Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang Tsunami di Teluk Pangandaran, Jawa Barat Sofia Alma Aeda *),Siddhi Saputro *), Petrus Subardjo *)

dokumen-dokumen yang mirip
Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

HAZARD POTENTIAL DISTRIBUTION OF AFFECTED BY THE TSUNAMI IN THE ALONG SOUTH COAST REGION OF MALANG, EAST JAVA

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PETA ZONASI TSUNAMI INDONESIA

REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi. Agus Anugroho D.S. Warsito Atmodjo)

Rancangan Peta Rute Evakuasi Bancana Tsunami Pantai Puger Jember

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah tumbukan tiga lempeng tektonik besar, yaitu

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

Kata kunci : Tsunami, Tsunami Travel Time (TTT), waktu tiba, Tide Gauge

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kondisi Kestabilan dan Konsistensi Rencana Evakuasi (Evacuation Plan) Pendekatan Geografi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA SPASIAL KERAWANAN BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN KULON PROGODAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SEISMISITAS

STUDI AWAL HUBUNGAN GEMPA LAUT DAN GEMPA DARAT SUMATERA DAN SEKITARNYA

Simulasi Pembangkitan dan Penjalaran Gelombang Tsunami Berdasarkan Skenario Gempa Tektonik

PREDIKSI LANDAAN TSUNAMI UNTUK WILAYAH PANTAI DI KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR. Sari

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PERIODE ULANG DAN AKTIVITAS KEGEMPAAN PADA DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi

Peringatan Dini Tsunami Dengan Menggunakan Pendeteksian Gelombang Primer dan Pemanfaatan Layanan Pesan Singkat

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

PETA DASAR ZONASI TINGKAT PERINGATAN TSUNAMI DAERAH BANYUWANGI

2. TINJAUAN PUSTAKA. barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah timur. mencapai Ha (Bappeda Kabupaten Ciamis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BULETIN KARST GUNUNGSEWU

PETA KERAWANAN TSUNAMI SERTA RANCANGAN JALUR EVAKUASI DI PANTAI DESA PARANGTRITIS KECAMATAN KRETEK KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR

Model Distribusi Kecepatan Angin untuk Peramalan Gelombang dengan Menggunakan Metode Darbyshire dan Smb di Perairan Semarang

ANALISA LAJU SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI CILAUTEUREUN GARUT

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Dan Proses Terjadi Tsunami

KARAKTERISTIK PANTAI DAN RESIKO TSUNAMI DI KAWASAN PANTAI SELATAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia termasuk dalam daerah rawan bencana gempabumi

BAB I PENDAHULUAN I.1.

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 1 9 Online di :

PEMETAAN KERENTANAN BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN KRETEK MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI, KABUPATEN BANTUL DIY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Tingkat Resiko Gempa Bumi Tektonik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

MEWASPADAI MORFOLOGI TELUK SEBAGAI ZONA BAHAYA TSUNAMI

6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

Apa itu Tsunami? Tsu = pelabuhan Nami = gelombang (bahasa Jepang)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia,

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SEISMISITAS DAN PERIODE ULANG GEMPA BUMI WILAYAH SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN B-VALUE METODE LEAST SQUARE OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi

ANALISIS SUMBER GEMPA BUMI PADA PROSES DEFORMASI KERAK BUMI YANG BERPOTENSI TSUNAMI 11 MARET 2011 DI LEPAS PANTAI TIMUR PULAU HONSHU JEPANG

Deputi Bidang Koordinasi Insfratruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

Analisis Percepatan Tanah Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret 1977 dan 11 September 2014)

STUDI A ALISIS PARAMETER GEMPA DA POLA SEBARA YA BERDASARKA DATA MULTI-STATIO (STUDI KASUS KEJADIA GEMPA PULAU SULAWESI TAHU )

Transformasi Gelombang pada Batimetri Ekstrim dengan Model Numerik SWASH Studi Kasus: Teluk Pelabuhan Ratu, Sukabumi

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn

KEGEMPAAN DI INDONESIA PERIODE BULAN APRIL AGUSTUS 2008

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI BAGI PENENTUAN KEMUNGKINAN DAERAH GENANGAN AKIBAT TSUNAMI (STUDI KASUS: KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT)

Berkala Fisika ISSN : Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 25-42

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

I. PENDAHULUAN. semakin kuat gempa yang terjadi. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

3. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 254 262 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang Tsunami di Teluk Pangandaran, Jawa Barat Sofia Alma Aeda *),Siddhi Saputro *), Petrus Subardjo *) *) Program Studi Oseanografi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, S.H, Tembalang, Semarang. 50275 Telp/fax (024)7474698 Email : sofiaalmaaeda@gmail.com;saputrosiddhi@gmail.com; petrus_soebardjo@yahoo.com Abstrak Pangandaran merupakan kabupaten di Jawa Barat yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berhadapan dengan Samudra Hindia.Samudra Hindia merupakandaerah subduksi antar lempeng yang dapat mengakibatkan gempa dan tsunami, sebagai contoh gempa dan tsunami yang terjadi di Pangandaran (2006).Gempa dan tsunami yang pernah terjadi di suatu daerah, berpotensi terjadi kembali di masa mendatang.tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tinggi gelombang tsunami, waktu tempuh dan run-up gelombang tsunami. Penelitian ini dilakukan pada 29-30 Desember 2015 di Teluk Pangandaran dengan koordinat antara 108 20 00 BT - 108 47 00 BT dan 7 36 00 LS - 7 48 00 LS. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan penentuan lokasi menggunakan metode purposive sampling.data yang digunakan dalam penelitian berupa parameter patahan gempa, data batimetri, dan kelerengan pantai.data dimodelkan dengan menggunakan software COMCOT v1.7 untuk mengetahui tinggi dan waktu tempuh penjalaran tsunami.nilai tinggi gelombang hasil simulasi digunakan untuk menentukan nilai jangkauan run-up gelombang. Hasil simulasi menunjukkan ketinggian gelombang tsunami pada tiap skenario berkisar antara 2 9 meter dengan kisaran run-up antara 0-510 meter. Tinggi tsunami tertinggi ada di titik pengamatan 3 dan terendah di titik pengamatan 1.Run-up tertinggi terjadi di titik 3 dan run-up terendah di titik 6.Waktu yang diperlukan gelombang tsunami untuk mencapai daratan berkisar antara 39 48 menit.berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tinggi tsunami tertinggi di Pangandaran terjadi di daerah dengan morfologi landai, sedangkan tinggi tsunami terendah terjadi di kawasan tebing atau belakang tanjung. Kata Kunci:Tsunami, Pangandaran, Comcot, Runup Abtract Pangandaran is an area located at the Southern of Java Island heading toward to Indian Ocean.The Indian Oceanis a subduction zone between the plates that can cause earthquakes and tsunami, as an example earthquakes and tsunami in Pangandaran (2006). The earthquake and tsunami that had occurred in thisarea, potentially happen again in the future. The purpose of the research is to determine the height of tsunami, tsunamitime travel, and tsunami wave run-up. This research was conducted on December 29th to 30th, 2015 in Pangandaran Bay with coordinates between 108 20 00 E - 108 47 00 E and 7 36 00 S - 7 48 00 S. The research method used is quantitative method and the method used to determine research location is purposive sampling. The data used are the source of earthquake faults, bathymetry data, and coastal slop. Data was modeled with COMCOT v1.7 software to determine the height of tsunami and tsunami time travel. The height of tsunami wave by simulation model used to determine tsunami wave run-up. The simulation result known tsunami wave height range from 2 to 9 meters with run-up between 0 to 510 meters. The highest tsunami wave was at observation point 3 and the lowest was at observation point 1. The highest run-up tsunami was at observation point 3 and the lowest was at observation point 6. Time required for tsunami waves to reach the land between 39 to 48 minutes. Based on the result can be concluded that the highest tsunami wave in Pangandaran located in sloping morphology, while the lowest tsunami located in high area or behind the cape area. Keywords: Tsunami, Pangandaran, Comcot, Runup

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 255 Pendahuluan Gelombang Tsunami merupakan salah satu bencana alam turunan yang banyak berpotensi menimbulkan dampak yang besar.kejadian gelombang tsunami dapat menimbulkan korban jiwa dan kerusakan yang signifikan.gelombang tsunami paling sering terjadi akibat aktivitas tektonik atau gempa bumi.gempa bumi yang terjadi di tengah laut dengan kedalaman kurang dari 30 km dan kekuatan gempa lebih dari 6,5 Mw, dapat mengakibatkan gelombang tsunami. Di kawasan terbuka, tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi namun tinggi gelombang tsunami sulit terdeteksi. Tsunami yang mendekati pantai akan mengalami penurunan kecepatan gelombang dan penambahan tinggi gelombang akibat adanya pengurangan kedalaman perairan. Kondisi dasar peraian dapat memperbesar tinggi gelombang sehingga menghasilkan dinding vertikal yang bergerak kearah daratan dan menimbulkan kerusakan besar di darat terutama pada daerah pantai dengan topografi landai (Chaeroni et al., 2013). Indonesia diapit oleh 3 lempeng yang aktif bergerak yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia dan lempeng Pasifik.Pergerakan ketiga lempeng ini menjadikan Indonesia rawan terhadap gempa besar.daerah yang dianggap rawan ini yaitu daerah yang dilewati jalur pertemuan lempeng terutama di daerah sepanjang barat Pulau Sumatra,bagian selatan Pulau Jawa yang memanjang hingga Nusa Tenggara dan bagian timur laut Papua (Triatmadja, 2010). Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu wilayah yang termasuk pada daerah rawan tsunami.pantai Pangandaran yang terletak di bagian selatan mengakibatkan daerah ini berhadapan langsung dengan Samudra Hindia dimana terdapat zona subduction atau zona penujaman lempeng antara lempeng benua dan lempeng samudra yang dapat menimbulkan gempa.tercatat dua kali tsunami dengan kerusakan besar terjadi akibat aktivitas tektonik di wilayah selatan Jawa yaitu tsunami Banyuwangi tahun 1994 dan tsunami Pangandaran tahun 2006.Kejadian gempa dan tsunami yang pernah terjadi berpotensi kembali terjadi di masa mendatang, sehingga diperlukan kajian untuk mengetahui kondisi penjalaran gelombang Tsunami (Latief et al., 2012). Kajian mengenai tinggi tsunami, waktu tempuh dan run-up gelombang tsunami ini dapat digunakan sebagai salah satu langkah penyiapan data dalam perencanaan mitigasi bencana untuk mengurangi korban dan kerugian akibat bencana tsunami.data yang diperoleh dapat digunakan sebagai Early Warning System atau sebagai data dasar dalam penyusunan peta mitigasi bencana tsunami. 1. Materi dan Metode Penelitian Materi penelitian terbagi menjadi dua yaitu materi utama dan materi penunjang.materi utama berupa kelerengan pantai dan nilai elevasi pantai Materi penunjang berupa peta RBI skala 30 arc second, data patahan gempa dan data bencana tsunami wilayah Pangandaran. Penelitian menggunakan metode penelitian studi kasus yang dianalisa dengan analisa kuantitatif, yaitu analisa data dengan menggunakan model atau secara numerik.penentuan lokasi penelitian menggunakan metode Purposive sampling pada 6 titik yang telah dianggap mewakili daerah penelitian.ke-6 titik tersebut meliputi daerah tebing, landai, muara sungai dan percampuran daerah tebing dan landai. Data kelerengan pantai dan elevasi pantai diperoleh dari pengukuran lapangan menggunakan GPS dan selang yang difungsikan sebagai waterpass.pada setiap lokasi pengamatan dilakukan 3 kali pengukuran dengan jarak tiap pengukuran 20 meter secara horizontal. Data lapangan dianalisa dan diperoleh nilai kelerengan pantai (α) dengan persamaan : tan= (h0 h1) α : kelerengan h0 : Ketinggian air di jarak ke-1 pada selang dalam meter h1: Ketinggian air di jarak ke-2 pada selang dalam meter

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 256 Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Data di Teluk Pangandaran, Jawa Barat Data parameter patahan gempa dibagi dalam 5 skenario yang berbeda. Skenario yang digunakan terdiri atas parameter patahan gempa Pangandaran tahun 2006 dan 4 parameter patahan gempa berdasarkan historical gempa yang pernah terjadi diselatan Pulau Jawa. Tabel 1.Skenario Parameter Patahan Gempa yang Digunakan Skenario MW Epicenter Depth Strike Dip Slip L W D Lat Long (km) ( ) ( ) ( ) (km) (km) (m) Tsunami 2006 1 7.7 8.3-9.319-9.319 108.594 108.594 20 12 290 280 10 15 90 90 140 240 20 20 15 20 2 8-9.319 108.594 12 280 15 90 165 15 15 3 8.3-9.656 108.554 24 280 15 90 240 75 7 4 8-9.656 108.554 24 280 15 90 165 60 5 Mw : Magnitudo Momen (Skala Gempa) Epicenter : Lokasi gempa Depth : Kedalaman lokasi gempa dalam km L : Length atau panjang patahan gempa dalam km W : Width atau lebar patahan gempa dalam km D : Dislocation atau pergeseran lempeng dalam meter Data batimetri dan parameter patahan gempa disimulasikan dengan menggunakan COMCOT v1.7 untuk mengetahui tinggi dan waktu tempuh penjalaran gelombang pada tiap titik pengamatan. Simulasi dilakukan pada kurun waktu 2 jam setelah terjadi gempa. Perhitungan jangkauan run up gelombang tsunami dapat dilakukan dengan memperhitungkan tinggi maksimum gelombang tsunami di darat dan nilai kelerengan pantai. Gambar 2. Tinggi Gelombang Tsunami dan Jangkauan Run-Up (RH) di Darat

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 257 Dari gambar diatas diperoleh persamaan untuk menentukan jangkauan run-up tsunami, yaitu : =tan α RH 0 H : Tinggi Maksimumm Tsunami di Darat RH : Jangkauan run-up maksimum gelombang tsunami tanα : Sudut batas kedalaman dengan kemiringan pantai 2. Hasil dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dari simulasi penjalaran gelombang tsunami antara lain initial condition, tinggi, waktu tempuh dan run-up gelombang tsunami di pantai serta time step gelombang tsunami. 3.1 Hasil A. Tsunami Pangandaran 2006 Gempa yang mengakibatkan tsunami Pangandaran tahun 2006 terjadi pada epicenter 9.319 LS dan 108.594 BT dengan kekuatan 7,7 Mw, dan dihasilkan kondisi laut saat terjadi gempa seperti pada Gambar 3. Pada kondisi tersebut di sekitar pusat gempa terjadi kenaikan muka air laut sebesar 3,878 meter dan penurunan muka air laut sebesar -1,541 meter. Gambar 3.Kondisi Laut di Sekitar Pusat Gempa saat Terjadi Gempa Data tinggi gelombang, penjalaran gelombang dan jangkauan run-up gelombang tsunami pada tiap titik pengamatan diperoleh dari BPBD Kab. Ciamis (Tabel 2). Data BPBD Kab. Ciamis kemudian divalidasi dengan data hasil Pengolahan model (Tabel 3). Tabel 2.Tinggi, Waktu Tempuh dan Run-Up Tsunami (sumber : BPBD Kab. Ciamis tahun 2006) Lokasi TTM (menit) Tmax (m) Time (menit) RH (m) 35 2,0 39 25 37 3,5 40 90 40 5,0 43 250 37 4,0 40 200 38 3,0 42 95 45 3,2 48 0 1 2 3 4 5 6 TTM : Tsunami Tmax : Tinggi m Time : Waktu te RH : Jangkaua i Travel Time (waktu tempuh tsunami) maksimum di darat atau lokasi pengamatan erjadi tinggi maksimum an run-up maksimum gelombang tsunami

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 258 Tabel 3. Tinggi, Waktu Tempuh dan Run-Up Tsunami (Pengolahan Data, Lokasi TTM (menit) Tmax (m) Time (menit) 1 2 3 4 5 6 TTM : Tsunami Tmax : Tinggi m Time RH 38,9 2,52 41 41,3 3,25 44 43,5 4,25 47 42,6 3,04 45 41 2,84 44 42,3 3,19 44 Travel Time (waktu tempuh tsunami) maksimum di darat atau lokasi pengamatan : Waktu terjadi tinggi maksimum : Jangkauan run-up maksimum gelombang tsunami 2016) RH (m) 29 85 236 190 93 0 B. Skenario 1 Skenario 1 mengasumsikan gempa terjadi pada epicenter 9.319 LS dan 108.594 BT dengan kekuatan 8 Mw, sehingga dihasilkan kondisi laut saat gempa seperti pada Gambar 4. Pada Kondisi tersebut di sekitar pusat gempa terjadi kenaikan muka air laut sebesar 4,116 meter dan penurunan muka air laut sebesar -1,9920 meter. Gambar 4. Kondisi Laut di Sekitar Pusat Gempa saat Terjadi Gempa Dari simulasi model, diketahui ketinggian tsunami pada tiap titik pengamatan, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai run-up tsunami (Tabel 4). Tabel 4.Tinggi, Waktu Tempuh dan Run-Up Tsunami Lokasi TTM (menit) Tmax (m) Waktu (menit) 1 40,1 2,98 43 2 41,9 3,79 44 3 44,4 5,09 45 4 41,9 4,32 44 5 43,5 3,04 47 6 43 3,25 45 TTM : Tsunami Travel Time (waktu tempuh tsunami) Tmax : Tinggi maksimum di darat atau lokasi pengamatan Time : Waktu terjadi tinggi maksimum RH : Jangkauan run-up maksimum gelombang tsunami RH (m) 34,65 99,74 282,78 190 98,43 0

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 259 C. Skenario 2 Skenario 2 mengasumsikan gempa terjadi pada epicenter 9.319 LS dan 108.594 BT dengan kekuatan 8,3 Mw, sehingga dihasilkan Kondisi Laut di Sekitar Pusat Gempa saat Terjadi Gempa seperti pada Gambar 5. Pada kondisi tersebut di sekitar pusat gempa terjadi kenaikan muka air laut sebesar 6,479 meter dan penurunan muka air laut sebesar -3,098 meter. Gambar 5. Kondisi Laut di Sekitar Pusat Gempa saat Terjadi Gempa Dari simulasi model, diketahui ketinggian tsunami pada tiap titik pengamatan, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai run-up tsunami (Tabel 5). Tabel 5.Tinggi, Waktu Tempuh dan Run-Up Tsunami Lokasi TTM (menit) Tmax (m) Time (menit) RH(m) 1 39,92 5,60 43 65,15 2 42 5,98 44 157,33 3 44,5 9,13 47 507,22 4 41,9 5,93 44 370,41 5 43,7 4,86 47 113,76 6 43,1 7,01 45 0 TTM : Tsunami Travel Time (waktu tempuh tsunami) Tmax : Tinggi maksimum di darat atau lokasi pengamatan Time : Waktu terjadi tinggi maksimum RH : Jangkauan run-up maksimum gelombang tsunami D. Skenario 3 Skenario 3 mengasumsikan gempa terjadi pada epicenter 9.656 LS dan 108.554 BT dengan kekuatan 8 Mw, sehingga dihasilkan kondisi laut saat gempa seperti pada Gambar 6. Pada Kondisi tersebut, di sekitar pusat gempa terjadi kenaikan muka air laut sebesar 1,9430 meter dan penurunan muka air laut sebesar -0,81 meter.

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 260 Gambar 6. Kondisi Laut di Sekitar Pusat Gempa saat Terjadi Gempa Dari simulasi model, diketahui ketinggian tsunami pada tiap titik pengamatan, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai run-up tsunami (Tabel 6). Tabel 6. Tinggi, Waktu Tempuh dan Run-Up Tsunami Lokasi TTM (menit) Tmax (m) Waktu (menit) 1 42,2 1,69 44 2 44,6 2,66 48 3 46,7 3,8 49 4 44,2 2,06 47 5 46,1 2,79 50 6 45,7 2,51 50 TTM : Tsunami Travel Time (waktu tempuh tsunami) Tmax : Tinggi maksimum di darat atau lokasi pengamatan Time : Waktu terjadi tinggi maksimum RH : Jangkauan run-up maksimum gelombang tsunami RH (m) 15.92 65.98 169.2 113.67 70.05 0 E. Skenario 4 Skenario 4 mengasumsikan gempa terjadi pada epicenter 9.656 LS dan 108.554 BT dengan kekuatan 8,3 Mw, sehingga dihasilkan kondisi laut saat gempa seperti pada Gambar 7. Pada Kondisi tersebut, di sekitar pusat gempa terjadi kenaikan muka air laut sebesar 2,882 meter dan penurunan muka air laut sebesar -1,202 meter. Gambar 7.Kondisi Laut di Sekitar Pusat Gempa saat Terjadi Gempa

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 261 Dari simulasi model, diketahui ketinggian tsunami pada tiap titik pengamatan, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai run-up tsunami (Tabel 7). Tabel 7. Tinggi, Waktu Tempuh dan Run-Up Tsunami Lokasi TTM (menit) Tmax (m) Waktu (menit) RH (m) 1 41,8 3,61 45 19.65 2 44,3 4,96 49 70 3 46,5 6,31 50 188.89 4 44,1 3,56 49 128.75 5 45,9 3,40 51 86.37 6 45,5 5,69 50 0 TTM : Tsunami Travel Time (waktu tempuh tsunami) Tmax : Tinggi maksimum di darat atau lokasi pengamatan Time : Waktu terjadi tinggi maksimum RH : Jangkauan run-up maksimum gelombang tsunami 3.2 Pembahasan Kondisi laut di sekitar pusat gempa bergantung pada pembangkit atau hiposentrum gempa dan dislokasi atau pergeseran lempeng yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan dan penurunan muka air laut. Perubahan muka air laut terbesar terjadi di skenario 2 karena nilai dislokasi gempa lebih besar dari skenario yang lain. Sedangkan pada skenario 3 dan 4 dengan kedalaman gempa yang sama namun nilai dislokasi berbeda, terlihat bahwa naik turunnya muka air pada skenario 4 lebih besar. Semakin besar nilai dislokasi gempa yang terjadi, maka perubahan muka air laut di sekitar pusat gempa akan semakin besar.semakin besar lebar dislokasi dibandingkan dengan kedalaman perairan, maka akan lebih besar pula nilai magnitude momen gempa dan pengaruhnya pada perairan di sekitar pusat gempa. Tsunami Time Travel (TTT) merupakan waktu yang dibutuhkan gelombang tsunami untuk mencapai daratan pertama kali. Tsunami Time Travel dihitung dari waktu gelombang tinggi mencapai daratan.perbedaan waktu tempuh tsunami ini diakibatkan oleh perbedaan jarak antara titik pengamatan dengan pusat gempa bumi. Semakin jauh jarak antara titik pengamatan dan pusat gempa, maka waktu tsunami untuk mencapai daratan akan semakin lama Gelombang tsunami yang mencapai daratan akan mengalami perubahan bentuk karena kondisi perairan dan batimetri dasar laut. Titik 3 dimana terjadi gelombang tertinggi merupakan daerah dengan batimetri paling landai diantara titik pengamatan lain. Lokasi ini juga merupakan daerah terbuka yang tidak terhalang tebing dan berhadapan langsung dengan pusat gempa. Kondisi yang demikian menyebabkan gelombang tsunami akan pecah didekat daratan dan gelombang yang tebentuk akan lebih tinggi. Titik 1 dan 5 dimana terbentuk gelombang terendah merupakan lokasi yang terhalang oleh tebing dan tanjung.titik 1 memiliki topografi yang relatif curam dan berupa karang.lokasi ini tertutup oleh tebing.titik 5 merupakan lokasi yang terhalang oleh Tanjung Pangandaran. Kondisi batimetri pada daerah tebing dan tanjung cenderung terjal, sehingga gelombang datang akan mengalami proses difraksi. Proses difraksi menyebabkan pembelokan arah gelombang di ujung tebing dan tanjung sehingga mengakibatkan gelombang akan masuk ke daerah yang terlindungi oleh tebing dan tanjung. Gelombang jenis ini akan berdampak pada pnenurunan ketinggian gelombang. Titik 2, 4 dan 6 merupakan lokasi yang landai namun tidak berhadapan langsung dengan pusat gempa sehingga tinggi maksimum tsunami tidak setinggi di titik 3. Run-Up gelombang tsunami adalah kondisi dimana terjadi perubahan energi yang menyebabkan gelombang menjalar naik ke daratan.nilai run-up gelombang tsunami pada setiap

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 262 lokasi pengamatan berbeda beda.titik 3 merupakan daerah terbuka dengan kemiringan pantai yang sangat landai. Pada saat terjadi tsunami, akan terjadi run-up gelombang yang paling tinggi karena pada titik ini tidak ada penghalang yang mampu meredam ketinggian gelombang tsunami. Pada titik 6, dapat dikatakan tidak terjadi run-up gelombang karena titik tersebut merupakan daerah tebing dengan tinggi daratan melebihi tinggi tsunami. Titik 1 dan 5 memiliki nilai jangkauan run-up rendah karena kedua titik tersebut berada di daerah yang terhalang oleh tebing dan tanjung. Tebing dan tanjung ini mengakibatkan gelombang mengalami proses difraksi sehingga terjadi pembelokan gelombang dan daerah yang terlindungi akan tetap terkena gelombang namun dengan tinggi relatif lebih kecil. Keberadaan tebing dan tanjung ini mampu meredam tinggi gelombang tsunami. Berkurangnya tinggi gelombang tsunami akan mengakibatkan berkurangnya jangkauan run-up tsunami. Titik 2 dan 4 memiliki nilai run-up relatif tinggi namun tidak setinggi titik 3. Titik 2 dan 4 merupakan daerah percampuran antara daerah landai dan tebing dengan vegetasi. 3. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di Teluk Pangandaran diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Tinggi gelombang tsunami tertinggi terjadi di titik 3 dengan koordinat 07 40 02.02 LS dan 108 36 06.17 BT pada gempa berkekuatan 8.3 Mw yaitu 9,13 meter, sedangkan tinggi terendah terjadi di titik 1 dengan koordinat 07 44 27.50 LS dan 108 29 48.41 BT pada gempa berkekuatan 8,0 Mw yaitu 0,83 meter. 2. Waktu tempuh gelombang tsunami hingga mencapai daratan berkisar antara 39 menit 43 menit dengan waktu terjadi tinggi maksimum tsunami pada kisaran 44 menit 47 menit. 3. Jangkauan run-up gelombang tsunami tertinggi terjadi di titik 3 dengan koordinat 07 40 02.02 LS dan 108 36 06.17 BTantara 150-510 meter pada daerah landai dengan kisaran 1 5 dan jangkauan run-up terendah di titik 6 dengan koordinat 07 40 42.79 LS dan 108 42 32.81 BT yaitu 0 meter pada daerah tebing dengan tinggi tebing 8 meter. Daftar Pustaka Chaeroni, W. Hendriyono dan W. Kongko. 2013. Pemodelan Tsunami dan Pembuatan Peta Mitigasi di Teluk Teleng Pacitan. Jurnal Penanggulangan Bencana., 4(2): 23 33 Diposaptono, S. dan Budiman. 2008. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. PT. Sarana Komunikasi Utama. Bogor Latief, H., Y. Tanioka, H. Sunendar, A. R. Gusman and S. Koshimura. 2012. Tsunami Hazard Mitigation at Pangandaran, Indonesia. Journal of Disaster Research., 7(1) Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung Triatmadja, R. 2010. Tsunami : Kejadian, Penjalaran, Daya Rusak dan Mitigasinya. Gajah Mada University Press. Yogyakarta