BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang


KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER 2015

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2017

ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2015 TUMBUH 5,07 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2014

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi


TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

BERITA RESMI STATISTIK

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 107,96

INDEKS TENDENSI KONSUMEN D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR 110,47

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2017 SEBESAR 104,13

Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 TUMBUH 5,26 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN III-2015

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2016

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia yaitu mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan penduduk yaitu pada kemampuan penduduk untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu berupa kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Apabila penduduk mampu memenuhi kebutuhan hidupnya maka penduduk dapat dikatakan dalam kondisi yang sejahtera, namun sebaliknya apabila ternyata penduduk masih mengalami keterbatasan dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup maka dapat dikatakan bahwa penduduk tersebut belum berada pada kondisi yang sejahtera. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, penduduk melakukan suatu kegiatan yang dalam ilmu ekonomi biasa disebut kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi secara umum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menggunakan atau menghabiskan barang maupun jasa yang dilakukan oleh seseorang untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Secara umum, konsumsi dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu konsumsi bahan makanan maupun konsumsi bukan makanan. Hasil perhitungan Sensus Penduduk tahun 2010 (SP 2010) menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sampai dengan tahun 2010 jumlahnya sebesar 237,6 juta jiwa. Hal ini berarti Indonesia memiliki 237,6 juta orang yang melakukan aktivitas konsumsi barang dan jasa. Untuk melakukan kegiatan konsumsi ini, maka penduduk atau rumahtangga akan mengeluarkan atau membayarkan biaya yang disebut dengan pengeluaran penduduk untuk konsumsi. Menurut BPS, definisi pengeluaran rata-rata per kapita untuk konsumsi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumahtangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumahtangga. 1

Dalam konteks ekonomi mikro, salah satu hukum ekonomi terkait dengan teori perilaku konsumen yang populer yaitu Hukum Engel yang menyatakan bahwa apabila selera tidak berbeda maka persentase pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan akan menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan (Salvatore, 2006). Berdasarkan rumusan Hukum Engel tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bersifat berlawanan antara tingkat pendapatan dengan proporsi pengeluaran penduduk untuk konsumsi bahan makanan. Berdasarkan rumusan Hukum Engel tersebut juga tersirat bahwa pola konsumsi yang dilakukan penduduk dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kesejahteraan penduduk. Di mana, semakin tinggi tingkat kesejahteraan penduduk (yang ditandai dengan peningkatan pendapatan), maka terdapat kecenderungan adanya penurunan proporsi pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan. Sebaliknya, apabila proporsi pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan masih tinggi, maka dapat dikatakan tingkat kesejahteraan penduduk masih rendah. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji mengenai pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia. Pembangunan nasional di Indonesia tidak dipungkiri sudah menghasilkan kemajuan di berbagai bidang. Pembangunan nasional juga telah mampu mengubah struktur perekonomian Indonesia, dari struktur ekonomi berbasis sektor pertanian menjadi berbasis pada sektor industri manufaktur. Perekonomian Indonesia pun pada akhirnya mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Berdasarkan data proporsi Pendapatan Domestik pada periode tahun 1969 2009 menunjukkan bahwa pada periode 1969 1989 sektor pertanian masih menjadi sektor ekonomi yang memiliki sumbangan terbesar terhadap struktur PDB Indonesia namun dengan kecenderungan proporsi yang semakin menurun. Pada tahun 1969, proporsi sumbangan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia adalah sebesar 49,3%, kemudian pada tahun 1989 besaran sumbangan sektor pertanian menurun menjadi 23,4%. Pergeseran struktur perekonomian Indonesia mulai terjadi setelah periode tahun 2000-an, di mana sektor industri manufaktur menjadi sektor ekonomi dengan sumbangan paling dominan terhadap struktur PDB. Pada tahun 2005, porsi sumbangan sektor industri terhadap PDB adalah sebesar 27,4% dan pada tahun 2009 adalah sebesar 26,4%. Data 2

pendukung yang menunjukkan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Indonesia adalah sebagai berikut. Tabel 1.1. Proporsi Sumbangan Masing-Masing Sektor Ekonomi terhadap Struktur PDB Indonesia tahun 1969 2009 No. Sektor ekonomi 1969 1979 1989 2005 2009 1. Pertanian 49,3% 28,1% 23,4% 13,1% 15,3% 2. Pertambangan 4,7% 21,85 13,1% 11,1% 10,5% 3. Industri pengolahan (manufaktur) 9,2% 10,3% 18,4% 27,4% 26,4% 4. Listrik, gas, air minum 0,5% 0,5% 0,6% 1,0% 0,8% 5. Bangunan 2,8% 5,6% 5,3% 7,0% 9,9% 6. Transportasi dan komunikasi 2,8% 4,4% 5,5% 15,6% 13,4% 7. Perdagangan 30,7% 28,4% 17,0% 6,5% 6,3% 8. Keuangan dan perbankan - - 6,4% 8,3% 7,2% 9. Jasa - - 10,2% 10,3% 10,2% PDB Indonesia 100% 100% 100% 100% 100% Sumber: Diolah dari Data BPS, 1969-2009 Namun, di sisi lain pembangunan nasional juga mengakibatkan terjadinya berbagai permasalahan yang kompleks, diantaranya yaitu terjadinya disparitas atau ketimpangan ekonomi antar wilayah. Fenomena disparitas atau ketimpangan ekonomi di Indonesia dijelaskan pula oleh Harefa (2010), dalam tulisannya yang berjudul Kebijakan Pembangunan dan Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah bahwa kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi Indonesia di masa lalu telah berhasil mengubah struktur ekonomi secara mengesankan dan mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Namun, perubahan struktur ekonomi ini hanya terjadi pada tingkat nasional, sedangkan pada tingkat daerah secara agregat relatif stagnan, terutama daerah-daerah di luar pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa peranan dan partisipasi daerah dalam pembangunan ekonomi nasional belum optimal. Ilustrasi dari permasalahan disparitas ekonomi antar wilayah di Indonesia dapat dilihat dari rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi-provinsi di Indonesia selama periode 2005-2013. Berdasarkan data BPS diketahui bahwa pusat perekonomian Indonesia masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa 3

dengan menguasai PDRB sebesar 60,98% dari total PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi yang memiliki persentase PDRB terbesar yaitu sebesar 17,73% dari total PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Sedangkan Provinsi Gorontalo menjadi wilayah dengan persentase terkecil, yakni hanya sebesar 0,12% dari total PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Tabel 1.2. Rata-Rata Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi Tahun 2005-2013 No. Provinsi Rata-rata PDRB Tahun 2005-2013 (milyar rupiah) Persentase (%) 1. Aceh 35.305,63 1,65% 2. Sumatera Utara 113.452,69 5,31% 3. Sumatera Barat 37.289,31 1,74% 4. Riau 94.390,75 4,42% 5. Jambi 16.735,49 0,78% 6. Sumatera Selatan 61.778,02 2,89% 7. Bengkulu 7.991,66 0,37% 8. Lampung 36.950,22 1,73% 9. Kep. Bangka Belitung 10.559,49 0,49% 10. Kepulauan Riau 39.357,72 1,84% 11. DKI Jakarta 379.024,08 17,73% 12. Jawa Barat 309.575,93 14,49% 13. Jawa Tengah 179.640,37 8,41% 14. DI Yogyakarta 20.340,75 0,95% 15. Jawa Timur 329.540,29 15,42% 16. Banten 85.052,34 3,98% 17. Bali 27.766,11 1,30% 18. Nusa Tenggara Barat 18.022,71 0,84% 19. Nusa Tenggara Timur 12.111,51 0,57% 20. Kalimantan Barat 29.181,30 1,37% 21. Kalimantan Tengah 18.036,78 0,84% 22. Kalimantan Selatan 29.349,93 1,37% 23. Kalimantan Timur 107.358,73 5,02% 24. Sulawesi Utara 17.320,52 0,81% 25. Sulawesi Tengah 16.775,26 0,78% 26. Sulawesi Selatan 48.754,93 2,28% 4

No. Provinsi Rata-rata PDRB Tahun 2005-2013 (milyar rupiah) Persentase (%) 27. Sulawesi Tenggara 11.132,70 0,52% 28. Gorontalo 2.762,61 0,12% 29. Sulawesi Barat 4.447,48 0,21% 30. Maluku 4.094,05 0,19% 31. Maluku Utara 2.880,90 0,13% 32. Papua Barat 8.952,24 0,42% 33. Papua 21.282,52 1,00% Jumlah 33 Provinsi 2.137.215,05 100,00% Sumber: Dihitung dari data PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi Tahun 2005-2013; BPS (2014) Perbedaan karakteristik wilayah antar provinsi di Indonesia tersebut, terutama terkait dengan adanya disparitas perkembangan ekonomi dari masing-masing provinsi, menimbulkan pertanyaan menarik berkaitan dengan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi. Penelitian ini bermaksud mengeksplorasi variasi pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia apakah memiliki kecenderungan yang sama atau tidak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia. 1.2. Rumusan Permasalahan Permasalahan utama yang mendasari dilakukannya penelitian ini yaitu masalah masih relatif rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk di Indonesia. Masalah tersebut semakin diperparah dengan adanya disparitas (ketimpangan) perkembangan ekonomi yang lebar antar wilayah di Indonesia. Disparitas (ketimpangan) perkembangan ekonomi tersebut secara umum juga menunjukkan terjadinya ketimpangan tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggi antar wilayah di Indonesia. Kedua permasalahan inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini. Rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk di Indonesia dapat dicerminkan dari fakta bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia masih relatif tinggi. 5

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa meskipun tren jumlah penduduk miskin cenderung menurun, namun apabila dilihat proporsinya jumlah penduduk miskin tersebut masih relatif tinggi. Tahun 2007 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37,17 juta jiwa atau apabila diproporsikan setara dengan 16,58% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Jumlah penduduk miskin kemudian terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2012 jumlahnya menjadi sebesar 28,60 juta jiwa atau sama dengan 11,66%. Berikut ini data jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 (lihat tabel 1.3). Tahun Tabel 1.3. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia tahun 2007-2012 Jumlah Penduduk Miskin (dalam juta jiwa) Persentase (%) Desa (Rural) Kota (Urban) Desa+Kota (Rural+Urban) Desa (Rural) Kota (Urban) Desa+Kota (Rural+Urban) 2007 13,56 23,60 37,16 12,52 20,37 16,58 2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42 2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15 2010 11,10 19,92 31,02 9,87 16,56 13,33 2011 11,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49 2012 10,51 18,09 28,60 8,60 14,70 11,66 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Sedangkan terkait dengan permasalahan disparitas (ketimpangan) perkembangan ekonomi antar provinsi di Indonesia, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pusat perekonomian Indonesia masih didominasi oleh provinsiprovinsi di Pulau Jawa dengan menguasai PDRB sebesar 60,98% dari total PDRB seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi yang memiliki persentase PDRB paling dominan yakni 17,73%. Nilai persentase PDRB Provinsi DKI Jakarta tersebut sangat timpang apabila dibandingkan dengan persentase PDRB Provinsi Gorontalo yang hanya sebesar 0,12%. Kombinasi antara permasalahan kemiskinan dan disparitas (ketimpangan) ekonomi antar wilayah di Indonesia inilah yang mendasari penulis untuk mengkaji melalui suatu penelitian secara lebih mendalam. 6

1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian merupakan acuan bagi peneliti untuk membantu mencapai tujuan penelitian. Menurut Yunus (2010), pertanyaan penelitian dijelaskan sebagai panduan bagi peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian. Pertanyaan penelitian tersebut berfungsi menggantikan peranan hipotesis dalam penelitian yang menggunakan hipotesis sebagai media untuk mengarahkan peneliti dalam usahanya mencapai target penelitiannya. Dalam penelitian ini, rumusan pertanyaan penelitian yang digunakan yaitu: 1. bagaimana dinamika antar waktu (kecenderungan perkembangan) pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia tahun 2005-2014? 2. bagaimana variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia. 3. bagaimana hubungan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah maksud yang hendak dicapai dari penelitian yang dilakukan. Perumusan tujuan penelitian sangat erat kaitannya dengan permasalahan penelitian (Tukiran, 2009). Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1. mengidentifikasi dan menjelaskan dinamika antar waktu (kecenderungan perkembangan) pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia. 2. menjelaskan variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia. 3. menguji hubungan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu dalam hal: 1. Menemukan pola pengeluaran untuk konsumsi penduduk Indonesia; 7

2. Memberikan gambaran mengenai variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar wilayah di Indonesia 3. Memberikan gambaran mengenai hubungan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia. 1.5.2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan berguna untuk memberikan masukan bagi pemerintah, yaitu dalam hal: 1. Memahami kecenderungan perilaku konsumsi dari penduduk di Indonesia; 2. Distribusi tingkat kesejahteraan penduduk di Indonesia. 1.6. Penelitian Sebelumnya Pada sub bab ini dijelaskan mengenai penelitian-penelitian dengan tema terkait pengeluaran rata-rata penduduk untuk konsumsi yang sebelumnya sudah pernah dilakukan. Penelitian-penelitian sebelumnya tersebut digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian yang dilakukan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesamaan identik dalam pelaksanaan penelitian ini, sehingga keaslian dari penelitian yang dilakukan tetap terjaga. Penelitian dengan tema besar mengenai pola konsumsi penduduk dan tingkat pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia yang sebelumnya sudah pernah dilakukan diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sayekti (2008) dengan judul Pola Konsumsi Pangan Rumahtangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Non Beras di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui apakah terdapat perbedaan pola konsumsi pangan rumahtangga di Indonesia pada wilayah historis makanan pokok beras dan non-beras, daerah perkotaan dan perdesaan serta pola konsumsi rumahtangga pada berbagai strata pendapatan. Gambaran pola konsumsi disajikan dan dianalisis melalui tabel dan grafik terhadap 11 (sebelas) kelompok pangan di Indonesia, dengan wilayah Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan Papua sebagai wilayah penelitiannya yang dipilih secara random. Sumber data penelitian ini yaitu data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1999 dan 2002. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan pola konsumsi pangan pada wilayah dan strata pendapatan yang berbeda 8

untuk beberapa kelompok pangan. Konsumsi karbohidrat padi-padian pada wilayah historis makanan pokok beras lebih tinggi daripada konsumsi pada wilayah historis konsumsi non beras. Kemudian, pada seluruh wilayah diketahui bahwa semakin tinggi pendapatan semakin rendah konsumsi pangan karbohidrat padi-padian dan semakin tinggi konsumsi sumber protein hewani daging, telur dan susu, serta makanan dan minuman jadi. Apabila dibandingkan dengan penelitian Sayekti (2008) tersebut, maka dapat diketahui perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan yaitu bahwa Sayekti dalam penelitiannya hanya fokus pada pola konsumsi pangan/bahan makanan (food), sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan selain mengkaji pada konsumsi bahan makanan (food) juga mengkaji konsumsi bukan makanan (non-food). Wilayah penelitian juga berbeda, di mana Sayekti dalam penelitiannya memilih 3 (tiga) provinsi secara random yakni Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan Papua. Sedangkan dalam penelitian yang penulis lakukan berupaya untuk memperoleh gambaran umum mengenai pola konsumsi penduduk di Indonesia, dengan unit analisis seluruh provinsi di Indonesia. Penelitian berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih, dkk (2010) dengan judul Analisis Pola Pengeluaran Rumahtangga menurut Tingkat Ketahanan Pangan di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola pengeluaran pangan menurut tingkat ketahanan pangan rumahtangga di Jawa Tengah. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenjang, yaitu tahan, kurang, rentan dan rawan pangan. Data yang digunakan yaitu data Susenas Panel Maret 2008 yang berupa data mentah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang cukup besar dalam proporsi pengeluaran pangan antara rumahtangga tahan dan kurang pangan dengan rumahtangga rentan dan rawan pangan. Pada setiap tingkatan ketahanan pangan rumahtangga, pengeluaran rumahtangga untuk makanan-minuman jadi menunjukkan proporsi tertinggi dibandingkan dengan kelompok pangan lain. Semakin tidak tahan pangan suatu rumahtangga, semakin tinggi proporsi pengeluaran untuk tembakau. Pada setiap kelompok rumahtangga menurut tingkat ketahanan pangan, rumahtangga di wilayah perkotaan mempunyai proporsi pengeluaran beras lebih kecil dibandingkan rumahtangga di wilayah perdesaan. 9

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih, dkk (2010) dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu pada ruang lingkup penelitian, terutama pada lingkup wilayah penelitian maupun lingkup waktu. Secara substansi penelitian Purwaningsih, dkk (2010) fokus mengkaji pola pengeluaran rumahtangga menurut tingkat ketahanan pangan, sedangkan penelitian yang hendak dilakukan penulis mengkaji pola pengeluaran rata-rata per kapita secara umum. Lokasi penelitian yang dilakukan Purwaningsih, dkk (2010) yaitu di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data mentah Susenas pada 1 (satu) titik waktu yaitu tahun 2009. Tulisan Novita dan Mukhyar (2001), membahas mengenai Pola Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2009 dengan sumber data utama berupa data primer hasil wawancara langsung kepada responden menggunakan alat bantu kuesioner. Metode dalam pengambilan sampel responden yaitu dengan penarikan contoh secara sengaja (Purposive Sampling). Selain data primer tersebut, penelitian ini juga didukung dengan data sekunder yang bersumber dari instansi-instansi terkait. Lokasi penelitian ini yaitu 2 (dua) kecamatan terpilih di Kabupaten Banjar, tepatnya di Kecamatan Martapura dan Kecamatan Gambut. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada pertanian padi sawah di kedua wilayah tersebut tingkat produksinya relatif tinggi. Proses analisis pola pengeluaran pangan dan bukan pangan rumahtangga petani di Kabupaten Banjar dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif berupa tabel-tabel sederhana (analisis univariat) di mana analisis pola pengeluaran pangan ini dibedakan dalam besaran nilai mutlak rupiah/kapita/hari maupun dalam bentuk persentase. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase pengeluaran rumahtangga petani sawah di Kabupaten Banjar lebih dominan untuk pangan daripada bukan pangan, di mana rata-rata pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 6.818,82 perkapita perhari (52,30%) berbanding dengan pengeluaran bukan pangan sebesar Rp 6.219,27 perkapita perhari (47,70%). Berdasarkan pada tingginya pengeluaran rumahtangga petani untuk pangan dibandingkan pengeluaran bukan pangan tersebut, menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani padi di Kabupaten Banjar masih harus ditingkatkan. Dari hasil perhitungan terhadap 90 orang petani padi yang menjadi 10

sampel penelitian diketahui bahwa 35,56% diantaranya tergolong tidak mampu, di mana persentase pengeluaran untuk pangan lebih dari 60% dari total pengeluarannya. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Novita dan Mukhyar (2011) dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu pada ruang lingkup penelitian dan pada sumber data yang digunakan. Secara substansi penelitian Purwaningsih, dkk (2010) fokus mengkaji pola pengeluaran rumahtangga petani padi sawah menurut, sedangkan penelitian yang hendak dilakukan penulis mengkaji pola pengeluaran rata-rata per kapita secara keseluruhan dengan melihat data rata-rata pengeluaran penduduk untuk konsumsi menurut provinsi di Indonesia. Lokasi penelitian yang dilakukan Sari Novita dan Fardianah Mukhyar (2011) yaitu di Kecamatan Gambut dan Martapura Barat dengan menggunakan sumber data utama berupa data primer yang diperoleh dari hasil wawancara terstruktur (menggunakan kuesioner) terhadap 90 orang petani padi sawah yang menjadi responden terpilih. Berikutnya, tulisan dari Rachman dan Supriyati (2004), mengkaji Pola Konsumsi dan Pengeluaran Rumahtangga (Kasus Rumahtangga di Perdesaan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan). Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga di perdesaan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sumber data penelitian ini yaitu data hasil survei Panel Petani Nasional (PATANAS) oleh Puslitbang Sosek Pertanian (PSE). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif melalui tabeltabel analisis. Pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga dianalisis dalam periode satu tahun, sedangkan untuk perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga dianalisis pada 2 (dua) periode yaitu tahun 1997 dan 1999. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bahwa kegiatan konsumsi dan tingkat pengeluaran rumahtangga di daerah penelitian memiliki pola serupa antar lokasi yaitu bahwa proporsi atau pangsa pengeluaran pangan masih mendominasi struktur pengeluaran rumahtangga. Pada periode 1997-1999 terjadi peningkatan pendapatan rumahtangga secara nominal di semua lokasi penelitian, namun secara riil (setara beras) menurun, kecuali di desa-desa penelitian di Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan daya beli rumahtangga terhadap komoditas pangan. Kemudian, terkait dengan upaya pemantapan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan rumahtangga di daerah penelitian umumnya meningkatkan konsumsi jenis pangan secara kuantitas 11

maupun nilai pengeluaran, namun dari sisi kualitas relatif tetap bahkan untuk beberapa jenis komoditas cenderung menurun. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Rachman dan Supriyati (2004) dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu pada ruang lingkup penelitian dan pada sumber data yang digunakan. Secara substansi penelitian Rachman dan Supriyati (2010) fokus mengkaji pola pengeluaran rumahtangga perdesaan terpilih di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 1997 1999, sedangkan penelitian yang hendak dilakukan penulis mengkaji pola pengeluaran ratarata per kapita secara keseluruhan dengan melihat data rata-rata pengeluaran penduduk untuk konsumsi menurut provinsi di Indonesia pada rentang waktu 2005 2014. Mengenai sumber data yang digunakan, penelitian dari Rachman dan Supriyati ini berbasis pada data hasil survei Panel Petani Nasional (PATANAS) oleh Puslitbang Sosek Pertanian (PSE), sedangkan penelitian yang hendak dilakukan penulis akan menggunakan data publikasi hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Reni Kustiari dan Sri Nuryanti (2008), menulis penelitian berjudul Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadao Konsumsi dan Harga di Pasar Domnestik. Penelitian tersebut bertujuan (i) menganalisis volatilitas harga di pasar dunia vs pasar domestik; (ii) menganalisis kointegrasi antara harga di tingkat petani, harga grosir, harga eceran dan harga di pasar dunia; dan (iii) mengkaji dampak perubahan harga terhadap tingkat konsumsi masyarakat perdesaan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu: (i) pendekatan yang digunakan untuk melihat volatilitas harga yaitu dengan koefisien variasi dan uji integrasi (unit root); dan (ii) pendekatan yang digunakan untuk melihat integrasi pasar yaitu koefisien korelasi, model Ravalliondan uji keterpaduan (cointegration). Kemudian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pertama, harga komoditas pangan di pasar dunia sesudah tahun 1994, era liberalisasi perdagangan global, lebih volatile dibandingkan dengan sebelumnya, akibatnya akan sangat beresiko terjadi ketergantungan konsumsi domestik kepada pasar dunia. Kedua, tata niaga jagung dan kedelai tidak diatur oleh pemerintah, perkembangan harga di tingkat petani tidak mengikuti perkembangan harga di pasar dunia. Ketiga, terdapat kecenderungan naiknya harga pangan, menyebabkan terjadinya perubahan 12

pola makan masyarakat. Makanan poko masyarakat bergeser dari beras ke ke jenis komoditas selain beras yaitu beras jagung dan pangan berbahan baku gandum (tepung terigu dan mie instan). Perbedaan utama penelitian yang dilakukan oleh Reni Kustiari dan Sri Nuryanti dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu pada fokus substansi penelitian.reni Kustiari dan Sri Nuryanti menekankan penelitiannya pada aspek harga pasar dunia dari komoditas pangan dan pengaruhnya pada tingkat konsumsi domestik. Sedangkan peneliti dalam kajiannya menekankan pada pola pengeluaran rata-rata per kapita secara keseluruhan dengan melihat data rata-rata pengeluaran penduduk untuk konsumsi menurut provinsi di Indonesia. Hal baru yang menjadi pembeda dari pembeda penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada beberapa aspek berikut: 1. Analisis pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dilakukan secara komprehensif untuk kelompok bahan makanan (food) maupun bahan bukan makanan (non-food), tidak hanya fokus pada salah satu jenis bahan ataupun jenis komoditas yang di konsumsi; 2. Pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi yang hendak diteliti bukan merupakan kondisi pola konsumsi pada satu titik waktu saja, namun merupakan gambaran kecenderungan perkembangan (trend) pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi secara time-series; 3. Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan wilayah penelitian yang meliputi 33 (tigapuluh tiga) provinsi di Indonesia, yaitu agar dapat mengetahui variasi keruangan dari pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antara provinsi-provinsi di Indonesia; 4. Analisis hubungan antara pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia. Berikut disajikan detail perbandingan penelitian yang akan dilaksanakan dengan penelitian-penelitian dengan tema terkait pengeluaran rata-rata penduduk untuk konsumsi yang pernah dilakukan sebelumnya disajikan secara rinci pada tabel 1.4 sebagai berikut. 13

Tabel 1.4. Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya No. Peneliti dan Judul Penelitian 1. A. Ayiek Sih Sayekti (2008), Pola Konsumsi Pangan Rumahtangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Non Beras di Indonesia 2. Yunastiti Purwaningsih, dkk (2010), Analisis Pola Pengeluaran Rumahtangga menurut Tingkat Ketahanan Pangan di Provinsi Jawa Tengah Tujuan Penelitian Sumber Data dan Metode Penelitian Hasil Yang Diperoleh Mengetahui perbedaan pola konsumsi pangan rumahtangga di Indonesia pada wilayah historis makanan pokok beras dan non-beras, daerah perkotaan dan perdesaan serta pola konsumsi rumahtangga pada berbagai strata pendapatan. Menganalisis pola pengeluaran pangan menurut tingkat ketahanan pangan rumahtangga di Jawa Tengah. Sumber Data: Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1999 dan 2002. Metode Penelitian: Analisis deskriptif kuantitatif Gambaran pola konsumsi disajikan dan dianalisis melalui tabel dan grafik terhadap 11 (sebelas) kelompok pangan di Indonesia, dengan wilayah Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan Papua sebagai wilayah penelitiannya yang dipilih secara random. Sumber Data: Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Panel Maret 2008 (data mentah). Metode Penelitian: Analisis deskriptif kuantitatif Lokasi penelitian: Provinsi Jawa Tengah Tingkat ketahanan pangan rumahtangga dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenjang, yaitu tahan, kurang, rentan dan rawan pangan. Terdapat perbedaan pola konsumsi pangan pada wilayah dan strata pendapatan yang berbeda untuk beberapa kelompok pangan. Konsumsi karbohidrat padi-padian pada wilayah historis makanan pokok beras lebih tinggi daripada konsumsi pada wilayah historis konsumsi non beras. Pada seluruh wilayah diketahui bahwa semakin tinggi pendapatan semakin rendah konsumsi pangan karbohidrat padi-padian dan semakin tinggi konsumsi sumber protein hewani daging, telur dan susu, serta makanan dan minuman jadi. Terdapat perbedaan yang cukup besar dalam proporsi pengeluaran pangan antara rumahtangga tahan dan kurang pangan dengan rumahtangga rentan dan rawan pangan. Pada setiap tingkatan ketahanan pangan rumahtangga, pengeluaran rumahtangga untuk makanan-minuman jadi menunjukkan proporsi tertinggi dibandingkan dengan kelompok pangan lain. 14

No. Peneliti dan Judul Penelitian 3. Sari Novita dan Fardianah Mukhyar (2011), Kajian: Pola Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Kabupaten Banjarmasin Kalimantan Selatan 4. Handewi P.S. Rachman dan Supriyati (2004), Pola Konsumsi dan Pengeluaran Rumahtangga (Kasus Rumahtangga di Perdesaan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan). Tujuan Penelitian Sumber Data dan Metode Penelitian Hasil Yang Diperoleh Menganalisis pola pengeluaran pangan dan bukan pangan pada rumahtangga petani padi sawah di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Mengkaji perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga di perdesaan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sumber Data: Data Primer hasil wawancara dengan petani padi sawah (menggunakan alat bantu kuesioner). Data sekunder pendukung. Metode Penelitian: Metode pengambilan sampel: Purpossive Sampling Analisis deskriptif kuantitatif Lokasi penelitian: Kecamatan Gambut dan Martapura Barat. Sumber Data: Data hasil survei Panel Petani Nasional (PATANAS) oleh Puslitbang Sosek Pertanian (PSE). Metode Penelitian: Analisis deskriptif melalui tabel-tabel analisis. Konsumsi dan pengeluaran rumahtangga dianalisis dalam periode satu tahun. Rata-rata persentase pengeluaran rumahtangga petani sawah di Kabupaten Banjar lebih dominan untuk pangan daripada bukan pangan, di mana rata-rata pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 6.818,82 perkapita perhari (52,30%) berbanding dengan pengeluaran bukan pangan sebesar Rp 6.219,27 perkapita perhari (47,70%). Dari hasil perhitungan terhadap 90 orang petani padi yang menjadi sampel penelitian diketahui bahwa 35,56% diantaranya tergolong tidak mampu, di mana persentase pengeluaran untuk pangan lebih dari 60% dari total pengeluarannya. Pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga di daerah penelitian memiliki pola serupa antar lokasi yaitu bahwa proporsi atau pangsa pengeluaran pangan masih mendominasi struktur pengeluaran rumahtangga. Pada periode 1997-1999 terjadi peningkatan pendapatan rumahtangga secara nominal di semua lokasi penelitian, namun secara riil (setara beras) menurun, kecuali di desa-desa penelitian di Sulawesi 15

No. Peneliti dan Judul Penelitian 5. Reni Kustiari dan Sri Nuryanti (2008), Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadao Konsumsi dan Harga di Pasar Domnestik Tujuan Penelitian Sumber Data dan Metode Penelitian Hasil Yang Diperoleh 1. Menganalisis volatilitas harga di pasar dunia vs pasar domestik; 2. Menganalisis kointegrasi antara harga di tingkat petani, harga grosir, harga eceran dan harga di pasar dunia; 3. Mengkaji dampak perubahan harga terhadap tingkat konsumsi masyarakat perdesaan. Perubahan pola konsumsi dan pengeluaran rumahtangga dianalisis pada 2 (dua) periode yaitu tahun 1997 dan 1999. Lokasi penelitian: Desa-Desa Obyek Survei PATANAS di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Metode Penelitian: Pendekatan yang digunakan untuk melihat volatilitas harga yaitu dengan koefisien variasi dan uji integrasi (unit root). Pendekatan yang digunakan untuk melihat integrasi pasar yaitu koefisien korelasi, model Ravalliondan uji keterpaduan (cointegration). Selatan. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan daya beli rumahtangga terhadap komoditas pangan. Terkait dengan upaya pemantapan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan rumahtangga di daerah penelitian umumnya meningkatkan konsumsi jenis pangan secara kuantitas maupun nilai pengeluaran, namun dari sisi kualitas relatif tetap bahkan untuk beberapa jenis komoditas cenderung menurun. Harga komoditas pangan di pasar dunia sesudah tahun 1994, era liberalisasi perdagangan global, lebih volatile dibandingkan dengan sebelumnya, akibatnya akan sangat beresiko terjadi ketergantungan konsumsi domestik kepada pasar dunia. Tata niaga jagung dan kedelai tidak diatur oleh pemerintah, perkembangan harga di tingkat petani tidak mengikuti perkembangan harga di pasar dunia. Terdapat kecenderungan naiknya harga pangan, menyebabkan terjadinya perubahan pola makan masyarakat. 16

No. Peneliti dan Judul Penelitian 6. Fikri Muslim (2016), Pola Pengeluaran Penduduk untuk Konsumsi dan Hubungannya Dengan Kondisi Sosial Ekonomi Provinsi Di Indonesia Tahun 2005-2014 Tujuan Penelitian Sumber Data dan Metode Penelitian Hasil Yang Diperoleh 1. mengidentifikasi dan menjelaskan dinamika antar waktu (kecenderungan perkembangan) pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi di Indonesia; 2. menjelaskan variasi keruangan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi antar provinsi di Indonesia; 3. menguji hubungan pola pengeluaran penduduk untuk konsumsi dengan kondisi sosial ekonomi provinsi di Indonesia. Sumber Data: Data pengeluaran rata-rata per kapita dalam sebulan untuk kelompok barang makanan (food) dan bukan makanan (non-food) 200 5-2014. Metode Peneleitian: Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan analisis berbasis data sekunder dalam rentang waktu 2005-2014. Teknik analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yaitu analisis deskriptif dan regresi dengan data time series. Variabel penelitian yang digunakan meliputi variabel pengeluaran untuk konsumsi penduduk indonesia dan jenis bahan yang dikonsumsi, variabel ekonomi wilayah dan variabel demografi (sosial). Makanan poko masyarakat bergeser dari beras ke ke jenis komoditas selain beras yaitu beras jagung dan pangan berbahan baku gandum (tepung terigu dan mie instan). 17

1.7. Batasan Operasional 1. Kebutuhan Penduduk adalah barang atau jasa yang diperlukan oleh penduduk untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Kebutuhan penduduk dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu kebutuhan bahan makanan (food) dan kebutuhan bahan bukan makanan (non-food). 2. Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh penduduk yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk dan kepuasan secara langsung. Konsumsi dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu konsumsi bahan makanan (food) dan konsumsi bahan bukan makanan (nonfood). 3. Konsumsi Bahan Makanan (Food) adalah kegiatan penduduk dalam mengkonsumsi bahan makanan. 4. Konsumsi Bukan Makanan (Non-Food) adalah kegiatan penduduk dalam mengkonsumsi bahan bukan makanan. 5. Pendapatan Penduduk adalah besaran upah atau hak yang diterima oleh penduduk dan diakui sebagai penambah kekayaan bersih. 6. Besaran Pengeluaran Penduduk untuk Konsumsi Bahan Makanan (Food) adalah bagian pendapatan penduduk yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan bahan makanan. 7. Besaran Pengeluaran Penduduk untuk Konsumsi Bukan Makanan (Non- Food) adalah bagian pendapatan penduduk yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan bukan makanan. 8. Jenis Konsumsi Bahan Makanan (Food) adalah jenis-jenis komoditas bahan makanan yang dikonsumsi oleh penduduk. Dalam penelitian ini komoditas bahan makanan mengacu pada kategorisasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik yang terdiri dari 14 (empat belas) kelompok barang yaitu padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telor dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbubumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, dan tembakau dan sirih. 18

9. Jenis Konsumsi Bukan Makanan (Non-Food) adalah jenis-jenis komoditas bukan makanan yang dikonsumsi oleh penduduk. Dalam penelitian ini komoditas bukan makanan mengacu pada kategorisasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik yang terdiri 6 (enam) kelompok barang yang terdiri dari perumahan dan fasilitas rumahtangga, barang dan jasa, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang-barang yang tahan lama, pajak dan asuransi dan keperluan pesta dan upacara. 10. Pola Pengeluaran Penduduk untuk Konsumsi adalah tren atau kecenderungan besaran pengeluaran dan komposisi jenis konsumsi yang dilakukan oleh penduduk. 11. Kesejahteraan Penduduk adalah suatu kondisi di mana penduduk mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan hidupnya, baik itu kebutuhan bahan makanan (food) dan kebutuhan bahan bukan makanan (non-food). 19