Bola Panas Putusan Pengujian Undang-Undang Pengesahan Piagam ASEAN oleh: Ade Irawan Taufik *

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Fitra Rizki Yudhaputra. S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya,

I.PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas

RechtsVinding Online

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

2017, No sehingga perlu diganti dengan Peraturan Menteri yang baru; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huru

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold


MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bagaimana Undang-Undang Dibuat

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULA DA SARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

Hukum Acara Pembubaran Partai Politik. Ngr Suwarnatha

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

PENGHARMONISASIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

PUTUSAN Nomor 19/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

PROGRAM JIMLY SCHOOL OF LAW AND GOVERNMENT SEPTEMBER - NOVEMBER 2014

TEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI

BAB III PENUTUP. pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG. Oleh: Ignatius Moeljono *

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

HARMONISASI PERATURAN DAERAH DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA. (Analisis Urgensi, Aspek Pengaturan, dan Permasalahan) 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

Transkripsi:

Bola Panas Putusan Pengujian Undang-Undang Pengesahan Piagam ASEAN oleh: Ade Irawan Taufik * Penantian panjang hampir dua tahun, terjawab sudah pada hari Selasa, tanggal 26 Februari 2013 kemarin. Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membacakan putusan perkara permohonan pengujian UU No. 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Association of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) atau lebih dikenal dengan Piagam ASEAN atau ASEAN Charter. Dalam putusan tersebut, MK berwenang untuk menguji UU Pengesahan Piagam ASEAN, namun dalam pokok perkaranya, MK berpendapat dalildalil pemohon yang menyatakan Piagam ASEAN bertentangan dengan UUD 1945 tidak beralasan menurut hukum. Putusan MK tersebut telah lama dinanti oleh bangsa ini dan bahkan dunia internasional, karena dalam perkara ini, MK kembali diuji apakah mampu membuat suatu terobosan hukum yang menjadi politik hukum Indonesia terkait perjanjian internasional. Putusan ini juga telah lama dinanti, karena terjadi perbedaan pendapat dikalangan akademisi dan praktisi, mengenai berwenang tidaknya UU Pengesahan Piagam ASEAN diuji oleh MK, dan akhirnya perbedaan pendapat (dissenting opinion) ini juga terjadi di dalam putusan MK, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Hamdan Zoelva memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion), yang berpendapat bahwa UU Pengesahan Piagam ASEAN bukan merupakan objek pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 yang menjadi wewenang MK. Bola Panas Putusan MK Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut di atas, putusan MK telah menciptakan politik (arah) hukum baru di Indonesia terkait perjanjian internasional. Hal ini tentunya dapat pula tercipta dampak turunannya berupa multipotensi bola panas. Setidaknya ada tiga potensi bola panas yang harus ditangkap oleh lembaga ekesekutif, legislatif dan yudikatif. Bola panas pertama yaitu, dengan berwenangnya MK untuk menguji UU Pengesahan Piagam ASEAN, berarti MK

telah membuka peluang pula terhadap diterimanya perkara permohonan pengujian undang-undang lainnya yang meratifikasi atau mengesahkan perjanjian internasional. Saat ini terdapat lebih dari 50 undang-undang yang mengesahkan perjanjian internasional dan sampai dengan saat ini pula kita masih bernafas lega, MK memutuskan Pasal 1 angka (5) dan Pasal 2 ayat (2) huruf n Piagam ASEAN tidak bertentangan dengan UUD 1945, namun tidak tertutup kemungkinan pula, apabila nanti ada permohonan pengujian undang-undang pengesahan perjanjian internasional lainnya dan MK dalam putusannya menyatakan perjanjian internasional tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Terhadap potensi bola panas ini, pemerintah dan DPR harus lebih dini mempersiapkan dan membangun justifikasi tindakan pengesahan perjanjian internasional yang telah dilakukan. Bola panas kedua yaitu, berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, pengesahan suatu perjanjian internasional bukan hanya ranah dari undang-undang, namun juga merupakan ranah dari Keputusan Presiden (Keppres) atau Peraturan Presiden (di dalam UU No. 24 Tahun 2000 disebutkan dengan keppres, namun sejak berlakunya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, keppres bukan lagi merupakan lagi produk peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur). Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA dan juga UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, MA diberikan kewenangan untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah undangundang yang diduga bertentangan dengan undang-undang. Dengan kedudukan hierarki Keppres dan Perpres yang berada di bawah undang-undang, maka perjanjian-perjanjian internasional yang disahkan dengan Keppres atau Perpres dapat diuji di MA. Bola panas ketiga, yaitu adanya sikap MK yang terkesan dilematis dan ragu-ragu dalam memutus perkara tersebut, yaitu di satu sisi MK berpendapat berwenang untuk menguji Piagam ASEAN karena merupakan lampiran dan bagian tidak terpisahkan dengan UU No. 38 Tahun 2008, namun di lain sisi, MK dalam pertimbangannya berpendapat bahwa pilihan bentuk hukum ratifikasi perjanjian internasional dalam bentuk formil

undang-undang, khususnya Piagam ASEAN yang disahkan dengan UU No. 38 Tahun 2008 perlu ditinjau kembali. Sikap dilematis MK tersebut didasarkan pada Pasal 11 UUD 1945 yang tidak menyebutkan bahwa bentuk hukum perjanjian internasional adalah undangundang, tetapi menyebutkan bahwa Presiden dengan persetujuan DPR membuat perjanjian internasional, sehingga apabila dikaitkan dengan pembuatan undang-undang, memang undang-undang adalah bentuk hukum yang dibuat oleh Presiden bersama DPR, namun hal demikian tidak berarti bahwa setiap produk hukum yang dibuat Presiden bersama DPR berbentuk Undang-Undang. Dualisme Pengesahan Perjanjian Internasional Pengesahan perjanjian internasional yang dapat dilakukan dengan undangundang dan juga dengan keppres atau perpres membawa masing-masing konsekuensi hukum. UU No. 24 Tahun 2000 mensyaratkan pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan dengan: a) masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; b) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia; c) kedaulatan atau hak berdaulat negara; d) hak asasi manusia dan lingkungan hidup; e) pembentukan kaidah hukum baru; dan f) pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Perjanjian internasional yang materi muatannya di luar hal-hal tersebut, maka pengesahannya dilakukan melalui keppres atau perpres. Konsekuensi dari disahkannya perjanjian internasional dengan keppres atau perpres tersebut adalah adanya kewajiban pemerintah untuk melaporkan setiap keppres atau perpres yang mengesahkan perjanjian internasional kepada DPR untuk dievaluasi (Pasal 11 ayat (2) UU No. 24 tahun 2000), namun di dalam Penjelasan pasal tersebut timbul norma baru (yang bukan hanya sekedar penjelasan suatu pasal), yaitu DPR dapat meminta pemerintah untuk membatalkan suatu perjanjian internasional apabila dipandang merugikan kepentingan nasional. Penjelasan pasal tersebut berarti, DPR memiliki wewenang untuk mengevaluasi atau dengan kata lain dapat menguji materi dari perjanjian internasional yang telah disahkan oleh pemerintah, sehingga apabila perjanjian internasional tersebut dipandang dapat merugikan kepentingan

nasional, DPR dapat meminta pembatalan perjanjian tersebut. Evaluasi atau kontrol yang dilakukan DPR ini menjadi penting untuk dilakukan apabila dilakukan sebelum pengesahan perjanjian internasional, namun perlu dipikirkan kembali dampak pembatalan perjanjian internasional. Permasalahan mendasar lainnya yang perlu dikaji adalah, bagaimana dengan perjanjian internasional dengan materi muatan yang memenuhi kualifikasi harus mendapatkan persetujuan DPR, namun perjanjian internasional tersebut tidak mensyaratkan suatu pengesahan untuk syarat berlakunya dan langsung mengikat para pihak. Harmonisasi Perjanjian Internasional dan Peraturan Nasional Guna mengantisipasi politik hukum perjanjian internasional yang tercipta dari putusan MK tersebut dan adanya multipotensi bola panas, maka perlu upaya yang bisa dioptimalkan sebelum pemerintah Indonesia dan DPR mengesahkan perjanjian internasional, yaitu proses harmonisasi materi muatan perjanjian internasional dengan UUD 1945 dan juga undang-undang. Harmonisasi merupakan upaya menyelaraskan, menyesuaikan, memantapkan dan membulatkan konsepsi apakah suatu perjanjian internasional tersebut bertentangan atau tidak dengan UUD 1945 atau undang-undang. Proses harmonisasi ini setidaknya dapat dijalankan dalam proses penyusunan Naskah Akademis dan dalam proses penyusunan undang-undang dan perpres. Sejak diberlakukannya UU No. 12 Tahun 2011, Naskah Akademik merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dalam setiap penyusunan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Naskah akademik merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Naskah akademik dalam penyusunan RUU Pengesahan Perjanjian Internasional bukan hanya memuat alasan atau latar belakang kenapa Indonesia perlu mengadakan perjanjian internasional,

namun Naskah Akademik yang benar dan baik adalah naskah akademik yang memuat: latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai; kajian teoretis dan praktik empiris; pengkajian dan penyelarasan atau pengharmonisasian dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan terkait; serta landasan filosofis, sosilogis dan yuridis. Terdapatnya naskah akademik yang baik dan benar setidaknya ada kesiapan dari pemerintah dan DPR ketika berhadapan dengan perkara permohonan pengujian undang-undang yang mengesahkan perjanjian internasional. Sayangnya kewajiban persyaratan adanya Naskah Akademik tidak terdapat dalam pengajuan rancangan peraturan presiden, namun UU No. 12 Tahun 2011 telah mewajibkan adanya pengharmonisasian dalam proses penyusunan perpres. Lemparan bola panas dari MK tidak akan terasa panas, apabila pemerintah dan DPR dalam mengesahkan perjanjian internasional didorong pada kebutuhan bangsa ini akan perjanjian internasional ini tanpa harus mengabaikan UUD 1945. * Penulis adalah Peneliti Hukum di Badan Pembinaan Hukum Nasional