STUDI PERSIMPANGAN BUNDARAN SUCI KABUPATEN GARUT

dokumen-dokumen yang mirip
Bundaran Boulevard Kelapa Gading mempunyai empat lengan masing-masing lengan adalah

PENGENDALIAN LALU LINTAS 4 LENGAN PADA PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. JERANDING DAN PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. HARUNA KOTA PONTIANAK

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL DENGAN BUNDARAN (Studi Kasus Simpang Gladak Surakarta)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 6 (Enam)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 7 (Tujuh)

ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL DENGAN BUNDARAN. Sumina. Abstrak

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. yang mempegaruhi simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut.

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI... vii

ANALISA KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL DI RUAS JALAN S.PARMAN DAN JALAN DI.PANJAITAN

Dari gambar 4.1 maka didapat lebar pendekat sebagai berikut;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB III LANDASAN TEORI

Novia Hilda Silviani*, Rohani**, Hasyim**

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah.

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

IV. ANALISA DATA BAB IV ANALISIS DATA. 4.1 Geometri Simpang. A B C D. Gambar 4.1 Geometri Jl. Sompok Baru IV - 1.

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISA KINERJA SIMPANG JALAN MANADO BITUNG JALAN PANIKI ATAS MENURUT MKJI 1997

WEAVING SECTION. Definisi dan Istilah 5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB III LANDASAN TEORI

PERHITUNGAN KINERJA BAGIAN JALINAN AKIBAT PEMBALIKAN ARUS LALU LINTAS ( Studi Kasus JL. Kom. Yos Sudarso JL. Kalilarangan Surakarta ) Naskah Publikasi

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

ANALISIS KINERJA PERSIMPANGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus : Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Dengan Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh)

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

UNSIGNALIZED INTERSECTION

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : JLN. RAYA KARANGLO JLN. PERUSAHAAN KOTA MALANG)

EVALUASI KINERJA SIMPANG BUNDARAN BARON SURAKARTA

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERENCANAAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN SULTAN HASANUDIN DAN JALAN ARI LASUT MENGGUNAKAN METODE MKJI

STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA SURVEI WAKTU TEMPUH PENGOLAHAN DATA. Melakukan klasifikasi dalam bentuk tabel dan grafik ANALISIS DATA

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS BUNDARAN PADA SIMPANG EMPAT JALAN A. YANI KM 36 DI BANJARBARU. Rosehan Anwar 1)

Gambar 2.1 Rambu yield

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

ANALISIS KINERJA JALINAN JALAN IMAM BONJOL-YOS SOEDARSO PADA BUNDARAN BESAR DI KOTA PALANGKA RAYA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Kondisi Lingkungan Jalan Simpang Bersinyal Gejayan KODE PENDEKAT

MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS PERSIMPANGAN SEPANJANG Jl. A. YANI SISI BARAT AKIBAT PEMBANGUNAN FRONTAGE ROAD

BAB III LANDASAN TEORI Kondisi geometri dan kondisi lingkungan. memberikan informasi lebar jalan, lebar bahu, dan lebar median serta

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA PADA JALAN KOMYOS SUDARSO JALAN UMUTHALIB KOTA PONTIANAK

Kajian Kinerja Persimpangan Jalan Harapan Jalan Sam Ratulangi Menurut MKJI 1997

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SECARA TEORITIS DAN PRAKTIS

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Simpang Jalan Tak Bersinyal

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

KAJIAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL BUNDARAN KECIL DAN SIMPANG TAMBUN BUNGAI DI PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan yang sebenarnya, atau merupakan suatu penjabaran yang sudah dikaji.

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

TINJAUAN KINERJA PERSIMPANGAN PRIORITAS KAMPUNG KALAWI KOTA PADANG (Studi Kasus: Simpang Tiga Kampung Kalawi)

STUDI ANALISIS HUBUNGAN, KECEPATAN, VOLUME, DAN KEPADATAN DI JALAN MERDEKA KABUPATEN GARUT DENGAN METODE GREENSHIELDS

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini :

KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER

KAJIAN KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL DI KAWASAN PASAR TANAH MERAH BANGKALAN UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN RENCANA SIMPANG TAK SEBIDANG

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... KATA PENGANTAR... ABSTRAKSI... ABSTRACT... xii. DAFTAR ISI...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. saling berpotongan, masalah yang ada pada tiap persimpangan adalah kapasitas jalan dan

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN SIMPANG DENGAN UNDERPASS (STUDI KASUS SIMPANG TUGU NGURAH RAI DI PROVINSI BALI)

Kajian Kinerja Bagian Jalinan (Studi Kasus : Jl. Niaga 1 Jl. Yos Sudarso, Kota Tarakan)

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5 (MKJI, 1997).

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Masukan

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS JARINGAN JALAN DI KAWASAN TERUSAN IJEN KOTA MALANG

MANAJEMEN LALU LINTAS DI SEKITAR JALAN RAYA ABEPURA DI JAYAPURA

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

BAB 4 PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masingmasing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KINERJA BUNDARAN BAROS KERKOF LEUWIGAJAH CIMAHI

ANALISA KINERJA SIMPANG EMPAT MANAHAN SURAKARTA

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

MANAJEMEN LALU LINTAS DI PUSAT KOTA JAYAPURA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN PENATAAN PARKIR

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

ANALISIS KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (STUDI KASUS SIMPANG EMPAT TAMAN DAYU KABUPATEN PASURUAN)

EVALUASI KINERJA DAN ALTERNATIF PENANGANAN SIMPANG PADA JALAN YA M SABRAN JALAN PANGLIMA AIM KOTA PONTIANAK

Transkripsi:

STUDI PERSIMPANGAN BUNDARAN SUCI KABUPATEN GARUT Selpiana Apriani 1, Ida Farida ST.,MT. 2,Eko Walujodjati, ST.,MT 3 Jurnal Kontruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No.2, TarogongKidul, Garut Email: jurnal@sttgarut.ac.id Aprianaselpiana@gmail.com Abstrak Persimpangan Bundaran Suci Kabupaten Garut merupakan dua persimpangan yang berdekatan dengan kondisi yang berpotensi terjadi kemacetan dan kecelakaan. Hal ini disebabkan ruas jalan mayor merupakan jalan menuju pusat perekonomian dan permukiman. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa di Bundaran Suci Kabupaten Garut memiliki nilai Derajat Kejenuhan (DS) = 0,72, Tundaan (DT) = 12,06 det/jam serta menghasilkan peluang antrian (QP) = 9% - 31%. Nilai derajat kejenuhan sesuai dengan nilai yang disarankan oleh MKJI 1997. Hal ini dapat dilihat dari nilai derajat kejenuhan pada Bundaran Suci Kabupaten Garut yaitu DS = 0,75. Setelah dilakukan rekayasa dengan menggunakan manajemen lalulintas pada lokasi ini maka, derajat kejenuhannya menurun dan memenuhi kriteri. Dengan melakukan pelebaran setiap pendekat bagian jalinan dan lebar jalinan pada bagian jalinan Bundaran Suci Kabupaten Garut,maka di peroleh nilai Derajat Kejenuhan Bundaran sebesar 0,72, sehingga sudah sesuai dengan persyaratan MKJI yaitu DS 0,75. Kata Kunci - Bundaran, MKJI 1997, Derajat Kejenuhan (DS). I. PENDAHULUAN Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini, semakin meningkat pula pertumbuhan jumlah kendaraan sebagai sarana transportasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut. Namun dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan dan pengguna jalan, mengakibatkan sering terjadinya konflik antara para pengguna jalan ataupun kemacetan yang disebabkan jumlah volume kendaraan yang lebih besar dari pada kapasitas jalan yang ada (derajat kejenuhan tinggi). Pada saat ini banyak persimpangan yang berada di daerah perkotaan menjadi salah satu penyebab tertinggi kemacetan. Hal ini disebakan oleh kapasitas lajur-lajur yang ada saat ini sudah tidak mampu menampung jumlah volume kendaraan yang ada. 1. Kapasitas Total (C) II. URAIAN PENELITIAN kapasitas total bagian jalinan adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (co) yaitu kapasitas kondisi tertentu (ideal) dan faktor penyesuaian (F), dengan emperhitungkan pengaruh kondisi lapangan sesungguhnya terhadap kapasitas. Model kapasitas adalah sebagai berikut: C=135 X W 1,3 W X(1+W E /W W ) 1,5 X(1-P W /3) 0,5 X(1+W W /L W ) -1,8 XF CS XF RSU Dengan: C =Kapasitas (smp/jam) Ww =Lebar jalinan (m) We =Lebar masuk rata-rata

ISSN : 2302-7312 Vol. 10 No. 1 2013 PW =Rasio menjalin LW =Panjang jalinan (m) FCS =Faktor penyesuaian ukuran kota FRSU =Faktor penyesuaian kendaraan tak bermotor dan hambatan samping dan lingkungan jalan. Ringkasan variabel masukan untuk model kapasitas pada bagian jalinan dapat dilihat pada Tabel 2.1 TABEL 2.1 RINGKASAN VARIABEL MASUKAN UNTUK MODEL KAPASITAS PADA BAGIAN JALINAN Tipe variabel Variabel dan nama masukan Faktor model Geometri Lebar masuk rata-rata W E Lebar jalinan W W Panjang jalinan L W Lebar/panjang W W /L W Lingkungan Kelas ukuran kota CS F CS Tipe Lingkungan jalan, RE hambatan samping, dan SF rasio kend. tak bermotor P UM Lalulintas Rasio jalinan P W F RSU (Sumber: MKJI, 1997) 2. Derajat kejenuhan Derajat kejenuhan yaitu rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam menentukan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak (MKJI, 1997). Derajat kejenuhan bagian jalinan, dihitung sebagai berikut: B DS = Qsmp C di mana: Q smp = Arus Total(smp/jam) dihitung sebagai berikut: Q smp = Q kend x F smp Fsmp = Faktor smp ; F smp =(LV%+HV%xem HV +MC%emp MC )/100 C = Kapasitas (smp/jam) Q KEND =Arus pada masing-masing simpang (kend/jam) Derajat kejenuhan bundaran ditentukan sebagai berikut : DS = maks.dari (DS). ; i = 1... n. Dimana: DSi = Derajat kejenuhan bagian jalinan i n = Jumlah bagian jalinan pada bundaran tersebut 3. Tundaan (DT) Tundaan lalulintas bundaran adalah tundaan rata-rata per kendaraan yang masuk kedalam bundaran. Tundaan lalulintas ditentukan dari hubungan empiris antara tundaan lalulintas dan derajat kejenuhan,dt di tentukan dari kurva empiris antara DT dan DS: Untuk DS < 0,6 DT = 2 + 2,68982*DS-(1-DS)*2 Untuk DS > 6 DT = 1/ (0,59186 0,52525*DS) (1- DS)*2 4. Peluang Antrian Bagian Jalinan (QP %) Peluang antrian bagian jalinan dapat dicari dari Gambar 2.6, dengan: http://jurnal.sttgarut.ac.id 2

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Nilai batas bawah: QP% = 9,41*DS - 29,967*DS ^4,619 Nilai batas atas: QP% = 26,65*DS 55,66*DS^2 + 108,57*DS^3 III. METODE PENELITIAN Penelitian ini berupa analisa perhitungan tentang kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian. Metodologi tugas akhir ini akan dimulai peberdasarkan jenis data dan tahapan pelaksanaan. Bagan dari metodologi pada tugas akhir ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 GAMBAR 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Volume Arus Lalulintas Volume lalulintas jam puncak arus lalulintas Bundaran Suci dapat dilihat pada Tabel 4.1 TABEL 4.1 VOLUME LALULINTAS JAM PUNCAK ARUS LALULINTAS BUNDARAN SUCI Pendekat Jalan Ahmad Jalan Ahmad Jalan Sudirman Jalan Sudirman Tipe Yani(A) Yani Timur (C) Barat (B) (D) Kendaraan Arah lalulintas Arah lalulintas Arah lalulintas Arah lalulintas LT ST RT LT ST RT LT ST RT LT ST RT 14 17 12 LV 182 94 120 66 35 131 86 86 99 6 9 0 HV 5 3 9 7 0 12 4 18 1 0 20 19 24 31 32 MC 215 124 123 100 124 321 213 79 208 9 9 1 UM 82 42 13 38 55 88 14 45 82 12 77 66 3 2013 Jurnal STT-Garut All Right Reserved

ISSN : 2302-7312 Vol. 10 No. 1 2013 b. Perhitungan Kapasitas (C) Kapasitas total bagian jalinan adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (CO) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan sesungguhnya terhadap kapasitas. Perhitungan kapasitas adalah sebagai berikut: 1. Kapasitas dasar (Co) C=135 X W W 1,3 X(1+W E /W W ) 1,5 X(1-P W /3) 0,5 X(1+W W /L W ) -1,8 XF CS XF RSU A. Kapasitas A-B 1. Lebar masuk (W) Lebar masuk pada kapasitas A-B pada pendekat 1 sebesar 3,5 m dan pada pendekat 2 sebesar 7 m 2. Lebar Masuk Rata-rata (W E ) Dengan menggunakan rumus 2.16.W E =W 1 +W 2 / 2= 3,5 m 3. Lebar Jalinan W W = 8 m 4. W E /W W = 3,5 m /8 m= 0,438 5. Panjang jalinan L W = 12 m 6. W W /L W = 8m / 12m =0,667m B. Kapasitas B-C 1. Lebar Masuk (W) Lebar masuk pada kapasitas B-C pada pendekat 1 sebesar 4 m dan pada pendekat 2 sebesar 8 m 2. Lebar masuk rata-rata (W E ) Dengan menggunakan Rumus 2.16. W E =W 1 +W 2 =4 m 3. Lebar jalinan W W = 12 m 4. W E /W W = 4 m /12 m=0,333 m 5. Panjang jalinan L W = 18 m 6. W W /L W =12m / 18m =0,667 m C. Kapasitas C-D http://jurnal.sttgarut.ac.id 4

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 1. Lebar Masuk (W) Lebar masuk pada kapasitas C-D pada pendekat 1 sebesar 3,5 m dan pada pendekat 2 sebesar 7 m 2. Lebar masuk rata-rata (W E ) Dengan menggunakan Rumus 2.16. W E =W 1 +W 2 =3,5 m 3. Lebar jalinan W W = 7 m 4. W E /W W =3,5 m/7 m=0,500 m 5. Panjang jalinan L W = 15 m 6. W W /L W =7/15 = 0,467 D. Kapasitas D-A 1. Lebar Masuk (W) Lebar masuk pada kapasitas A-B pada pendekat 1 sebesar 4 m dan pada pendekat 2 sebesar 8 m 2. Lebar masuk rata-rata (W E ) Dengan menggunakan Rumus 2.16. W E =W 1 +W 2 =4 m 3. Lebar jalinan W W = 10 m 4. W E /W W = 4 m /10 m=0,400 m 5. Panjang jalinan L W = 9 m 6. W W /L W =10m /9m =1,111 m E. Menentukan Kapasitas a. Kapasitas A-B 1. Faktor W W Dari Gambar 2.10 atau dengan menggunakan rumus W W = 135 W W 1,3 Maka nilai faktor W W sebesar = 135x8 1,3 = 2 2. Faktor W E /W W 5 2013 Jurnal STT-Garut All Right Reserved

ISSN : 2302-7312 Vol. 10 No. 1 2013 Dari Gambar 2.11 atau dengan menggunakan rumus W E /W W =(1+W E /W W ) 1,5, maka nilai faktor W E /W W =1,24 3. Faktor P W = (1-P W /3) 0,5 = 0,489 Arus menjalin total: AB = 875 BC = 742 CD = 755 DA = 863 Arus Jalinan: AB = 1165 BC =1222 CD = 1175 DA =1032 Rasio menjalin: Pw = Qw/Pw AB = 875/1165 = 0,751 BC = 742/1222 = 0,607 CD = 755/1175 = 0,643 DA = 863/1032 = 0,836 4. Faktor W W /L W =(1+W W /L W ) -1,8 =0,489 5. Kapasitas Dasar (C O ) C=135 X W W 1,3 X(1+W E /W W ) 1,5 X(1-P W /3) 0,5 X(1+W W /L W ) -1,8 C = 1387 x 2x 1,24 x 0,489 = 1682 smp/jam 6. Faktor penyusuaian a. Ukuran Kota Jumlah penduduk Kabupaten Garut sebesar 2,45 juta jiwa, maka berdasarkan Tabel 2,8 maka nilai F CS =1 b. Lingkungan Jalan (F RSU ) Dari Tabel 2,9 di dapat nilai F RSU sebesar 0,927 http://jurnal.sttgarut.ac.id 6

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut 7. Kapasitas (C) Besar kapasitas pada jalinan A-B adalah : C = C O x F CS x F RSU C = 1682 x 1 x 0,927 C = 1559smp/jam F. Kapasitas B-C 1. Faktor W W Dari Gambar 2.10 atau dengan menggunakan rumus W W = 135 W W 1,3 Maka nilai faktor W W sebesar = 135 x 6 1,3 =1387 2. Faktor W E /W W Dari Gambar 2.11 atau dengan menggunakan rumus W E /W W =(1+W E /W W ) 1,5, maka nilai faktor W E /W W = 1,7 3. Faktor P W = (1-P W /3) 0,5 =1,321 4. Faktor W W /L W =(1+W W /L W ) -1,8 = 0,589 5. Kapasitas Dasar (C O ) C=135 X W W 1,3 X(1+W E /W W ) 1,5 X(1-P W /3) 0,5 X(1+W W /L W ) -1,8 C = 1387 x 1,7 x 1,321 x 0,589 C =1835 smp/jam 6. Faktor penyusuaian A Ukuran Kota Jumlah penduduk Kasbupaten Garut sebesar 2,45 juta jiwa, maka berdasarkan Tabel 2,8 maka nilai F CS =1 B Lingkungan Jalan (F RSU ) Dari Tabel 2,9 di dapat nilai F RSU sebesar = 0,927 7. Kapasitas (C) Besar kapasitas pada jalinan B-C adalah : C = C O x F CS x F RSU C =1835x 1 x 0,927 C = 1701 smp/jam G. Kapasitas C-D 1. Faktor W W Dari Gambar 2.10 atau dengan menggunakan rumus W W = 135 W W 1,3 Maka nilai faktor W W sebesar = 0,9 2. Faktor W E /W W Dari Gambar 2.11 atau dengan menggunakan rumus W E /W W =(1+W E /W W ) 1,5, maka nilai faktor W E /W W = 1,33 3. Faktor P W = (1-P W /3) 0,5 = 0,887 4. Faktor W W /L W =(1+W W /L W ) -1,8 = 0,9 5. Kapasitas Dasar (C O ) C=135 X W W 1,3 X(1+W E /W W ) 1,5 X(1-P W /3) 0,5 X(1+W W /L W ) -1,8 C = 1631 x 0,9 x 1,33 x 0,9 C = 1758smp/jam 7 2013 Jurnal STT-Garut All Right Reserved

ISSN : 2302-7312 Vol. 10 No. 1 2013 6. Faktor penyusuaian A. Ukuran Kota Jumlah penduduk Kasbupaten Garut sebesar 2,45 juta jiwa, maka berdasarkan Tabel 2,8 maka nilai F CS =1 B. Lingkungan Jalan (F RSU ) Dari Tabel 2,9 di dapat nilai F RSU sebesar 0,927 7. Kapasitas (C) Besar kapasitas pada jalinan C-D adalah : C = C O x F CS x F RSU C = 1758 x1 x 0,90 C = 1630 smp/jam H. Kapasitas D-A 1. Faktor W W 1,3 Dari Gambar 2.10 atau dengan menggunakan rumus W W = 135 W W Maka nilai faktor W W sebesar = 2015 2. Faktor W E /W W Dari Gambar 2.11 atau dengan menggunakan rumus W E /W W =(1+W E /W W ) 1,5, maka nilai faktor W E /W W = 1,1 3. Faktor P W = (1-P W /3) 0,5 =1,7 4. Faktor W W /L W =(1+W W /L W ) -1,8 =0,412 5. Kapasitas Dasar (C O ) C=135 X W 1,3 W X(1+W E /W W ) 1,5 X(1-P W /3) 0,5 X(1+W W /L W ) -1,8 C=2015 x 1,1 x 1,7 x 0,412 C=1553 smp/jam 6. Faktor penyusuaian A. Ukuran Kota Jumlah penduduk Kasbupaten Garut sebesar 2,45 juta jiwa, maka berdasarkan Tabel 2,8 maka nilai F CS =1 C. Lingkungan Jalan (F RSU ) Dari Tabel 2,9 di dapat nilai F RSU sebesar 0,927 7. Kapasitas (C) Besar kapasitas pada jalinan D-A adalah : C = C O x F CS x F RSU C = 1553 x 1 x 0,927 C = 1439 smp/jam I. Arus Bagian Jalinan (Q) Dari Formulir RWEAV-1 (Lampiran H.8-1) di dapat arus jalinan sebagai berikut AB = 1165 BC = 1222 CD = 1175 DA = 1032 J. Derajat Kejenuhan Bagian Jalinan Jalan (DS) 1 Bagian Jalinan Jalan A-B Dengan Rumus 2.19 untuk Q W =1165smp/jam dan C=1559smp/jam di dapat DS = Q W /C = 1165 / 1559= 0,75 2 Bagian Jalinan Jalan B-C Dengan Rumus 2.19 untuk Q W =1222 smp/jam dan C =1835 smp/jam di dapat DS = Q W /C = 0,72 3 Bagian Jalinan Jalan C-D Dengan Rumus 2.19 untuk Q W =1175smp/jam dan C=1630 smp/jam di dapat DS = Q W /C = 0,721 4 Bagian Jalinan Jalan D-A http://jurnal.sttgarut.ac.id 8

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Dengan Rumus 2.19 untuk Q W =1032 smp/jam dan C =1439 smp/jam di dapat DS = Q W /C = 0,72 5 Derajat kejenuhan Bundaran D SR Nilai Derajat Kejenuhan Bundaran ditentukan dari nilai terbesar dari nilai Derajat Kejenuhan Bagian Jalinan, dari hasil di atas maka nilai D SR =0,75 6 Tundaan Lalulintas Bagian Jalinan 1. Bagian Jalinan A-B Variabel masukan adalah derajat kejenuhan DS = 0,75Tundaan lalulintas bagian jalinan di tentukan dari kurva empiris antara DT dan DS pada Gambar 2.8 atau di tentukan dengan rumus; DT=DT = 2 + 2,68982*DS-(1-DS)*2... untuk DS 0,6 DT=DT = 1/ (0,59186 0,52525*DS) (1- DS)*2 untuk DS > 0,6 DT=1/ (0,59186 0,52525*0,75) (1-0,75)*2 = 7,43 det/smp 2. Bagian Jalinan B-C Variabel masukan adalah derajat kujenuhan DS= 1,397,maka di tentukan dengan rumus: DT=DT = 2 + 2,68982*DS-(1-DS)*2... untuk DS 0,6 DT=DT = 1/ (0,59186 0,52525*DS) (1- DS)*2 untuk DS > 0,6 DT=1/ (0,59186 0,52525*0,71) (1-0,71)*2 = 7,042 det/smp 3. Bagian Jalinan C-D Variabel masukan adalah derajat kujenuhan DS= 1,366,maka di tentukan dengan rumus: DT=DT = 2 + 2,68982*DS-(1-DS)*2... untuk DS 0,6 DT=DT = 1/ (0,59186 0,52525*DS) (1- DS)*2 untuk DS > 0,6 DT=1/ (0,59186 0,52525*0,72) (1-0,72)*2 = 7,519 det/smp 4. Bagian Jalinan D-A Variabel masukan adalah derajat kujenuhan DS=1,368,maka di tentukan dengan rumus: DT=DT = 2 + 2,68982*DS-(1-DS)*2... untuk DS 0,6 DT=DT = 1/ (0,59186 0,52525*DS) (1- DS)*2 untuk DS > 0,6 DT= 1/ (0,59186 0,52525*0,71) (1-0,71)*2 = 7,042 det/smp K. Tundaan Lalulintas Bundaran 1. Bagian Jalinan A-B DT AB = Q AB x DT AB = 1165 x 9,615 = 11202det/jam 2. Bagian Jalinan B-C DT BC = Q BC x DT BC = 1222 x 7,042 = 8605det/jam 3. Bagian Jalinan C-D DT CD = Q CD x DT CD = 1175 x 7,519 = 8835 det/jam 4. Bagian Jalinan D-A DT DA = Q DA x DT DA = 1032 x 7,042 = 7268 det/jam Σ(QixDTi) =11202 + 8605 + 8835 + 7268= 35910 det/jam 9 2013 Jurnal STT-Garut All Right Reserved

ISSN : 2302-7312 Vol. 10 No. 1 2013 Dengan rumus 2.22.besar tundaan lalu lintas bundaran (DT R ) yaitu: DT R = Σ(QixDTi) / Qmasuk = 35910 / 4452 = 8,066 det/smp 5. Tundaan Bundaran (DT R ) Variabel masukan adalah tundaan lalulintas bundaran Arus lalulintas DT R = 8,066 det/smp. Dengan menggunakan rumus 2.22.besar tundaan lalulintas bundaran DT R yaitu: DT R = 8,066 + 4 = 12,066 det/smp L. Peluang Antrian Bagian Jalinan (QP %) 1. Bagian Jalinan A-B Rentan nilai peluang antrian dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: QP% = 26,65*DS 55,66*DS^2 + 108,57*DS^3.. nilai atas QP% = 26,65*1,605 55,66*0,75 2 + 108,57*0,75 3 = 31 QP% = 9,41*DS - 29,967*DS 4,619. nilai bawah 4,619... = 9,41*0,75-29,967*0,75 = 9 Dengan rumus diatas didapat rentang nilai peluang antrian QP % 9-31 2. Bagian Jalinan B-C Rentan nilai peluang antrian dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: QP% = 26,65*DS 55,66*DS 2 + 108,57*DS 3.. nilai atas QP% = 26,65*0,71 55,66*0,71 2 + 108,57*0,71 3 = 30 QP% = 9,41*DS - 29,967*DS 4,619 nilai bawah = 9,41*0,71-29,967*0,71 4,619 = 5 Dengan r umus diatas didapat rentang nilai peluang antrian QP % 5-30 3. Bagian Jalinan C-D Rentan nilai peluang antrian dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: QP% = 26,65*24.dan DS 55,66*DS 2 + 108,57*DS 3.. nilai atas QP% = 26,65*0,72 55,66*0,72 2 + 108,57*0,72 3 = 31 QP% = 9,41*DS - 29,967*DS 4,619 nilai bawah = 9,41*0,72-29,967*0,72 4,619 = 6 Dengan rumus diatas didapat rentang nilai peluang antrian QP % 6-31 4. Bagian Jalinan D-A Rentan nilai peluang antrian dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: QP% = 26,65*DS 55,66*DS 2 + 108,57*DS 3.. nilai atas QP% = 26,65*0,71 55,66*0,71 2 + 108,57*0,71 3 = 29 QP% = 9,41*DS - 29,967*DS 4,619 nilai bawah = 9,41*0,71-29,967*0,71 4,619 = 5 Dengan rumus diatas didapat rentang nilai peluang antrian QP % 5-29 4. Peluang Antrian Bundaran (QP R %) Nilai Peluang antrian yaitu nilai maksimum dari nilai peluang antrian bagian jalinan, sehingga nilai QP R % = 9% - 31 % 5. Sasaran http://jurnal.sttgarut.ac.id 10

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Hasil yang didapat dari Perhitungan besar derajat kejenuhan bundaran DS = 0,75> 0,75. Dengan melakukan rekayasa lalulintas yaitu pelebaran pendekat dan lbar jalinan maka didapat nilai derajat kejenuhan Bundaran Suci (DSR) = 0,75. Dengan nilai tersebut Bundaran Suci bisa memberikan kinerja lebih baik karena nilai derajat kejenuhan sesuai dengan kriteria yang di ajukan oleh MKJI 1997 yaitu DS < 0,75. V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Hasil yang diperoleh dari penelitian analisis Bundaran Suci Kabupaten Garut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bundaran Suci Kabupaten Garut keadaan eksisting sebesar 4452 smp/ Kapasitas jam dengan nilai derajat kejenuhan (DS) =1,533,tundaan (DT) = 18,23 det/jam Hasil yang diperoleh dari penelitian analisis Bundaran Suci Kabupaten Garut di dapat peluang antrian (QP) = 201% - 301%. Nilai ini menunjukan kinerja Bundaran Suci Kabupaten Garut sangat buruk,karena nilai derajat kejenuhan (DS) > 0,75 jauh dari yang disarankan oleh MKJI 1997. 2. Setelah dilakukan pelebaran jalan menghasilkan kapasitas (C) = 1439, derajat kejenuhan (DS) = 0,72, tundaan (DT) = 12,06 det/jam serta menghasilkan peluang antrian (QP) = 9% - 31%. Nilai derajat kejenuhan sesuai dengan nilai yang disarankan oleh MKJI 1997. Hal ini dapat dilihat dari nilai derajat kejenuhan pada Bundaran Suci Kabupaten Garut yaitu DS = 0,72. 3. Kurangnya kesadaran pengguna lalulintas di Bundaran Suci Kabupaten Garut sehingga mengakibatkan hambatan samping tinggi. 2. Saran 1. Perlu di perlebar bagian jalinan Bundaran Suci Kabupaten Garut sesuai yang derencanakan. 2. Pihak Pemerintah Kabupaten Garut mengeluarkan peraturan daerah mengenai penataan untuk delman yang masuk pada Bunderan Suci Kabupaten Garut secara tepat agar kinerja bundaran suci meningkat, karena sebagian besar tundaan pada bagian jalinan desebabkan oleh lalulintas delman. 3. Pihak pengguna jalan, terutama pada simpang tak bersinyal atau bunderan harus mempunyai kesadaran dalam berlalulintas sebagaimana di atur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas agar terminimalisir angka kecelakaan dan tertib lalulintas. I. DAFTRA PUSTAKA 1. 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jendral Bina Marga Indonesia Departemen Pekerjaan Umum. 2. 2009, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalulintas Dan Angkutan Jalan. Presiden Republik Indonesia. 3. Abbas, Salim, 1998, Manajemen Transportasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 4. Munawar Ahmad, 2004, Manajemen Lalulintas Perkotaan, BETA OFFSET, Jogyakarta. 5. Ogleby, C. H., Hicks, R. G. 1982, Teknik Jalan Raya, Edis ke-4 (terjemahan),erlangga, Jakarta. Saodang Hamirhan, 2009, Rekayasa Lalulintas, Diktat kuliah, Garut. 11 2013 Jurnal STT-Garut All Right Reserved