AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG

BAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998:

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA PADA JUDUL BERITA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS EDISI OKTOBER 2014

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

ANALISIS AFIKSASI DAN PENGHILANGAN BUNYI PADA LIRIK LAGU GEISHA DALAM ALBUM MERAIH BINTANG

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan sebagai alat komunikasi antar-masyarakat di sana sampai

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

PROSES MORFOLOGIS KATA MINTA DAN SINONIMNYA. Siti Azizah*), Ary Setyadi, dan Sri Puji Astuti

KATA BERSUFIKS PADA TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditemukan hasil yang sesuai dengan judul penelitian dan tinjauan pustaka.

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

ANALISIS STRUKTUR FUNGSIONAL PADA PERIBAHASA INDONESIA: TINJAUAN SINTAKSIS

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM

DESKRIPSI PENGGUNAAN METODE CERAMAH UNTUK PEMBELAJARAN MORFOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNAAN MORFEM PADA TEKS PIDATO SISWA KELAS VIII A

AFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN PADA LAGU DAERAH BANTEN SEBAGAI PESONA IDENTITAS LOKAL. Sundawati Tisnasari 1 Agustia Afriyani 2

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Analisis Pemakaian Afiks pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

ANALISIS KLAUSA DALAM SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA. Oleh: Rismalasari Dalimunthe ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. menelanjangi aspek-aspek kebahasaan yang menjadi objek kajiannya. Pada akhirnya, fakta

AFIKS {pan-} DAN {eng-} DALAM BAHASA BUGIS. DIALEK PARE-PARE Nispa FKIP Universitas Tadulako

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya

Fonologi Dan Morfologi

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

PERBANDINGAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA DENGAN MORFEM TERIKAT BAHASA MELAYU SUBDIALEK KECAMATAN LINGGA UTARA KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI

BENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

Oleh: RIA SUSANTI A

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

Transkripsi:

AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako Masyita.laodi@yahoo.co.id ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa Bugis, Sidrap. Fokus permasalahan penelitian ini adalah (1) afiks apa saja yang berfungsi sebagai pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap?, (2) apa fungsi dan makna afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap?. Tujuan penelitian ini yakni: (1) Mendeskripsikan afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap, (2) Mendeskripsikan fungsi dan makna afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap. Penelitian ini menggunakan metode simak dan metode cakap, dengan teknik sadap, teknik libat cakap, dan teknik simak bebas libat cakap, teknik pancing, teknik cakap semuka, teknik rekam dan catat. Selanjutnya dianalisis dan disajikan dengan metode formal dan metode informal. Dalam analisis data digunakan metode padan dan metode distribusional. Adapun afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap meliputi: prefiks: {ma-}, {na-}, {ta-}, {mapa-}, {napa-} dan {mag-}. Sufiks: {-i}, {mi-} dan {ni-}. Imbuhan gabungan: {pa-. ki}, {pa-,-i} dan {pa-. seng}. Kemudian fungsi dan makna afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap terdiri dari: prefiks {ma-} berfungsi sebagai pembentuk verba dan mempunyai makna sedang melakukan perbuatan atau tindakan, periks {na-} berfungsi sebagai pembentuk verba pasif dan maknanya adalah menyatakan perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan, prefiks {ta-} berfungsi sebagai verba pasif dan maknanya adalah pekerjaan yang telah dilakukan, prefiks {mapa-} berfungsi sebagai pembentuk verba adapula maknanya adalah makna kausatif yakni membuat jadi, prefiks {napa-} berfungsi untuk membentuk verba transitif dan maknanya ialah menyatakan telah, prefiks {mag-} berfungsi sebagai pembentuk verba pasif dan maknanya adalah menyatakan makna tindakan. Berbeda dengan sufiks {i-} yang berfungsi sebagai pembentuk verba pasif dan bermakna menyatakan perintah melakukan, sufiks {mi-} berfungsi membentuk verba pasif dan bermakna penunjuk arah, sufiks {ni-} berfungsi sebagai pembentuk verba yang berdistribusi dengan bentuk dasar adverbia dan maknanya menyatakan penunjuk arah. Adapun imbuhan gabungan {pa-,-ki} berfungsi sebagai pembentuk verba berdistribusi dan maknanya yakni menyatakan melakukan, {pa-,-i} berfungsi sebagai pembentuk verba bentuk pasif dan maknanya dijadikan seperti, {pa-,-seng} berfungsi pembentuk verba bentuk pasif dan maknanya menyatakan perbuatan. 1

1. PENDAHULUAN Hampir semua bahasa yang ada mempunyai struktur, termasuk bahasa Bugis dialek Sidrap. Struktur yang dimaksud adalah ketatabahasaan itu sendiri yang meliputi sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis. Semua sistem ini merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi, sehingga tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Bagian dari struktur bahasa yang membicarakan bentuk kata adalah morfologi. Masalah afiks yang dibahas dalam penelitian ini merupakan salah satu subsistem yang terdapat dalam bidang morfologi. Sebagaimana diketahui bahwa proses morfologi merupakan proses pembentuk kata. Dalam tulisan afiks pembentuk verba ini mengacu pada konsep gramatikal, yaitu pembentuk verba melalui afiksasi yang menghasilkan verba turunan. Alasan penulis untuk memilih judul ini karena struktur verba bahasa Bugis dialek Sidrap yakni melalui proses morfemis, misalnya kata madare berkebun terbentuk dari prefiks {ma} + (dare) menjadi madare. Aspek-aspek yang perlu diteliti cukup banyak. Namun, dalam penelitian ini diuraikan satu aspek yaitu afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap. Penelitian yang khusus membahas masalah afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap masih jarang. Oleh karena itu, dalam rangka penyebaran informasi dan pengembanagan bahasa tersebut penelitian ini sangatlah penting karena salah satu upaya untuk melestarikan bahasa dan budaya daerah yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Afiks apa saja yang berfungsi sebagai afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap?, (2) Apa fungsi dan makna afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap? Sasaran atau tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap?, (2) Mendeskripsikan fungsi dan makna afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap? Penulis berharap penelitian afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap ini bermanfaat sebagai berikut : 1. Sebagai sumber pemikiran dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa daerah. 2. Sebagai bentuk pemeliharaann bahasa daerah. 2

3. Sebagai bahan dasar/patokan penelitian bahasa daerah pada umumnya dan bahasa Bugis pada khususnya. 4. Sebagai penunjang program pengajaran bahasa daerah itu sendiri maupun pengajaran bahasa Indonesia. II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Morfologi Batasan atau defenisi yang telah dikemukakan oleh para ahli linguistik sudah banyak, walaupun memiliki rumusan kalimat yang berbeda-beda, defenisi merfologi yang dikemukakan oleh para ahli linguistik masih memiliki kesamaan konsep. Dalam bahasa Indonesia, kata morfologi berasal dari kata morphology. Kata morphology merupakan kata asing yang mengalami pengondisian bahasa menjadi morfologi, bentukan kata ini berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan logi yang berarti ilmu. Menurut Carrol dalam Kridalaksana (1996 : 10) bahwa morfologi dapat dipandang sebagai subsistem yang berupa proses yang mengolah leksem menjadi kata. Sutawijaya dalam Nur Eni (2004 : 7) mengemukakan bahwa morfologi ialah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk kata dan perubahannya. Morfologi bagian dari ilmu kebahasaan yang mempelajari struktur intern kata, tata kata atau tata bentuk. 2.1 Pengertian Morfem Batasan atau definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli linguistik sudah banyak, walaupun memiliki rumusan kalimat yang berbeda-beda, definisi morfem yang dikemukakan oleh para linguis masih memiliki kesamaan konsep yakni sama-sama membicarakan masalah bentuk kata terkecil yang membedakan arti. Morfem berasal dari kata morphe yang berarti bentuk dan ema yang berarti membedakan arti. Jadi morfem adalah suatu bentuk tekecil yang dapat membedakan arti atau kesatuan bunyi yang ikut serta dalam pembentukan kata yang dapat membedakan arti. Abdul Chaer (2008 : 13) mengemukakan bahwa morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna. Unsur-unsur yang memiliki makna tersebut disebut satuan gramatik. Beberapa hal yang dikemukakan oleh para ahli linguistik di atas, dapat disimpulkan bahwa morfem adalah bentuk terkecil yang dapat membedakan arti, yang terdiri dari morfem bebas dan morfem terikat. 2.2 Pengertian Afiks 3

Salah satu unsur yang penting digunakan dalam membentuk kata dan kategori kata adalah afiks. Dalam kajian morfologi afiks digolongkan ke dalam golongan morfologi terikat, yakni satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dan selalu melekat pada bentuk lain. Ramlan (1987 : 55) menyatakan bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik terikat di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Misalnya kata minuman, kata ini terdiri dari dua unsur ialah (minum) yang merupakan morfem dan ( -an) yang merupakan satuan terikat. Maka morfem ( -an) diduga merupakan afiks. Kamus besar bahasa Indonesia (1995 : 10) menjelaskan afiks adalah bentuk terikat yang apabila ditambahkan pada kata dasar atau bentuk dasar akan mengubah makna gramatikal (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks). 2.3 Jenis Afiks Ada lima jenis afiks yang dikaji dari proses morfologi bahasa Indonesia yakni sebagai berikut : 1. Prefiks atau awalan adalah unsur yang secara struktural diikat di depan bentuk dasar yang terdiri dari prefiks men-, di-, ber-, ter-, per-, pen, pe-, dan se-. 2 Infiks adalah proses morfologis yang terjadi pemeranan infiks sebagai satuan pembentuk. Infiks adalah jenis yang berposisi dibagian tengah satuanya. Ada empat macam infiks bahasa Indonesia yakni : -em-, -el-, -er-, dan in-,. 3 Sufiks atau akhiran ialah morfem terikat yang dirangkaikan pada kata dasar untuk membentuk satu arti yang terdiri dari kan, -I, -an, dan sufiks serapan bahasa asing yang terserap ke dalam bahasa Indonesia, sufiks-sufiks tersebut terserap melalui katakata bentuknya, yang dalam ucapanya teradaptasi ke dalam system fonologi bahasa Indonesia. 4 Imbuhan gabungan adalah gabungan antara prefiks dan sufiks yang dirangkaikan pada kata dasar atau membentuk satu arti. 2.4 Pengertian Verba Verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat. Verba adalah sebuah kata yang dapat dipakai sebagai perintah, baik dapat maupun tidak dapat digabung dengan imbuhan atau afiks, Tarigan (1985 : 64). Sedangkan menurut Putrayasa (2008 : 45) verba 4

adalah subkategori kata yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak, tetapi tidak dapat bergabung dengan partiekel di, ke, dari, sangat, lebih atau agak. Berkaitan dengan verba menurut Moeliono dalam Nur Afna (2007 : 10) mengemukakan ciri-ciri verba dapat diamati (1) bentuk morfologis, (2) perilaku sintaksis, (3) perilaku semantisnya secarah menyeluruh dalam kalimat. Sedangkan Ramlan (1987 : 82) menyatakan bahwa verba adalah kata-kata yang cenderung menempati fungsi predikat (P) pada tataran klausa dan pada tataran frase dapat dinegatifkan dengan kata tidak. 2.5 Kerangka Pemikiran Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teori linguistik. Kajian linguistik yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat dalam diagram berikut : prefiks {ma-} prefiks {mag-} prefiks {na-} Prefiks Prefiks {mappa-} Prefiks {napa-} Prefiks {ta-} Sufiks {mi-} Jenis Afiks Sufiks Sufiks {ni-} Sufiks {i-} Imbuhan gabungan {pa-i} Imbuhan gabungan Imbuhan gabungan {pa-,-ki} Imbuhan gabungan {pa-,-sen} Dari diagram diatas diperoleh penjelasan bahwa jenis afiks ada tiga, yakni prefiks, sufiks dan imbuhan gabungan. Prefiks adalah unsur yang secara struktural diikat di depan bentuk dasar yang terdiri dari prefiks {ma-}, {mag-}, {na-}, {mappa-}, {nappa-}, dan {ta-}. Sufiks ialah morfem terikat yang dirangkaikan pada kata dasar untuk membentuk satu arti yang terdiri dari sufiks {mi-}, {ni-} dan {-i}. Sedangkan imbuhan gabungan adalah gabungan antara prefiks dan sufiks yang dirangkaikan pada kata dasar atau membentuk satu arti yang terdiri dari imbuhan gabungan {pa-,-i}, {pa-,-ki} dan {pa-,-sen}. III. Metode Penelitian 3.1 Jenis Penelitian 5

Penelitian ini mengkaji afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap. Sehubungan dengan masalah penelitian ini, maka peneliti mempunyai rencana kerja atau pedoman pelaksanaan penelitian dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif, di mana yang dikumpulkan berupa pendapat, tanggapan, informasi, konsep-konsep dan keterangan yang berbentuk uraian. Penelitian kualitatif adalah rangkaian kegiatan atau proses penyaringan data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi, aspek atau bidang tertentu dalam kehidupan objeknya. 3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Sulawesi Tengah tepatnya Kota Palu bagian Kecamatan Palu Barat khususnya di Kelurahan Balaroa. 3.2.2 Waktu Penelitian Waktu yang diperlukan peneliti dalam mempersiapkan penelitian ini yaitu dari bulan Agustus sampai Oktober. Waktu tersebut membuat penelitian berupaya mematangkan persiapan untuk melakukan penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan. 3.3 Sumber Data Sumber data pada penelitian ini, ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer sebagai data utama diperoleh dari informan, yaitu penutur asli bahasa Bugis dialek Sidrap yang terdapat di bagian Kecamatan Palu Barat khususnya Kelurahan Balaroa, semua informan dipilih dan ditetapkan dengan memperhatikan kriteria-kriteria yang memenuhi syarat agar data yang didapatkan tidak diragukan kebenarannya. Syarat tersebut meliputi: 1. Penutur asli bahasa Bugis dialek Sidrap 2. Memahami lingkungan sosial budayanya 3. Berusia 30-60 tahun 4. Memiliki alat ucap yang baik 5. Memiliki kemampuan berbahasa Indonesia 6. Sehat jasmani dan rohani Data sekunder sebagai data penunjang diperoleh dari buku-buku dan hasil penelitian terdahulu mengenai bahasa Bugis dialek Sidrap. 3.4 Instrumen penelitian 6

Dalam penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti di lokasi penelitian membawa instrumen penelitian, antara lain: alat perekam dan alat tulis. 3.5 Metode dan Teknik Penelitian Langkah yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis data, dan (3) tah ap penyajian hasil analisi data, (Sudaryanto 1992:57). 3.5.1 Tahap Pengumpulan Data Metode yang digunakan mengumpulkan data penilitian ini, yaitu metode simak dan metode cakap. Metode simak dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa informan. Metode cakap dilakukan dalam percakapan antara peneliti dan penutur sebagai informan. Dalam pelaksanaannya, metode simak dilakukan dengan menggunakan teknik sadap, teknik libat cakap, dan teknik simak bebas libat cakap, sedangkan penggunaan metode cakap dilakukan dengan teknik pancing, teknik cakap semuka dan catat. 3.5.2 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan yaitu peneliti menganalisis data dengan menggunakan metode padan dan metode distribusional. Metode padan digunakan untuk menjelaskan setiap makna afiks pembentuk verba dalam bahasa Bugis dialek Sidrap. Sedangkan metode distribusional digunakan untuk melihat wujud verba dalam bahasa Bugis dialek Sidrap. 3.5.3 Tahap Penyajian Hasil Analisis Data Metode yang digunakan pada tahap penyajian hasil analisis data ialah metode informal dan metode formal. Metode informal ialah metode penyajian hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan tulisan atau kata-kata biasa, misalnya: kata engka yang berarti akan datang. Sedangkan metode formal ialah metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Simbol yang dimaksud ialah tanda tamba (+), tanda kutip ( ), tanda kurung (-), tanda kurung siku ([ ]), tanda kurung kurawal (()) dan lainlain. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penjenisan afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap dapat dilihat berdasarkan posisi melekatnya afiks pada bentuk dasar. Dalam hal ini, afiks yang terdiri dari 7

prefiks, infiks, sufiks, dan imbuhan gabungan. Namun dalam penelitian ini, penulis belum menemukan infiks dalam bahasa Bugis dialek Sidrap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian berikut: 4.1 Prefiks Prefiks adalah proses pembentukan kata melalui penambahan prefiks di depan kata dasar dan penulisannya dirangkaikan. a. Prefiks {ma-} Prefiks {ma-} apabila melekat pada kata dasar nomina yang dimulai dengan fonem /b/ tidak mengalami perubahan. {ma-} + dare (N) madare (V) kebun berkebun + dongi (N) madongi (V) burung mencari burung Prefiks {ma-} apabila melekat pada kata dasar nomina yang dimulai dengan fonem /k/ akan mengalami perubahan menjadi {mag-}. {mag-} + kariting (N) magariting (V) keriting menyuruh mengeriting Fungsi prefiks {ma-} di atas umunya berfungsi sebagai pembentuk Verba Transirtif. // Laandi madare ko bendrenna bolae// Andi berkebun di samping rumah Prefiks-prefiks di atas dalam pembentuknya memiliki makna akan melakukan perbuatan atau pekerjaan sesuai dengan makna bentuk dasarnya. b. Prefiks {mapa-} Dalam fungsinya dalam pembentuk verba, prefiks {mapa-} berdistribusi dengan bentuk dasar adjektiva. {mapa-} + {loppo} (A) mapaloppo (V) besar memperbesar 8

Prefiks {mapa-} yang berdistribusi dengan bentuk dasar adjektiva seperti yang terlihat di atas, berfungsi membentuk verba transitif. //Laaco mapaloppo usahanna// Aco memperbesar usahanya Adapun makna yang dihasilkan dari proses pembentuk itu ialah menyatakan makna kausatif yakni membuat jadi lebih seperti tersebut pada bentuk dasar. c. Prefiks {napa-} Prefiks {napa-} sebagai pembentuk verba melekat pada bentuk dasar adjektiva. {napa-} + { lempu} (A) napalempu lurus telah memperlurus Seperti yang terlihat di atas, Prefiks {napa-} berfungsi untuk membentuk verba transitif sekaligus penanda bentuk lampau. Adapun makna prefiks {napa-} ialah menyatakan makna telah, yakni pekerjaan yang telah dilakukan. //Larusdi napalempu bessi pagara bolana// Rusdi telah memperlurus pagar rumahnya (Rusdi memperlurus pagar rumahnya) d. Prefiks {na-} Prefiks {na-} dalam proses pembubuhan merupakan prefiks yang tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada bentuk dasar verba dan nomina. {na-} + {bingkung} (N) nabingkung (V) pacul telah dipacul Dari data di atas, diketahui bahwa prefiks {na-} yang berdistribusi dengan bentuk dasar nomina, berfungsi membentuk verba pasif. Adapun makna yang terkandung dalam prefiks {na-} yakni menyatakan perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan. e. Prefiks {ta-} 9

Prefiks {ta-} dalam proses pembentukan verba, prefiks {ta-} melekat pada bentuk dasar nomina. {ta-} + {goncing} (N) tagoncing (V) gunting tergunting Prefiks {ta-}berfungsi sebagai verba pasif jika melekat pada bentuk dasar nomina. //Bolana Laagus purani tapalla// Rumah Agus sudah terpagar //kaing ero tagoncing// Kain itu tergunting Adapun makna yang terkandung dalam prefiks {ta-} yakni menyatakan pekerjaan yang telah dilakukan jika prefiks {ta-} melekat pada bentuk dasar nomina. f. Prefiks {pappa-} Dalam proses morfologis, prefiks {pappa-} sebagai pembentuk verba berdistribusi dengan bentuk dasar adjektiva. {pappa-} + {ponco} (A) pappaponco (V) pendek dipendekkan Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa fungsi prefiks {pappa-} yakni membentuk verba pasif. Prefiks {pappa-} dalam pembentukanya menyatakan makna menjadi atau membuat jadi. //sulara ero na pappaponco okko emmae// celana itu dipendekkan oleh ibu g. Prefiks {mag-} Dalam proses morfologi, prefiks {mag-} sebagai proses pembentuk verba berdisitribusi dengan bentuk dasar nomina. Contoh: {mag-} + baju(n) mabbaju(n) baju dipakai jadi baju 10

Melekat pada bentuk dasar nomina yang berfungsi sebagai pembentuk verba pasif. Makna prefiks {mag-} ialah menyatakan makna tindakan yang telah dilakukan. 4.2 Sufiks Sufiks adalah pembentukan kata melalui pembubuhan sufiks pada bentuk dasar. Dalam hal ini diperoleh beberapa sufiks yang terdapat dalam bahasa Bugis dialek Sidrap. Berikut ini beberapa contoh sufiks yang terdapat dalam bahasa Bugis dialek Sidrap. a. sufiks {mi-} Sufiks {mi-} dalam proses pembentukan verba, hanya berdistribusi dengan bentuk dasar adverbia. {macawe} + {mi-} macawemi dekat dekat kemari Fungsi sufiks {mi-} dalam proses pembentukan verba dengan bentuk dasar adverbia yakni berfungsi membentuk verba pasif. Adapun makna yang terkandung dalam sufiks {mi-} yakni menyatakan penunjuk arah (ke sini). b. Sufiks {ni-} Sufiks {ni-} dalam proses pembentukan verba hanya berdistribusi dengan bentuk dasar verba, yang merupakan lawan dari sufiks {mi-}. {mabela-} + {ni-} mabelani jauh jauh kesana Fungsi sufiks {ni-} dalam proses pembentukan verba yang berdistribusi dengan bentuk dasar adverbia membentuk verba pasif. Adapun makna yang terkandung dalam sufiks {ni-} yakni menyatakan penunjuk arah (ke sana) yang berlawanan dengan sufiks {mi-} yakni menyatakan penunjuk arah (ke sini). //Alai ni ero kalukue// Ambil ke sana itu kelapa c. Sufiks {-i} Sufiks {-i} dalam proses pembentukan verba berdistribusi dengan bentuk dasar nomina. 11

{appe} (N) + {-i} appei (V) tikar tikarlah Fungsi sufiks {-i} berfungsi sebagai pembentuk verba pasif, untuk mempertegas makna kata tersebut. Makna yang terkandung dalam sufiks {-i} yakni menyatakan perintah melakukan suatu hal yang ditentukan oleh bentuk dasar. 4.3 Imbuhan gabungan (konfiks) Imbuhan gabungan adalah pembentukan kata melalui pembubuhan imbuhan gabungan dengan bentuk dasar. Berikut beberapa contoh imbuhan gabungan yang terdapat dalam bahasa Bugis dialek Sidrap. a. Imbuhan gabungan {pa-. -i} Imbuhan gabungan {pa-. -i} dalam proses pembentukan verba berdistribusi dengan bentuk dasar nomina. Fungsi imbuhan gabungan {pa-. -i} sebagai pembentuk verba bentuk pasif. Makna yang terkandung dalam konfiks {pa-. i} yakni menyatakan makna dijadikan seperti yang disebutkan pada bentuk dasar. {pa-. -i} + {lipa} palipai sarung disarungkan b. Imbuhan gabungan {pa-. -ki} Imbuhan gabungan {pa-. ki} dalam proses pembentukan verba berdistribusi dengan bentuk dasar berkategori adverbia dan nomina berfungsi sebagai pembentuk verba. Adapun makna yang terkandung dalam imbuhan gabungan {pa-. -ki} yakni menyatakan melakukan hal yang disebutkan pada bentuk dasar. {pa-. -ki} + {lettu}(adv) palettuki sampai sampaikan + {waju}(n) pawajuki (V) baju pakaikan baju c. Imbuhan gabungan {pa-. -seng} 12

Imbuhan gabungan {pa-.-seng} dalam proses pembentukan verba berdistribusi dengan bentuk dasar adjektif. Berfungsi sebagai pembentuk verba bentuk pasif. Adapun makna yang terkandung dalam konfiks {pa-.-sen} yakni menyatakan perbuatan yang disebutkan pada bentuk dasar dilakukan dengan tanpa sengaja. {pa-. -sen} + {siri}(a) pasiriseng (V) malu menjadi malu V. PENUTUP 5.1 kesimpulan Berdasarkan penelitian yang didapatkan, diperoleh simpulan sebagai berikut: 1) Bentuk afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap terdiri atas: a) Prefiks : {ma-}, {mag-}, {na-}, {mapa-}, {napa-}, {pappa-} dan {ta-} b) Sufiks : {mi-}, {ni-} dan {i-} c) Imbuhan gabungan : {pa-i}, {pa-,-ki}, dan {pa-,-sen} 2) Fungsi afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap yakni : a) Mengubah kelas kata Contoh: dare(n) madare(v) Kebun berkebun b) Tidak mengubah kelas kata Contoh: baju(n) mabbaju(n) baju dipakai jadi baju 3) Makna afiks pembentuk verba bahasa Bugis dialek Sidrap yakni: a) Makna Prefiks a. Prefiks {ma-} bermakna akan melakukan perbuatan atau pekerjaan sesuai dengan makna bentuk dasarnya. b. Prefiks {mag-} bermakna akan melakukan perbuatan atau pekerjaan sesuai dengan makna bentuk dasarnya. c. Prefiks {na-} bermakna menyatakan perbuatan atau tindakan yang dilakukan. d. Prefiks {mapa-} bermakna kausatif yakni membuat jadi. e. Prefiks {napa-} bermakna telah, yakni pekerjaan yang telah dilakukan. 13

f. Prefiks {pappa-} bermakna menjadi atau membuat jadi. g. Prefiks {ta-} bermakna menyatakan pekerjaan yang telah dilakukan. b) Sufiks a. Sufiks {mi-} bermakna menyatakan penunjuk arah (ke sini) b. Sufiks {ni-} bermakna penunjuk arah (ke sana) c. Sufiks {-i} bermakna menyatakan perintah melakukan suatu hal yang ditentukan oleh bentuk dasar. c) Makna imbuhan gabungan a. Imbuhan gabungan {pa-,-i}bermakna dijadikan seperti yang disebutkan pada bentuk dasar. b. Imbuhan gabungan {pa-,-seng} bermakna menyatakan perbuatan yang disebutkan pada bentuk dasar. c. Imbuhan gabungan {pa-,-ki} bermakna menyatakan melakukan hal yang disebutkan pada bentuk dasar. 5.2 Saran Dalam rangka upaya peningkatan dan pengembangan linguistik di tanah air pada umumnya, serta penelitian dan pengkajian bahasa Bugis dialek Sidrap khusunya, maka disarankan hal-hal sebagai berikut: a) Penelitian bahasa daerah di tanah air harus dilaksanakan secara berkesinambungan yang mencakup berbagai aspek atau segi kebahasaan baik yang termasuk dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, maupun tataran semantik dan leksikon atau kelas kata. b) Bagi penutur asli bahasa Bugis dialek Sidrap disarankan untuk menggunakan bahasa Bugis dialek Sidrap sebagai alat tutur sehari-hari baik di rumah, dalam kegiatankegiatan sosial kemasyarakatan, maupun dalam kegiatan yang bersifat formal. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan dan melastarikan bahasa Bugis dialek Sidrap sebagai salah satu aset budaya bangsa. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat dan dapat menjadi salah satu acuan untuk penelitian bahasa pada umunya dan penelitian bahasa Bugis dialek Sidrap pada khusunya. DAFTAR PUSTAKA Achmad, (1996). Linguistik Umum Jakarta: Departemen Pendidikan. 14

Afna, N. (2012). Afiks Pembentuk Verba Bahasa Kaili dialek Ledo. Skripsi Sarjana Pendidikan pada FKIP Universitas Tadulako: tidak diterbitkan. Chaer, A. (2008). Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Kridalaksana. H. (1996). Pembentukan Kata Dalam Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana. H. (1992). Pembentuk Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pusat Utama. Muhlich, M. (1990). Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian Arah Tata Bahasa Deskriptif. Malang: YA3. Nur E. (2004). Afiks Pembentuk Verba Bahasa Bugis dialek Donggala. Skripsi Sarjana Pendidikan pada FKIP Universitas Tadulako: tidak diterbitkan. Putrayasa, I. (2008). Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan Infleksional). Singaraja: Refika Editama. Sudaryanto. (1992). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wacana Kebudayaan Secara Linguistik). Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Stiarso, K. (2008). Afiks Pembentuk Verba Bahasa Seko dialek Padang. Skripsi Sarjana Pendidikan pada FKIP Universitas Tadulako: tidak diterbitkan. Tarigan, H. (1985). Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa. Tarigan, H. (1989). Pengajaran Tata Bahasa Tagmemik. Bandung: Angkasa. Usmar, A. (2002). Sistem Morfologi Verba Bahasa Mamasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Zainal, F. (1996). Tata Bahasa Indonesia, Yogyakarta : CV. Karyono. 15