BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembukaan undang-undang dasar 1945 telah menggariskan landasan filosofis mengenai hal-hal yang terkait dengan segala aktifitas berbangsa dan bernegara. Bahwa bumi, air dan segala yang berada di dalamnya merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa bagi rakyat Indonesia sebagai anugrah sekaligus amanah untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat, saat ini dan dimasa yang akan datang. Hal ini diyakini sebagai sesuatu yang harus dikelola sebaik-baiknya dan dipertanggungjawabkan tidak hanya didunia tetapi diakhirat kelak. Bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi kemanusiaan yang lebih adil dan lebih beradab merupakan usaha yang harus terus dilakukan tanpa mengenal kata menyerah dalam setiap kegiatan pembangunan. Pandangan filosofis tersebut merupakan panduan pokok dan harus diartikan sebagai amanah rakyat yang harus diemban oleh setiap pengelola negara dan pengambil keputusan. Sejalan dengan pandangan filosofis di atas, pemerintah menyadari benar arti penting pembangunan. Sehingga pada tanggal 11 Juni 2005 pemerintah pusat mencanangkan suatu program yang dikenal dengan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Pencanangan program RPPK ini adalah untuk melihat lebih jauh peran ketiga sektor tersebut sebagai sektor andalan dalam pembangunan ekonomi, serta menekankan kembali arti penting ketiga sektor tersebut dalam rangka ketahanan
pangan, mengurangi kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan daya saing ekonomi nasional.( http//ntbprov.go.id, 2009) Dengan diluncurkannya program RPPK oleh pemerintah pusat sebagai salah satu bentuk penjabaran dari amanah UUD 45, dengan cerdas dan tanggap, pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat segera menjabarkan kembali dalam bentuk program Nusa Tenggara Barat Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS), Tentu tidak ketinggalan khususnya Kabupaten Sumbawa sebagai bagian dari wilayah NTB semakin mengukuhkan komitmennya menjadikan Kabupaten Sumbawa sebagai Kabupaten Peternakan. Pembangunan sub-sektor peternakan pada dasarnya merupakan implementasi dan bagian dari kebijakan pembangunan pertanian yang memiliki nilai penting dalam ketahanan pangan dan berupaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Penanganan masalah pangan menjadi sangat penting seiring dengan perubahan struktural ekonomi ( the structural change of economy ), dalam perubahan ini sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan baku yang mampu menciptakan dampak peningkatan nilai tambah. Ini berarti sektor pertanian dalam arti luas bukan saja memiliki peran yang sangat strategis, namun juga memiliki peran yang sangat besar, terutama dalam usaha mengatasi masalah kekurangan pangan dan gizi yang masih dialami oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam mengukuhkan komitmennya sebagai kabupaten peternakan, kabupaten Sumbawa sebenarnya sudah lama dikenal sebagai kabupaten penghasil ternak / gudang ternak di Indonesia, khusunya ternak besar yaitu sapi, kerbau dan kuda. Hal ini dibuktikan dengan melihat populasi ternak besar dikabupaten Sumbawa dari tahun ke
tahun terus mengalami peningkatan khususnya sapi, sehingga mampu menghasilkan ternak bibit dan ternak potong khususnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan sebagian dikirim ke daerah-daerah lain di Indonesia bahkan sampai ke mancanegara. Pada tahun 2009 jumlah ternak berdasarkan hasil registrasi ternak adalah sapi ; 129.194 ekor, kerbau ; 56.636 ekor dan kuda ; 37.326 ekor. (BPS Kab. Sumbawa, 2009) Peternakan merupakan salah satu sektor pembangunan yang menjadi andalan kabupaten Sumbawa. Hal ini di barengi oleh dukungan yang kuat dari pemerintah dan swasta serta yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan alam, dimana banyaknya lahan yang dapat digunakan untuk peternakan dan hamparan padang rumput/padang penggembalaan sebagai tempat pengembangan peternakan di kabupaten Sumbawa. Tahun 2009 terdapat 60 titik sebaran lokasi lar dari Sumbawa bagian barat sampai Sumbawa bagian timur dengan total luas 27.783 hektar (Anonymous, 2009). Dengan banyaknya padang penggembalaan di kabupaten Sumbawa, masyarakat secara arif memanfaatkan potensi tersebut dengan sistem dan tradisi beternak yang sedikit berbeda dari kebanyakan daerah di Indonesia. Ternak-ternak masyarakat tidak dikandangkan tetapi dilepas di padang penggembalaan umum yang oleh masyarakat sumbawa dikenal dengan sebutan Lar (beternak secara ekstensif). Budaya beternak secara ekstensif ini telah ada sejak lama secara turun-temurun dan ini merupakan kearifan lokal yang masih bertahan dan dipelihara secara baik oleh masyarakat di abad 21 ini. Dalam pengembangan selanjutnya pemerintah menjadikan lar sebagai kawasan terpadu pengembangan ternak di kabupaten sumbawa (lar Limung). Keinginan pemerintah untuk terus mengembangkan lar sebagai kawasan terpadu pengembangan ternak tidak lain karena lar dianggap memiliki nilai dan peran strategis
dalam meningkatkan produksi dan produktifitas ternak di kabupaten sumbawa disamping memiliki keunikan dari segi fungsi sosial, ekonomi dan budaya. Keberadaan lar yang membentuk komunitas masyarakat peternak, dirasakan sebagai ruang bertukar informasi, transaksi ternak, serta interaksi sosial lainnya. Sedangkan fungsi lingkungan lar sebagai suatu sistem ekologis dapat dimanfaatkan untuk alternatif daerah tangkapan air, lar sebagai ekosistem kombinasi padang rumput dan hutan alami merupakan kawasan terbuka yang dapat menyerap air permukaan dan dari kotoran ternak yang dilepas dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Pengembangan ternak besar di kabupaten Sumbawa yang mengandalkan sistem beternak secara tradisional yaitu melepas hewan ternak di lar jelas telah menampakkan hasil yang positif, prospektif dan menguntungkan. Namun bukan berarti bebas dari permasalahan dan kendala yang dihadapi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat petani ternak. Seperti ketersediaan air dan pakan (kaitannya dengan daya tampung lar), rawan pencurian ternak, rawan penyakit menular khususnya di daerah endemi, dan yang paling mengkhawatirkan adalah alih fungsi lahan. Keberadaan lahan lar semakin hari semakin terdesak oleh kepentingan pembangunan sektor lain yang secara nyata terjadi di lapangan yang muaranya juga untuk kepentingan masyarakat kabupaten Sumbawa. Hal ini tentu melahirkan konflik ditengah masyarakat baik antara pemerintah dengan masyarakat, ataupu masayarakat dengan masayarakat yang berbeda kepentingan. Hal ini berakibat pada punahnya tradisi beternak secara tradisional dengan pola lar akibat alih fungsi lahan dan menyebabkan ternak kehilangan habitatnya. Jika hal ini dibiarkan terjadi terus menerus tanpa ada upaya penanganan yang serius dan tanpa ada upaya
untuk mensinergikan seluruh sektor pembangunan maka cita-cita menjadikan Sumbawa sebagai kabupaten Peternakan hanya tinggal angan dan impian belaka. Dari pemaparan singkat di atas maka lahirlah pertanyaan peneliti sebagai berikut : Bagaimanakah mengoptimalisasi pengelolaan lar sebagai sentra pengembangan peternakan berbasis peternakan rakyat di kabupaten Sumbawa?. Sehingga perlu disusun rumusan masalah untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas sebagai berikut. 1.2. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari uaraian di atas, bahwa lar memiliki nilai dan peran yang sangat besar bagi pengembangan peternakan di kabupaten Sumbawa. Ketersediaan lahan yang banyak dan populasi ternak yang menggembirakan menjadikan ini sebagai aset yang bernilai, berdaya saing dan memiliki keunggulan komparatif bagi masa depan Sumbawa di kemudian hari. Sehubungan dengan hal diatas permasalahan yang timbul adalah : A. Lar tidak dapat dipisahkan dengan tradisi beternak masyarakat sumbawa. Terjadinya alih fungsi lahan lar untuk kepentingan pembangunan yang mengancam punahnya tradisi berternak lepas. B. Belum adanya upaya sistematis dan terencana terhadap pengembangan lar untuk menggenjot laju produksi dan produktifitas ternak. C. Belum adanya tatalaksan pengelolaan (management) kawasan lar. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini memiliki tujuan utama Mendiskripsikan konsep ruang pengelolaan lar yang berbasis nilai nilai tradisi pola beternak masyarakat Sumbawa.
1.4. Manfaat Penelitian Setelah penelitian ini selesai, diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat sebagai berikut : A. Secara akademis, hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemahaman teoritis dalam pengembangan konsep peternakan. B. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bagi pengambilan kebijakan mengenai peternakan dengan sistem lar dalam rangka menciptakan kehidupan sosial yang seimbang, serasi dan berkelanjutan. 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang topik padang penggembalaan telah banyak dilakukan akan tetapi dalam bentuk sudut pandang yang berbeda serta dalam bentuk study kasus yang berbeda pula. Sementara penelitian tentang padang penggembalaan yang ada di Sumbawa atau dengan sebutan lar telah di lakukan oleh Pertiwi, Endah (2007) yang berjudul Upaya Pelestarian lar Sebagai Padang Penggembalaan Bersama Peternak Tradisional yang Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Sumbawa. Pembahasan yang dilakukan lebih memandang kepada bagaimana melestarikan lar sebagai bentuk peternakan berbasis masyarakat yang berwawasan lingkungan. Sementara penelitian yang saya lakukan lebih menekankan pada konsep ruang pengelolaan kawasan lar dan dinamikanya.