BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI,

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK. Emil E, ; Pembimbing I: Penny Setyawati M., dr, SpPK, M.Kes. PembimbingII :Triswaty Winata, dr., M.Kes.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

S T O P T U B E R K U L O S I S

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

ABSTRAK. Kata Kunci: Tuberkulosis, Mikroskopis Zn, Kultur LJ, Sensitivitas, Spesifisitas

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERIKSAAN BTA ( BAKTERI TAHAN ASAM )

BAB I PENDAHULUAN. sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K)

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

Indonesia dalam rangka percepatan Millenium Development Goals (MDGs) mentargetkan penemuan kasus baru TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR)

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

repository.unimus.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk percikan dahak (droplet nuclei) ( Lippincott, 2011). 39 per penduduk atau 250 orang per hari. Secara Global Report

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan sehingga mampu meningkatkan rata-rata usia harapan hidup.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

PEMANTAPAN MUTU INTERNAL (PMI) DAN EKSTERNAL (PME) PADA PEMERIKSAAN MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS DI PUSKESMAS KECAMATAN WILAYAH JAKARTA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini tergolong

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN RAWAT INAP TUBERKULOSIS PARU DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2011

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB paling sering menjangkiti paru-paru dan TB paru sering merupakan fokus primer infeksi MTB. TB adalah penyakit infeksi yang dapat diobati dan dicegah. Penularan TB bisa terjadi antar individu melalui udara terkontaminasi MTB dari penderita TB paru saat penderita bersin atau batuk serta kontaminasi ludah atau dahak penderita. Seseorang dapat terinfeksi TB hanya karena terhirup sejumlah MTB. WHO telah melaporkan bahwa sepertiga penduduk dunia telah mengalami infeksi TB laten, tetapi populasi tersebut tidak menunjukkan gejala penyakit TB dan tidak potensial menularkan infeksi TB (WHO, 2016). Tuberkulosis adalah salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh dunia. Menurut WHO tahun 2015, 10,4 juta orang terinfeksi TB dengan angka mortalitas sebanyak 1,8 juta (termasuk 0,4 juta di antara orang dengan HIV), Mortalitas TB 95% terjadi pada negara berkembang dengan penghasilan rendah atau menengah. Negara dengan insidensi TB terbanyak adalah India sebanyak 60% diikuti oleh Indonesia, Tiongkok, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan. Prevalensi TB pada kelompok anak pada 2015, diperkirakan sebanyak 1 juta anak dengan mortalitas 170.000 anak, yang hanya terinfeksi TB tanpa infeksi. TB adalah Penyebab mortalitas utama pada penderita dengan HIV-positif pada tahun 2015, yaitu sebesar 35%. Penderita TB dengan multidrug-resistant TB (MDR-TB) diperkirakan 480 000 orang. Program WHO End TB Strategy sejak tahun 2000 telah menurunkan insidensi TB sebesar 1,5% dan ditargetkan mencapai penurunan sebesar 4-5% pada tahun 2020, dan diharapkan pada tahun 2030 upaya penanggulanan TB dapats tercapai. Penderita TB, sekitar 75% adalah kelompok 1

usia produktif yaitu 15-50 tahun dan lebih banyak menginfeksi pria dewasa dibanding wanita (WHO, 2016). Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium yang diusulkan untuk penderita TB paru terdiri dari pemeriksan darah rutin disertai laju endap darah (LED) dan pemeriksaan mikrobiologi dengan bahan pemeriksaaan (sampel) dahak (sputum) penderita yaitu sediaan apus sputum untuk identifikasi basil tahan asam (BTA), dan kultur sputum untuk identifikasi MTB. Pemeriksaan Gold standard (baku emas) diagnosis infeksi TB paru adalah kultur untuk identifikasi isolat MTB pada medium khusus untuk BTA yaitu Lowenstein Jensen atau Ogawa dengan sensitivitas 99% dan spesifisitas 100%, sedangkan masa inkubasi MTB pada media kultur butuh waktu cukup lama 6-8 minggu (Tuberculosis, 2009). Salah satu upaya WHO untuk meningkatkan penanggulangan TB paru adalah ditetapkannya kriteria lain sebagai kriteria diagnosis yaitu pemeriksaan mikroskopik Basil tahan asam (BTA) pada tiga sediaan apus sputum sewaktupagi-sewaktu (SPS) dengan pewarnaan Ziehl Neelsen. Diagnosis dapat ditegakan apabila ditemuka dua atau lebih dari tiga sediaan apus sputum dengan BTA positif. WHO juga merekomendaskan standar intepretasi untuk menegakan diagnosis TB paru yaitu sesuai dengan standar International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD). Metode interpretasi BTA pada sediaan apus sputum yang biasa digunakan pada pemeriksaan BTA adalah secara zig-zag meliputi seluruh luas sediaan apus sputum, tetapi sekitar tahun 2013 WHO merekomendasikan metode baru yaitu sediaan cukup dibaca secara horizontal melintang terpanjang dari sediaan apus sputum (WHO, 2013). Latar belakang penelitian ini menarik minat penulis untuk melakukan penelitian membandingkan perbedaan hasil penghitungan BTA dengan metode horizontal dengan metode lama yaitu metode zig-zag. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan perbedaan kedua metode dengan sediaan yang sama. Dengan demikian dapat diketahui apakah terdapat kesesuaian pada kedua metode. 2

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dibahas diatas, dapat diidentifikasi masalah adalah sebagai berkut: Apakah hasil interpretasi mikroskopik BTA apus sputum metode horizontal sesuai dengan metode zig-zag. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian Penelitian ini bermaksud ingin mengetahui taraf kesesuaian interpretasi mirkoskopik BTA antara metode horizontal yang direkomendasikan oleh WHO sejak tahun 2013 menggantikan metode zig-zag pada sediaan sputum penderita TB paru aktif dengan hasil kultur BTA sputum positif. 1.3.2 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah melakukan intepretasi BTA secara mikroskopik untuk setiap sediaan apus sputum penderita TB paru aktif dengan kultur positif menggunakan metode horizontal dan metode zig-zag berdasarkan kriteria IUATLD yang diintepretasikan sebagai negatif, scanty, 1+, 2+, dan 3+, kemudian kesesuaian hasil interpretasi BTA kedua metode dianalisis secara statistik. 1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat akademis Manfaat akademis penelitian adalah menambah wawasan ilmu tentang metode interpretasi diagnostik mikroskopis TB paru metode horizontal dan zig-zag. 3

1.4.2 Manfaat praktis Manfaat praktis penelitian ini bila didapat kesesuaian intepretasi mikroskopik BTA sediaan apus sputum dengan pewarnaan Ziehl Neelsen, maka dapat memberikan Informasi bagi para praktisi kesehatan bahwa intepretasi BTA sputum metode horizontal cukup representatif mewakili metode zig-zag, dengan waktu lebih singkat dan efisien dalam penegakan diagnosis dini TB paru sehingga pemberian terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dapat segera dimulai agar dan upaya penanganan penderita TB paru dapat lebih efektif. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran Pembacaan atau identifikasi mikroskopis BTA dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan metode zig-zag dan horizontal. Intepretasi BTA metode zig-zag pada sediaan apus sputum dilakukan dengan melakukan pembacaan BTA pada 100 lapang pandang sediaan apus sputum yang berbentuk oval dengan ukuran 2x3cm dengan arah pergeseran seperti melakukan hitung jenis lekosit pada sediaan apus darah tepi (SADT). Keuntungan menggunakan metode Horizontal adalah waktu lebih cepat, lebih efisien, dan lebih seragam dibanding metode zig-zag. Interpretasi BTA metode Horizontal dilakukan pada area sepanjang garis Horizontal pada diagonal terpanjang yaitu 3 cm. Interpretasi hasil pembacaan BTA pada sediaan apus sputum kedua metode, baik metode Zig-zag maupun Horizontal dilakukan sesuai dengan kriteria International Union Against Tuberculosis and Lung Diaseases (IUATLD) 1998. Interpretasi BTA apus sputum diklasifikasikan sebagai sebagai negatif, scanty, positif 1, positif 2, dan positif 3. ketentuan intepretasi BTA kedua metode telah memenuhi kriteria standard WHO. World Health Organization (WHO) telah menetapkan ketentuan untuk penegakan Diagnosis Tuberkulosis (TB) paru berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik BTA pada sediaan apus sputum dengan pewarnaan Ziehl Neelsen 4

atau Fluorokrom Auramin atau Rhodamin. Diagnosis TB paru dapat ditegakkan bila pada pemeriksaan mikroskopik BTA pada 3 sediaan apus sputum dari sampel sputum sewaktu, pagi, dan sewaktu kedua (S-P-S), ditemukan BTA pada minimal 2 sediaan apus sputum S-P-S yang memenuhi kriteria WHO untuk suatu sediaan apus sputum yang baik yang sesuai ketentuan WHO. Kriteria sediaan apus sputum WHO yang adekuat adalah yang berasal dari sputum dengan gambaran makroskopik sputum tampak purulen yaitu berwarna kuning kehijauan dan kental tidak bercampur darah dan bukan saliva (air liur tampak jernih dan cair) dan volume sampel sputum 3-5 ml. Gambaran mikroskopik suatu sputum, ditinjau berdasarkan jumlah epitel lebih atau sama dengan 10 sel per lapang pandang pada pemeriksaan mikroskop dengan perbesaran 100 x dan jumlah lekosit lebih dari atau sama dengan 25 sel per lapang pandang pada perbesaran 400 x. Ketebalan sediaan apus sputum tidak boleh terlalu tebal atau terlalu tipis dengan kualitas apusan yang rata tidak lubang-lubang karena terlepas, dan bila diletakkan di atas tulisan berwarna hitam maka tulisan masih dapat terbaca, hal ini berarti ketebalan apusan tidak terlalu tebal. Selain ketebalan apusan, kualitas pewarnaan juga harus baik sesuai prosedur. Interpretasi mikroskopik BTA juga tidak boleh menggunakan cahaya yang terlalu terang karena bila terlalu silau maka BTA tidak tampak, WHO menganjurkan agar menggunakan cahaya yang terlalu silau yaitu dengan mengatur diafragma mikroskop hanya dibuka 80% agar tidak silau. Interpretasi hasil negatif metode zig-zag ditetapkan bila tidak ditemukan BTA pada seluruh lapang pandang sediaan apus sputum seluas 2x3cm, yang diabaca ulang beberapa kali selama 15 menit. Intepretasi mikroskopis BTA apus sputum dengan metode horizontal, operator cukup mengidentifikasi BTA sepanjang garis horizontal pada diagonal terpanjang sediaan apus sputum, bila tidak ditemukan, maka pembacaan dilakukan hanya sepanjang garis horizoltal dengan bergeser sedikit ke bagian bawah garis horizontal terpanjang, bila masih tidak ditemukan maka pembacaan dilanjutkan sepanjang garis sejajar sedikit di atas garis horizontal terpanjang, bila masih belum juga ditemukan BTA maka sudah dapat dinyatakan atau diinterpretasi sebagai BTA negatif. 5

Intepretasi BTA menggunakan metode Horizontal ini lebih praktis dan membutuhkan waktu lebih singkat daripada metode Zig-zag. Variasi hasil interpretasi BTA antar operator dengan metode Zig-zag akan lebih bervariasi karena arah dan jarak pergeseran sediaan pada saat pembacaan antar individu tidak sama. Sedangkan interpretasi BTA dengan metode Horizontal lebih memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang relatif sama oleh antar operatotr karena area pembacaan BTA hanya sepanjang garis horizontal pada diagonal terpanjang sediaan apus sputum. Jadi hasil interpretasi BTA antar operator akan relatif sama dan lebih seragam dibandingkan dengan metode Zig-zag. Hasil interpretasi BTA diklasifikasikan sebagai Scanty bila pada pembacaan BTA ditemukan kurang dari 10 BTA pada 100 lapang pandang pembacaan dengan mikroskop perbesaran 1000 x dengan bantuan minyak emersi. Hasil Positif 1 bila ditemukan 10-99 BTA per 100 lapang pandang ; Positif 2 bila ditemukan 1-10 per lapang pandang ; Positif 3 bila ditemukan lebih dari 10 per lapang pandang; dimana hasil Postif 2 atau Positif 3 ditinjau bila pada 100 lapang pandang perbesaran 1000 x ditemukan 100 BTA atau lebih. (Manalebh A, 2015) 1.5.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disebutkan, maka didapatkan hipotesis penelitian yaitu : Hasil Interpretasi mikroskopik BTA metode Horizontal sesuai dengan Zig-zag. 6