BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keputusan operasional taktis stratejik manajerial, alat prediksi kinerja

BAB I PENDAHULUAN. satu periode tersebut. Ada berbagai manfaat dalam menyajikan keuangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomis di masa depan dan lain-lain (Suhardito et al, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. (2001), Rahmawati, dkk., (2007) dan Nasution dan Setiawan (2007). Hasil penelitian

BAB 5 PENUTUP. Rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah CAR (Capital Adequacy

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan bank yang berupa penghimpunan dan penyaluran dana dapat

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkan antara dua belah pihak yaitu antara pihak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam

Analisis Kinerja Keuangan Bank Untuk Mengetahui tingkat Kesehatan Bank (Studi Kasus PT.BNI (Persero), Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode pendekatan syariah Islam yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor karena saham

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia menunjukan arah

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat

BAB I PENDAHULUAN. Bank memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai

BAB IV ANALISIS DATA

ANALISIS PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO, NON PERFORMING LOAN, RETURN ON ASSETS, NET

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. intermediary) antara pihak yang mempunyai dana (surplus unit) dengan pihak

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh pada seluruh aspek di dalamnya. Dapat dikatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA Institusi Perbankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis

BAB III METODE PENELITIAN. data tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peran perbankan dalam membangun ekonomi merupakan salah satu sektor

BAB 5 PENUTUP. dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Dalam penilaian permodalan yaitu dengan Capital Adequacy Ratio

BAB I PENDAHULUAN. yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. antara principal dan agents. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia semakin diramaikan dengan berdirinya bank-bank

2015 PENGARUH PEMBIAYAAN BAGI HASIL TERHADAP PROFITABILITAS

PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN FINANSIAL BANK DENGAN MENGGUNAKAN RASIO CAMEL PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. antara pihak-pihak yang memiliki dana dengan pihak-pihak yang memerlukan. manajemen bank perlu memperhatikan kinerja bank.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu untuk menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (kreditur) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peran Perbankan sebagai lembaga intermediasi cukup penting dalam

A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian 2. Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank 3. Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak lepas dari transaksi keuangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kehidupan sekarang ini sudah tidak asing lagi mendengar kata-kata

BAB 1 PENDAHULUAN. juga terdapat dalam Al-Qur an surat Al- Baqarah ayat 275, yang potongan

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi (financial intermediary) yaitu lembaga keuangan yang berfungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Yuliani, 2007) (Dendawijaya,2006:120).

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis

BAB III METODE PENELITIAN. ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan dampak yang luas terhadap sendi- sendi perekonomin dunia

BAB I PENDAHULUAN. memajukan perekonomian. Kemajuan perekonomian nasional dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perlu diketahui bahwa penilaian tingkat kesehatan bank pada industri

BAB I PENDAHULUAN. besar atau paling tidak sama dengan return (imbalan) yang dikehendaki

BAB I PENDAHULUAN. lapisan masyarakat. Secara umum, bank memiliki fungsi utama. lembaga intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kinerja perusahaan dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba

BAB I PENDAHULUAN. komprehensif untuk mengungkapkan (disclosure) semua fakta, baik transaksi

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel bank umum syariah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara bahkan dunia. dana tersebut ke masyarakat serta memberi jasa-jasa bank lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan akan ketersediaan pendanaan atau biaya. Sektor perbankan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, banyak bank konvensional yang bermasalah akibat negative spread,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha terus-menerus memperoleh laba, ini berarti kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan usahanya perusahaan dihadapkan pada kebutuhan dana, baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai posisi keuangan, laporan laba rugi untuk menilai perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perkembangan yang sangat pesat dari tahun-tahun sebelumnya. Hal

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dengan menggunakan pendekatan CAMELS pada data penelitian yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah perusahaan yang dikeluarkan secara periodik oleh perusahaan, akan

BAB I PENDAHULUAN. ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan pasar tempat bertemunya pihak yang membutuhkan dana

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Taswan (2006:4), bank adalah lembaga keuangan atau

BAB I PENDAHULUAN. jasa bank lainnya (Kasmir, 2015). Menurut Peraturan Bank Indonesia

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH. Oleh : Junaedi,SE,M.Si

Majalah Ilmiah UPI YPTK, Volume 18, No 2,Oktober 2011 ISSN :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan tempat dimana para investor melakukan transaksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA


BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peranan lembaga

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN PENILAIAN FAKTOR RISK PROFILE, GOOD CORPORATE GOVERNANCE, EARNINGS, DAN CAPITAL (RGEC) PADA PT.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam hal ini penulis akan melakukan analisa kinerja keuangan bank yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. utamanya menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan giro, tabungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Informasi akuntansi yang berhubungan dengan kinerja perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan

ANALISIS PERBANDINGAN KENERJA KEUANGAN BANK DKI KONVENSIONAL DAN BANK DKI SYARIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. berlandasan pada Al-Qur an dan Hadist Nabi SAW. Atau dapat disimpulkan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan dapat dipandang sebagai model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principel mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principel memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principel diatur dalam kontrak kerja yang telah disepakati bersama (Yushita, 2010). Masalah yang mendasari teori ini adalah konflik kepentingan antara principal dan agent dimana masing-masing pihak memiliki tujuan yang berbeda dalam mengendalikan perusahaan terutama menyangkut bagaimana memaksimalkan kepuasan dan kepentingan dari hasil yang dicapai melalui aktivitas usaha (Zulkarnaini, 2007 dalam Amanza, 2012). Teori Keagenan berasumsi bahwa masing-masing individu sematamata termotivasi oleh kepentingannya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi psikologisnya. Konflik kepentingan semakin meningkat 8

9 terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent bekerja sesuai dengan keinginan principal (Widyaningdyah, 2001). Dari perbedaan kepentingan itu maka timbullah konflik yang biasa disebut konflik agensi. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Akibat dari munculnya mekanisme pengawasan tersebut menyebabkan suatu kos yang disebut dengan agency cost (Ahmad, 2008). Potensi yang timbul dalam perspektif teori keagenan adalah adanya asimetri informasi. Asimetri informasi merupakan suatu kondisi dimana terdapat ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak penyedia informasi (manajemen) dengan pihak pengguna informasi (pemegang saham dan stakeholder). Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibanding pemegang saham dan stakeholder lainnya, termasuk regulator. Beberapa kajian teoritis dan analitis telah menunjukan fenomena manajemen laba terjadi ketika terdapat asimetri informasi, yaitu bahwa manajemen memiliki informasi privat mengenai kinerja dan prospek perusahaan lebih banyak dibanding pihak ekstern (Wijayanto, 2007). Asimetri informasi dan konflik kepentingan dapat memotivasi agent untuk melakukan perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behavior). Mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya pada 9

10 principal, terutama menyangkut kinerja agent (Setiawati, 2010). Memanipulasi data dalam laporan keuangan agar sesuai dengan harapan principal. Manipulasi data tersebut dapat berupa manajemen laba (earning management) yang dapat menyesatkan pemilik ataupun pemakai informasi lain mengenai kinerja ekonomi perusahaan. 2.2 Manajemen Laba (Earning Management) Manajemen laba merupakan setiap tindakan manajemen yang dapat mempengaruhi angka laba yang dilaporkan. Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri (Setiawati, 2002 dalam Guna, 2010). Manajemen laba dapat didefinisikan menjadi dua, yaitu definisi sempit dan luas. Definisi sempit mengartikan manajemen laba sebagai perilaku manajemen untuk bermain dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. Sedangkan definisi luas mengartikan manajemen laba sebagai tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut (Sugiri, 1998 dalam Widyaningdyah, 2001). Menurut Sulistyanto (2008), ada dua perspektif penting yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan mengapa manajer melakukan manajemen laba, yaitu perspektif informatif dan oportunis. Perspektif informatif merupakan pandangan yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan kebijakan manajerial untuk mengungkapkan harapan pribadi manajer tentang

11 arus kas perusahaan dimasa depan. Sedangkan perspektif oportunis adalah pandangan yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunis manajer untuk mengelabui investor dan memaksimalkan kesejahteraannya karena menguasai informasi lebih banyak dibandingkan pihak lain. Kedua perspektif ini mempunyai hubungan sebab-akibat yang mendorong terjadinya manajemen laba. Artinya, manajemen laba sebenarnya merupakan upaya oportunis seseorang untuk mempengaruhi informasi yang disajikannya dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain mengenai informasi yang sebenarnya. Pola Manajemen Laba Income increasing (Penaikkan laba) Tabel 2.1 Pola Manajemen Laba Tujuan Upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih tinggi daripada pendapatan sesungguhnya dan atau biaya periode berjalan menjadi lebih rendah dari biaya sesungguhnya. Income decreasing (Penurunan laba) Upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih rendah daripada laba sesungguhnya. Upaya ini dilakukan dengan mempermainkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih rendah daripada pendapatan sesungguhnya dan atau biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi dari biaya sesungguhnya.

12 Income smoothing (perataan laba) Upaya perusahaan yang mengatur agar labanya relatif sama selama beberapa periode. Upaya ini dolakukan dengan cara memainkan pendapatan dan biaya periode berjalan menjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada pendapatan atau biaya sesunggguuhnya. Sumber: Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris (Sulistyanto, 2008). Berdasarkan basis pengukuran yang digunakan, ada tiga kelompok model empiris manajemen laba (Sulistyanto, 2008), model tersebut adalah model berbasis akrual yang menggunakan discretionary accrual sebagai proksi manajemen laba, model yang berbasis spesific accruals yaitu model yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan tertentu dari industri tertentu pula, dan yang terakhir adalah model distribution of earnings. Dalam penelitian ini perhitungan manajemen laba merujuk pada penelitian Adiasih dan Indra (2011), yaitu dengan menggunakan modified jones model, model ini dipilih karena dianggap paling tepat dalam mendeteksi manajemen laba. 2.3 Perbankan Syariah Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya pada masyarakat dalam bentuk kredit dan dalam bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut undangundang nomor 27 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank syariah

13 adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Alasan berdirinya bank syariah adalah adanya unsur riba (bunga) di bank konvensional, padahal dalam Al-Qur an dan Sunnah sudah dengan jelas melarang adanya bunga dan juga banyaknya pendapat dari para ahli fiqih yang mengharamkan adanya bunga (Padmantyo, 2010). Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah, Bank syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Hingga akhir 2013, tercatat 11 BUS yang terdaftar di BI yang terdiri atas 4 BUSN devisa, 6 BUSN nondevisa dan 1 BUS campuran. Serta 160 BPRS yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Kesesuaian bank syariah dengan ketentuan dan aturan syariah menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh banyak nasabah dalam memilih bank syariah, disamping bank syariah dapat berkompetisi dengan bank konvensional dan bahkan dalam hal-hal tertentu bank syariah lebih unggul dari bank konvensional (Wahyudi, 2010). Prinsip Syariah disini diartikan sebagai prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

14 Perbankan syariah di Indonesia secara resmi diatur dalam undangundang No. 21 tahun 2008 yang merupakan perubahan dari undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Selain itu, Bank Indonesia juga mengatur operasi bank syariah dengan peraturan Bank Indonesia nomor 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah peraturan ini diperkuat dengan adanya Surat Edaran nomor 9/24/DPbS tertanggal 30 Oktober 2007, yang ditujukan kepada bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Setelah itu, ada PSAK No. 59 dan 101 yang mengatur mengenai Perbankan syariah. Dalam PSAK No. 59 diatur tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian, sedangkan PSAK nomor 101 mengatur tentang penyajian laporan keuangan (Setiawati, 2010). Berikut ini adalah perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional: Tabel 2.2 Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah Bank Konvensional Bank Syariah Investasi yang halal dan haram. Investasi yang halal. Memakai perangkat bunga. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli dan sewa. Profit oriented Profit dan falah oriented. Hubungan dengan nasabah adalah Hubungan dengan nasabah adalah hubungan debitur-kreditur. hubungan kemitraan. Tidak terdapat dewan sejenis. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah. Sumber: Buku Ajar Ekonomi Islam (Sholahudin, M, 2006)

15 Tabel 2.3 Perbedaan Laporan Keuangan Bank Syariah dan Bank Konvensional. Laporan Keuangan Bank Konvensional Laporan Keuangan Bank Syariah Neraca Neraca Laporan laba rugi Laporan laba rugi Laporan arus kas Laporan arus kas Laporan perubahan ekuitas Laporan perubahan ekuitas Catatan atas laporan keuangan Catatan atas laporan keuangan Laporan perubahan dana investasi terikat Laporan sumber dan penggunaan zakat, infaq dan shadaqah Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan (Qardul Hasan) Sumber: PSAK nomor 59 dan 101. 2.4 Rasio CAMEL Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dan Peraturan Bank Indonesia nomor 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, rasio CAMEL adalah rasio keuangan yang digunakan Bank Indonesia untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap resiko pasar. Pengukuran kesehatan bank adalah salah satu tugas Bank

16 Indonesia selaku bank sentral yang dilakukan untuk mempertahankan dan memelihara sistem yang sehat dan dapat dipercaya. Capital, Asset Quality, Management, Earning dan Liquidity adalah lima komponen dalam rasio model CAMEL. Capital digunakan untuk menilai tingkat kecukupan modal bank dalam mengamankan eksposur posisi dan mengantisipasi eksposur risiko yang akan muncul. Salah satu komponen yang dinilai dalam penilaian capital adalah komponen kecukupan pemenuhan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) yang dilakukan untuk mengukur kecukupan modal bank dalam menyerap kerugian dan pemenuhan ketentuan KPMM yang berlaku (SE BI. No. 6/23/DPbS). Komponen capital diukur dengan rasio CAR, yaitu rasio kinerja bank untuk kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR menunjukan sejauh mana penurunan aset bank masih dapat ditutup oleh ekuitas bank yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank (Firdaus, 2013). Berikut adalah kriteria penilaian CAR (SE BI. No. 9/24/DPbS): Tabel 2.4 Kriteria Penilaian CAR Hasil Rasio Kriteria CAR 12% Sangat sehat 9% CAR < 12% Sehat 8% CAR < 9% Cukup sehat 6% CAR < 8% Kurang sehat CAR < 6% Tidak sehat

17 Asset Quality digunakan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk risiko gagal bayar dari pembiayaan yang akan muncul. Penilaian Asset Quality salah satunya dilakukan melalui penilaian terhadap komponen aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif. Dalam penelitian Zahara dan Veronica (2009) Asset Quality diukur dengan menggunakan rasio RORA. RORA adalah salah satu rasio yang menunjukan profitabilitas bankyang merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan aktiva produktif. Management digunakan untuk menilai kemampuan manajerial pengurus bank dalam menjalankan usaha sesuai dengan prinsip manajemen umum, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan bank. Penilaian terhadap faktor management antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen diantaranya: manajemen umum, penerapan sistem manajemen risiko, dan kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen terhadap Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. Penelitian Arnawa (2006) dalam Zahara dan Veronica (2009) menggunakan rasio ROA sebagai salah satu proksi untuk menilai kinerja bank. ROA mengukur keberhasilan manjemen dalam menghasilkan laba. Semakin kecil rasio ini mengindikasikan kurangnya kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya (SE BI. No. 9/24/DPbS). Kriteria penilaian ROA adalah sebagai berikut:

18 Tabel 2.5 Kriteria Penilaian ROA Hasil Rasio Kriteria ROA 1,5% Sangat sehat 1,25% < ROA 1,5% Sehat 0,5% ROA 1,25% Cukup sehat 0% < ROA 0,5% Kurang sehat ROA 0% Tidak sehat Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/24/DPbS tanggal 30 Oktober 2007 Earning digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Penilaian earning salah satunya dilakukan melalui penilaian terhadap komponen perkembangan dan prospek laba operasional. Earning diukur dengan rasio NPM yang merupakan perbandingan antara laba operasi dengan pendapatan. Berikut adalah karakteristik penilaian NPM: Tabel 2.6 Kriteria Penilaian NPM Hasil Rasio Kriteria NPM 100% Sangat sehat 81% NPM < 100% Sehat 66% NPM < 81% Cukup sehat 51% NPM < 66% Kurang sehat NPM < 51% Tidak sehat Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Liquidity digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi atas risiko likuiditas yang akan muncul. LDR adalah salah satu komponen yang dinilai

19 dalam penilaian faktor liquidity (SE BI No. 9/24/DPbS). LDR merupakan perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan jumlah dana pihak ketiga, dimana dana pihak ketiga adalah dana yang diterima bank dari nasabah maupun dari pinjaman (Zahara dan Veronica, 2009). Berikut adalah karakteristik penilaian LDR: Tabel 2.6 Kriteria Penilaian LDR Hasil Rasio Kriteria 50%< LDR 75% Sangat sehat 75% < LDR 85% Sehat 85% < LDR 100% Cukup sehat 100% < LDR 120% Kurang sehat LDR > 120% Tidak sehat Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Rasio CAMEL juga digunakan para peneliti untuk mendeteksi adanya praktik manajemen laba. Zahara dan Veronica (2009), Wattimena (2012), Setiawati (2010), dan Kusuma Dewi (2013) adalah penelitian yang menggunakan rasio CAMEL untuk mendeteksi praktik manajemen laba. Rasio CAMEL diproksikan dengan CAR (Capital Adequacy Ratio), RORA (Return On Risked Assets), ROA (Return On Assets), NPM (Net Profit Margin), dan LDR (Loan to Deposit Ratio). Penggunaan rasio CAMEL dalam penelitian manajemen laba sejalan dengan pemikiran bahwa rasio ini telah terbukti dapat menilai kinerja di industri perbankan dan diyakini kinerja sangat mempengaruhi manajemen laba (Setiawati, 2010).

20 CAR, RORA, ROA, dan NPM adalah rasio-rasio yang menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dari aktifitas operasional. Sedangkan LDR menunjukkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana dari pihak ketiga yang telah dihimpunnya. Manajemen laba memiliki arah terbalik dengan nilai kelima rasio ini, dimana semakin rendah nilai rasio dengan nilai yang telah ditentukan maka semakin intensif bank melakukan manajemen laba. Sehingga diduga nilai rasio yang rendah akan memotivasi bank melakukan manajemen laba. Manajemn laba dalam hal ini dilakukan bank agar bank memenuhi standar kesehatan bank sebagai sinyal bahwa bank tersebut termasuk dalam kategori sehat. 2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu Pada tahun 2009, Zahara dan Veronica melakukan penelitian mengenai pengaruh rasio CAMEL terhadap praktik manajemen laba di Bank Syariah. Rasio CAMEL diproksikan dengan rasio CAR, RORA, ROA, NPM, dan LDR. Dalam penelitiannya, Zahara dan Veronica menemukan bukti empiris bahwa RORA dan ROA berpengaruh positif tidak signifikan, NPM berpengaruh positif signifikan, sedangkan CAR dan LDR berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap praktik menejemen laba. Pada tahun 2012, Wattimena melakukan penelitian mengenai kinerja bank dengan rasio CAMEL terhadap praktik manajemen laba. Populasi dalam penelitian ini adalah perbankan Danamon Cluster Ambon yang terdiri dari 2 Bank Danamon Konvensional dan 12 Unit Usaha Simpan Pinjam. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa secara parsial variabel CAR,

21 RORA, ROA, NPM, dan LDR memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap praktik manajemen laba. Hal ini bertentangan dengan penelitian Zahara dan Veronica (2009) dimana tidak ada variabel yang terbukti berpengaruh negatif signifikan. Dewi (2013) melakukan penelitian dengan judul pengaruh rasio CAMEL pada praktik manajemen laba di BPR Provinsi Bali. Dari penelitian tersebut Dewi menemukan bahwa hanya variabel RORA dan LDR yang memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap praktik manajemen laba, hal ini mendukung penelitian Wattimena (2012). Sedangkan CAR, ROA dan NPM berpengaruh negatif tidak signifikan. Setiawati (2010) dalam penelitiannya yang menguji pengaruh rasio CAMEL terhadap praktik manajemen laba di Bank Umum Syariah menemukan bahwa RORA berpengaruh positif tidak signifikan terhadap praktik manajemen laba.hal ini konsisten dengan penelitian Zahara dan Veronica (2009). Lamohamad (2013) melakukan penelitian dengan judul pengaruh rasio CAMEL (Capital, Asste Quality, Management, Earnings, Liquidity) terhadap praktik manajemen laba di Bank Umum Syariah dan menemukan bahwa CAR, ROA dan NPM berpengaruh positif terhadap manajemen laba, sedangkan RORA dan LDR memiliki pengaruh negatif, namun hanya variabel NPM yang berpengaruh signifikan. Pada tahun 2009, Widyastuti melakukan penelitian mengenai manajemen laba, dan menemukan bukti empiris bahwa ROA memiliki pengaruh positif signfikan terhadap manajemen laba. Hal ini tidak konsisten

22 dengan penelitian wattimena (2012) dan konsisten dengan penelitian Zahara dan Veronica (2009). 2.6 Kerangka Pemikiran Berdasarkan penelitian terdahulu dan rumusan masalah yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan hipotesis dengan model kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran CAR RORA ROA H 1 (-) H 2 (-) H 3 (-) Manajemen Laba (Akrual Diskresioner) NPM LDR H 4 (-) H 5 (-)

23 2.7 Hipotesis Penelitian 2.7.1 CAR (Capital Adequacy Ratio) terhadap Manajemen Laba CAR adalah rasio kinerja bank untuk kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR menunjukan sejauh mana penurunan aset bank masih dapat ditutup oleh ekuitas bank yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank. Berdasarkan ketentuan BI, bank dinyatakan termasuk bank sehat jika memiliki CAR minimum 8% (Firdaus, 2013). Bank melakukan manajemen laba dalam upaya memenuhi ketentuan rasio CAR yang telah ditetapkan BI. Manajemen laba dilakukan oleh bank semakin intensif dengan arah yang terbalik dengan tingkat CAR, dimana bank yang memiliki nilai CAR yang lebih rendah dari ketentuan minimum BI cenderung lebih intensif melakukan praktik manajemn laba dan sebaliknya (Endrian, 2004 dalam Zahara dan Veronica, 2009). Sehingga disimpulkan bahwa CAR memiliki pengaruh negatif terhadap manajemne laba. Dari uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H 1 : CAR berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba di Bank Umum Syariah. 2.7.2 RORA (Return On Risked Assets)terhadap Manajemen Laba Rasio RORA merupakan salah satu rasio yang menunjukan profitabilitas bank. Secara teori diketahui bahwa bank yang memiliki profitabilitas rendah lebih termotivasi untuk melakukan earning manajemen. Bank cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan cara

24 meningkatkan laba apabila diperoleh laba yang lebih rendah dari yang diinginkan (Robb, 1998 dalam Zahara dan Veronica, 2009). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa profitabilitas bank berpengaruh negatif terhadap praktik manajemn laba. Dewi (2013) melakukan penelitian mengenai manajemen laba di BPR Bali dan menemukan bukti empiris bahwa RORA berpengaruh negatif signifikan terhadap praktik manajemen laba. Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H 2 : RORA berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba di Bank Umum Syariah. 2.7.3 ROA (Return On Assets)terhadap Manajemen Laba ROA adalah rasio yang menunjukkan efektivitas penggunaan aset, semakin tinggi nilai ROA menunjukkan pengelolaan aset semakin produktif. Nilai ROA yang rendah diduga akan memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan laba. Wattimena (2012) menggunakan ROA dalam penelitiannya, dan menemukan bukti empiris bahwa secara signifikan ROA berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: H 3 : ROA berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba di Bank Umum Syariah.

25 2.7.4 NPM (Net Profit Margin)terhadap Manajemen Laba Lamohamad (2013) dalam penelitiannya mengenai manajemen laba membuktikan bahwa NPM berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, penelitian Wattimena (2012) juga menemukan bukti empiris bahwa NPM berpengaru negatif terhadap manajemn laba. NPM merupakan rasio yang menunjukan kemampuan bank menghasilkan laba dari aktivitas operasionalnya. Bank sehat akan mendapatkan nett income yang besar dan operating income-nya juga sebanding atau proposional dengan nett incomenya. Demikian juga untuk bank yang gagal (Aryati dan Manao, 2000 dalam Setiawati, 2010). Sehingga diduga rasio NPM yang rendah akan memotivasi bank untuk melakukan manajemen laba. Rasio ini berpengaruh negatif terhadap manajemen laba (Setiawati, 2010). Dari berbagai uraian di atas, dibuat hipotesis sebagai berikut: H 4 : NPM berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba di Bank Umum Syariah. 2.7.5 LDR (Net Profit Margin)terhadap Manajemen Laba LDR digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank, semakin tinggi nilai rasio ini menunjukkan semakin rendah kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. LDR merupakan ukuran likuiditas yang mengukur besarnya dana yang ditempatkan dalam bentuk kredit yang berasal dari dana yang dikumpulkan oleh bank. Semakin rendah nilai LDR yang juga menunjukkan rendahnya penghasilan bank maka akan semakin memotivasi manajemen untuk

26 melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan laba (Zahara dan Veronica, 2009). Dewi (2013) menemukan bahwa LDR berpengaruh negatif sinifikan terhadap manajemen laba. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wattimena (2013) yang menemukan bukti empiris bahwa LDR berpengaruh negatif signifikan. Dari uraian di atas, maka disusun hipotesis sebagai berikut: H 5 : LDR berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba di Bank Umum Syariah