarkan oleh beberapa tokoh kedalam suatu pengertian.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas
7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Merokok II.1.1 Definisi Merokok Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut tuntutan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kedisiplinan Siswa 2.1.1. Pengertian Disiplin Disiplin merupakan kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja
BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan
Lebih terperinciLATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( )
LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH (10503124) KECADUAN MEROKOK MENUNJUKKAN BAHWA KEBANYAKAN PEROKOK MUDA YANG MULAI DIPENGARUHI OLEH KEBIASAAN
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian prokrastinasi Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Merokok
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok 1. Pengertian Perilaku Merokok Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia
9 2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini peneliti akan menjelaskan teori-teori yang digunakan untuk menganalisis dan menjawab permasalahan. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori sikap, perilaku seksual,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan
Lebih terperinciKONFORMITAS. Konformitas dan Norma SoSial. Konformitas dan Penelitian Solomon Asch. Pengaruh Sosial dan Kontrol Pribadi (bag 1) Halaman 1
1 KONFORMITAS dan Norma SoSial adalah Suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. dan Norma Sosial Tekanan untuk melakukan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kecerdasan Emosi 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990. Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh : MEICA AINUN CHASANAH F
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006).
BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Konformitas 2.1.1.Pengertian Konformitas Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Cara yang termudah adalah melakukan tindakan sesuai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai tertarik dengan masalah-masalah seksualitas. Pada awalnya, ketertarikan remaja terhadap seksualitas bersifat self-centered,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik Kata konsumtif mempunyai arti boros, makna kata konsumtif adalah sebuah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dimiliki oleh orang lain mengenai individu tersebut. Self Perception (persepsi diri
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Definisi Konsep Diri Konsep diri merupakan penjabaran mengenai diri secara keseluruhan sebagai suatu gambaran bagi orang lain untuk melihat adakah perbedaan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan.
BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan proses untuk membuat suatu pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan. Proses ini dipengaruhi
Lebih terperinciPENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar
TUGAS TUGAS PERKEMBANGAN (Developmental Task) PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyarakat
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan kegiatan fenomenal, artinya walaupun telah banyak orang yang mengetahui dampak buruk akibat merokok, tetapi jumlah perokok tidak menurun bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah mahasiswa di Indonesia cenderung meningkat. Latief (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. aturan dan norma sosial yang berlaku dikalangan masyarakat.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Vandalisme 2.1.1 Pengertian Vandalisme. Menurut Sarwono (2006) masa remaja merupakan periode yang penuh gejolak emosi tekanan jiwa sehingga remaja mudah berperilaku menyimpang
Lebih terperinciMeliputi: Konformitas (conformity): berperilaku yg wajar, dpt diterima oleh kelompok/masyarakat. Kesepakatan ( compliance): usaha utk membuat orang
Meliputi: Konformitas (conformity): berperilaku yg wajar, dpt diterima oleh kelompok/masyarakat. Kesepakatan ( compliance): usaha utk membuat orang lain memenuhi permintaan kita. Kepatuhan (obedience):
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Alasan Merokok Dalam penelitian Febriani (2014) menjelaskan bahwa merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konformitas Teman Sebaya a. Pengertian Teman Sebaya Teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dengan kita, dan memiliki kelompok sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2003). Remaja merupakan bagian perkembangan yang penting dan unik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah salah satu bagian perkembangan disetiap manusia. masa remaja dimulai saat seorang individu berumur 11-22 tahun (Santrock, 2003). Remaja merupakan bagian
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
39 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Data setiap variabel diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) Release 13.0.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak kandungan zat berbahaya di dalam rokok. Bahaya penyakit akibat rokok juga sudah tercantum dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Desmita,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Menurut Effendy (2003:255-256) teori Stimulus-organismresponses (S-O-R) adalah stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan. Stimulus dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi tanggung jawab Kementrian Pendidikan dan Keebudayaan Republik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara
BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era moderen seperti ini seseorang sangatlah mudah untuk
Lebih terperincicepat dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja (adolescence) dalam bahasa inggris,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas yang digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan kegiatan membakar tembakau kemudian asapnya dihisap. Kecanduan rokok banyak terjadi pada usia remaja. Remaja adalah masa transisi antara masa
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Pada masa ini, sebagian besar remaja mengalami gejolak dimana terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kontrol Diri 2.1.1. Pengertian Kontrol Diri Dalam Kamus Lengkap Psikologi, disebutkan bahwa selfcontrol (kontrol-diri) adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
32 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di kota Bandung pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Pasundan 8 Bandung pada tahun ajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini merokok menjadi gaya hidup seseorang tidak hanya di perkotaan tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut survey Badan Kesehatan Dunia (WHO) (Amalia, 2000) 75%
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap hari orang-orang menolak dorongan untuk melakukan hal-hal
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-Control Setiap hari orang-orang menolak dorongan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri, seperti menghindari makanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, manfaat penelitian, definisi terminologi, serta cakupan dan batasan
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dilakukan pembahasan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, manfaat penelitian, definisi terminologi, serta cakupan dan batasan yang terdapat pada penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan teknologi membuat individu selalu mengalami perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan individu berada dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan menghargai hak-hak setiap individu tanpa meninggalkan kewajibannya sebagai warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama dekade terakhir internet telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan penting bagi sebagian besar individu. Internet adalah sebuah teknologi baru yang berdampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Southeast Asia Tobacco Control Alliance, dan Komisi Nasional
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merokok adalah suatu kebiasaan yang setiap hari dapat kita jumpai di berbagai tempat, baik itu di tempat umum, perkantoran, pasar, bahkan lingkungan sekolah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi / Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung yang berlokasi di Jalan. Dr. Setiabudi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, psikologis, dan sosiologis. Remaja mengalami kebingungan sehingga berusaha mencari tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tingkat pendidikan dasar secara formal setelah melalui tingkat sekolah dasar. Pada umumnya peserta tingkat pendidikan ini berusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semakin berkembang perkembangan zaman semakin berkembang pula para pengkonsumsi rokok dalam melakukan aktivitas dan kebiasaan perilaku merokok. Perilaku merokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik). Berdasarkan intrinsic-extrinsic model Curry et,al (1990) dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Motivasi pada dasarnya dapat bersumber pada diri seseorang (motivasi intrinsik) dan dapat pula bersumber dari luar diri seseorang (motivasi ekstrinsik). Berdasarkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Agresivitas
BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas Semua orang seperti memahami apa itu agresi, namun pada kenyatannya terdapat perbedaan pendapat tentang definisi agresivitas. agresi identik dengan hal yang buruk.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Merangin adalah salah satu kabupaten yang berada di Propinsi Jambi dengan ibukota berkedudukan di Bangko. Daerah merangin terdiri dari beragam suku
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perilaku merokok bagi sebagian besar masyarakat di indonesia masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari kehidupan sosial dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok adalah salah satu zat adiktif yang apabila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut berupa: 1) Kebutuhan utama, menyangkut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara
Lebih terperinciPENGARUH SOSIAL. Diana Septi Purnama
PENGARUH SOSIAL Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id www.uny.ac.id 1 Pengaruh Sosial adl wilayah psikologi sosial yang menyelidiki bagaimana orang dipengaruhi oleh tekanan (baik kenyataan
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa perkembangan dimana manusia berada pada rentan umur 12 hingga 21 tahun. Masa transisi dari kanak-kanak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus
16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi. Dalam mahasiswa terdapat beberapa golongan remaja.
Lebih terperinciDisusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog
PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY TERHADAP KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY TERHADAP KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR Oleh: EKA KURNIA DEWI SONNY ANDRIANTO, S.Psi., M.Si PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL
Lebih terperinciTUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN
TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat dimana remaja menghabiskan sebagian waktunya. Remaja berada di sekolah dari pukul tujuh pagi sampai pukul tiga sore, bahkan sampai
Lebih terperinci4. METODE PENELITIAN
27 4. METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas metode yang digunakan dalam menjawab permasalahan serta menguji hipotesis penelitian. Pada bagian pertama akan dijelaskan mengenai partisipan penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO), menguraikan bahwa kesehatan reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan lingkungan serta bukan semata-mata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang paling indah dalam kisah hidup seseorang. Semua orang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang paling indah dalam kisah hidup seseorang. Semua orang dewasa pernah melewati masa remaja. Banyak hal yang terjadi selama seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok remaja merupakan bentuk perilaku menghisap rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di berbagai tempat umum seperti
Lebih terperinci