3. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di wilayah pantai dan pesisir Pangandaran Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Batas koordinat wilayah penelitian berada pada 7,75 o 7,65 o LS dan 108,55 o 108,70 o BT. Wilayah Pangandaran dalam penelitian ini mencakup pantai dan pesisir di Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih. Daerah yang difokuskan dalam penelitian ini adalah kedua kecamatan tersebut. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Peta lokasi penelitian (Kecamatan Pangandaran sampai Kecamatan Sidamulih) Kegiatan penelitian dilaksanakan pada awal bulan Mei 2011 sampai Agustus 2011 yang bertempat di Laboratorium Data Processing Oseanografi, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, 48

2 25 Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Balai Pengkajian Dinamika Pantai, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta Pusat Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini terdiri dari berbagai macam perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penelitian ini merupakan model penelitian laboratorium menggunakan model komputasi. Perangkat keras berupa Personal Computer (PC) merupakan komponen utama dalam penelitian ini, dimana beberapa perangkat lunak (software) sebagai penunjang terpasang di dalamnya. Secara rinci alat penelitian dalam penelitian ini ditabulasikan pada Tabel 3 beriku ini : Tabel 3. Spesifikasi peralatan penelitian (perangkat lunak dan perangkat keras) No Peralatan penelitian Perusahaan pembuat Keterangan 1 Personal Computer Zyrex Corp. Sistem operasi Windows (PC) dan Java, Intel Pentium 2 ER Mapper v.7.0 Earth Resource Mapping Inc. T5550 CPU 1,83 GHz Data processing 3 Global Mapper Global Mapper Ltd. Data processing v Map Source v.3.2 Garmin Corp. Data processing 5 Surfer v.9.0 Golden Software Inc. Data processing 6 Transform v.3.3 Forther Research Inc. Data processing 7 Textpad v Wintertree Inc. Data processing 8 Turmina interface BPPT Sistem operasi Java Data processing 9 ArcGIS 9.3 ESRI Inc. Data processing 10 Xview - Data processing 11 GPS Garmin 60i handheld Garmin Corp. Ketelitian 5 15 m 12 Sony Digital Camera Sony Corp. Resolusi 10 Mega Pixel

3 26 Personal Computer (PC) yang dilengkapi dengan berbagai macam perangkat lunak digunakan untuk memproses data-data. Global Positioning System (GPS) digunakan sebagai alat navigasi dan penanda titik sampling di lapangan, sedangkan kamera digital digunakan sebagai alat dokumentasi pada saat survei lapangan Data Penelitian Data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini mencakup beberapa kelompok data sebagai berikut : 1) Citra Landsat wilayah Pangandaran Citra Landsat yang digunakan merupakan Landsat TM path/row 121/65 (resolusi 30 m) yang direkam pada bulan Juni 2003, Oktober 2006 dan Maret ) Data batimetri Data batimetri yang digunakan adalah ETOPO 1. Data ini memiliki resolusi satu menit per satu grid dengan luasan 1,85 km. Data ini di unduh dari : pada bulan Maret ) Peta dasar untuk bahaya tsunami Kabupaten Ciamis dari German Indonesia Tsunami Early Warning System (GITEWS) skala 1 : tahun ) Peta penutupan/penggunaan lahan Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih skala 1 : tahun 2004 dari Bappeda Kabupaten Ciamis 5) Peta batimetri Dishidros TNI-AL skala 1 : nomor peta 69 tahun ) Data spasial Kabupaten Ciamis dari Bappeda Kabupaten Ciamis tahun 2009

4 27 7) Data kegempaan dan historis kejadian tsunami Data ini diperoleh dari Nasional Earthquake Information Center United States Geological Survei (NEIC-USGS). Data ini di unduh dari : pada bulan Maret Survei Lapang Survei lapang dilakukan pada bulan Juli 2011 bertempat di Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih. Survei lapang dilakukan untuk mengetahui kondisi daerah penelitian secara langsung sekaligus verifikasi dan validasi data. Hasil pengolahan geomorfologi pesisir dari citra satelit, peta penutupan/penggunaan lahan serta data pendukung lainnya divalidasi dengan kenampakan yang sebenarnya di lapangan. Survei dilakukan pada 20 titik observasi mulai dari barat sampai ke timur. Pengambilan titik observasi menggunakan teknik Random Sampling, yaitu pengambilan titik sampling secara acak terhadap kategori-kategori penutupan lahan yang sudah disesuaikan dengan kategori pada citra hasil klasifikasi dan peta penutupan lahan yang tersedia. Data ini digunakan sebagai referensi lapang untuk menentukan akurasi citra dari hasil kasifikasi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada peta penutupan lahan tahun Posisi koordinat titik observasi disajikan pada Lampiran 1. Pelaksanaan survei lapang dilakukan dengan menyusuri sepanjang wilayah pantai dan pesisir dengan cara sejajar garis pantai. Data yang dihimpun meliputi kenampakan fitur pantai dan pesisir. Pengamatan fitur pantai dan pesisir dilakukan

5 28 secara visual di sepanjang daerah penelitian dengan mengamati antara lain bentuk garis pantai, vegetasi penutup, tata guna lahan/penutupan lahan, keberadaan proteksi pantai baik alami maupun buatan. Pengukuran jarak dari pantai terhadap permukiman dan bangunan-bangunan lainnya dilakukan dengan pengukuran secara horizontal dari garis pantai menuju daratan dengan menggunakan roll meter. Parameter yang diamati dalam kegiatan survei lapang selengkapnya diperlihatkan pada Lampiran Metode Pengolahan Data Pada penelitian ini dilakukan pengintegrasian data penginderaan jauh dengan model tsunami. Alur penelitian ini meliputi input data (data citra dan peta, survei lapang dan data sekunder yang terkumpul), pemrosesan dan analisis. Adapun alur pengolahan atau pemrosesan data penelitian ini meliputi beberapa tahapan yaitu : (1) pemetaan karakteristik pantai dan pesisir, (2) identifikasi seismisitas, (3) pemodelan tsunami, (4) penentuan indeks kerentanan pantai. Analisis data untuk menentukan tingkat kelas kerentanan pantai akibat bencana tsunami ditentukan dengan menggunakan metode Cell Based Modelling. Alur proses penelitian selengkapnya disajikan pada Gambar 9.

6 Citra Landsat TM 121/65 tahun 2003, 2006, Peta dasar untuk bahaya tsunami - Peta penutupan lahan - Peta topografi - Peta batimetri Data batimetri ETOPO 1 Data historis kegempaan dan sejarah tsunami Cropping citra Parameter gempa Komposit citra Ekstraksi data citra : - Penggunaan lahan - Jaringan sungai - Morfometri pantai - Ekosistem pesisir Verifikasi dan editing Konsultasi pakar Digitasi Gabung data Tsunami Inundation Modelling Data numerik genangan tsunami Daerah prediksi genangan Gridding Indektifikasi seismisitas Overlay : - Topografi - Kemiringan (Slope) - Jarak dari garis pantai - Jarak dari sungai - Penutupan lahan Basis data spasial Parameter risiko tsunami Pemodelan spasial Cell Based Modelling Indeks kerentanan pantai akibat bencana tsunami Gambar 9. Bagan alir penelitian 29 48

7 Identifikasi karakteristik pantai dan pesisir Struktur kajian dalam identifikasi karakteristik pantai meliputi kajian tipologi pesisir, mencakup liputan lahan dan bentuk lahan. Tipologi pesisir menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi bencana tsunami. Kajian tipologi pesisir menurut Suprajaka et al. (2005) ditetapkan dengan menggunakan tiga komponen yaitu abiotik (fisik), biotik (hayati) dan kultural (sosial-ekonomi). Identifikasi karakteristik pantai dilakukan dengan melakukan ekstraksi data spasial dari hasil interpretasi citra penginderaan jaut (Landsat TM), peta-peta dan data-data pendukung lainnya serta melakukan survei lapang. Ekstraksi data tersebut berupa pemetaan karakteristik daerah pantai dan pesisir Pangandaran yang meliputi : 1) Pemetaan topografi Pemetaan topografi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data hasil survei lapang tim pemetaan Kabupaten Ciamis bersama GITEWS yang dituangkan pada peta dasar untuk bencana tsunami Kabupaten Ciamis. Data ini dikompilasikan dengan data topografi dari peta-peta yang tersedia. Identifikasi kenampakan topografi dimulai dengan melakukan proses digitasi. Langkah ini merupakan proses perubahan data ke dalam bentuk digital. Data hasil digitasi kemudian diinterpolasi (gridding) dengan interval 30 meter. 2) Pemetaan batimetri Pemetaan batimetri menggunakan dua buah kelompok data yaitu peta batimetri Dishidros TNI-AL dan data batimetri ETOPO 1. Peta batimetri Dishidros TNI-AL digunakan untuk menggambarkan keadaan batimetri Pangandaran, sedangkan data batimetri ETOPO 1 digunakan untuk

8 31 menggambarkan keadaan batimetri perairan lepas pantai selatan Jawa. Pengolahan data batimetri Dishidros TNI-AL dilakukan dengan proses digitasi kemudian dilakukan interpolasi dengan interval 30 meter. Pengolahan data batimetri dari ETOPO 1 tidak dilakukan digitasi terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan data batimetri ETOPO 1 sudah berbentuk data numerik dalam format digital sehingga dapat langsung dilakukan interpolasi. Data batimetri ETOPO 1 diinterpolasi dengan interval 810 meter. 3) Pemetaan kemiringan daratan (slope) Pemetaan kemiringan daratan (slope) dilakukan berdasarkan data topografi. Data kemiringan daratan merupakan data yang diturunkan dari data topografi. Penurunan data topografi dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ArcGIS 9.3. Fungsi yang digunakan adalah surface analyst pada menu spatial analyst. Data topografi dijadikan masukan dalam algoritma matematis pada waktu processing data. Algoritma tersebut dapat mengubah setiap nilai topografi menjadi sebuah nilai baru. Nilai baru inilah yang menggambarkan kemiringan lahan daratan. Satuan kemiringan daratan yang digunakan pada penelitian ini adalah dalam persentase (%). 4) Pemetaan jarak dari garis pantai dan jarak dari sungai Pemetaan jarak dari garis pantai dan jarak dari sungai dilakukan dengan melakukan proses buffering melalui perangkat lunak ArcGIS 9.3. Proses buffering dilakukan dengan menggunakan data spasial garis pantai dan kemudian diklasifikasikan berdasarkan matriks risiko tsunami. Data spasial garis pantai didapatkan dengan melakukan digitasi (digitize on screen) pada peta dasar Pangandaran. Pada penelitian ini pemetaan jarak dari pantai dilakukan dengan

9 32 teknik buffering sejauh 3000 m dari garis pantai sedangkan untuk pemetaan jarak dari sungai teknik buffering dilakukan sejauh 500 m dari sungai. 5) Pemetaan tata guna lahan dan ekosistem pesisir Pemetaan tata guna lahan dan ekosistem pesisir dilakukan berdasarkan analisis melalui interpretasi citra satelit Landsat dan peta penutupan lahan dari Bappeda Kab. Ciamis. Pada penelitian ini dilakukan proses digitasi terhadap peta penutupan lahan untuk mendapatkan data digital penggunaan lahan serta ekosistem pesisir. Hasil digitasi dari peta penutupan lahan tersebut kemudian di lengkapi dengan data hasil interpretasi citra satelit dan foto udara dari Google Earth. Keseluruhan hasil pengolahan tersebut kemudian divalidasi dengan datadata hasil survei lapang. Hal ini dilakukan untuk memastikan data hasil pengolahan sesuai dengan kenampakan yang sebenarnya di lapangan. Identifikasi ekosistem pantai dan pesisir difokuskan pada ekosistem yang berpengaruh terhadap limpasan gelombang tsunami. Ekosistem tersebut yaitu ekosistem mangrove dan terumbu karang. Kedua ekosistem ini dianalisis berdasarkan citra satelit Landsat dengan proses penajaman citra (Image Enhancement). Pengolahan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ER Mapper v.7.0. Metode yang digunakan dalam kajian vegatasi mangrove menggunakan komposit warna 453. Pada komposit tersebut mangrove akan teridentifikasi sebagai lahan yang berwarna merah tua. Hal ini karena klorofil dalam daun mengrove menyerap dengan kuat sinar merah dan memantulkan kuat sinar inframerah (Earth Observatory, 2007). Identifikasi terumbu karang dilakukan dengan pendekatan algoritma Lyzenga (1978). Algoritma ini menggunakan band 1 dan band 2 karena kedua

10 33 band ini diasumsikan memiliki penentrasi yang baik terhadap kolom air. Persamaan algoritma Lyzenga dirumuskan sebagai berikut (Siregar et al., 1995) : Y k i ln TM ln TM 1 k j 2... (11) dimana, Y = citra hasil ekstraksi; TM 1 = band 1 Landsat TM; TM 2 = band 1 Landsat TM; dan k i /k j = koefisien antenuasi (a) yang diperoleh dari : 2 a a 1 dengan, var TM 1 2 a... (12) 2 cov ar TM var TM 1 TM Identifikasi seismisitas Kaitan kajian gempa bumi pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi gempa bumi sebagai pemicu terjadinya tsunami di wilayah penelitian (zona tsunamigenik). Menurut Galih dan Handayani (2007) aktifitas gempa bumi bisa ditinjau dari bermacam cara, diantaranya adalah dengan peta distribusi gempa bumi (peta seismisitas). Setiap gempa bumi melepaskan energi gelombang seismik, sehingga kumpulan gempa bumi pada periode tertentu di suatu area merupakan suatu cara untuk menggambarkan konsentrasi aktifitas gempa bumi. Identifikasi seismisitas pada penelitian ini dibangun berdasarkan katalog NEIC-USGS. Wilayah kajian identifikasi seismisitas di batasi pada koordinat 8 o 11 o LS dan 107 o 110 o BT. Data catatan gempa bumi meliputi semua gempa di kedalaman kurang dari 40 km (gempa dangkal) yang terjadi di daerah penelitian selama kurun waktu 1974 Mei Pendeskripsian wilayah tsunamigenik ditentukan dengan metode fraktal (Galih dan Handayani, 2007) dan analisis seimotektonik dari Guternberg dan

11 34 Richter (Rohadi, 2006). Metode ini mengelompokan daerah studi menjadi tiga bagian yang lebih kecil dengan increment 1 o (1 o x 1 o ). Metode fraktal ditentukan berdasarkan hubungan antara jumlah kejadian gempa (N) dengan magnitude gempanya (m). Hubungan ini dijelaskan oleh persamaan yang dirumuskan oleh Guternberg dan Richter sebagai berikut (Rohadi, 2006) : log( N ) b. m a... (13) dimana a dan b adalah parameter seismotektonik dan N adalah jumlah gempa bumi dengan magnitude lebih besar dari m. Setelah itu digunakan metode grafik dari Turcotte. Turcotte melakukan penurunan rumus sederhana sehingga didapat besaran dimensi fraktal (D) sebagai berikut (Galih dan Handayani, 2007) : D 2.b... (14) dimana b adalah parameter tektonik yang didapat dari hukum Guternberg dan Richter (Rohadi, 2006). Analisis seismisitas dengan menggunakan metode fraktal akan membawa pada wilayah tsunamigenik sebagai zona yang berpotensi sebagai sumber tsunami Pemodelan tsunami Pemodelan tsunami pada penelitian ini diselesaikan dengan menggunakan perangkat lunak Turmina Iterface yang terdiri dari Earthquake Analysis dan Tsunami Run-up Modelling. Perangkat lunak ini dapat menyelesaikan persamaan numerik pemodelan tsunami sehingga menghasilkan keluaran berupa waktu tempuh penjalaran tsunami, tinggi tsunami serta run-up tsunami. Perangkat lunak ini merupakan hasil pengembangan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

12 35 (BPPT). Langkah-langkah yang dilakukan dalam menjalankan program simulasi pemodelan tsunami adalah sebagai berikut : 1) Desain model simulasi tsunami Desain simulasi penjalaran gelombang tsunami didesain sebagai model bersarang (nested model). Metode ini digunakan atas pertimbangan efisiensi waktu pada saat running model. Metode model bersarang ini menggunakan empat tipe desain grid spasial yang berbeda dimana terdiri dari domain A, domain B, domain C dan domain D. Domain A merupakan domain yang paling besar dan memiliki batas koordinat 104,75 o E 112,50 o E dan 11,00 o S 7,00 o S. Domain B dan C adalah area yang lebih kecil dari area domain A dan berada pada domain A. Domain B memiliki batas 108,05 o E 109,20 o E dan 8,30 o S 7,55 o S, sedangkan domain C memiliki batas 108,35 o E 108,90 o E dan 7,95 o S 7,60 o S. Domain D merupakan daerah yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini (Pangandaran), dimana memiliki batas 108,55 o E 108,70 o E dan 7,75 o S 7,65 o S. Desain model bersarang diperlihatkan pada Gambar 10. Gambar 10. Domain model bersarang (nested model) : a) domain A; b) domain B; c) domain C dan d) domain D

13 36 Penentuan domain A harus mengikutsertakan domain B, domain C dan domain D, sehingga domain A merupakan domain terbesar yang mengandung keseluruhan domain. Sumber gempa yang menjadi pemicu tsunami harus berada pada wilayah domain sehingga penjalarannya dapat diperhitungkan. Setiap domain memiliki karakteristik grid yang berbeda. Grid untuk Domain A sampai D memiliki ukuran grid yang semakin mengecil. Domain D merupakan domain yang memiliki resolusi grid paling halus (jarak grid lebih kecil). Keterangan selengkapnya mengenai ukuran spasial (ukuran grid dan jarak grid) dari setiap domain yang dibangun disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik ukuran spasial dalam model bersarang Domain Jarak Grid dx=dy Ukuran Grid A 810 m 1057 x 546 B 270 m 471 x 308 C 90 m 678 x 431 D 30 m 553 x 369 2) Desain skenario model pembangkit tsunami Koordinat 104,75 o E 112,50 o E 11,0 o S 7,00 o S 108,05 o E 109,20 o E 8,30 o S 7,55 o S 108,35 o E 108,90 o E 7,95 o S 7,60 o S 108,55 o E 108,70 o E 7,75 o S 7,65 o S Penghitungan besarnya tsunami yang dapat terjadi dilakukan dengan membuat skenario sumber gempa. Model sumber pembangkit tsunami dalam penelitian ini hanya dibangkitkan oleh pergerakan dasar laut akibat gempa tektonik. Solusi mekanisme sumber gempa sebagai pembangkit tsunami menggunakan data historis kejadian tsunami di Pangandaran (2006) dan Banyuwangi (1994), selain itu di tentukan berdasarkan analisis peneliti terhadap tingkat seismisitas di wilayah penelitian. Kejadian tsunami di Pangandaran dan Banyuwangi mempunyai parameter gempa seperti diuraikan dalam Lampian 3.

14 37 3) Pre-processing modelling Tahap ini merupakan persiapan data-data masukan untuk model tsunami yang akan dibangun. Data yang diperlukan adalah data batimetri dan data topografi. Data ini merupakan data dasar dalam model yang akan dibangun. Data batimetri dan topografi mencakup domain A, domain B, domain C dan domain D. Pembuatan input domain D dibangun dengan menggunakan data batimetri Dishidros TNI-AL dan data topografi hasil kompilasi beberapa sumber. Data topografi dan batimetri hasil digitasi kemudian digabungkan dan diinterpolasi dengan interval 30 meter. Keseluruhan data disimpan dalam bentuk ekstensi *.dat, kemudian dilakukan pengolahan lebih lanjut di perangkat lunak Transform v.3.3 sehingga input domain D menjadi susunan matriks. Agar data input domain D dalam bentuk matriks dapat terbaca pada saat perhitungan numerik di Turmina Interface, maka data masukan domain D dikonversi kedalam bentuk ASCII dengan menggunakan Textpad v Proses pembuatan masukan untuk domain A, domain B dan domain C proses pengolahannya hampir sama seperti domain D. Perbedaanya terletak pada sumber data, dimana pada ketiga domain tersebut hanya menggunakan data batimetri dari ETOPO 1 sebagai data dasar. Ketiga domain yang dibangun dari data tersebut diinterpolasi dengan interval masing-masing adalah 90 meter, 270 meter dan 810 meter. Data-data tersebut bukan merupakan input model, untuk membangun input model domain C, B dan A maka untuk input domain C adalah gabungan antara input domain D dan domain C. Pada posisi koordinat domain D di domain C, diisi dengan semua data pada domain D. Input domain A dan domain B dibangun dengan cara yang sama seperti pada domain C.

15 38 4) Processing modelling Tahap processing merupakan tahap pacu model. Tahap ini adalah proses running simulasi tsunami berdasarkan masukan parameter gempa, batimetri dan topografi. Metode yang digunakan dalam pemodelan tsunami ini diselesaikan dengan menggunakan aplikasi Turmina interface. Tumina interface terbagi menjadi dua aplikasi yaitu Earthquake Analysis dan Tsunami Run-up Modelling. Earthquake Analysis digunakan untuk memproses data gempa sebagai sumber tsunami. Keluaran dari perangkat lunak ini berupa nilai numerik yang menggambarkan inisialisasi gelombang tsunami awal (elevasi muka air laut awal). Parameter-parameter yang digunakan untuk simulasi awal gelombang tsunami terdiri dari posisi sumber gempa, pajang dan lebar patahan, dislokasi (deformasi), kedalaman pusat gempa (hiposentrum) dan geometri patahan (dip, strike, slip). Inisialisasi gelombang tsunami awal diperoleh dengan menghitung perpindahan vertikal kolom air laut di atas dasar samudera akibat gempa. Menurut Latief (2007) sumber tsunami dalam simulasi tsunami diasumsikan sama dengan perubahan deformasi bawah laut, seperti terlihat pada Gambar 11. Tanda plus (+) menyatakan terjadi kenaikan muka air laut, sedangkan tanda minus (-) menunjukan terjadinya penurunan muka air laut. Gambar 11. Pencerminan lantai samudera oleh muka laut (Latief, 2007)

16 39 Tsunami Run-up Modelling memproses data keluaran yang dihasilkan oleh aplikasi Earthquake Analysis menjadi simulasi penjalaran gelombang tsunami. Keluaran model berupa data numerik tiap langkah waktu yang menggambarkan proses penjalaran dan ketinggian gelombang tsunami di sepanjang daerah yang dimodelkan. Model tsunami dalam penelitian ini berjenis Near Field Tsunami dimana jarak antara pembangkit tsunami dengan pantai cukup dekat yaitu kurang dari 1000 km. Persamaan penjalaran gelombang tsunami ini dikembangkan dari persamaan gerak gelombang linier yaitu gelombang periaran dangkal, dengan mengabaikan suku gesekan dasar laut. Sedangkan untuk pemodelan run-up tsunami digunakan persamaan linier dan non-linier, dimana dalam hal ini pengaruh gesekan dasar diperhitungkan (Imamura, 1994). Data input yang digunakan untuk simulasi penjalaran gelombang tsunami adalah data batimetri dan topografi dalam bentuk kedalaman setiap grid dan data hasil simulasi awal gelombang tsunami. 5) Post-processing modelling Hasil pemodelan tsunami disajikan dalam bentuk gambar peta yang informatif. Hasil pemodelan yang diinterpretasikan hanya pada domain D. Domain di luar domain D tidak diinterpetasikan karena di luar daerah kajian. Perangkat lunak ArcGIS 9.3 dan Xview digunakan sebagai sarana penyajian visualisasi model tsunami. Hasil model kemudian di analisis dengan menggunakan tools pada ArcGIS 9.3. Analisis dilakukan melalui proses pengklasifikasian kedalaman rendamana tsunami (flowdepth) dan limpasan tsunami (run-up) yang dihasilkan dari pemodelan tsunami. Hal ini bertujuan untuk

17 40 mendapatkan informasi tingkat kerawanan tsunami dari setiap skenario yang telah dibangun. Klasifikasi flowdepth mengacu pada klasifikasi BMKG dan GITEWS (2010). Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian ini ketinggian rendaman tsunami diklasifikasikan menjadi lima kelas yaitu : kelas kerawanan sangat rendah (< 0,5 m), kelas kerawanan rendah (0,5 1,5 m), kelas kerawanan sedang (1,5 2,5 m), kelas kerawanan tinggi (2,5 5 m) dan kelas kerawanan sangat tinggi (> 5 m). Proses ini seluruhnya dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Hasil klasifikasi model tsunami ini merupakan parameter yang menjadi dasar dalam menentukan indeks kerentanan pantai Penentuan tingkat risiko tsunami Analisis kerentanan yang dikaji pada penelitian ini adalah kerentanan lingkungan pantai dan pesisir terhadap limpasan tsunami (run-up) dan ketinggian genangan tsunami (flow depth). Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan lingkungan pantai dan pesisir terhadap tsunami adalah : elevasi daratan (topografi), kemiringan daratan (slope), tata guna lahan/penutupan lahan, jarak dari garis pantai, jarak dari sungai dan model tsunami. Dasar pengambilan parameter tersebut ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya dengan melihat parameter penentu tingkat kerentanan di suatu wilayah yang kemudian di modifikasi sesuai dengan konsultasi pakar dan pembimbing berdasarkan kondisi di daerah penelitian. Beberapa hasil penelitian terdahulu yang dijadikan acuan yaitu penelitian yang pernah dilakukan oleh

18 41 GITEWS (2010), Oktariadi (2009a), Oktariadi (2009b), Sengaji (2009), Hajar (2006) dan Diposaptono dan Budiman (2006). Setiap parameter memiliki kontribusi yang berbeda terhadap tingkat kerentanan dan risiko bencana tsunami. Pemberian skor dimaksudkan untuk menilai faktor pembatas pada setiap parameter, sedangkan pembobot setiap parameter didasarkan pada dominannya suatu parameter terhadap tingkat risiko tsunami. Penentuan bobot dan skor untuk masing-masing parameter dilakukan untuk mengetahui parameter yang dianggap memiliki pengaruh paling besar terhadap tingkat kerentanan pantai. Semakin besar bobot parameter kerentanan pantai terhadap bencana tsunami maka semakin besar kontribusinya terhadap risiko bencana tsunami dan begitupula sebaliknya. Bobot dan skor yang diberikan untuk setiap parameter mengacu pada konsultasi dengan pakar dan penelitian terdahulu. Penjelasan masing-masing parameter dalam menentukan indeks kerentanan pantai adalah sebagai berikut : 1) Model run-up dan flowdepth tsunami Model tsunami merupakan parameter penting dalam analisis risiko bencana tsunami karena dijadikan sebagai masukan utama dalam parameter kerawanan dan kerentanan pantai terhadap bencana tsunami. Berdasarkan hal tersebut maka bobot parameter ini dalam penentuan indeks kerentanan pantai memiliki bobot yang paling besar yaitu 25% (Sengaji, 2009). Model tsunami yang digunakan untuk menentukan indeks kerentanan pantai adalah model tsunami pada skenario ke-4. Hal ini dikarenakan model skenario ke-4 meupakan model yang dibangun bedasarkan prediksi kejadian kasus terburuk yang kemungkinan terjadi

19 42 2) Elevasi daratan (topografi) Kelas ketinggian daratan menurut Bappeda Kabupaten Ciamis (2004) adalah 0 25 m, m, m, m, dan > 1000 m. Kelas ketinggian tersebut tidak digunakan dalam penelitian ini, sehingga dilakukan klasifikasi ulang menjadi sebagai berikut : < 10 m; m; m; m dan > 100 m. Elevasi daratan pada penelitian ini diberikan bobot sebesar 20% (Hajar, 2006). 3) Kemiringan daratan (slope) Pengkelasan serta pembobotan kemiringan pantai dalam penelitian ini mengacu pada pembagian kemiringan wilayah Pangandaran oleh Bappeda Kabupaten Ciamis (2004) yang dimodifikasi yaitu < 2%; 2 10%; 10 15%; 15 40% dan > 40%. Kemiringan daratan pada penelitian ini diberikan bobot sebesar 20% (Sengaji, 2009). Satuan kemiringan daratan yang digunakan pada penelitian ini adalah dalam persentase (%). Menurut Earth Resource Mapping (2010), nilai kemiringan 0% megindikasikan daratan berbentuk datar, nilai kemiringan 100% mengindikasikan kemiringan daratan 45 o dan nilai kemiringan 200% mengindikasikan kemiringan daratan berupa vertikal slope. 4) Jarak dari garis pantai Tsunami merupakan fenomena alam yang bersifat merusak, sehingga perlu memperhatikan adanya kawasan penyangga (buffer zone). Pembangunan kawasan untuk permukimam dan pusat-pusat kegiatan penting tentunya harus memperhatikan jarak dari garis pantai guna mengurangi risiko tsunami. Acuan dasar untuk pembuatan jarak (buffer) merujuk pada UU RI No. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu sempadan pantai

20 43 (Sengaji, 2009). Selain itu klasifikasi parameter ini merujuk juga pada klasifikasi yang dilakukan oleh GITEWS (2010) dalam membangun peta dasar bahaya tsunami untuk wilayah Pangandaran (Kab. Ciamis). Pada penelitian ini jarak dari garis pantai diklasifikasikan menjadi lima kelas yaitu 500 m; m; m; m dan > 3000 m. Jarak dari garis pantai pada penelitian ini diberikan bobot sebesar 15%. 5) Jarak dari sungai Jarak dari sungai merupakan parameter yang mempengaruhi tingkat risiko tsunami. Tsunami yang memasuki kanal banjir/sungai akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar karena adanya pemusatan energi tsunami sehingga semakin mendorong tsunami masuk lebih jauh ke daratan. Merujuk pada permasalahan tersebut maka perlu dilakukan buffer dari sungai. Pada penelitian ini buffer dari sungai dilakukan pada jarak 100 m; m; m dan > 500 m. Jarak dari sungai pada penelitian ini diberikan bobot sebesar 10% (Hajar, 2006). 6) Bentuk pemanfaatan lahan Tsunami dapat menyebabkan perubahan tata guna lahan, oleh karena itu perlu penataan ruang dengan baik dalam rangka mengurangi risiko tsunami. Acuan penggunaan lahan pada penelitian ini dibagi berdasarkan klasifikasi Oktariadi (2009a) serta Diposaptono dan Budiman (2006). Bentuk pemanfaatan lahan pada penelitian ini diberikan bobot sebesar 10% (Sengaji, 2009). Lima kelas yang diklasifikasikan pada peneletian ini selengkapnya disajikan pada Tabel 5.

21 44 Tabel 5. Matriks risiko bencana tsunami No Kriteria Kelas Bobot Skor Kerawanan sangat rendah 1 1 Kerawanan rendah 2 Model run-up dan flowdepth Kerawanan sedang 25 3 tsunami skenario ke-4 Kerawanan tinggi 4 Kerawanan sangat tinggi 5 > 100 m m 2 2 Elevasi daratan (Topografi) m m 4 < 10 m 5 > 45% % 2 3 Kemiringan daratan (Slope) 10 15% % 4 < 2% 5 > 3000 m m 2 4 Jarak dari garis pantai m m 4 < 500 m 5 Vegetasi darat/hutan 1 Semak belukar, Lahan kosong 2 Ladang/Teggalan 3 5 Tata guna lahan Perkebunan, Empang/Tambak, 10 Danau 4 Permukiman/Lahan terbangun dan Sawah 5 > 500 m m 2 6 Jarak dari sungai m m 4 < 100 m 5 Sumber : Bappeda Kab. Ciamis (2004); Diposaptono dan Budiman (2006); GITEWS (2010); Hajar (2006); Oktariadi (2009a); Oktariadi (2009b); Sengaji (2009); UU RI No.27 Tahun 2007 Parameter-parameter yang telah di jelaskan di atas merupakan parameter utama dalam kaitannya terhadap tingkat kerentanan bencana tsunami di wilayah pesisir. Selain parameter tersebut, terdapat parameter lain yang tentunya

22 45 mempengaruhi tingkat risiko tsunami seperi kemiringan dasar perairan dan morfometri pantai. Kedua parameter tersebut tidak dibobotkan dalam matriks sehingga tidak dioverlay pada pemodelan spasial tingkat risiko tsunami. Pada penelitian ini kondisi batimetri dan kemiringan dasar perairan tidak dibobotkan kedalam matriks risiko tsunami. Hal ini dikarenakan parameter tersebut sudah terintegrasi di dalam hasil model. Pada dasarnya model tsunami yang dibangun sudah memperhitungkan kondisi batimetri dan kemiringan dasar perairan sehingga proses pembobotanya dilakukan terhadap hasil model Analisis tingkat kerentanan pantai Indeks kerentanan pantai terhadap bencana tsunami ditentukan melalui fungsi analisis dengan menggunakan metode Cell Base Modeling (CBM). Metode CBM didasarkan pada proses individu dari tiap sel yang digunakan sebagai sarana untuk menganalisis obyek di atas permukaan bumi. Setiap sel tersebut memuat parameter dan memiliki format data grid. Setiap sel yang dimaksud memiliki nilai tertentu yang besarnya tergantung dari besarnya nilai masing-masing parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan bencana tsunami. Hasil pemodelan tsunami dan parameter-parameter kerentanan lingkungan yang sudah dijabarkan sebelumnya harus dikonversi ke dalam bentuk raster. Setiap parameter yang sudah berfomat raster direklasifikasi menjadi kelas kerawanan dan kerentanan. Pengelompokan setiap parameter tersebut mengikuti zonal fuction karena setiap parameter akan mengelompok berdasarkan kesamaan sel tersebut. Sel akan dikodekan berdasarkan kriteria yang membentuk suatu zona. Setiap zona akan memiliki kisaran nilai parameter sebagaimana yang terdapat

23 46 pada Tabel 5 di atas. Pengkodean sel (calculation) dilakukan secara otomatis oleh perangkat lunak ArcGIS. Pada penelitian ini akan dikelompokan berdasarkan lima kelas (zona) yakni kelas kerentanan sangat tinggi, kerentanan tinggi, kerentanan sedang, kerentanan rendah dan kerentanan sangat rendah. Nilai tiap-tiap kelas didasarkan pada perhitungan dengan rumus model sebagai berikut (Pasek, 2007) : N B i S i... (15) dimana, N = total bobot nilai; B i = bobot pada tiap kriteria dan S i = skor pada tiap kriteria. Selang tiap-tiap kelas diperoleh dari jumlah perkalian nilai maksimum dari tiap bobot dan skor dikurangi jumlah perkalian nilai minimumnya, kemudian dibagi dengan jumlah parameter yang digunakan. Secara matematis selang kelas dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Pasek, 2007) : L B i S i max n B i S i min... (16) dimana, L = lebar selang kelas; B i = bobot pada tiap kriteria; S i = skor pada tiap kriteria (Tabel 5) dan n = jumlah kelas. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, dihasilkan lebar selang kelas tingkat risiko tsunami sebesar 0,800 dengan nilai N minimum sebesar 1 dan nilai N maksimum sebesar 5. Nilai tersebut kemudian digunakan dalam penentukan kelas kerentanan pantai akibat bencana tsunami. Kelas kerentanan sangat rendah (K1) didapat dari 1 ditambah dengan 0,800. Nilai kelas kerentanan rendah (K2) didapat dari selang kelas maksimum K1 yaitu 1,800 ditambah 0,800. Nilai selang kelas kerentanan sedang (K3) didapatkan dari selang maksimum K2 yaitu 2,600 ditambah dengan 0,800. Nilai selang kelas kerentanan tinggi (K4)

24 47 didapatkan dari selang maksimum K3 yaitu 3,400 ditambah dengan 0,800. Nilai selang kelas kerentanan sangat tinggi (K5) didapatkan dari selang maksimum K4 yaitu 4,200 ditambah dengan 0,800. Secara singkat selang kelas masing-masing kelas risiko dapat ditetapkan sebagai berikut (Tabel 5) : Kelas kerentanan sangat rendah (K1) : jika 1,000 N 1,800 Kelas kerentanan rendah (K2) : jika 1,801 N 2,600 Kelas kerentanan sedang (K3) : jika 2,601 N 3,400 Kelas kerentanan tinggi (K4) : jika 3,401 N 4,200 Kelas kerentanan sangat tinggi (K5) : jika 4,201 N 5,000 Nilai-nilai pada masing-masing kelas seperti yang sudah dijabarkan di atas akan dideskripsikan secara otomatis berupa klasifikasi wilayah pantai dan pesisir Pangandaran berdasarkan tingkat kerentanannya terhadap bencana tsunami. Hasil model yang berhasil dibangun, baik itu model penjalaran gelombang tsunami ataupun model klasifikasi tingkat kerentanan pantai terhadap bencana tsunami untuk wilayah pantai dan pesisir Pangandaran dapat dibuat peta tematiknya.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Pantai dan Pesisir Pangandaran 4.1.1 Elevasi daratan (Topografi) Hasil pemetaan topografi daratan menunjukan bawa kondisi topografi pesisir Pangandaran terdiri

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Ernawati Sengaji C64103064 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Kondisi Kestabilan dan Konsistensi Rencana Evakuasi (Evacuation Plan) Pendekatan Geografi

Kondisi Kestabilan dan Konsistensi Rencana Evakuasi (Evacuation Plan) Pendekatan Geografi DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i PERNYATAAN... ii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix INTISARI... xii ABSTRACT... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1. 1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu 364 Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu Rahmad Aperus 1,*, Dwi Pujiastuti 1, Rachmad Billyanto 2 Jurusan

Lebih terperinci

VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT Dwi Pujiastuti Jurusan Fisika Universita Andalas Dwi_Pujiastuti@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini difokuskan untuk melihat

Lebih terperinci

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Agus Supiyan C64104017 Skripsi PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta

Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta ISSN 0853-7291 Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta Petrus Subardjo dan Raden Ario* Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

PETA DASAR ZONASI TINGKAT PERINGATAN TSUNAMI DAERAH BANYUWANGI

PETA DASAR ZONASI TINGKAT PERINGATAN TSUNAMI DAERAH BANYUWANGI PETA DASAR ZONASI TINGKAT PERINGATAN TSUNAMI DAERAH BANYUWANGI Dalam rangka upaya peringatan dini untuk bencana tsunami, beragam peta telah dibuat oleh beberapa instansi pemerintah, LSM maupun swasta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak di Pacific ring of fire atau cincin api Pasifik yang wilayahnya terbentang di khatulistiwa dan secara geologis terletak pada pertemuan tiga lempeng

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data dan langkah-langkah pengolahan datanya. Data yang digunakan meliputi karakteristik data land use dan land cover tahun 2005 dan tahun 2010.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskripsi analitik dari data gempa yang diperoleh. Pada awalnya data gempa yang akan digunakan berasal dari katalog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

INDEKS KERENTANAN PANTAI PANGANDARAN AKIBAT BENCANA TSUNAMI

INDEKS KERENTANAN PANTAI PANGANDARAN AKIBAT BENCANA TSUNAMI INDEKS KERENTANAN PANTAI PANGANDARAN AKIBAT BENCANA TSUNAMI SEANDY FIRMANSYAH SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu wilayah yang sangat aktif kegempaannya. Hal ini disebabkan oleh letak Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian dan Scene Data Satelit Lokasi penelitian ini difokuskan di pantai yang berada di pulau-pulau terluar NKRI yang berada di wilayah Provinsi Riau. Pulau-pulau

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang kurang lebih 9.5 km dengan koordinat x = 116 o 59 56.4 117 o 8 31.2

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan III. METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan laporan kembali dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2009. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersumber dari ledakan besar gunung berapi atau gempa vulkanik, tanah longsor, atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersumber dari ledakan besar gunung berapi atau gempa vulkanik, tanah longsor, atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tsunami Tsunami biasanya berhubungan dengan gempa bumi. Gempa bumi ini merupakan proses terjadinya getaran tanah yang merupakan akibat dari sebuah gelombang elastis yang menjalar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arikunto (1988), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan bisa berupa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri BAB III METODOLOGI 3.1 Pengumpulan Data Data awal yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah data batimetri (kedalaman laut) dan data angin seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER) STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER) BAGUS SULISTIARTO 3505 100 029 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN DEM (Digital Elevation Model) Wilayah Penelitian Proses interpolasi beberapa data titik tinggi yang diekstraksi dari berbagai sumber dengan menggunakan metode semivariogram tipe ordinary

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang Tsunami di Teluk Pangandaran, Jawa Barat Sofia Alma Aeda *),Siddhi Saputro *), Petrus Subardjo *)

Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang Tsunami di Teluk Pangandaran, Jawa Barat Sofia Alma Aeda *),Siddhi Saputro *), Petrus Subardjo *) JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 254 262 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang Tsunami di Teluk Pangandaran,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian mencakup seluruh pesisir Kabupaten Indramayu yang terdiri dari 11 kecamatan pesisir (Gambar 1). Secara geografis, wilayah studi

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia merupakan salah satu negara dengan kondisi geologis yang secara tektonik sangat labil karena dikelilingi oleh Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang letak geografis berada pada 94-141 BT dan 6 LU - 11 LS. Letak geografisnya, menjadikan Indonesia sebagai negara yang

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011

PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011 PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011 OLEH: AULIA MUSTIKA AKBARI 3507 100 016 DOSEN PEMBIMBING: DR.ING. IR. TEGUH HARIYANTO, MSC. TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian 16 III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian Ruang lingkup dan batasan-batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wilayah kajian adalah wilayah administratif Kabupaten b.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto Pengertian SIG Sistem informasi yang menggunakan komputer untuk mendapatkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang mengacu pada lokasi geografis

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data batimetri, garis pantai dan data angin. Pada Tabel 3.1 dicantumkan mengenai data yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu penjelasan dan analisis melalui simulasi pemodelan tsunami dengan memperhitungkan nilai

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT KERENTANAN PANTAI TERHADAP BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PANTAI PANGANDARAN, JAWA BARAT IQOH FAIQOH

PEMETAAN TINGKAT KERENTANAN PANTAI TERHADAP BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PANTAI PANGANDARAN, JAWA BARAT IQOH FAIQOH PEMETAAN TINGKAT KERENTANAN PANTAI TERHADAP BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PANTAI PANGANDARAN, JAWA BARAT IQOH FAIQOH DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.2 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.2 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Kemajuan teknologi informasi yang dalam beberapa dekade ini berkembang sangat pesat, baik dalam hal perkembangan perangkat keras dan perangkat lunak seolah mengikis masalah

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Kushendratno 1, Emi Sukiyah 2, Nana Sulaksana 2, Weningsulistri 1 dan Yohandi 1 1 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Analisis Kerentanan 3.1.1 Kerentanan wilayah Secara keseluruhan, diagram alir pada analisis kerantanan wilayah dilakukan berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 Peta

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara Australia. Perairan tersebut merupakan perairan Australia

Lebih terperinci

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5 TUGAS AKHIR RG 091536 ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5 DESI HALFIATI ISNANINGSIH NRP 3506 100 014 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 12 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PENGENALAN SURFER. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PENGENALAN SURFER. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PENGENALAN SURFER Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 6. PENGENALAN SURFER

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG Nama : I Made Mahajana D. NRP : 00 21 128 Pembimbing : Ir. Theodore F. Najoan, M. Eng. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG ABSTRAK Pesisir pantai

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH Siti Nidia Isnin Dosen Program Studi Geografi FKIP Universitas Almuslim ABSTRAK Tsunami yang terjadi di Aceh pada 26

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra 67 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra satelit ke dalam peta tematik antara lain sebagai berikut : 1. Bahan a. Data

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA, NUSA TENGGARA TIMUR (TSUNAMI RISK LEVEL MAPPING IN SIKKA COUNTY, EAST NUSA TENGGARA)

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA, NUSA TENGGARA TIMUR (TSUNAMI RISK LEVEL MAPPING IN SIKKA COUNTY, EAST NUSA TENGGARA) E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.1, No.1, Hal. 48-61, Juni 2009 PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA, NUSA TENGGARA TIMUR (TSUNAMI RISK LEVEL MAPPING IN SIKKA COUNTY, EAST

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat risiko bencana tsunami di Kota Padang berdasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bencana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI

5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI 5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI 5.1 Tsunami Pulau Weh Kejadian gempabumi yang disertai tsunami dengan kekuatan 9,1-9,3 MW atau 9,3 SR (Lay et al. 2005; USGS 2004) mengakibatkan terjadi kerusakan ekosistem mangrove,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah timur. mencapai Ha (Bappeda Kabupaten Ciamis, 2009).

2. TINJAUAN PUSTAKA. barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah timur. mencapai Ha (Bappeda Kabupaten Ciamis, 2009). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108 2 0 108 40 0 Bujur Timur dan 7 40 20 7 41 20 Lintang Selatan. Wilayah sebelah utara berbatasan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk membuat model kesesuaian habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) dilakukan di Suaka Margasatwa Sungai Lamandau.

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci