BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acute Kidney Injury adalah suatu kondisi klinis yang spesifik, dimana manifestasinya dapat sangat bervariasi, mulai dari yang ringan tanpa gejala, hingga yang sangat berat dengan disertai gagal organ multipel. Acute Kidney Injury dapat terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit baik di ruang intensif maupun bangsal biasa, bahkan bisa ditemukan di luar rumah sakit. Pengetahuan patofisiologi yang terbatas mengenai kejadian penyakit menimbulkan kesulitan dalam membuat definisi diagnosis Acute Kidney Injury secara seragam. Tidak seragamnya definisi menimbulkan kesulitan, bukan saja dalam membuat panduan diagnosis secara universal, tetapi juga membawa dampak terhadap pengobatan dan prognosis penyakitnya. (Mehta, 2007; Hoste, 2006) Untuk mengatasi beragamnya definisi Acute Kidney Injury maka suatu kelompok pakar nefrologi dan intensivist, bergabung ke dalam organisasi ADQI (Acute Dialysis Quality Initiative) yang bertujuan membuat definisi baru yang seragam serta konsensus pengelolaan komprehensif berdasarkan bukti klinis terpercaya. Pada beberapa pertemuannya, disepakati suatu perubahan konsep baru mengenai definisi Acute Kidney Injury yang selama ini dikenal sebagai Acute Renal Failure. Perubahan ini bukan sekedar penggantian nama, tetapi perubahan konsep secara mendasar. Istilah yang digunakan selanjutnya ialah injury, dimana bukan saja gangguan ginjal tahap akhir (failure), tetapi mencakup semua tahapan 1
gangguan ginjal. Oleh karena itu, dicarilah suatu definisi yang mempunyai sensitivitas tinggi dalam mendeteksi semua tahapan gangguan ginjal, mudah dimengerti, dan dapat diterima secara umum. Kelompok ADQI mengajukan definisi yang disebut Acute Kidney Injury (AKI), yang mencakup semua tahapan gangguan ginjal, dari yang paling ringan sampai gagal ginjal tahap akhir. Tahapan ini disebut kriteria RIFLE (Risk-Injury-Failure-Loss-End stage Renal Failure). (Roesli, 2011; Bellomo, 2002) Dengan penggunaan kriteria RIFLE ini dalam mendiagnosis AKI, diharapkan dapat dilakukan pendeteksian yang lebih dini, sehingga pengelolaan selanjutnya dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat, yang pada akhirnya diharapkan dapat menekan angka kematian. Kriteria RIFLE pada diagnosis AKI dapat digunakan sebagai prediktor prognosis dan prediktor kematian pasien yang dirawat di ICU. Dimana dalam beberapa literatur dikatakan semakin tinggi stadium AKI akan semakin tinggi kematiannya jauh diatas kriteria yang lebih rendah. (Roesli, 2011) Salah satu pengukuran kualitas pelayanan ICU adalah kematian ICU. Tanpa mengecilkan performa yang lain, angka kematian ICU dan rumah sakit yang lebih rendah daripada yang diperkirakan adalah prasyarat bagi suatu institusi untuk dipertimbangkan sebagai institusi yang berpenampilan baik. (Afessa, 2005) Oleh karena itu dalam hal ini penulis ingin meneliti penggunaan kriteria RIFLE pada diagnosis AKI sebagai faktor prediktor dalam meningkatkan kematian pasien di ICU RS Dr. Sardjito. 2
B. Perumusan Masalah Masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sampai saat ini AKI masih mempunyai angka kematian yang tinggi dan seringkali tidak terdiagnosis, padahal dengan menggunakan kriteria diagnosis baru dan kriteria RIFLE, angka kejadian AKI dapat diprediksi lebih cepat dan mungkin dapat dicegah terjadinya, sehingga dapat menekan angka kematian yang dapat terjadi. Hingga saat ini belum ada data mengenai angka kejadian maupun Kematian pasien AKI di ICU RS Dr. Sardjito. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dalam menentukan apakah AKI dapat meningkatkan kematian pasien yang dirawat di ICU RS Dr. Sardjito C. Pertanyaan Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka dapat dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah AKI merupakan faktor prediktor kematian pasien yang dirawat di ICU RS Dr. Sardjito? D. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui angka kematian pasien yang dirawat di ICU RS Dr. Sardjito yang terdiagnosis AKI. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui AKI sebagai faktor prediktor kematian pasien yang dirawat di ICU RS Dr. Sardjito. 3
E. Manfaat Penegakkan diagnosis AKI dapat dilakukan dengan seragam dan lebih dini, sehingga berdampak pada kecepatan dan ketepatan pengelolaannya yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kematian pasien dengan AKI di ICU RS Dr. Sardjito. F. Keaslian Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang meneliti AKI sebagai prediktor dalam meningkatkan angka kematian pasien yang dirawat di ICU RS Dr. Sardjito. Tabel.1 memuat beberapa penelitian tentang prediksi kematian pasien AKI di ICU. Tabel 1. Beberapa Tentang Kematian Pasien AKI di ICU Peneliti (tahun) Abosaif (2005) Ahlstrom Cruz Hoste Sampel RR Populasi 183 4,5 ICU UK 668 3,6 ICU UK 2164 4,8 ICU Italia 5383 4,7 ICU USA Desain retrospektif prospektif prospektif retrospektif Hasil Angka kematian pasien AKI tipe Failure (F) secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan tipe yang lain yaitu sebesar 74,4% Penggunaan RIFLE maximum pada 3 hari pertama di ICU dapat digunakan sebagai prediktor kematian pasien di Rumah Sakit secara independen Klasifikasi RIFLE dapat digunakan sebagai prediktor Kematian yang independen, dan angka kematian yang tertinggi adalah pada klasifikasi RIFLE-F yaitu sebesar 49,5% Pasien dengan kriteria RIFLE-R (Risk) memiliki risiko tinggi secara progresif berubah menjadi RIFLE-I (Injury) maupun F (Failure). Dan pasien dengan RIFLE-I dan F dapat 4
Lopes (2007) Bell (2005) 182 5,4 ICU Portugal 8136 5,6 ICU Swedia Retrospektif Retrospektif meningkatkan lama perawatan (LOS) di RS dan meningkatkan risiko kematian RIFLE dapat digunakan sebagai prediktor kematian pada pasien sepsis Follow-up selama 60 hari cukup untuk mengetahui Kematian pasien AKI yang dilakukan RRT. Dan pasien dengan RIFLE-F memiliki angka kematian yang tinggi 5