HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

dokumen-dokumen yang mirip
1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat

SAMPLING DAN KUANTISASI

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengolahan citra. Materi 3

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN DISKUSI

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Studi dan Eksperimen terhadap Kombinasi Warna untuk Kriptografi Visual Warna Kromatik. Ibnu Alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun Alur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : Rekaman Seismik gunung Sinabung

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

TERMINOLOGI PADA SENSOR

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISIS HASIL KARAKTERISASI LED

BAB 2 LANDASAN TEORI

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Diterima: 9 Februari 2008; Disetujui: 9 November 2008 ABSTRACT ABSTRAK

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

Scientific Echosounders

DAFTAR TABEL. Tabel 4.1 Struktur Neural Network Backpropagation Tabel 4.2 Hasil Pengujian Identifikasi Data Uji... 34

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 4 Pengolahan Titik (2) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Citra (bag. I)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

Pertemuan ke-5 Sensor : Bagian 1. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

pembuatan sensor kristal fotonik pendeteksi gas ozon. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Transmitansi (%) Panjang gelombang (nm)

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

tumbuhan 2. Parameter pertumbuhan 3. Faktor penentu pertumbuhan, diferensiasi, dan perkembangan

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised).

Percobaan 1 Percobaan 2

BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub-

ix

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis partikel Fe 0. % degradasi. Kondisi. Uji kinetika reaksi

III. BAHAN DAN METODE

Pengembangan Spektrofotometri Menggunakan Fiber Coupler Untuk Mendeteksi Ion Kadmium Dalam Air

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB 3 HASIL DAN ANALISA 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum Zonasi kedalaman diperlukan untuk mendapatkan batas penetrasi cahaya ke dalam kolom air. Nilai batas penetrasi akan digunakan dalam konversi nilai digital ke nilai kedalaman. Nilai batas penetrasi juga dipakai untuk mengeliminasi nilai piksel yang tidak dipakai, yaitu nilai digital untuk darat dan nilai digital untuk daerah yang lebih dalam dari batas penetrasi. Penentuan batas penetrasi maksimum dilakukan dengan analisa plot nilai digital citra (R) terhadap kedalaman hasil survei hidro akustik (Gambar 3.1 sampai Gambar 3.4). Kedalaman (m) 0 Gambar 3.1 Plot kedalaman terhadap R, band 1. Grafik D terhadap R, band 2 10 20 Kedalaman (m) 30 40 50 60 70 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Nilai digital Gambar 3.2 Plot kedalaman terhadap R, band 2. 14

Kedalaman (m) Kedalaman (m) Gambar 3.3 Plot kedalaman terhadap R, band 3. Gambar 3.4 Plot kedalaman terhadap R, band 4. Gambar 3.1 sampai Gambar 3.4 menunjukkan kedudukan R rata-rata pada tiap selang kedalaman. Hasil plot menunjukkan penetrasinya hingga kedalaman di atas 40m yang tidak sesuai dengan informasi batas penetrasi kedalaman pada tabel 2.1 (Jupp et al., 15

1986). Rentang panjang gelombang berbeda-beda seharusnya berdampak pada kemampuan penetrasi ke dalam kolom air yang berbeda juga. Selain itu dalam Gambar 3.1 sampai 3.4 dapat diamati adanya 2 kecenderungan (Gambar 3.5). Kedua kecenderungan ini menandakan adanya dua pola umum kenaikan nilai digital terhadap kedalaman dalam satu band, yang tidak seharusnya terjadi dalam panjang gelombang yang sama. Karena itu harus dicari cara untuk mendapatkan batas penetrasi cahaya dalam air. Kedalaman (m) = kecenderungan Gambar 3.5 Plot kedalaman terhadap R dengan garis penunjuk kecenderungan. Menurut Melsheimer & Liew (2001), fungsi nilai digital citra bersifat eksponensial terhadap kedalaman. Jika diplot dalam grafik logaritmik, perubahan nilai digital R terhadap kedalaman akan diperbesar. Artinya jika laju perubahan nilai digital terhadap kedalaman mulai tidak teratur, titik baliknya dapat diamati. Berdasarkan anggapan tersebut maka dibuat plot kedalaman terhadap log slope. Log slope mewakili laju perubahan nilai digital citra. Pada Gambar 3.6 sampai Gambar 3.9, saat kurva mulai menunjukkan ketidak teraturan dalam penurunan laju perubahan nilai digital berarti gelombang sudah mencapai batas penetrasi. Artinya gelombang tidak dapat digunakan untuk mendeteksi batimetri. 16

Kedalaman (m) Kedalaman (m) Laju perubahan nilai digital X: 2.38 Y:4.5 Gambar 3.6 Plot kedalaman terhadap laju perubahan nilai digital, band 1. X: 0.626 Y:5.5 Laju perubahan nilai digital Gambar 3.7 Plot kedalaman terhadap laju perubahan nilai digital, band 2. 17

Kedalaman (m) X: 0.304 Y:6.0 Laju perubahan nilai digital Gambar 3.8 Plot kedalaman terhadap laju perubahan nilai digital, band 3. X: 0.966 Y: 7 Kedalaman (m) Laju perubahan nilai digital Gambar 3.9 Plot kedalaman terhadap laju perubahan nilai digital, band 4. Dari Gambar 3.6 sampai Gambar 3.9 pola penurunan laju perubahan nilai digital terhadap kedalaman menunjukkan hasil yang sesuai dengan rentang panjang 18

gelombang tiap band. Dari Gambar 3.6 sampai Gambar 3.9 didapatkan nilai batas penetrasi maksimum untuk tiap band gelombang sensor SPOT(Tabel 3.1). Tabel 3.1 Batas penetrasi maksimum pada kolom air. Batas penetrasi maksimum (m) Batas penetrasi maksimum (Nilai digital) Band 1 4.5 70.52 Band 2 5.5 47.59 Band 3 6 29.95 Band 4 7 24.7 3.2 Analisa Sebaran Nilai Digital Dari nilai digital citra akan dicari tingkat kemampuan konstanta optimal yang dipakai untuk mewakili sifat tutupan dasar laut dan mendapat data batimetri. Kesesuaian akan dilihat dari sebaran nilai digital untuk tiap nilai kedalaman. Untuk analisa sebaran nilai digital ini dibuat plot sebaran nilai digital untuk tiap rentang kedalaman 0.5m (Gambar 3.10 sampai 3.13). Batas 0.5m diambil dari batas ketelitian data survei orde satu menurut IHO (1998). Ketelitian ini merupakan fungsi terhadap kedalaman yang dinyatakan oleh: a + (b*d) (2.5) 2 2 dengan a = kesalahan konstan = 0.5, b = faktor kesalahan variabel kedalaman= 0.013, dan d = nilai kedalaman. Sehingga didapatkan nilai toleransi orde satu untuk survei kali ini sebesar 0.50m. Nilai d diambil 4.5 untuk menyesuaikan dengan nilai survei hidro akustik terdalam yang dipakai dalam analisa akhir. Berdasarkan tingkat ketelitian di atas, untuk rentang kedalaman 0.5m, seharusnya plot sebaran menunjukkan satu nilai digital rata-rata karena berada dalam nilai kedalaman yang sama. Hasil plot sebaran nilai digital pada kedalaman yang sama menunjukkan sebaliknya (Gambar 3.10 sampai Gambar 3.13). Hasil plot menunjukkan banyak variasi nilai digital dengan frekuensi yang hampir sama. Ini menunjukkan dalam satu nilai kedalaman tidak terdapat satu nilai digital yang dominan. Hal ini menandakan bahwa nilai konstanta yang dipakai tidak mewakili jenis tutupan seluruh daerah survei. 19

Gambar 3.10 Plot sebaran nilai digital pada kedalaman 0:0.5m. Jumlah data Jumlah data Gambar 3.11 Plot sebaran nilai digital pada kedalaman 0.5:1.0m. 20

Gambar 3.12 Plot sebaran nilai digital pada kedalaman 1.0:1.5m. Jumlah data Jumlah data Gambar 3.13 Plot sebaran nilai digital pada kedalaman 1.5:2.0m. 3.3 Analisa Hasil Klasifikasi dengan Deviasi Kedalaman Untuk dapat mengetahui batimetri sebenarnya dari daerah survei, variasi nilai digital yang ditunjukkan pada Gambar 3.10 sampai Gambar 3.13 harus dieliminasi. Solusinya adalah dengan mencari jenis tutupan dasar laut di daerah survei. Jika jenis tutupan dasar perairan diketahui, maka dapat dicari konstanta atenuasi yang berbeda 21

untuk titik dengan jenis materi tutupan yang berbeda. Metode mencari pola tutupan dasar laut adalah dengan klasifikasi citra. Untuk mengetahui kesesuaian antara deviasi nilai kedalaman dengan tutupan dasar laut, harus ada acuan yang mewakili tutupan dasar perairan. Jenis tutupan dasar perairan didapat dari klasifikasi citra dengan bantuan ER Mapper. Klasifikasi dilakukan dengan metode unsupervised classification untuk membagi citra dalam 5 daerah. Daerah-daerah ini mewakili jenis tutupan dasar perairan (Gambar 3.14). Data yang dipakai adalah format ers dari citra SPOT Pulau Semak Daun. Hasil yang didapat dari klasifikasi citra menunjukkan jenis tutupan dasar laut. Untuk mencari kesesuaian antara akurasi ekstraksi citra dengan jenis tutupan dasar laut citra perlu dikonversi ke nilai kedalaman untuk mencari deviasi kedalaman hasil ekstraksi citra. Gambar 3.14 Hasil klasifikasi citra SPOT Pulau Semak Daun. Setelah nilai batas dari tiap zona kedalaman diketahui (Tabel 3.1), seluruh nilai digital dapat dikonversi ke nilai kedalaman dengan memakai penurunan hukum Beer Lambert (Melsheimer & Liew, 2001) yaitu: 1 z = (log[r(z) R( )] log[r(0) R( )]) (2.4) g Memakai persamaan di atas, tiap nilai digital piksel dalam citra akan dikonversikan menjadi nilai kedalaman. Pada tugas akhir ini dipakai nilai konstanta optimal g = 0.26 dari penelitian sebelumnya (Poerbandono et al., 2006) untuk materi pasir. Sebelum 22

nilai digital dikonversikan ke nilai kedalaman, piksel yang tidak dipakai dieliminasi. Piksel yang tidak dipakai adalah piksel dengan nilai digital di atas R(0) dan di bawah R( ). Nilai ini mewakili darat dan daerah yang terlalu dalam untuk ditembus cahaya. Dalam konversi ini kedalaman hasil survei akustik dianggap sebagai nilai yang benar. Nilai kedalaman hasil konversi dikurangi dengan nilai kedalaman hasil survei akustik untuk mendapatkan deviasi kedalaman hasil konversi citra. Titik-titik survei yang ada dibagi ke tiga kelas berdasarkan nilai deviasi tiap titik dan nilai batas 0.61m. Nilai 0.61m diambil dari nilai kesalahan absolut rata-rata dari perbandingan kedalaman titik pada lajur perum silang dan perum utama (Pratomo et al., 2006). Spesifikasi tiap kelas adalah: under estimate : titik-titik dengan selisih kedalaman ekstraksi citra dan hasil survei kurang dari -0.61m. fit estimate : titik-titik dengan selisih kedalaman ekstraksi citra dan hasil survei bernilai di antara -0.61 hingga +0.61m. over estimate survei lebih besar dari 0.61m. : titik-titik dengan selisih kedalaman ekstraksi citra dan hasil Unsupervised classification dilakukan dalam ER Mapper. Proses ini membagi citra ke dalam lima zona warna berdasarkan perbandingan nilai digital tiap piksel. Deviasi kedalaman dibandingkan dengan data citra dengan cara ditampalkan pada citra hasil klasifikasi (Gambar 3.15 sampai Gambar 3.17). Tujuannya untuk melihat kesesuaian antara tiap kelas deviasi dengan jenis tutupan dasar laut. Tiap zona warna mewakili satu jenis tutupan dasar perairan. Hasil yang didapat menunjukkan titik-titik dalam kelas yang sama terletak pada zona dengan warna yang sama. 23

+ = Titik survei akustik Gambar 3.15 Unsupervised classification dari titik-titik survei under estimated. + = Titik survei akustik Gambar 3.16 Unsupervised classification dari titik-titik survei over estimated. + = Titik survei akustik Gambar 3.17 Unsupervised classification dari titik-titik survei fit estimated. 24

Unsupervised classification dilakukan dengan bantuan ER Mapper memakai data awal pulau seribu.ers untuk mengklasifikasikan data citra ke dalam lima daerah (Tabel 3.1). Daerah ini mengidentifikasikan jenis tutupan dasar laut. Warna-warna di luar tabel ini adalah nilai di luar batas penetrasi maksimum. Tabel 3.2 Statistik tiap daerah klasifikasi. Warna Daerah Kuning Magenta Biru gelap Abu-abu Merah Keterangan Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Variasi Nilai Nilai Rata-rata Variasi Nilai Nilai Rata-rata Variasi Nilai Nilai Rata-rata Variasi Nilai Nilai Rata-rata Variasi Nilai Nilai Rata-rata 32-92 55.824 34-86 62.793 71-132 96.507 86-176 124.123 37-219 62.902 20-61 41.263 22-78 49.800 41-96 73.347 77-191 100.692 34-233 57.690 3-63 24.884 11-127 34.597 5-112 31.030 11-181 40.569 49-254 112.766 9-64 31.181 12-101 40.747 9-87 32.336 10-98 36.257 39-204 86.336 Setelah dilakukan unsupervised classification didapatkan beberapa hasil yang dapat dianalisa. Pada Gambar 3.15 sampai Gambar 3.17 terlihat kesesuaian antara titik di tiap kategori dengan jenis tutupan hasil klasifikasi. 100% Titik-titik under estimate dalam Gambar 3.15 berada dalam daerah abu-abu, 73% titik-titik over estimate dalam Gambar 3.16 (400 dari 553 titik) berada dalam daerah warna merah muda, dan 100% titik-titik fit estimate dalam Gambar 3.17 berada dalam daerah warna biru. Hal ini menunjukkan bahwa titik-titik survei akustik pada kelas yang sama (under estimated, over estimated dan fit estimated) terletak pada daerah yang jenis tutupannya sama. Perbedaan jenis tutupan berarti perbedaan sifat materi pembentuknya dalam memantulkan dan menyerap cahaya. Perbedaan sifat materi menyebabkan perbedaan respon sensor SPOT dalam mendeteksi batimetri titik-titik pada kedalaman yang sama. Tingkat hubungan antara deviasi hasil konversi citra dengan klasifikasi daerah survei akan dinyatakan dengan nilai korelasi a/b, dimana a adalah jumlah titik dalam tingkat deviasi tertentu yang terdapat pada daerah klasifikasi yang sama dan b adalah jumlah titik keseluruhan dalam tingkat deviasi tertentu. Didapatkan nilai korelasi untuk ketiga tingkat akurasi adalah: 1.0 untuk tingkat deviasi under estimate, 0.72 untuk tingkat deviasi over estimate dan 1.0 untuk tingkat deviasi fit estimate. Nilai korelasi yang tinggi menyatakan bahwa jenis tutupan dasar perairan yang berbeda sifat pemantulannya berbeda dan tidak dapat diwakili hanya dengan satu konstanta optimal. 25