LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 AKSELERASI SISTEM INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL DAN ALSINTAN DALAM RANGKA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

Proposal Penelitian AKSELERASI SISTEM INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL DAN ALSINTAN MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL UNTUK MENGATASI MASALAH KETAHANAN PANGAN. Agricultural Products Processing Technology for Coping with Food Security)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

PROFIL DAN KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN DI KALIMANTAN SELATAN

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BPTP SULUT, BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN, BADAN LITBANG PERTANIAN 2012

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

KAJIAN KEBIJAKAN TEKNOLOGI PASCA PANEN : ANALISIS KEBUTUHAN, EVALUASI PROGRAM, DAN DAMPAK PENERAPAN TEKNOLOGI PASCA PANEN

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

III KERANGKA PEMIKIRAN

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

FORM D A. URAIAN KEGIATAN

PEKAN SEREALIA NASIONAL I JULI 2010

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

PENGEMBANGAN ALSINTAN PENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS HASIL KENTANG

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 AKSELERASI SISTEM INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL DAN ALSINTAN DALAM RANGKA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN Oleh : Reni Kustiari, Handewi P. Saliem Sahat Pasaribu Bambang Sayaka Erma Suryani PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2010

1. Pendahuluan Pemerintah, swasta dan masyarakat harus secara bersama-sama menanamkan investasi untuk mengolah hasil pertanian hingga memperoleh nilai tambah yang sangat bermanfaat bagi semua pemangku kepentingan. Investasi untuk akselerasi sistem inovasi teknologi pengolahan hasil dan alsintan meliputi aspek: (1) pelayanan teknologi, (2) dukungan penyediaan input untuk teknologi pengolahan hasil dan alsintan, (3) penelitian terkait dengan aspek penerapan teknologi, (4) pengembangan kelembagaan untuk mempercepat arus informasi teknologi pengolahan hasil dan alsintan, (5) penyediaan infrastruktur untuk memudahkan arus input-output serta pemasaran produk olahan, dan (6) ketersediaan lahan usahatani agar pengembangan pengolahan hasil tidak terganggu oleh masalah ketersediaan bahan baku. Pengolahan hasil pertanian dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan, ketersediaan dan akses terhadap inovasi teknologi pengolahan pangan, ketersediaan dan kemampuan peralatan pengolahan, pasar, permodalan, serta adanya pergeseran pola konsumsi pangan ke arah yang lebih instan. Penelitian ini bertujuan: (i) Mengidentifikasi ketersediaan inovasi teknologi pengolahan hasil dan alsintan komoditas pangan; (ii) Mengkaji efektivitas sistem diseminasi teknologi pengolahan hasil dan alsintan komoditas pangan; (iii) Mengkaji potensi pengembangan dan prospek pengolahan hasil pertanian; (iv) Menganalisis faktor-faktor dan kendala adopsi teknologi pengolahan hasil dan alsintan komoditas pangan; dan (v) Menyusun rekomendasi strategi akselerasi adopsi teknologi pengolahan hasil dan alsintan komoditas pangan. Penelitian dilakukan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung dengan responden meliputi rumah tangga petani dan industri kecil dan menengah yang mengolah hasil pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Dinas Perindustrian. Komoditas hasil pertanian yang diolah lebih lanjut adalah jagung dan ubi jalar (Jawa Timur), ubikayu (Jawa Tengah), dan pisang (Lampung). Data, informasi dan pengetahuan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. 2. Permasalahan Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana mempercepat atau mengakselerasi inovasi pengolahan hasil dan alsintan dalam mendukung ketahanan pangan. Untuk itu perlu dicermati terlebih dahulu informasi dan ketersediaan inovasi teknologi khususnya dalam pengolahan hasil dan alsintan yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Selanjutnya perlu ditelaah keragaan pemanfaatan teknologi tersebut di tingkat rumah tangga, kemudian diidentifikasi dan dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi adopsi inovasi teknologi pengolahan hasil dan alsintan pada kegiatan pasca panen dan pengolahan hasil. Faktor dan kendala adopsi inovasi yang perlu dikaji mencakup permasalahan dari aspek teknis, ekonomi, kelembagaan/sarana pendukung, dan sosial budaya. Dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, hasil indentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pengolahan hasil dan alsintan tersebut difokuskan pada komoditas pangan (beras, jagung, umbi -umbian dan kacang-kacangan). Dari hasil analisis tersebut akan dirumuskan rekomendasi kebijakan untuk mengakselerasi sistem inovasi teknologi pengolahan hasil dan alsintan untuk mendukung ketahanan pangan. 3. Temuan-temuan Penting a. Identifikasi inovasi teknologi pengolahan hasil dan alsintan Sebagian besar teknologi yang dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Balai Besar Pasca Panen, Balai Besar Alat dan Mesin Pertanian, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) masih dalam uji coba skala laboratorium, belum dilakukan scaling up. Jika terdapat inovasi teknologi yang dimasyarakatkan, maka hasil inovasi tersebut masih terbatas pada tugas pokok serta fungsi instansi yang menghasilkannya, seperti teknologi yang dihasilkan dan didiseminasikan Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). Sejak tahun 2007, Kementerian Pertanian telah melakukan pengembangan agroindustri berbasis pengolahan hasil umbi-umbian dan serealia tanaman pangan serta mengembangkan agroindustri berbasis pengolahan hasil umbi-umbian dan serealia tanaman pangan melalui penyediaan sarana peralatan, bantuan dan pembinaan di sentra-sentra produksi melalui Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP). Stimulus ini dilakukan melalui penyediaan pembiayaan 1

anggaran dana Tugas Pembantuan untuk memfasillitasi 46 Unit Pengolahan Hasil Tepung lokal yang dikelola oleh Gapoktan yang tersebar di berbagai kabupaten/kota. b. Efektivitas sistem diseminasi teknologi pengolahan hasil dan alsintan komoditas pangan Dinamika interaksi dan ko-evolusi antara tiga aktor utama yang terlibat langsung dalam proses aliran teknologi (pengembang teknologi, pengguna teknologi, dan pemerintah) merupakan landasan keberhasilan akselerasi inovasi teknologi pengolahan hasil. Kendala yang sering ditemui dalam alih atau diseminasi teknologi pengolahan hasil pertanian yang dilakukan lembaga pengkajian seperti BPTP, antara lain adalah: (a) R ekomendasi teknologi belum sesuai dengan kebutuhan dan atau kondisi finansial; (b) Rekomendasi teknologi yang telah dikeluarkan masih dalam jumlah terbatas; dan (c) Masukan produk/teknologi introduksi belum tersedia di tingkat lokal. Teknik diseminasi yang dilakukan oleh lembaga pengkajian, seperti BB-Pascapanen dinilai cukup efektif, terutama yang disampaikan melalui media elektronik (internet). Kegiatan tersebut mencakup: (a) Pengembangan sarana produksi dengan tujuan meningkatkan produksi; ( b) Uji coba produksi dengan tujuan mengetahui konsistensi kuantitas dan kualitas produksi; ( c) Supervisi/pendampingan teknologi pengolahan hasil dan alsintan; ( d) Pengembangan/peningkatan mutu produk, melalui bimbingan pelaksanaan pengawasan mutu; ( e) Penataan manajemen usaha dan kemitraan (pengaturan kepemilikan, pembagian risiko dan keuntungan, jaminan keberlanjutan usaha); ( f) Pengembangan desain kemasan dan merek/logo produk; (g) Promosi dan uji coba pemasaran dalam rangka mempercepat adopsi oleh semua pemangku kepentingan (kelompok wanita tani, LSM, Dinasdinas terkait Pemda, Darma Wanita, swasta lainnya); ( h) Pembinaan dan promosi dilakukan dalam bentuk peragaan, operasional pengolahan dan diskusi kelompok; ( i) Evaluasi kinerja alat dan modifikasi/penyempurnaan alat produksi; ( j) Pembinaan pengolahan dan koperasi sebagai model percontohan; ( k) Pembinaan sistem manajemen mutu pada proses panen dan pengolahan; (l) Pembinaan aspek manajerial dalam pengembangan usaha (manajemen usaha tani, pengolahan, promosi, pemasaran); dan (m) Pengadaan sarana pengolahan. c. Potensi pengembangan dan prospek pengolahan hasil pertanian Produk pertanian tersedia cukup banyak untuk diolah lebih lanjut melalui proses pasca panen dan hampir selalu tersedia sepanjang tahun. Pisang merupakan salah satu komoditas pertanian yang dibudidayakan secara tumpangsari dan tidak intensif. Komoditas lainnya, yaitu ubikayu, jagung, dan ubi jalar umumnya dibudidayakan secara monokultur dan intensif. Sebagian besar hasil panen komoditas tersebut dijual secara segar. Ubikayu di Jawa Tengah diolah menjadi tepung tapioka (di Pati) dan makanan ringan, seperti slondok di Magelang. Bahan baku ubikayu segar untuk industri tapioka di Pati tidak hanya dipenuihi dari produksi setempat, tetapi juga dipasok dari kabupaten lain. Pemasaran tepung tapioka cukup mudah terutama untuk industri makanan yang menggunakan tepung tapioka sebagai bahan baku. Industri pengolahan tapioka di Pati juga menghasilkan tepung basah, tetapi permintaannnya relatif sedikit. Pengolahan ubikayu di Magelang menggunakan bahan baku setempat dan pemasaran juga untuk pasar lokal. Jagung di Bojonegoro diolah menjadi tortilla, nasi jagung, dan juga nasi goreng jagung. Bahan baku untuk tortilla, yang diolah sebuah industri kecil, dibeli dari produksi jagung setempat tetapi juga dari kabupaten lain jika sedang tidak musim panen. Pemasaran tortilla meliputi seluruh wilayah Kabupaten Bojonegoro dan ke Kalimantan untuk tortilla yang masih mentah dan siap digoreng. Nasi jagung diproduksi oleh beberapa rumah tangga dan dipasarkan secara lokal. Masih sedikit penduduk makan nasi jagung, biasanya untuk makan pagi. Sedangkan nasi goreng jagung, berbahan baku nasi jagung, baru dijual oleh sebuah rumah makan skala kecil. Jagung di Kabupaten Lamongan juga diolah menjadi marning oleh beberapa industri kecil dan dipasarkan skala kecil. Pengolahan kripik pisang varietas Kepok Manado dan varietas Raja di Lampung oleh industri kecil cukup menjanjikan terutama untuk memenuhi pasar lokal. Bahan baku diperoleh dari hasil panen kebun pisang yang dikelola penduduk setempat. Di Lampung juga terdapat pengolahan kripik pisang oleh industri skala besar, yang umumnya menggunakan pisang varietas Ambon, yang mmepunayi pangsa pasar berbeda dengan industri kecil terutama karena perbedaan kemasan dan tempat pemasaran. Pengembangan pengolahan hasil pertanian bisa dilakukan melalui kemitraan, antara lain dengan model inti-plasma dimana perusahaan besar berperan sebagai penghela dan pengusaha-pengusaha 2

kecil sebagai plasma. Bisa juga dikembangkan kemitraan melalui sub kontrak dimana pengusaha kecil mendapatkan pesanan perusahaan besar mengolah produk sesuai standar yang disepakati, misalnya PT Garuda Food dengan pengusaha agroindustri di Pati untuk pengolahan beberapa produk. d. Faktor-faktor dan kendala adopsi teknologi pengolahan hasil dan alsintan komoditas pangan Pendampingan penggunaan teknologi dan peralatan belum dilaksanakan secara optimal, sehingga pengusaha agroindustri menghadapi proses produksi yang tidak efektif. Introduksi teknologi dan peralatan dapat memicu masyarakat untuk menciptakan atau memodifikasi teknologi dan peralatan sejenis yang lebih sesuai dengan kondisi setempat dan skala usaha yang ada. Bantuan permodalan untuk pengembangan usaha bisa menunjang agroindustri yang dikembangkan oleh masyarakat. Umumnya industri skala mikro, kecil dan menengha sangat memerlukan modal pinjaman namun belum terbiasa berhubungan dengan bank. Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berbunga rendah dengan agunan relatif sedikit atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang meminjamkan modal dengan bunga rendah bisa menjadi alternatif sumber modal bagi pengusaha industri tersebut. Semangat untuk mengolah produk pertanian dan memberikan keuntungan yang layak perlu kegigihan dan ketekunan sehingga tidak bisa dilakukan setiap orang jika tidak berjiwa wiraswasta. Tenaga kerja yang terampil sesuai dengan sifat dan ciri teknologi dan pengolahan pertanian sangat menunjang aktivitas usaha. Pada taraf tertentu pengusaha agroindustri bisa mencari dan melatih tenaga kerja sesuai keperluan. Ketersediaan bahan baku sepanjang tahun merupakan prasyarat agar industri pengolahan pertanian yang ada bisa berproduksi secara berkesinambungan. Bahan baku tidak harus berasal dari sekitar lokasi agroindustri tetapi dapat berasal dari daerah lain asalkan terjangkau dari segi harga maupun transportasi. 3. Implikasi Kebijakan Ubi jalar, ubikayu, jagung, dan pisang sangat potensial dikembangkan di Indonesia karena lahan yang sesuai untuk tanaman pangan masih cukup luas dan belum dimanfaatkan maksimal. Dengan demikian, teknologi pengolahan dan alsintan yang sesuai dengan komoditas ini perlu diantisipasi dan dikembangkan. Introduksi teknologi dan alat pengolahan hasil pertanian perlu memperhatikan berbagai aspek agar bisa diadopsi secara optimal. Teknologi yang dintroduksi harus layak dioperasikan pada skala komersial, bukan skala percobaan. Dalam konteks adopsi teknologi dan prospek industri pengolahan di tingkat rumahtangga, peran pemerintah harus menonjol dan instansi yang mengurus kepentingan petani-pengolah-penjual harus mampu mendorong tiga unsur, yaitu (a) Mendorong penciptaan teknologi tepat guna untuk menghasilkan produk tertentu yang dapat memberikan nilai tambah ( added value) bagi setiap mata rantai usaha; (b) Menerapkan teknik diseminasi teknologi tepat guna yang efektif untuk keberhasilan dan keberlanjutan pemanfaatan teknologi yang bersangkutan; dan (c) Membantu permodalan, desain pengemasan dan pemasaran hasil melalui dukungan kredit berbunga rendah, pelatihan teknik produksi yang bertanggungjawab, dan pameran secara lokal dan nasional. Untuk mempercepat inovasi teknologi pengolahan pemerintah harus melakukan: (a) memperkuat struktur permodalan dan akses terhadap sumber modal; (b) meningkatkan penguasaan teknologi di tingkat rumah tangga atau industri kecil; (c) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar dapat menjadi pengrajin/pengolah produk pertanian. Agar pengolah tidak menghadapi kendala dalam mencari bahan baku maka perlu diupayakan: (a) kesinambungan produksi; (b) ketersediaan informasi; dan (c) meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Selain itu, sebagai upaya untuk meningkatkan adopsi teknologi pengolahan hasil pertanian maka perlu dibangun kemitraan antara pengusaha agroindustri skala kecil dan skala besar. BPTP harus memacu penciptaan teknologi pengolahan hasil pertanian spesifik lokasi. Perlu upaya yang lebih besar untuk selalu menghasilkan inovasi teknologi pengolahan hasil pertanian yang cocok dan spesifik lokasi dengan memperhatikan kearifan lokal. 3

Pemerintah harus selalu melakukan berbagai kebijakan seperti: (1) mendorong diversifikasi pola konsumsi berbasis pangan lokal; (2) meningkatk an pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pangan beragam, dan (3) mendorong pengembangan teknologi pengolahan pangan non beras. Strategi pembangunan nasional yang dikenal dengan nama Triple Track Strategy bercirikan progrowth, pro-employment, pro-poor dilakukan melalui percepatan investasi dan ekspor. Pertumbuhan akan dicapai melalui pembenahan sektor riil terutama peningkatan lapangan kerja dan revitalisasi pertanian perdesaan dalam upaya untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan pangan pokok melalui diversifikasi vertikal antara lain: (i) Pengembangan penyediaan bahan baku pangan alternatif; (ii) Pengembangan pasca panen dan pengolahan pangan; dan (iii) Sosialisasi produk pangan pokok alternatif dalam upaya penyadaran dan penyebarluasan produk olahan non-beras. Strategi untuk meningkatkan kinerja sistem inovasi dalam upaya pencapaian ketahanan pangan adalah: [1] Sinkronisasi antara teknologi yang dikembangkan dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani dan industri pangan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan konsumen domestik; [2] Insentif bagi petani dan rangsangan untuk tumbuh-kembang industri pengolahan pangan yang berbasis teknologi nasional dan sesuai dengan permintaan pasar domestik maupun internasional; [3] Revitalisasi lembaga intermediasi untuk percepatan proses adopsi teknologi oleh petani dan industri pangan dalam negeri; dan [4] Dukungan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum untuk memfasilitasi, menstimulasi, dan mengakselerasi interaksi antar-aktor sistem inovasi teknologi pengolahan hasil pertanian dan kelembagaan pendukung lainnya 4