IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PUPUK KANDANG, ZEOLIT DAN SKIM LATEKS TERHADAP BERBAGAI SIFAT FISIK TANAH LATOSOL DARMAGA PRIMIANA IKA KUSUMA PUTRI A

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Latosol Darmaga 2.2. Peranan Pupuk Kandang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Agregat, Permeabilitas, dan Bobot Isi. Polimer hidroksi alumunium (PHA) yang bermuatan positif berperan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena

METODOLOGI PENELITIAN

DASAR-DASAR ILMU TANAH

Gambar 2. Regresi antara bahan organik eceng gondok (Eichornia crassipes) pada berbagai perlakuan (X) dengan kadar air pada pf 1 (Y)

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR-DASAR ILMU TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

PENINGKATAN KEMAMPUAN TANAH MEMEGANG AIR SEBAGAI RESPON PERLAKUAN BAHAN ORGANIK ENCENG GONDOK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun

BAB I PENDAHULUAN. Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat,

ANALISIS INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN, DRAMAGA NUR AUFAH KURNIA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Agustus

Table 5. Infiltrasi Air ke Dalam Tanah Setelah 1 Jam

BAB III METODE PENELITIAN. Kapasitas Tukar Kation (cmol/kg) ph H 2 O 5.2 ph KCl 4.6 Kadar Pasir (%) 31 Kadar Debu (%) 58 Kadar Liat (%) 11

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

I. PENDAHULUAN. Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

15. PENETAPAN RETENSI AIR TANAH DI LABORATORIUM

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH DAN HASIL JAGUNG MANIS ( Zea Mays Saccharata Sturt ) PADA ENTISOL

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN:

19. PENETAPAN PERKOLASI DI LABORATORIUM

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase cepat < 20%, pori drainase lambat < 20%, pori drainase total > 20%, kelas permeabilitas sangat cepat (Tabel 3 dan Tabel Lampiran 1), stabilitas agregat termasuk tidak stabil (Tabel 3 dan Tabel Lampiran 1). Tabel 3. Nilai awal sifat fisik tanah Latosol Darmaga Sifat-sifat tanah Nilai Kelas Bobot Isi (g cm -3 ) 0,86 - Permeabilitas (cm jam -1 ) 29,74 sangat cepat Stabilitas Agregat 39,58 tidak stabil Diameter Massa Rataan (DMR) 4,76 mm (gram) 11,08 - Diameter Massa Rataan (DMR) 2,83 mm (gram) 82,06 - Diameter Massa Rataan (DMR) 2,00 mm (gram) 41,60 - Pori Drainase Cepat (% volume) 12,61 - Pori Drainase Lambat (% volume) 4,98 - Pori Air Tersedia (% volume) 1,82 - Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa nilai stabilitas agregat tanah Latosol Darmaga termasuk mudah tererosi. Hal ini berkaitan dengan erodobilitas atanah, yaitu kemampuan tanah untuk tererosi. Semakin stabil stabilitas agregat tanah maka erodibilitas tanah semakin kecil, maka semakin sulit tanah bisa tererosi, begitu pula jika semakin tidak stabil tanah akan semakin besar nilai erodibilitas tanah, dan tanah akan semakin mudah tererosi (Arsyad, 2000). Jika dibandingkan dengan data yang diperoleh oleh Soedarmo (1995) yaitu bobot isinya rata-rata sekitar 0,95 g cm -3, nilai ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian penulis, pori air tersedia (9,66-14,03 %), jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian, permeabilitas agak lambat sampai sedang (1,25-

3,59 cm jam -1 ), pori drainase cepat berkisar antara 10,71-16,32 %, dan pori drainase lambat berkisar antara 2,60-3,90 %. 4.2. Perbandingan Antara Sifat-sifat Fisik Sebelum dan Setelah Perlakuan 4.2.1. Bobot Isi Bobot isi setelah pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya menunjukkan peningkatan dibandingkan sebelum pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya (Tabel 4). Namun peningkatan bobot isi tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 8). Tabel 4. Nilai bobot isi sebelum dan sesudah perlakuan Perlakuan Sebelum Sesudah A (Kontrol) 0,97 B (pupuk kandang) 0,97 C (zeolit) 0,93 D (pupuk kandang+zeolit) 0,86 1,00 E (pupuk kandang+skim lateks) 0,94 F (zeolit+skim lateks) 0,97 G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks) 0,99 Pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya belum secara nyata dapat menstimulasi pembentukan agregat pada lahan percobaan. Hal ini karena adanya pengolahan tanah sebelum penanaman dan diikuti oleh pemadatan akibat tumbukan butir hujan terhadap tanah yang menyebabkan tanah terdispersi yang bisa menutup pori-pori tanah dan tanah pun menjadi lebih padat, sehingga mengakibatkan bobot isi setelah perlakuan lebih besar dibandingkan sebelum perlakuan. Berdasarkan data pada Tabel 4 tersebut terlihat bahwa pengolahan tanah tidak selalu diperlukan pada awal tanam. Tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa pengolahan tanahpada tanah-tanah yang telah memiliki sifat-sifat fisik baik tidak diperlukan, dalam hal ini pengolahan tanah cukup dilakukan secara minimum (minimum tillage), dimana hanya dilakukan pada barisan tanaman. 4.2.2. Indeks Stabilitas Agregat Tanah Nilai stabilitas agregat sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, 3, dan Tabel

Lampiran 8. Jika dilihat dari Tabel 5, stabilitas agregat tanah Latosol Darmaga sebelum diberi perlakuan termasuk ke dalam kelas tidak stabil, tetapi setelah diberi perlakuan termasuk ke dalam kelas tidak stabil sampai agak stabil. Pemberian pupuk kandang (B), zeolit (C), pupuk kandang+skim lateks (E), dan zeolit+skim lateks (F) serta kontrol menunjukkan kecenderungan menurunkan stabilitas agregat dibanding kondisi awal. Penurunan stabilitas agregat tertinggi terjadi pada tanah yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan dan pengadukan tanah telah menghancurkan agregat dan belum terbentuk agregat yang lebih kuat dibanding kondisi awal. Tabel 5. Nilai stabilitas agregat sebelum dan sesudah perlakuan Perlakuan Sebelum Sesudah A (Kontrol) 35,42 B (pupuk kandang) 37,50 C (zeolit) 37,50 D (pupuk kandang+zeolit) 39,58 45,83 E (pupuk kandang+skim lateks) 27,08 F (zeolit+skim lateks) 37,50 G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks) 58,33 Perlakuan D (pupuk kandang+zeolit) dan G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks) cenderung meningkatkan indeks stabilitas agregat (Tabel 5). Peningkatan nilai stabilitas agregat disebabkan adanya sifat pupuk kandang yang dapat membantu agregasi tanah, dan mengurangi kepekaan tanah terhadap pengikisan tanah oleh air, dan dapat berfungsi sebagai pengikat butir-butir tanah. Produk dekomposisi bahan organik merupakan agen penting untuk mengikat bersama partikel-partikel tanah dalam suatu agregat tanah (Atmojo, 2003). Sifat fisik zeolit yang berongga menyebabkan penambahan zeolit pada tanah yang bertekstur liat dapat memperbaiki struktur tanah (Suwardi dan Astiana, 1999). Sifat lateks yang lengket dapat dipercaya bisa menjadi perekat agregat-agregat tanah sehingga stabilitas agregat tanah menjadi stabil. 4.2.3. Diameter Massa Rataan Pengayakan Kering Nilai diameter massa rataan pengayakan kering sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2, 4, dan Tabel Lampiran 8. Dilihat dari nilai-nilai yang

diperoleh, jumlah tanah (gram) yang diperoleh diameter massa rataan 4,76 mm mengalami kenaikan, sedangkan pada diameter massa rataan 2,83 mm mengalami penurunan. Ini berarti cenderung terjadi pembentukan agregat tanah ke ukuran yang lebih besar. Tabel 6. Nilai bobot diameter pengayakan sebelum dan sesudah perlakuan Sebelum Sesudah Perlakuan 4,76 2,83 2,00 mm mm mm 4,76 mm 2,83 mm 2,00 mm A(Kontrol) 229,06 32,18 34,46 B(pupuk kandang) 232,33 23,65 34,70 C(zeolit) 218,42 28,07 36,33 D(pupuk kandang+zeolit) 227,09 26,69 35,95 E(pupukkandang+skim 111,08 82,06 41,60 lateks) 226,24 28,36 39,27 F(zeolit+skim lateks) 239,93 25,39 33,97 G(pupuk kandang+zeolit+skim latek) 224,03 28,73 36,79 Pembentukan agregat tanah ke ukuran yang lebih besar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pengaruh bahan organik. Bahan organik merupakan bahan pengikat, yang memungkinkan zarah lepas diikat menjadi agregat yang besar sehingga diperoleh kesarangan yang diperlukan tanah. Akar tumbuhan melalui jalinan perakaran dan bagian-bagian akar yang membusuk dapat membantu granulasi (Atmojo, 2003). 4.2.4. Pori Drainase Cepat Nilai pori drainase cepat sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, 3, dan Tabel Lampiran 8. Nilai pori drainase cepat sebelum perlakuan 12,61 %, dan nilai sesudah perlakuan berkisar antara 9,68 sampai 15,94 % (Tabel 7). Perlakuan pemberian zeolit (C), pupuk kandang+zeolit (D), pupuk kandang+skim lateks (E), dan pupuk kandang+zeolit+skim lateks (G) cenderung menurunkan nilai pori drainase cepat (Tabel 7). Penurunan nilai pori drainase cepat tersebut dikarenakan belum terbentuknya agregat yang menciptakan pori drainase cepat, sedangkan perlakuan pemberian pupuk kandang (B) dan pemberian zeolit+skim lateks (F) cenderung menaikkan nilai pori drainase cepat (Tabel 7). Kenaikan nilai pori drainase cepat pada pemberian pupuk kandang (B)

dan zeolit+skim lateks (F) diduga telah dapat menciptakan agregat tanah yang dapat menciptakan pori drainse cepat. Dari Tabel 6 terlihat bahwa agregat yang besar (DMR 4,76 mm) telah dapat tercipta pada perlakuan pemberian pupuk kandang (B) dan zeolit+skim lateks (F) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Tabel 7. Nilai pori drainase cepat sebelum dan sesudah perlakuan Perlakuan Sebelum Sesudah A (Kontrol) 9,74 B (pupuk kandang) 15,94 C (zeolit) 12,58 D (pupuk kandang+zeolit) 12,61 9,68 E (pupuk kandang+skim lateks) 11,79 F (zeolit+skim lateks) 13,44 G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks) 12,59 4.2.5. Pori Drainase Lambat Nilai pori drainase lambat sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, 3, dan Tabel Lampiran 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai pori drainase lambat sebelum perlakuan 4,98 %, dan sesudah perlakuan berkisar antara 5,33 sampai 8,28 %. Tabel 8. Nilai pori drainase lambat sebelum dan sesudah perlakuan Perlakuan Sebelum Sesudah A (Kontrol) 8,28 B (pupuk kandang) 5,97 C (zeolit) 5,71 D (pupuk kandang+zeolit) 4,98 5,93 E (pupuk kandang+skim lateks) 5,49 F (zeolit+skim lateks) 5,33 G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks) 5,54 Pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya yang diberikan cenderung menaikkan jumlah nilai pori drainase lambat (Tabel 8). Peningkatan nilai pori drainase lambat dapat terjadi akibat terbentuknya agregatagregat tanah yang dapat menciptakan pori drainase lambat. Dari Tabel 6 terlihat bahwa agregat yang besar (DMR 4,76 mm) telah dapat tercipta pada perlakuan pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya.

Bertambahnya pori drainase lambat (Tabel 8) dan berkurangnya pori drainase cepat (Tabel 7) menunjukkan bahwa pengolahan tanah telah dapat menghancurkan agregat sehingga proporsi pori makro berkurang dan pori mikro bertambah. 4.2.6. Pori Air Tersedia Air tersedia merupakan selisih antara kandungan air tanah kapasitas lapang (setara dengan kandungan air tanah pada hisapan matriks pf 2,54) dengan kandungan air tanah pada kondisi titik layu permanen (setara dengan kandungan air tanah pada hisapan matriks pf 4,20), dan dinyatakan dalam persen isi. Nilai air tersedia dapat digunakan untuk penetapan kebutuhan air irigasi. Kelembaban tanah berhubungan dengan luas permukaan partikel tanah dan volume ruang pori, sehingga kelembaban tanah berhubungan dengan tekstur dan struktur tanah. Secara umum tekstur, struktur dan kadar bahan organik tanah mempengaruhi jumlah air tersedia Makin banyak pori air tersedia maka akan semakin banyak air yang tersedia bagi tanaman. Tanah yang bagus jika pori kapiler sama dengan pori non- kapiler, karena tanah tersebut akan mempunyai aerasi, permeabilitas dan air tersedia yang optimal untuk pertumbuhan tanaman. Tabel 9. Nilai pori air tersedia sebelum dan sesudah perlakuan Perlakuan Sebelum Sesudah A (Kontrol) 12,91 B (pupuk kandang) 15,34 C (zeolit) 15,12 D (pupuk kandang+zeolit) 1,82 14,14 E (pupuk kandang+skim lateks) 11,77 F (zeolit+skim lateks) 11,62 G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks) 15,16 Nilai pori air tersedia sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, 3, dan Tabel Lampiran 8. Tabel 9 menunjukkan jumlah pori air tersedia naik setelah diberi perlakuan. Kenaikan pori air tersedia menunjukkan bahwa adanya pengaruh perlakuan dalam proses agregasi tanah yang dimulai dengan pembentukan agregat-agregat kecil dengan ruang pori air tersedia di dalam dan di antara agregat

yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Curtis dan Claassen (2005) yaitu pemberian bahan organik dapat meningkatkan kadar air tersedia bagi tanaman. Seperti halnya pori drainase lambat (Tabel 8), pori air tersedia mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam pembentukan agregat tanah oleh pembenah tanah, agregat mikro terbentuk terlebih dahulu sehingga menciptakan pori-pori di dalam dan di antara agregat tanah. Oleh karena itu, dibandingkan dengan kondisi awal, pembentukan pori air tersedia lebih besar daripada pori drainase lambat dan pori drainase lambat lebih besar daripada pori drainase cepat. 4.2.7. Permeabilitas Permeabilitas tanah antara sebelum dan setelah pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya tidak berbeda nyata secara statistik (Tabel 10 dan Tabel Lampiran 8). Tidak berbedanya sebelum dan sesudah perlakuan tersebut disebabkan oleh variabilitas faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah seperti distribusi pori dan kepadatan tanah. Seperti telah disebutkan di depan bahwa bobot isi tanah dan distribusi pori juga tidak menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian soil conditioner. Tabel 10. Nilai permeabilitas sebelum dan sesudah perlakuan Perlakuan Sebelum Sesudah A (Kontrol) 10,66 B (pupuk kandang) 15,64 C (zeolit) 57,79 D (pupuk kandang+zeolit) 29,74 5,10 E (pupuk kandang+skim lateks) 37,01 F (zeolit+skim lateks) 37,83 G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks) 59,04 Namun dari Tabel 10 terlihat bahwa pemberian zeolit (C), pupuk kandang+skim lateks (E), zeolit+skim lateks (F) dan pupuk kandang+zeolit+skim lateks (G) menunjukkan kecenderungan peningkatan permeabilitas tanah dibanding kondisi awal. Seperti telah disebutkan oleh Suwardi dan Astiana (1999) bahwa sifat zeolit yang porous dan skim lateks yang dapat mengikat partikelpartikel tanah menjadi agregat stabil (Fahrunsyah, 2000) sehingga dapat menciptakan rongga-rongga di antara partikel-partikel tanah. Oleh karena itu,

pemberian zeolit (C), pupuk kandang+skim lateks (E), zeolit+skim lateks (F) dan pupuk kandang+zeolit+skim lateks (G) dapat mempercepat pergerakan air. Pemadatan tanah dan pemutusan pori berkesinambungan dapat menurunkan permeabilitas tanah, seperti terlihat pada perlakuan kontrol (Tabel 10). 4.3. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang, Zeolit, Skim Lateks dan Kombinasinya Terhadap Sifat Fisik Tanah. Pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya terhadap bobot isi (BI), indeks stabilitas agregat (ISA), diameter massa rataan (DMR), pori drainase cepat (PDC), pori drainase lambat (PDL), pori air tersedia (PAT), dan permeabilitas disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis statistiknya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 7. Hasil analisis statistik (Tabel Lampiran 7) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot isi, permeabilitas, diameter massa rataan, pori drainase lambat, dan pori air tersedia, tetapi berpengaruh nyata terhadap stabilitas agregat dan pori drainase cepat. Tabel 11. Pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya terhadap sifat fisik tanah. Perlakuan BI SA DMR 4,76 2,83 2,00 PDC PDL PAT Permeabilitas A (Kontrol) 0,97 35,42 229,06 32,18 34,46 9,74 8,28 12,91 10,66 B (pupuk kandang) 0,97 37,50 232,33 23,65 34,70 15,94 5,97 15,34 15,64 C (zeolit) 0,93 37,50 218,42 28,07 36,33 12,58 5,71 15,12 57,79 D(pupuk kandang+zeolit) E(pupuk kandang+skim lateks) F(zeolit+skim lateks) G(pupukkandang +zeolit+skimm lateks) 1,00 45,83 227,09 26,69 35,95 9,68 5,93 14,14 5,10 0,94 27,08 226,24 28,36 39,27 11,79 5,49 11,77 37,01 0,97 37,50 239,93 25,39 33,97 13,44 5,33 11,62 37,83 0,99 58,33 224,03 28,73 36,79 12,59 5,54 15,16 59,04 Tabel 11 menunjukkan bobot isi tanah yang memperolah perlakuan pupuk kandang+zeolit (D) menghasilkan nilai bobot isi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan perlakuan yang lain. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Hartatik dan Setyorini (2008), yang menyatakan bahwa penambahan pupuk kandang dapat menurunkan bobot isi. Adanya kenaikan nilai bobot isi tersebut dikarenakan adanya pengolahan tanah waktu awal tanam dan adanya curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah terdispersi yang bisa menutup pori-pori tanah sehingga mengakibatkan pemadatan tanah, serta perlakuan yang diberikan belum mampu menciptakan agregat yang sarang sehingga menurunkan bobot isi secara nyata. (Arsyad, 2000). Dari hasil analisis statistik (Tabel lampiran 7) ternyata bahwa pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya nyata terhadap indeks stabilitas agregat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap indek stabilitas agregat. Hasil uji dengan metode Duncan indeks stabilitas agregat disajikan pada Tabel 12. Petak yang mendapat perlakuan G berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan yang lain. Perlakuan G mempunyai indeks stabilitas agregat paling stabil yaitu 58,33 dibandingkan petak yang mendapatkan perlakuan lain (Tabel 12). Nilai tersebut termasuk dalam klasifikasi agak stabil. Tabel 12. Uji Duncan indeks stabilitas agregat pada tanah Latosol Perlakuan Rataan Darmaga. Kontrol (A) 35,42a Pupuk kandang (B) 37,50a Zeolit (C) 37,50a Pupuk kandang + Zeolit (D) 45,83a Pupuk kandang + Skim lateks (E) 27,08a Zeolit + Skim Lateks (F) 37,50a Pupuk kandang + Zeolit + Skim lateks (G) 58,83b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama pada setiap parameter tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%. Perlakuan G yaitu pemberian pupuk kandang, mineral zeolit, dan skim lateks secara bersamaan dapat meningkatkan kestabilan agregat tanah dikarenakan sifat pupuk kandang yang dapat membantu agregasi tanah, dan mengurangi kepekaan tanah terhadap pengikisan tanah oleh air, dan dapat berfungsi sebagai pengikat tanah. Produk dekomposisi bahan organik merupakan agen penting untuk mengikat bersama partikel-partikel tanah dalam suatu agregat tanah (Atmojo,

2003). Sifat fisik zeolit yang berongga menyebabkan penambahan zeolit pada tanah yang bertekstur liat dapat memperbaiki struktur tanah (Suwardi dan Astiana, 1999). Sifat lateks yang lengket dapat dipercaya bisa menjadi perekat agregatagregat tanah sehingga stabilitas agregat tanah menjadi stabil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brata (1990) dalam Sudarmo (1995) dan Fahrunsyah (2000). Brata (1990) dalam Sudarmo (1995) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara stabilitas agregat dengan kandungan C organik, polisakarida, dan senyawa humik di dalam tanah. Adapun Fahrunsyah (2000) menyatakan bahwa penambahan skim lateks dapat memperbaiki sifat fisik tanah yaitu dapat meningkatkan indeks stabilitas agregat. Tabel 11 menunjukkan berat tanah pada diameter massa rataan 4,76 mm mempunyai jumlah yang paling besar, ini berarti pembentukan agregat tanah yang terjadi semakin mantap. Tabel 13. Uji Duncan pori drainase cepat pada tanah Latosol Darmaga. Perlakuan Rataan Kontrol (A) 9,74a Pupuk kandang (B) 15,94b Zeolit (C) 12,58ab Pupuk kandang + Zeolit (D) 9,68a Pupuk kandang + Skim lateks (E) 11,79ab Zeolit + Skim Lateks (F) 13,44ab Pupuk kandang + Zeolit + Skim lateks (G) 12,59ab Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama pada setiap parameter tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%. Dari hasil analisis statistik (Tabel lampiran 7) menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya nyata terhadap pori drainase cepat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah berpengaruh tidak sama terhadap pori drainase cepat. Hasil uji Duncan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya terhadap pori drainase cepat berbeda nyata. Perlakuan B (pupuk kandang) nyata menaikkan pori drainase cepat dibandingkan dengan perlakuan A (kontrol) dan perlakuan D (pupuk kandang + zeolit). Dari hasil uji statistik yang berbeda nyata hanya perlakuan B terhadap perlakuan A dan D, sedangkan terhadap perlakuan yang lainnya nilainya tidak berbeda nyata.

Dari data Tabel 13 terlihat bahwa pemberian bahan pembenah tanah pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya memberikan pengaruh terhadap pori drainase cepat yang sangat bervariasi. Variabilitas data sifat fisik, dalam hal ini pori drainase cepat yang sangat tinggi akibat pemberian bahan pembenah tanah dapat disebabkan oleh penghancuran dan pengolahan tanah, serta pencampuran bahan pembenah terjadi kurang merata, sehingga proses agregasi dan pembentukan pori-pori diantaranya juga kurang homogen. Nilai pori air tersedia (PAT) pada tanah Latosol Darmaga disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis statistika pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa antar perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun demikian dengan melihat nilai rata-rata perlakuan pada Tabel 11 terlihat perlakuan B (pupuk kandang) menunjukkan jumlah pori air tersedia di dalam tanah paling besar. Peningkatan nilai pori air tersedia disebabkan sudah terbentuknya agregat-agregat tanah yang dapat menciptakan pori air tersedia. Dari Tabel 11 terlihat bahwa agregat yang besar (DMR 4,76 mm) telah dapat tercipta pada perlakuan pemberian pupuk kandang dibandingkan perlakuan yang lain. Pada penelitian ini pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata terhadap permeabilitas tanah (Tabel Lampiran 7). Hal ini dikarenakan adanya variabilitas faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah seperti distribusi pori dan kepadatan tanah. Seperti telah disebutkan di depan bahwa bobot isi tanah dan distribusi pori juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. 4.4. Produksi Jagung Setelah Perlakuan Hasil analisis statistik parameter bobot tongkol basah, bobot pipilan kering dan tinggi tanaman (9 MST) dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel Lampiran 9 menunjukkan bahwa pemberian soil conditioner terhadap tanah Latosol Darmaga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada bobot tongkol basah, bobot pipilan kering dan tinggi tanaman umur 9 MST. Meskipun pada pengukuran beberapa sifat fisik tanah berbeda nyata, tetapi ternyata tidak berpengaruh terhadap produksi jagung. Hasil yang di peroleh di lahan Kebun Percobaan Cikabayan adalah 5,8 ton ha -1, dimana hampir sama dengan produksi normal jagung di

provinsi Jawa Barat tahun 2008 yaitu 5,3 ton ha -1 (www.bps.go.id). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan sebagian sifat fisik pada tanah Latosol Darmaga belum bisa mempengaruhi pertumbuhan dan produksi jagung, karena pemberian soil conditioner lebih berpengaruh terhadap perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman lebih berespon terhadap pupuk dasar yang diberikan, bukan terhadap bahan pembenah tanah yang diberikan.