BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

BAB II KAJIAN TEORI. memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TGT PADA STANDAR KOMPETENSI PERBAIKAN SISTEM PENGAPIAN SISWA KELAS XI TKR 3 SMK NEGERI 6 PURWOREJO TAHUN AJARAN

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1991: 62) berpendapat. bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA SISWA KELAS V SDN 07 SUMBERPUCUNG MALANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS III SMA SRIJAYA NEGARA PALEMBANG MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENTS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pengertian Belajar Menurut Nasution (1982 : 2) belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman

MAKALAH SIMPOSIUM GURU 2015

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. motivation. Motif adalah dorongan atau stimulus yang datang dari dalam batin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif berasal dari

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Matematika beragam manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai

I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dasar sedangkan kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi. penelitian dan melaksanakan eksperimen.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di sekolah dasar. Dalam mengajarkan mata pelajaran Ilmu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II. 1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif. menurut Majid (2013: 174) mengemukakan bahwa Pembelajaran

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

II. KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. yang terjadi baik fisik manpun non fisik, merupakan suatu aktifitas.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kata kunci: Aktivitas, Hasil belajar Matematika, dan Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Sudjana (2008: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku kecakapan, keterampilan dan

Charlina Ribut Dwi Anggraini

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2013 IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG SIFAT BAHAN DAN KEGUNAANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning

BAB II LANDASAN TEORI. yang berdasarkan faham konstruktivis. 1 Menurut Hamid Hasan, kooperatif

Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Pembelajaran Kooperatif

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pemebelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha untuk mempersiapkan ataupun memperbaiki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar dari kegiatan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengalamannya kepada siswa pada setiap mata pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

Wendri, Penerapan Model Pembelajaran Teams Games Tournament Berbantu

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pembelajaran Matematika Menurut isjoni (2010:11), pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakuan kegiatan belajar. Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal (Sugihartono, 2007:81). Peristiwa belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2). Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran diatas, menjelaskan bahwa proses pembelajaran adalah interaksi guru dengan siswa. Dalam proses pembelajaran itu sendiri, peran seorang guru sangatlah penting. Guru berperan untuk merancang pembelajaran dengan sedemikian rupa agar mempermudah siswa untuk belajar. Apabila guru tidak dapat merancang pembelajaran yang efektif, maka akan berdampak pada siswa bahkan pada hasil belajarnya. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha guru yang dilakukan untuk menciptakan kondisi yang memudahkan siswa untuk belajar dan memperdayakan potensinya sehingga dapat menguasai kompetensi dengan hasil optimal. Matematika adalah ilmu logika tentang bentuk susunan besaran dan konsepkonsep yang saling berhubungan satu sama lainnya, matematika dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri Ruseffendi (2007:1). Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena 7

8 dirinya sendiri, tetapi adanya matematika untuk membantu masalah sosial, ekonomi dan alam. Menurut Suyitno (2004:2), Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan dimana guru mengajarkan matematika pada peserta didiknya yang didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, bakat, minat dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi belajar mengajar yang optimal antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu upaya guru yang dilakukan untuk menciptakan suatu pembelajaran agar mempermudah guru mengajarkan matematika serta mempermudah siswa belajar matematika. 2.1.2 Pembelajaran Kooperatif 2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2010: 202). Seperti yang dijelaskan Abdulhak (Rusman, 2010: 203), pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharring proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (Rusman, 2010:205), penggunaan pembelajaran kooperatif ini sangat dianjurkan, karena: 1) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, 2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Ismail (2002:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari

9 materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar. Ibrahim (2000:8) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok yang menunjukkan siswa memperoleh prestasi belajar yang lebih baiksistem belajar kooperatif mengharuskan siswa untuk dapat belajar bekerjasama dengan anggota lainnya. Dalam model ini, siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. 2.1.2.2 Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif Arends (2004: 356) model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar.

10 2. Kelompok dibentuk dari siswa mempunyai kemampuan akademis, tinggi, sedang, rendah serta dari berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda. 3. Penghargaaan berorientasi pada kelompok daripada individu Sedangkan menurut Isjoni (2011: 27) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah: 1. Setiap anggota memiliki peran. 2. Terjadi hubungann interaksi langsung antara siswa. 3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman teman sekelompoknya. 4. Guru membantu mengembangkan ketrampilan ketrampilan interpersonal kelompok. 5. Gurunya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. 6. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama dalam pembelajaran Dari beberapa ciri-ciri pembelajaran yang telah disampaikan diatas bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok biasa. Pembelajaran ini, kelompok di bentuk secara heterogen terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Setiap kelompok terdiri dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, penghargaan lebih berorentasi pada kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif anggota kelompok saling ketergantungan positif, tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok. Oleh karena itu guru dalam merancang rencana pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif harus memahami ciri-ciri yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan yang lainnya. 2.1.2.3 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

11 Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Fase Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Fase-2 Menyajikan informasi. Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Fase-5 Evaluasi. Fase-6 Memberikan penghargaan Tingkah laku Guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. 2.1.3 Model Pembelajaran TGT (Teams Game Together) Menurut La Iru & La Ode (2012 : 63-64), model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok, setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Tujuan pokok pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu : 1. Hasil belajar akademik 2. Penerimaan keragaman atau melatih siswa untuk menghargai orang lain 3. Mengembangkan keterampilan sosial

12 Nur dalam La Iru & La Ode (2012:63), mengemukakan bahwa ada tiga konsep yang merupakan ide utama dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu : 1. Penghargaan tim 2. Tanggung jawab individual berrati bahwa keberhasilan tim bergantung pada hasil pembelajaran individual dari seluruh anggota tim. 3. Kesempatan yang sama untuk berhasil artinya bahwa setiap siswa menyumbang keberhasilan kepada tim mereka. Menurut Slavin (2009:164) TGT (Teams Game Tournamnet) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompokkelompok belajar yang beraggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin yang berbeda atau bisa disebut dengan kelompok heterogen. Guru menyajikan materi, dan siswa beerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok, guru memberikan LKS pada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan pertanyaan akademik. Dalam permanan akademik ini siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen terdiri atas 5 sampai 6 siswa yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja turnamen diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai mereka peroleh pada saat pre-test. Skor yang diperoleh peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh anggota kelompok dibagi banyaknya anggota kelompok. Skor ini digunakan untuk menentukan penghargaan kepada kelompok mana yang mempunyai skor terbanyak.

13 Menurut Slavin dalam Gora (2010:61), pembelajran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class presentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team recognition). 1. Class presentation (penyajian/presentasi kelas) Pada awal pembelajaran,guru menyampaikan materi. Pada saat penyampaian materi ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan oleh guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kelompok dan pada saat game. 2. Teams (kelompok) Siswa ditempatkan dalam kelompok=kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan berbeda (heterogen). Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi untuk saling membantuantar-siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan. Bagan Penempatan Peserta Turnamen Kelompok A 1 2 3 4 Meja 1 Meja 2 Meja 3 Meja 4 Kelompok B Kelompok C 1 2 3 4 1 2 3 4 Kategori kemampuan : 1. (Tinggi) 2. (Sedang)

14 3. (Sedang) 4. (Rendah) 3. Games (permainan) Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan pada meja tournament. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 peserta, dan diusahakan tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Permainan diwali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci jawaban diletakkan terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci jawaban tidak terbaca). 4. Tournament (pertandingan) Permaianan pada setiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil undian yang berisi soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam sal. Setelah waktu untuk mengerjakan selesai, pemain akan membacakan hasil pekerjaannya dan penantang akan menanggapinya. Setelah itu pembaca akan membacakan kunci jawabannya dan skor hanya diberikan kepada pemain yang jawabannya benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar. 5. (Team Recognition) Pengharaan Kelompok Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada skor tertinggi yang diperoleh kelompok. Penghargaan yang diberikan adalah berupa hadiah. Hadiah diberikan bukan kepada individu namun kepada kelompok. Hadiah ini diberikan sebagai penghargaan atas usaha yang dilakukan oleh kelompok. Selain sebagai penghargaan, hadiah ini juga dimaksudkan untuk memotivasi siswa agar lebih baik lagi dalam mengikuti pelajaran sehingga akan berpengaruh pula pada meningkatnya hasil belajar. Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam

15 Istiqomah (2006), kelebihan dan kekurangan model pembelajaran TGT diantaranya : 1. Kelebihan model pembelajaran TGT a. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas b. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu c. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam d. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa e. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain f. Motivasi belajar lebih tinggi g. Hasil belajar lebih baik h. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 2. Kelemahan model pembelajaran TGT a. Bagi Guru Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh. b. Bagi Siswa Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain. 2.1.4 Keaktifan Siswa Belajar aktif adalah Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek koqnitif, afektif dan psikomotor. Belajar aktif memerlukan keterlibatan mental dan kerja yang dilakukan oleh siswa. Siswa dikatakan aktif apabila ia mengerjakan tugas, mampu mengerjakan tugas

16 dengan menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Pada hakekatnya keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadarnya yang berbeda-beda tergantung pada jenis kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai (Hamalik, 2003). Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) mengemukakan keaktifan siswa dalam peristiwa pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan fisik yang dapat diamati. Menurut Sudiana ( 2006:72 ), keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam : 1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya 2. Terlibat dalam pemecahan masalah 3. Bertanya kepada siswa lain/kepada guru bila tidak memahami persoalan yang dihadapinya 4. Berusaha mencari berbagai infoormasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah 5. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru 6. Menilai kemampuan dirinya dari hasil hasil yang diperolehnya dalam melaksanakan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

17 2.1.5 Hasil Belajar Menurut Nana sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang baru setelah melalui proses belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergatung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Dalam pembelajaran, pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siawa (Sugihartono, 2007: 130). Pada umumnya hasil belajar dinilai melalui tes, baik tes uraian maupun tes obyektif (Sudjana, 2011: 55). Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Sudjana (2011: 22) menyatakan bahwa proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tetang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Oleh karena itu penilaian hasil belajar mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar. Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, namun dapat digolongkan menjadi dua faktor yatu intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. (Slameto, 2010: 54) Faktor intern adalah faktor faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang timbul dari sisi individu yang sedang belajar, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor intern yang meliputi: a. Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh b. Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. c. Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani.

18 2) Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar atau bukan dari sisi individu siswa yang sedang belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar, dapat disimpulkan sebagai berikut: 3) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang meliputi: a. Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. b. Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung, metode belajar, tugas rumah. c. Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Dari uraian tentang hasil belajar diatas semua merujuk terhadap perubahan siswa setelah melakukan proses kegiatan belajar dimana siswa mengalami berbagai kegiatan belajar yang menyebabkan perubahan dalam dirinya. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya yaitu faktor dari luar diri siswa atau ekstern seperti keluarga, ekonomi, lingkungan belajar, guru, fasilitas dan faktor dari dalam diri siswa atau intern seperti kondisi fisik, kecerdasan, kemampuan kognitif. Pengukuran hasil belajar siswa dapat diukur dengan kriteria atau patokan-patokan tertentu. Dalam pengukuran hasil belajar siswa dapat menggunakan teknik tes dan hasil tes berupa nilai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku atau kemampuan siswa setelah menerima pengalaman belajar yang dapat diukur dengan tes. Perubahan hasil belajar ini adalah perubahan menjadi lebih baik. Jadi yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian adalah nilai tes matematika. Tes dilaksanakan pada akhir pembelajaran dalam setiap siklusnya. 2.2 Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan dalam penelitian ini yaitu penilitian yang dilakukan oleh yuliana (2012), Pengaruh penerapan TGT terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas IV SDN Ponkot. Data yang dapat diketahui

19 bahwa: (1) Rata-rata nilai pre-test siswa kelas kontrol adalah 40,46 dan rata-rata nilai post-test siswa kelas kontrol adalah 66,94, (2) Rata-rata nilai pre-test siswa kelas eksperimen adalah 44,85 dan rata-rata nilai post-test siswa kelas eksperimen adalah 83,42. Dengan demikian, hasil belajar siswa pada pembelajaran dengan menerapan model kooperatif tipe TGT (teams games tournament) lebih tinggi dari hasil belajar siswa pada pembelajaran tanpa menerapkan model kooperatif tipe TGT (teams games tournament). Kesimpulannya yaitu Pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe teams games tournament memberikan pengaruh yang besar terhadap tingginya hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika. Penelitian yang relevan selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Saputra, Ahmad Reza Ivan. (2012). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model TGT (Teams Games Tournament) Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Melakukan Prosedur Administrasi Kelas X APK SMK PGRI 4 Blitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaktifan dan hasil belajar siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Keaktifan klasikal pada tiap pertemuan mengalami peningkatan dari pertemuan satu siklus I pertemuan pertama sebesar 73,44% menjadi 77,27% pada siklus I pertemuan kedua. Pada siklus II pertemuan pertama keaktifan belajar juga mengalami peningkatan dari pertemuan sebelumnya yaitu sebesar 79,2%. Pada PTK yang dilaksanakan selama 2 siklus ini, hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa mencapai 33,33%, sedangkan pada siklus II sebesar 72,72. Rata-rata hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan, yaitu rata-rata hasil belajar sebelum tindakan sebesar 50,24 meningkat 13,91 menjadi 64,15 pada siklus I, dan meningkat 9,72 menjadi 73,87 pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Teams Games Tournament dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. 2.3 Kerangka Berpikir Selama ini metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru cinderung berpusat pada guru dan bersifat konvensional, sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa menjadi rendah, maka dari itu perlu

20 diadakannya tindakan, yaitu menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT. Dalam pembelajaran ini diharapkan pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa menjadi aktif dalam pembelajaran serta siswa yang berkemampuan rendah dapat terbantu oleh temannya yang berkemampuan tinggi sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Secara sistematis kerangka berfikir digambarkan sebagai berikut: Kondisi awal Guru menggunakan pembelajaran konvensional Keaktifan dan hasil belajar siswa rendah dibawah KKM (67). Tindakan Menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pelajaran matematika dengan SK 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah Siklus I Menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT Kondisi akhir Diharapkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan keaktifan dengan rata-rata kelas 80 dan hasil belajar siswa matematika sesuai KKM 67 80% siswa. Siklus II Menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT Gambar 2.1 Kerangka berfikir 2.4 Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis penelitian tindakan kelas dirumuskan sebagai berikut: 1. Diduga, Penggunaan model pembelajaran koopertif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa kelas IV di SD Negeri Blotongan 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga tahun ajaran 2013/2014.

21 2. Diduga, Penggunaan model pembelajaran koopertif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV di SD Negeri Blotongan 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga tahun ajaran 2013/2014.