BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

dokumen-dokumen yang mirip
PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. layanan yang diperdagangkan kepada masyarakat. memperluas penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat. Selain itu, semakin

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh keuntungan dari mengekspor dan mengimpor.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan judul Ali purwito M, 2013:60 ) Siti resmi,2009:2

PENGARUH BIAYA TRANSPORTASI DAN BIAYA PROMOSI TERHADAP HASIL PENJUALAN PADA PT. BATIK KERIS SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakekatnya setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

KEPPRES 62/1996, PEMBENTUKAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA UNTUK KONFERENSI TINGKAT MENTERI ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1987 TENTANG KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

BAB I PENDAHULUAN. definisi tersebut tidak dapat bertahan sebagai suatu deskripsi komprehensif

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. perdagangan semakin tinggi. Maka dengan ini upaya untuk mengantisipasi hal

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/5/2007 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

LAPORAN PENDAHULUAN STUDI ANTISIPASI GATT

I. PENDAHULUAN. mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kondisi persaingan saat ini

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA PEMBUKAAN INDO LEATHER AND FOOTWEAR 2015 (ILF 2015) JAKARTA, 7 MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. waktu belakangan ini memicu tingginya integrasi ekonomi pada negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan bauran...,rahmi Yuningsih, FKM UI, 2009

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses gobalisasi sudah melanda hampir di semua negara di dunia,termasuk di Indonesia. Globalisasi berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dan juga negara-negara,tidak hanya terbatas pada suatu negara saja.dari proses globalisasi itu timbul suatu kegiatan perdagangan lebih luas yaitu; liberalisasi perdagangan jasa. Liberalisasi perdagangan jasa perlu dipahami oleh masyarakat karena pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri. Liberalisasi perdagangan jasa tidak lepas dengan adanya fenomena globalisasi dimana proses antar individu, bahkan antar negara yang saling bergantung satu sama lain. Ciri-ciri globalisasi juga menimbulkan pemahaman baru pada masyarakat yang cenderung modernisasi, dimana keadaan yang kurang maju dan kurang berkembang berubah menjadi lebih maju dan berkembang. Seperti masyarakat Indonesia yang tingkat kehidupannya menjadi lebih baik. Liberalisasi menurut hukum perniagaan internasional berarti penurunan atau penghapusan hambatan-hambatan perdagangan melalui putaran-putaran multilateral, seperti putaran Uruguay dengan anggapan bahwa liberalisasi akan mendorong ekspansi perdagangan dunia. Liberalisasi perdagangan jasa merupakan suatu keadaan dimana setiap perusahaan dan individu bebas menjual jasa melampaui batas-batas negaranya. Ini berarti termasuk didalamnya adalah 1

kebebasan untuk mendirikan perusahaan di negara lain dan memberikan kesempatan kepada individu-individu untuk bekerja di negara lain. Dalam bentuknya yang ideal, liberalisasi perdagangan jasa adalah suatu keadaan dimana setiap perusahaan dan individu bebas untuk menjual jasa melampaui batas-batas wilayah negaranya. Perdebatan mengenai dampak liberalisasi perdagangan jasa sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Di satu sisi negara yang menjalankan akan mendapatkan keuntungan dari liberalisasi perdagangan (jasa) karena individuindividu yang berada di dalamnya memiliki kesempatan kerja di luar negeri dan ini memberikan tantangan bagi negara berkembang seperti Indonesia yang masih dikategorikan belum memiliki perimbangan teknologi,sumber daya manusia(sdm) dan financial dibandingkan negara-negara yang lebih maju. Perdebatan mengenai seberapa besar manfaat dan kerugian liberalisasi perdagangan jasa hingga kini masih terus berlangsung. Para pendukung konsep ini berpendapat bahwa sebuah negara akan mendapatkan keuntungan dari liberalisasi perdagangan jasa melalui peningkatan Foreign Direct Investment (FDI), kesempatan bekerja dan berusaha di luar negeri, dan mendorong terpeliharanya perdamaian dunia.liberalisasi perdagangan jasa dianggap sebagai tenaga pendorong bagi setiap negara untuk melakukan spesialisasi dibidang perdagangan yang dikuasainya sehingga akan terjadi peningkatan volume perdagangan antar negara dan peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat didunia. Konsep ini juga dianggap akan semakin meningkatkan saling ketergantungan diantara negaranegara, sehingga mencegah terjadinya konflik antar mereka. 2

Sementara itu, bagi para pendukung anti-globalisasi, liberalisasi perdagangan jasa dianggap sebagai kendaraan baru bagi negara maju untuk menjajah negara yang sedang berkembang. Mereka juga menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang absolut mengenai hubungan yang positif antara kebijakan liberalisasi perdagangan jasa dengan tingkat kemajuan suatu negara. Beberapa diantara mereka, seperti Dani Rodrik, Ha-Joon Chang dan Martin Khor, juga menunjukan bahwa liberalisasi perdagangan jasa justru semakin meningkatkan ketergantungan negara sedang berkembang kepada negara maju dan menghambat proses pembangunan. Hal ini juga akan meningkatkan hubungan saling ketergantungan antar negara-negara didunia sehingga potensi konflik akan dapat diminimalisir. Walaupun perdebatan itu harus tetap dicermati, untuk mencari kebenaran sesungguhnya dibalik fenomena perdagangan jasa, fakta dilapangan menunjukan bahwa fenomena ini sudah terjadi sejak lama. Sejak lama pula perdagangan internasional dibidang jasa kurang mendapat perhatian dalam teori perdagangan. Jasa dianggap sebagai barang non-traded dan memiliki potensi pertumbuhan yang minimal. Ekspansi sektor jasa dianggap hanya sebagai produk sampingan khususnya dari pertumbuhan sektor industri manufaktur. Non-tradebility dari jasa timbul karena transaksi jasa mensyaratkan adanya interaksi langsung antara produsen dan konsumen (perusahaan dan rumah tangga). Biaya diukur dalam waktu, jarak, prosedur imigrasi, bea cukai dan lain sebagainya, dianggap terlalu besar untuk memungkinkan terjadinya sebuah transaksi jasa. Namun terlepas dari itu semua liberalisasi perdagangan jasa merupakan hal yang sudah berjalan selama 20 tahun sejak Indonesia bergabung dalam World 3

Trade Organization pada tahun 1950. Sejak Indonesia menjadi anggota General Agreement on Tarrif in Trade(GATT) tanggal 24 februari 1950. Indonesia adalah salah satu dari sejumlah 81 negara yang pada tanggal 1 Januari 1950 resmi menjadi original member dari WTO/GATS. Cerminan dari diterimanya hasilhasil Putaran Uruguay oleh bangsa Indonesia adalah pengesahan keikutsertaan Indonesia dalam World Trade Organization (WTO) /dan General Agreement on Trade in Services (GATS) sebagai bagian di dalamnya,dengan dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1994 pada tanggal 2 Nopember 1994. Sudah jelas bahwa keikutsertaan Indonesia dalam World Trade Organization (WTO) / General Agreement on Trade in Services (GATS) dan pelaksanaan berbagai komitmen yang disampaikan tidaklah terlepas dari rangkaian kebijaksanaan di sektor perdagangan khususnya perdagangan luar negeri sebagaimana digariskan dalam GBHN 1993 yang telah ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sesuai dengan TAP MPRRI No.II/MPR/1993 tentang Garis Besar Haluan Negara antara lain menegaskan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif untuk menunjang kepentingan nasional dan turut mewujudkan tatanan dunia berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial,serta ditujukan untuk lebih meningkatkan kerjasama internasional. Tujuan dibentuknya GATS ditegaskan dalam Deklarasi Punta del Este adalah untuk membentuk suatu kerangka prinsip-prinsip dan aturan-aturan multilateral bagi perdagangan jasa,termasuk didalamnya mengatur sektor-sektor individu dengan tujuan untuk memperluas perjanjian jasa tersebut. Pengaturan GATS dipandang sebagai suatu cara untuk memajukan pertumbuhan ekonomi bagi semua negara pelaku perdagangan dan pembangunan 4

negara-negara berkembang.dimasukkannya pengaturan mengenai perdagangan jasa(gats) dalam kerangka GATT/WTO dianggap sebagai satu langkah kemajuan penting bagi GATT/WTO. Liberalisasi perdagangan jasa menurut sifatnya secara komprehensif dan terintegrasi merupakan satu paket perjanjian dalam kerangka World Trade Organization(WTO),dimana liberalisasi perdagangan jasa dilaksanakan secara paralel pada 12 sektor jasa,termasuk salah satu nya jasa pariwisata. Mengkaji implikasi dari peranan World Trade Organization (WTO) / General Agreement on Trade in Services (GATS) terhadap Indonesia tentunya akan sangat luas mengingat adanya berbagai aspek yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Khususnya sektor pariwisata bagi Indonesia memerlukan kesiapan dalam menghadapi aturan WTO/GATS. Untuk mencapai implementasi positif World TradeOrganization (WTO) /General Agreement on Trade in Services (GATS) secara konsisten dibutuhkan kesiapan secara keseluruhan meliputi perundingan, komitmen,pencapaian kesepakatan,pelaksanaan serta penyelesaian jika dalam permasalahan dengan negara-negara lain baik anggota maupun yang tidak menjadi anggota WTO/GATS. Indonesia sebagai anggota WTO/GATS juga harus membuat kesepakatan liberalisasi bidang pariwisata.kesepakatan liberalisasi bidang pariwisata ini yang terdiri dari sektor maupun subsektor usaha pariwisata diperlukan proses kehatihatian secara bertahap,yang di buat dalam Schedule Of Commitment(SOC). Liberalisasi sektor pariwisata selain sebagai komitment Indonesia sebagai anggota WTO/GATS juga untuk mempermudah perusahaan atau pelaku industri pariwisata dalam memperluas akses pasar yang dapat meningkatkan daya saing 5

dalam berkompetisi atau menjalankan usahanya secara global. Liberalisasi Pariwisata juga berarti berpengaruh terhadap subsektor usaha-usaha pariwisata lainnya.meeting, Intensif Conference and Exhibition (MICE) yang merupakan salah satu usaha pariwisata bidang jasa yang mendapat pengaruh atas liberalisasi pariwisata.mice merupakan salah satu industri terbesar di dunia dengan pertumbuhan yang sangat cepat.sebagai salah satu usaha bidang pariwisata Meeting,Incentif, Conference,Exhibition (MICE) saat ini sudah menjadi menjadi industri yang fenomenal. Dimana kebutuhan akan pertemuan (meeting) meningkat seiring dengan lahirnya berbagai asosiasi dan perusahaan-perusahaan. MICE telah dikenal sebagai salah satu sektor bisnis dalam industri pariwisata yang salah satu bentuk aktifitasnya banyak menarik kunjungan wisatwan ke Indonesia,serta mendatangkan devisa dalam jumlah besar. Dalam perkembangannya dewasa ini, sektor MICE sedang menjadi prioritas bagi banyak negara di dunia. Karakteristik segmen MICE yang sangat spesifik, dengan peluang revenue yang tinggi, dampak yang minimal, jangkauan promosi yang luas, dan kemampuan Multiplier Effect nya yang sangat besar. adalah fakta-fakta yang sangat menjanjikan. MICE kini bisa dijadikan sebagai lokomotif industri pariwisata. Terkait dengan upaya membangun dan meningkatkan keunggulan dan daya saing kepariwisataan khususnya jasa MICE dan keterikatan Indonesia sebagai anggotawto /GATS,maka perlu adanya Undang-Undang dan Peraturan Hukum Kepariwisataan yang terperinci dan tidak tumpang tindih antara peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, secara lengkap untuk memproteksi 6

dampak liberalisasi perdagangan jasa dan bisa sinergi dengan aturan liberalisasi perdagangan jasa dalam aturan dan asas-asas pokok WTO/GATS. Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bentuk komitment sektor dan subsektor liberalisasi jasa bidang kepariwisataan,di Indonesia dan bagaimana implikasi yang timbul dengan keterikatan Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) / General Agreement on Trade in Services(GATS),terhadap jasa Meeting,Incentif, Conference,Exhibition(MICE). B. Rumusan Masalah Melihat kondisi diatas, dengan adanya fenomena liberalisasi perdagangan jasa, maka penulis merumuskan pokok permasalahan yaitu dengan judul : Implikasi World Trade Organization (WTO)/General Agreement on Trade in Services (GATS) terhadap bidang Kepariwisataan jasa Meeting,Incentif,Conference, Exhibition (MICE) di Indonesia. Permasalahan yang akan dibahas penulis pada penulisan tesis ini yaitu: 1. Bagaimana bentuk dan penerapan Schedule of Commitment Indonesia untuk World Trade Organization(WTO)/General Agreement on Trade in Services (GATS) di bidang Kepariwisataan di Indonesia? 2. Bagaimana implikasi sebagai anggota World Trade Organization (WTO)/ /General Agreement on Trade in Services (GATS) dalam melaksanakan asas-asas pokok yang harus diterapkan pada Schedule Of Commitment(SOC) bidang pariwisata? 7

3. Bagaimana implikasi World Trade Organization (WTO)/General Agreement on Trade in Services (GATS) terhadap industri jasa Meeting, Incentif Conference,Exhibition (MICE ) di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah jawaban terhadap masalah yang akan dikaji dalam penelitian.sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis bentuk dan penerapan Schedule of Commitment(SOC) Indonesia untuk World Trade Organization(WTO)/ General Agreement on Trade in Services(GATS)pada bidang Kepariwisataan di Indonesia. 2. Menganalisis implikasi sebagai anggota WTO/GATS dalam melaksanakan asas-asas pokok yang harus di terapkan pada pelaksanaan Schedule of Commitment (SOC) di bidang pariwisata. 3. Menganalisis implikasi World Trade Organization(WTO) / GeneralAgreement on Trade in Services(GATS) pada bidang pariwisata terhadap industri jasa Meeting, Incentif, Conference, Exhibition (MICE) di Indonesia. D. Ruang Lingkup Untuk mempertajam pembahasan maka dalam pembahasan dari tugas akhir pembuatan tesis ini di batasi pada perumusan masalah tentang menganalisis implikasi World Trade Organization (WTO)/ General Agreement on Trade in 8

Services (GATS) terhadap bidang kepariwisataan jasa Meeting, Incentif, Conference, Exhibition (MICE) di Indonesia. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang terdiri dari; 1. Data dari Undang-undang RI No.10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan 2. Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. 3. Data dari Kementerian Luar negeri. 4. Data dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan RI 5. Undang-Undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 6. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal & PP 20 Tahun 1994. 7. Undang-Undang RI No.7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establising The World Trade Organization(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). 8. Daftar Schedule Of Commitment (SOC) bidang Kepariwisataan Indonesia 9. Data dari Central Data Mediatama E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum,khususnya yang berkaitan dengan hukum bisnis kepariwisataan subsektor jasa Meeting, Incentive, Conference,Exhibition (MICE). 9

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah pusat dan daerah pembuat undang-undang kepariwisataan, khususnya jasa Meeting, Incentif, Conference, Exhibition (MICE). 2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Agar penulis dapat mengetahui bagaimana komitment Indonesia di bidang pariwisata dalam Schedule of Commitment (SOC) yang di sepakati pada liberalisasi perdagangan jasa dalam lingkup World Trade Organization (WTO)/ General Agreement on Trade in Services(GATS ) dan implikasi yang ditimbulkan pada industri jasa MICE. b. Bagi Pemerintah, khususnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sebagai sumbangan informasi agar dalam pelaksanaan liberalisasi bidang Kepariwisataan bisa lebih meningkatkan potensi jasa domestic supplier dan meningkatkan perekonomian masyarakat dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. c. Bagi Publik Umum Hasil penelitian bisa menjadi pengetahuan tambahan dan informasi bagi pihak yang membutuhkan dan sebagai referensi perpustakaan Universitas Gadjah Mada. 10