BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG

// - Nikol X - Nikol 1mm

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI PARIGI DI DAERAH PANGKALAN, KARAWANG, JAWA BARAT

BAB III Perolehan dan Analisis Data

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV FASIES BATUGAMPING

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. (sarjana) sebagai syarat yang harus ditempuh supaya mahasiswa dinyatakan lulus

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING

Ciri Litologi

// - Nikol X - Nikol 1mm

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.

PENELITIAN PENDAHULUAN BATUAN KARBONAT DI DAERAH BOGOR

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

GEOLOGI DAN DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG ANTU DAN SEKITARNYA, DESA TANJUNG MANGKALIHAT, KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Fasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Campurdarat di Daerah Trenggalek-Tulungagung, Jawa Timur

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa

Bab III Geologi Daerah Penelitian

FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

Batuan Karbonat adalah batuan yang tersusun dari mineral karbonat, yang terutama batugamping dan dolomit yang berpotensi sebagai reservoar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

GEOLOGI DAN FASIES BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG, DAERAH PASIR SALAM DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CILOGRANG, KABUPATEN LEBAK, BANTEN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 Fasies Batugamping Formasi Citarate

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Transkripsi:

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran merefleksikan energi sewaktu proses pengendapan terjadi. Keterdapatan lempung mengindikasikan adanya suspensi sewaktu proses pengendapan. Arus dan gelombang membentuk tubuh pasir di daerah perairan rendah. Perubahan lingkungan lokal terkait dengan perubahan lingkungan secara global pada rezim hidroliknya. Sedimen tetap dalam bentuk tidak kompak pada lingkungan pengendapannya. Proses ketersingkapan secara periodik tidak merubah sedimennya. Hukum Walter hampir dapat diaplikasikan pada seluruh proses pengendapan Karbonat Sedimen hanya terdapat di daerah air yang dangkal dan hangat. Sedimen kebanyakan berasal dari laut. Ukuran butir merefleksikan ukuran dari skeletal dan hasil dari presipitasi. Lumpur mengindikasikan perkembangan prolific dari organisme yang memproduksi kristal-kristal kecil. Banyak dari tubuh pasir terbentuk dari proses phsycochemical dan produksi biologis dari karbonat. Perubahan lingkungan dapat dipengaruhi oleh terdapatnya batuan karbonat tumbuh (build-up) tanpa harus terpengaruh dari perubahan rezim hidrolik. Sedimen umumnya telah mengalami sementasi di daerah lantai samudera. Proses ketersingkapan secara periodik mempengaruhi terjadinya diagenesis intensif. Hukum Walter dapat diaplikasikan pada beberapa proses pengendapan tetapi tidak semuanya. Gambar 4.1 Perbedaan karakteristik antara batuan karbonat dan klastik terrigenous. (James dan Walker, 1992) 32

Batuan karbonat memiliki karakteristik yang berbeda dengan batuan klastik terrigenous. Batuan klastik terrigenous terbentuk dari hasil disintegrasi batuan asalnya dan tertransportasikan menuju ke tempat pengendapan batuan tersebut dan nantinya bentuk dari tekstur serta struktur yang terdapat pada batuan tersebut menunjukkan hubungan dengan rezim arusnya. Batuan karbonat dapat terbentuk dari hasil presipitasi dan juga akumulasi dari fragmen-fragmen skeletal disekitarnya. Pada batuan karbonat penamaan dikarakteristikan dengan komposisi sedimen yang terkandung dan sekaligus sebagai penciri lingkungan pengendapannya, variasi dari ukuran fragmen tidak terpengaruh oleh rezim arus. Berikut adalah tabel yang menggambarkan perbedaan karakteristik dari batuan karbonat dan klastik terrigenous (Gambar 4.1). IV.2 Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat Mekanisme dari pengendapan batuan karbonat memerlukan lingkungan pengendapan yang khusus seperti lingkungan air laut yang hangat, dangkal, memiliki air yang jernih, dan bebas dari pengaruh sedimen klastik terrigenous (Gambar 4.2). Untuk terbentuknya produksi karbonat yang maksimum lingkungan pengendapannya memiliki beberapa komponen pengontrolnya seperti: 1. Organisme Biologis Kebanyakan sedimen karbonat berasal dari produksi baik secara biologis maupun biokimia, maka keterdapatan partikel-partikel tersebut sangat mempengaruhi proses pembentukan batuan karbonatnya tersendiri. 2. Iklim Iklim sangat mempengaruhi proses tumbuh dan perkembangan dari batuan karbonat itu sendiri dimana batuan ini hanya dapat bertahan hidup pada laut yang hangat sehingga iklim yang ekstrim akan mempengaruhi. 3. Oseanografi Terdapat beberapa atribut yang mempengaruhi proses berkembangnya batuan karbonat diantaranya tingkat penetrasi cahaya, sirkulasi air dan temperatur air. 33

4. Suplai Oksigen Suplai oksigen sangat penting bagi perkembangan organisme biologis yang nantinya akan berperan sebagai sedimen yang diperlukan dalam pembentukan batuan karbonat itu sendiri (fragmen skeletal). 5. Salinitas Peningkatan salinitas akan mengurangi jumlah keanekaragaman organisme biologis yang hidup pada daerah tersebut. 6. Aktivitas Tektonik Kondisi paleotektonik juga mempengaruhi, ini terkait nantinya dengan suplai sedimen klastik terrigenous yang kita ketahui akan sangat berpengaruh terhadap proses perkembangan batuan karbonat. Secara garis besar sistem pengendapan karbonat dapat diperoleh dari persamaan berikut ini : CO 2 + H 2 O H 2 CO 3...(i) H 2 CO 3 H + + HCO 3 -...(ii) H + + CO 3 2- HCO 3 -...(iii) CaCO 3 Ca 2+ + CO 3 2-...(iv) CO 2 + H 2 O + CaCO 3 Ca 2+ + 2HCO 3 -...(v) Berdasarkan reaksi diatas, peningkatan konsentrasi CO 2 pada larutan menyebabkan kesetimbangan bergerak ke arah kanan dan menyebabkan pelarutan kalsium karbonat. Peningkatan konsentrasi ini dapat diakibatkan oleh bertambahnya kedalaman dan pengaruh air meteorik atau penambahan CO 2 akibat penguraian dari material organik. Sebaliknya apabila terjadi penurunan konsentrasi CO 2 pada larutan menyebabkan kesetimbangan bergerak ke arah kiri yang akan menghasilkan pengendapan kalsium karbonat. Penurunan ini diantaranya diakibatkan oleh evaporasi, kenaikan suhu air laut karena pengaruh sinar matahari yang terjadi pada lingkungan laut dangkal, pengikatan CO 2 oleh organisme khususnya alga untuk 34

fotosintesis, influks dari air sangat jenuh menuju ke area dengan CaCO 3 yang tinggi atau hadirnya katalisator, marine upwelling dari area tekanan tinggi ke area tekanan rendah, percampuran air dengan kandungan CO 3 yang tinggi dan Ca 2+ yang rendah dengan air laut, proses organik di dalam larutan, bakteri pembusuk yang menghasilkan amonia, meningkatnya ph dan peningkatan konsentrasi karbonat. Gambar 4.2 Kontrol lingkungan terhadap pembentukan karbonat ( James, 1979) 35

IV.3 Fasies Batuan Karbonat Gambar 0.1. Klasifikasi batuan karbonat menurut tekstur (modifikasi Dunham, 1962 dan Embry & Klovan, 1971). Fasies dapat didefinisikan sebagai karakter tubuh batuan berdasarkan kombinasi litologi, struktur fisik atau biologi yang mempengaruhi aspek pembeda tubuh batuan antara satu dengan yang lainnya. Penentuan fasies pada penelitian ini berdasarkan pada pengamatan komponen penyusun (biota, mikrit, semen), tekstur, melalui pengamatan megaskopis dan mikroskopis dengan menggunakan klasifikasi Koesoemadinata (1985) yang merupakan hasil modifikasi dari klasifikasi Dunham Gambar 4.3 Klasifikasi Batugamping (Dunham (1962) dan Embry dan Klovan (1971)) Berikut merupakan definisi dari penamaan batuan karbonat berdasarkan tekstur : 1. Bindstone; Fasies ini memiliki karakteristik butiran yang terdiri dari kerangka ataupun pecahan yang telah mengalami pengikatan oleh kerak-kerak lapisan gamping (encrusting) yang dikeluarkan oleh ganggang merah dan lainnya. 2. Bafflestone; Fasies ini memiliki karakteristik butiran terdiri dari kerangka organik seperti koral yang sedang dalam posisi tumbuh berdiri (growth position) dan diselimuti oleh lumpur karbonat yang mengisi rongga-rongga pada koral. Koral tersebut berperan sebagai (baffle) yang menjebak lumpur karbonat. 3. Framestone; Fasies ini memiliki karakteristik hampir seluruhnya terdiri dari kerangka organik seperti koral, alga dan lainnya. Sedangkan komposisi matriksnya kurang dari 10%, antara kerangka tersebut biasanya terisi oleh (sparry calcite). 4. Rudstone; Fasies ini merupakan batugamping klastik yang memiliki ukuran butir paling kasar dimana merupakan rombakan dari batugamping kerangka yang mengalami transportasi dan terakumulasi di tempat tertentu. Fasies ini tidak dimasukkan pada fasies batugamping terumbu tetapi berasosiasi dengan dengan terumbu. 36

5. Floatstone; Fasies ini memiliki karakteristik butiran terdiri dari fragmen kerangka organik tidak lebih dari sepuluh persen (< 10%) yang tertanam dalam matriks karbonat. 6. Grainstone; Fasies ini merupakan batugamping klastik yang penyusun utamanya merupakan butiran yang ukurannya lebih besar 2 mm, keterdapatan matriks di fasies ini tidak ada. 7. Packstone; Fasies ini memiliki karakteristik mulai melimpahnya lumpur karbonat (> 15%) tetapi fasies ini masih tetap didominasi oleh butiran. 8. Wackestone; Fasies ini memiliki karakterisitik terdiri dari ukuran butir yang sangat halus (lumpur atau kalsilutit) tetapi masih memiliki asosiasi dengan fragmen klastik yang lebih besar tetapi tidak dominan. 9. Mudstone; Fasies ini memiliki karakteristik dari ukuran butiran yang halus, keterdapatan fragmen tidak lebih dari sepuluh persen (<10%). 37

Berdasarkan dari hasil pengamatan lapangan dan analisis sayatan petrografi pada batugamping di daerah penelitian maka disimpulkan bahwa batugamping ini dapat dibagi menjadi 5 fasies, yaitu : IV.3.1 Fasies Koral Framestone Fasies ini terdapat pada Satuan Batugamping Terumbu yang terdapat pada daerah penelitian yang tersebar pada daerah Gunung Antu. Pada zona fasies ini singkapan batuan berwarna abu-abu cukup lapuk hingga segar dan umumnya masif. Komponen berupa skeletal framework (frame builders) (Foto 4. 1). Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies framestone. Fasies framestone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik kelimpahan koral yang dominan dan terdapat pecahan alga beserta pecahan fosil lainnya yang tidak dapat teridentifikasi. Foto 4.1 Singkapan batugamping Koral Framestone( diambil oleh Hardika N, 2011) 38

IV.3.2 Fasies Koral - Alga Talus Rudstone Fasies terdapat pada Satuan Batugamping Terumbu pada daerah penelitian yang tersebar dari daerah Gunung Antu. Pada zona fasies ini singkapannya dicirikan oleh batugamping yang tidak memiliki jurus dan kemiringan. Ciri batuan zona ini dalam skala singkapan memiliki sortasi buruk dengan kemas terbuka dan fragmen berupa pecahan batugamping, koral dan alga merah. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies rudstone (Foto 4.2). Fasies rudstone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik terdapat pecahan fosil pada ukuran yang cukup besar yaitu kelimpahan alga merah yang dominan dan juga banyak terdapat foraminifera besar dan pecahan koral beserta pecahan fosil lainnya yang tidak dapat teridentifikasi dan pecahan dari fragmen batugamping terumbu. Foto 4.2 Singkapan Batugamping Talus Rudstone. Foto diambil menghadap arah utara di daerah Gunung Antu. (Inset : Foto rudstone dari dekat) 39

IV.3.3 Fasies Foraminifera Grainstone Fasies ini berada pada Satuan Batugamping pada daerah penelitian yang tersebar pada daerah Gunung Antu. Ciri batuan zona ini dalam skala singkapan memiliki sortasi sedang dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya mengambang dalam matriks, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Singkapan batuan ini telah mengalami proses karstifikasi yang cukup intensif. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies grainstone (Foto 4.3). Fasies grainstone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik kelimpahan fosil foraminifera besar.. Foto 4.3 Singkapan Batugamping Foraminifera Grainstone. Di daerah Gunung Antu. 40

IV.3.4 Fasies Foraminifera Floatstone Fasies ini berada pada Satuan Batugamping Terumbu pada daerah penelitian yang tersebar pada daerah Gunung Antu. Pada zona fasies ini singkapan dicirikan oleh batugamping yang tidak memiliki jurus dan kemiringan. Ciri batuan zona ini dalam skala singkapan memiliki sortasi sedang-buruk dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya mengambang dalam matriks, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies foraminifera floatstone (Foto 4.4). Fasies floatstone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik foraminifera besar dan pecahan fosil lainnya yang tidak dapat teridentifikasi. Foto 4.4 Singkapan Batugamping Foraminifera Floatstone. 41

IV.3.5 Fasies Foraminifera Packstone Fasies ini berada pada Satuan Batugamping Terumbu pada daerah penelitian yang tersebar pada daerah Gunung Antu. Ciri batuan zona ini dalam skala singkapan memiliki sortasi sedang dengan kemas terbuka dan fragmen umumnya mengambang dalam matriks, lumpur karbonat umumnya berwarna terang. Singkapan batuan ini telah mengalami proses karstifikasi yang cukup intensif. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis petrografi terhadap sampel batuan terlihat secara garis besar didominasi oleh fasies packstone (Foto 4.5). Fasies packstone yang terdapat pada zona ini memiliki karakteristik kelimpahan fosil foraminifera besar. Foto 4.5 Singkapan Batugamping Foraminifera Packstone. Terletak pada daerah Gunung Antu 42

IV.4 Tipis Analisa Zonasi Lingkungan Pengendapan Batugamping dari Sayatan Lokasi penelitian distribusi fasies batugamping ini diambil pada daerah Gunung Antu yang terdapat pada bagian timur laut peta (Gambar 4.4)Analisis yang dilakukan adalah dengan mengamati sayatan tipis pada conto (Gambar 4.5) dan mempergunakan kelimpahan foraminifera besar dan fragmen non foram untuk menentukan lingkungan pengendapanya. Lingkungan pengendapan mengikuti model yang dibuat oleh James James (1979) dalam Longman(1980) dalam Scoffin(1987), begitu juga untuk klasifikasi untuk lingkungan penyebaran foraminifera besarnya( Gambar 4.6). Berikut adalah lokasi pengambilan conto untuk menganalisis distribusi fasies batugamping. U 1 km Gambar 4.4 Peta Lintasan pengambilan singkapan untuk studi distribusi fasies batugamping. 43

ZONASI LINGKUNGAN KODE SAMPEL FASIES BATUGAMPING FAUNA PENGENDAPAN ( James, 1979) AIK 1 / 3 Packstone - Floatstone Miliolid, Nummulites Fore Reef AIK 1 / 4 Packstone - Floatstone Cycloclypeus sp Fore Reef Miogypsina sp, AIK 5 / 6 Packstone - Floatstone Alga Merah Fore Reef AIK 11 / 3 Packstone - Floatstone Brachipoda, Milliolid Fore Reef AIK 4 / 8 Framestone Koral Reef Front AIK 4 / 10 Framestone Koral Reef Front AIK 4 / 11 Framestone Koral Reef Front AIK 11 / 7 Framestone Koral, Alga Merah Reef Front AIK 4 / 7 Rudstone - Grainstone Lepidocylina sp, Alga merah Fore Reef Lepidocyclina sp, AIK 4 / 9 Rudstone - Grainstone Bolivina sp Fore Reef Alga merah, AIK 1 / 9 Rudstone - Grainstone Nummulites sp Fore Reef 44

Alga Meah AIK 4 / 5 Rudstone - Grainstone Nummulites sp Fore Reef Fragmen Moluska dan AIK 5 / 1 Rudstone - Grainstone Foraminifera kecil Fore Reef AIK 5 / 2 Rudstone - Grainstone Lepidocyclina sp Fore Reef AIK 4 / 3 Rudstone - Grainstone Miogypsina sp Fore Reef AIK 4 / 4 Rudstone - Grainstone Alga merah, Cycloclypeus Fore Reef Gambar 4.5 Zonasi Lingkungan Pengendapan Batugamping 45

Gambar 4.6 Zonasi keberadaan foraminifera besar terhadap asosiasi fasies batugamping (Dalam James 1979, dalam Scoffin 1987). 46

Dari analisis diatas maka dapat ditentukan lingkungan pengendapan batugamping adalah: Reef Front, Fore Reef Talus, Fore Reef. Hasil analisis ini membantu dalam penentuan asosiasi fasies batugamping dan juga lingkungan pengendapannya. IV.5 Asosiasi Fasies Batugamping Berdasarkan deskripsi fasies batugmaping yang didapatkan dan dikombinasikan dengan hasil analisis sayatan tipis maka dari enam fasies batugamping dikelompokkan menjadi 3 asosiasi fasies. Penamaan asosiasi fasies tersebut diawali oleh lingkungan pengendapaanya diikuti nama fasies. Model Lingkungan pengendapan mengikuti model yang dibuat oleh James (1992) dalam Longman(1980) dalam Scoffin(1987). Asosiasi fasies tersebut adalah: Reef Front Framestone Fore Reef Talus Rudstone Grainstone Fore Reef Packstone Floatstone IV.5.1 Reef Front Framestone Facies Asosiasi ini tersebar pada bagian utara daerah penelitian, ditandai dengan warna merah pada Peta Distribusi Fasies. Asosiasi fasies ini terdiri dari fasies: Koral Framestone (Foto 4.6). Di daerah penelitian, keberadaan fasies fasies tersebut diatas terlihat dari kelimpahan koral yang menunjukan tekstur pertumbuhan, kelimpahan alga merah serta dari hasil analisis conto lokasi AIK/4/8, AIK/4/9, AIK/4/10, AIK/4/11 dan AIK/11/7 maka disimpulkan lingkungan pengendapan pada asosiasi fasies ini adalah Reef Front. 47

Foto 4.6 Foto singkapan Framestone. Diambil pada daerah Gunung Antu. IV.5.2 Fore Reef Coraline - Talus Rudstone Grainstone Facies Asosiasi ini tersebar pada bagian utara daerah penelitian, ditandai dengan warna merah pada Peta Distribusi Fasies. Asosiasi fasies ini terdiri dari fasies: Koral Grainstone, Koral Talus Rudstone (Foto 4.7). Di daerah penelitian, keberadaan fasies fasies tersebut diatas terlihat dari kelimpahan fragmen hasil rombakan berupa koral, kelimpahan alga merah dan foraminifera besar yang terdapat dalam ukuran yang cukup besar dan juga butiran yang cukup mendominasi serta dari hasil analisis conto lokasi AIK/4/3, AIK/4/4, AIK/4/5, AIK/4/6, AIK/4/7, AIK/5/1, AIK/5/ dan AIK/1/9 maka disimpulkan lingkungan pengendapan pada asosiasi fasies ini adalah Fore Reef. Foto 4.7 Foto singkapan talus Rudstone. Diambil pada daerah Gunung Antu. 48

IV.5.3 Fore Reef Packstone Floatstone Facies Asosiasi ini tersebar pada bagian selatan baratlaut daerah penelitian, ditandai dengan warna hijau pada Peta Distribusi Fasies. Asosiasi fasies ini terdiri dari fasies: Foraminifera Floatstone dan Foraminifera Packstone (Foto 4.8). Di daerah penelitian, keberadaan fasies fasies tersebut diatas terlihat dari kelimpahan pecahan fosil hasil rombakan berupa koral, alga merah dan juga foraminifera besar serta dari hasil analisis conto lokasi AIK/1/3, AIK/1/4, AIK/5/6 dan AIK/11/3 maka disimpulkan lingkungan pengendapan pada asosiasi fasies ini adalah Fore Reef. Foto 4.8 Foto singkapan foraminifera packstone. Diambil pada dinding sungai pada daerah Gunung Antu. 49

Berdasarkan analisa diatas dari batugamping pada daerah penelitian, maka dapat dibuat peta distribusi fasies batugamping dan juga sketsa penampangnya dari A-B. U 1 km Fore Reef Fore Reef Reef Front Gambar 4.7 Peta distribusi fasies batugamping dan sketsa penampang lingkungan pengendapan batugamping. 50