PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. diperlukannya diversifikasi makanan dan minuman. Hal tersebut dilakukan untuk

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung,

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:

MATERI DAN METODE. Materi

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat populer, mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, dan mampu beradaptasi

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

PENGANTAR. Latar Belakang. kegiatan produksi antara lain manajemen pemeliharaan dan pakan. Pakan dalam

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan YENNI YUSRIANI

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB I PENDAHULUAN. Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang gemar

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

UMMF (Urea Molasses MultinullrienL Olock) Fakan Ternak Tambahan Eerqizi Tinqqi

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

MATERI. Lokasi dan Waktu

Transkripsi:

PENGANTAR Latar Belakang Populasi ternak khususnya ruminansia besar yaitu sapi potong, sapi perah dan kerbau pada tahun 2011 adalah 16,7 juta ekor, dari jumlah tersebut 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan populasi pada tahun 2010 yaitu 13,98 juta (BPS, 2011) namun populasi terbaru menunjukkan bahwa populasi sapi dan kerbau pada tahun 2013 hanya 14,2 juta ekor, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2011. Rata-rata konsumsi daging sapi segar nasional pada tahun 2011 per kapita per tahun masih sangat rendah yaitu 0,52 kg. Terdapat perbedaan konsumsi daging sapi di daerah perkotaan (0,78 kg) lebih tinggi dibanding di pedesaan yaitu 0,31 kg (Anonim, 2013). Namun konsumsi daging pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 2,53% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Data BPS (2014) menunjukkan konsumsi protein asal daging yang terdiri dari daging sapi dan unggas tahun 2013 adalah 2,38 2,47 g per kapita per hari setara dengan 4,38 kg daging per tahun dengan asumsi kandungan protein daging 20%. Konsumsi daging yang berasal dari unggas saja (ayam broiler dan buras/kampung) adalah 4.119 g maka konsumsi daging sapi hanya 261 g (0,261 kg) per kapita per tahun. Terdapat perbedaan angka konsumsi daging sapi, menurut Badan Ketahanan Pangan Kementan tahun 2010, bahwa konsumsi daging sapi nasional sebesar 1,27 kg per kapita per tahun, sedangkan Ditjen Peternakan Kementan sebesar 1,7 kg, sementara itu menurut Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) dan Asosiasi Feedloter Indonesia (Apfindo) 2,10 dan 2,09 kg per kapita per tahun (Ginting, 2013). 1

Masih rendahnya konsumsi daging sapi secara nasional tersebut memacu berbagai pihak untuk meningkatkan kinerja dalam rangka memenuhi kebutuhan daging sapi di dalam negeri. Kementerian Pertanian melaksanakan program-program dalam rangka mencapai swasembada daging, di antaranya adalah dengan meningkatkan mutu ternak, meningkatkan populasi sapi dalam negeri melalui inseminasi buatan (IB), memperbaiki kualitas pakan, revitalisasi rumah potong hewan (RPH), dan mendorong masuknya investor dalam bidang peternakan (Anonim, 2011). Perbaikan kualitas pakan akan meningkatkan kecepatan pertumbuhan ternak sehingga sapi yang dipotong ukurannya lebih besar (berat potong lebih tinggi), persentase karkas lebih tinggi dan kualitas daging lebih baik, sehingga penyediaan daging menjadi lebih tinggi (Suhartanto et al., 2010). Salah satu ternak sapi potong di Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi unggulan dalam memproduksi daging adalah sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi PO banyak dipelihara petani di pedesaan dengan baik karena telah mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis yang panas dan lembab. Sapi ini responsif terhadap perubahan dan perbaikan pakan (Astuti, 2004). Penyediaan pakan dengan kandungan protein yang terbatas merupakan problema umum yang dihadapi peternak dalam penyediaan pakan ternak sapi di pedesaan khususnya pada musim kemarau. Di daerah tropis seperti halnya di Indonesia memiliki dua musim yang sangat kontras yaitu kemarau dan hujan. Hal ini menyebabkan fluktuasi produksi hijauan cukup nyata terutama pada musim kemarau. Masalah ini dapat diatasi dengan pemanfaatan pakan berserat hasil sisa tanaman pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, pucuk tebu dan hasil 2

samping pengolahan produk pertanian seperti ampas tebu, kulit kopi, dan tongkol jagung (Haryanto, 2009). Tongkol atau janggel jagung merupakan hasil samping tanaman jagung selain jerami dan kulit buah ( klobot ). Tongkol jagung belum dimanfaatkan dengan baik sebagai pakan sumber serat bagi ternak ruminansia karena untuk memberikannya kepada ternak diperlukan penggilingan terlebih dahulu. Potensi tongkol jagung yang cukup melimpah pada musim kemarau dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif yang cukup potensial untuk ternak ruminansia. Wahyono dan Hardianto (2004) melaporkan bahwa tongkol jagung mengandung 5,62% protein kasar dan 53,07% total digestible nutrients (TDN), sedangkan Gohl (1975) melaporkan tongkol jagung mengandung 2,1% protein kasar, 36,5% serat kasar dan 57,8% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Produksi ternak ruminansia di antaranya dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pakan dibutuhkan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan hidup pokok maupun produksi. Jumlah pakan yang dikonsumsi ternak merupakan hal yang mendasar dalam memenuhi kebutuhan nutrien. Pakan yang mempunyai kecernaan rendah merupakan hambatan dalam memenuhi kebutuhan nutrien tersebut. Hal ini disebabkan oleh lambatnya pengosongan saluran rumen dan lamanya waktu tinggal bahan pakan melewati saluran pencernaan (NRC, 2001). Pakan berserat dari hasil samping tanaman pertanian tersedia pada musim kemarau. Umumnya bahan pakan ini mempunyai kandungan nutrien rendah, sehingga apabila pakan tersebut diberikan kepada ternak maka untuk memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan produksinya diperlukan adanya suplementasi baik pakan sumber protein maupun energi. Pakan ternak sapi 3

potong untuk mendapatkan hasil yang memuaskan biasanya terdiri dari campuran berbagai macam bahan pakan, sehingga untuk mendapatkan kinerja sapi yang baik diperlukan formulasi pakan yang tepat dan serasi (Utomo, 2005). Pemenuhan kebutuhan protein pada ternak ruminansia dengan menggunakan sumber protein yang berasal dari pakan konvensional diketahui tidak efisien dan cenderung boros karena sebagian besar protein tersebut (sekitar 60%) terdegradasi menjadi amonia di dalam rumen (Wina dan Abdurrohman, 2005). Beberapa strategi telah dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi penyediaan protein pada ternak ruminansia di antaranya adalah dengan melindungi protein pakan dari degradasi mikrobia dalam rumen. Perlindungan protein dari degradasi oleh mikrobia di rumen dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah protein yang masuk ke dalam saluran pencernaan bagian bawah yakni intestinum. Protein ini sering disebut rumen undegraded protein (Boucher et al., 2009), by-pass protein (Ørskov, 1992), di Indonesia disebut protein lolos cerna rumen (Wina dan Abdurrohman, 2005) dan undegraded protein atau UDP (Widyobroto et al., 1997). Sapi perah laktasi yang kebutuhan proteinnya dipenuhi menurut standar kebutuhan NRC berupa protein tercerna (digestible protein), ternyata ternak tersebut mengkonsumsi protein dalam jumlah berlebih, dan dari kelebihan nitrogen (protein kasar) tersebut 75% dari padanya dibuang ke lingkungan melalui feses dan urin. Pembuangan N ke dalam lingkungan dapat dikurangi melalui peningkatan efisiensi penggunaan N yaitu dengan menurunkan standar kebutuhan protein tersebut dan menggantinya dalam bentuk asam amino yang dilindungi dalam rumen atau rumen-protected amino acid (Arriola-Apelo et al., 2014). 4

Pakan lengkap atau complete feed adalah pakan yang disusun dari campuran berbagai bahan pakan sebagai satu-satunya pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak pada tingkat fisiologis tertentu seperti hidup pokok, pertumbuhan, dan laktasi (Hartadi et al., 1980). Cheeke (2005) menyatakan bahwa campuran pakan lengkap yang homogen biasanya diperoleh dengan mencampur berbagai bahan pakan yang sebelumnya telah dihaluskan, dicacah, atau digiling sehingga mempunyai luas permukaan yang tinggi. Pengurangan ukuran partikel pakan akan meningkatkan luas permukaan sehingga akan meningkatkan intensitas kontak langsung partikel pakan dengan enzim pencernaan yang dihasilkan oleh mikrobia rumen (Church, 1977). Campuran pakan lengkap dapat disajikan dalam bentuk kompak yaitu pelet. Hal ini untuk menghindari kesempatan ternak memilih bahan pakan tertentu yang disukai. Pelleting adalah proses pembuatan pakan (pelet) dengan menekan dan memadatkan bahan pakan melalui lubang cetakan secara mekanis. Pakan pelet dapat mengurangi volume penyimpanan dan pengiriman, mengurangi debu (dustiness), meningkatkan konsumsi pakan, mencegah pemilihan oleh ternak, tetapi membutuhkan biaya tambahan yang cukup besar sekitar 10% (Cheeke, 2005). Widyobroto et al. (1999) dan Utomo (2005) melaporkan bahwa pada dasarnya pakan lengkap dalam bentuk kompak (pelet, kubus) sangat tepat diterapkan di Indonesia, karena sebagian besar peternak sapi adalah petani tradisional yang dalam memberikan pakan kepada ternak peliharaannya jarang menggunakan metoda formulasi pakan yang rasional. Formulasi pakan pada pakan lengkap dengan mempertimbangkan tingkat kecepatan degradasi protein dan energi, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan 5

produktivitas ternak (Utomo, 2005). Degradasi in sacco protein bahan pakan nabati seperti bungkil kedelai, bungkil kacang dan cassava relatif tinggi yaitu 80 90%, sedangkan pada bungkil biji kapuk, jagung, dedak jagung dan bekatul padi sekitar 65 80%, sementara itu degradasi protein pada pakan sumber protein hewani yaitu tepung daging, tepung ikan sekitar 50 70%. Bahan pakan sumber protein yang berasal dari limbah industri pertanian seperti bungkil kelapa sawit, kulit biji kedelai mempunyai degradasi protein rendah yaitu 40 50% (Widyobroto et al., 1997). Bentuk pakan dalam bentuk kompak dapat juga digunakan sebagai usaha untuk mempermudah penyajian dan penyimpanan pakan. Bagian akhir pembuatan pelet atau kubus biasanya pakan dikeringkan sampai kadar airnya turun sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Hal ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah penyediaan pakan selama paceklik pakan terutama pada musim kemarau. Salah satu bahan pakan konsentrat sumber protein yang baik dan sering digunakan dalam pakan sapi berproduksi tinggi adalah bungkil kedelai. Menurut Hartadi et al. (1980) kadar protein bungkil kedelai bervariasi mulai dari 48,0 51,9% tergantung proses ekstraksi pengambilan minyaknya. Bungkil kedelai merupakan bahan pakan berkualitas tinggi mengandung 50,6 52,0% protein kasar (Harstad dan Prestlùkken, 2000), sedangkan INRA (1980) melaporkan kandungan protein kasar bungkil kedelai 48,5 53,8% dengan kandungan protein kasar tercerna 44,6 49,5% sehingga kecernaan protein kasar bungkil kedelai mencapai 92%. Bungkil kedelai yang mengandung protein berkualitas tinggi, tetapi dalam saluran pencernaan bagian depan ternak ruminansia, sebagian besar (80 90%) protein tersebut terdegradasi di dalam rumen 6

(Widyobroto et al., 1998). Perlakuan bungkil kedelai dengan 1% formaldehid terbukti mampu menurunkan secara signifikan (14,81%) degradasi protein dalam rumen (Widyobroto et al., 1997). Lemak marbing dalam daging adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas daging. Lemak marbing dipengaruhi oleh keturunan (genetik) dan pakan ternak yang diberikan. Jumlah lemak marbling meningkat sesuai dengan lamanya ternak menerima pakan dengan dengan kandungan energi yang tinggi dan umur ternak (Cunningham et al., 2005). Lemak marbling ditimbun dalam jaringan otot secara pelan-pelan terus menerus dalam waktu yang lama, sedangkan lemak subcutan ditimbun secara cepat dalam jumlah besar pada periode akhir pertumbuhan ternak (Lunn, 2014). Pakan konsentrat mengandung 75,1% TDN, 11,9% protein kasar dan 6,5% serat kasar diberikan kepada sapi betina afkir umur 5,25-5,63 tahun selama 84 hari, meningkatkan ketebalan lemak subkutan dari 0,24 menjadi 0,95 cm, marbling dari 255 menjadi 359, kolagen terlarut dari 2,69 menjadi 5,48%, keempukan otot Longissimus lumborum dari 9,00 menjadi 5,30 kg/cm 2 (Stelzleni et al., 2008). Berdasarkan uraian tersebut terdapat kendala upaya meningkatkan produktivitas sapi potong yaitu permasalahan penyediaan pakan yang rasional. Sebagian besar petani memanfaatkan hasil sisa tanaman pertanian dan hasil samping pengolahan produk pertanian untuk memenuhi kebutuhan nutrien sapi potong, oleh karena itu dipandang perlu dilakukan suatu penelitian tentang penggunaan hasil sisa tanaman pertanian dan hasil samping pengolahan produknya dalam bentuk suatu formula pakan sapi potong rasional yaitu pakan lengkap (complete feed). Pakan lengkap tersebut agar dapat digunakan oleh ternak secara optimal, peternak dapat memberikan secara lebih mudah dan 7

dapat disimpan untuk digunakan pada saat musim kekurangan pakan, maka perlu dibuat dalam bentuk pelet yang kompak dan praktis. Suplementasi pakan sumber protein diperlukan untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yang diberi pakan pelet karena pakan lengkap tersebut disusun dari limbah tanaman dan hasil pertanian yang kualitasnya terbatas. Salah satu pakan sumber protein yang baik adalah bungkil kedelai. Peningkatan efisiensi pemanfaatan bungkil kedelai sebagai suplemen protein pada pakan sapi potong, maka bungkil kedelai disajikan dalam bentuk undegraded protein (UDP) agar terhindar dari degradasi mikrobia dalam rumen melalui penambahan formaldehid. Penelitian berbagai tingkat konsentrasi formaldehid terhadap proteksi bungkil kedelai dilakukan untuk mendapatkan undegraded protein yang ideal. Penggunaan berbagai tingkat suplementasi undegraded protein pada pelet pakan lengkap menjadi topik penelitian selanjutnya untuk mengetahui aktivitas mikrobia rumen secara in vitro. Topik penelitian berikutnya dilakukan secara in vivo untuk mengetahui pengaruh suplementasi undegraded protein terhadap peningkatkan produktivitas sapi potong yang diberi pelet pakan lengkap, mengetahui tingkat suplementasi UDP yang efisien, aman bagi ternak dan produk ternak yang dihasilkan serta lingkungan, dan mengetahui pengaruh suplementasi UDP terhadap kualitas fisik dan kimia daging, serta menguji tingkat suplementasi UDP terhadap kandungan formaldehid dalam darah, daging, hati dan ginjal. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1. Mendapatkan pakan lengkap serasi yang disusun dari hasil sisa pengolahan hasil pertanian dibuat dalam bentuk pelet yang kompak 8

sehingga jika pakan tersebut dikonsumsi ternak maka ketersediaan sumber energi dan protein bagi perkembangan mikrobia di dalam rumen terjamin karena ternak tidak dapat memilih sehingga pakan yang sampai dalam rumen komposisinya sama. 2. Mendapatkan tingkat formaldehid yang ideal pada pembuatan UDP dari bungkil kedelai sebagai suplemen protein terproteksi dari degradasi mikrobia dalam rumen. 3. Mengidentifikasi tingkat suplementasi UDP yang efektif pada pelet pakan lengkap terhadap aktivitas mikrobia rumen secara in vitro. 4. Mengevaluasi pengaruh suplementasi UDP pada pelet pakan lengkap sapi potong secara in vivo terhadap konsumsi pakan, produktivitas ternak, efisiensi pakan, pendapatan peternak, kecernaan pakan, dan sintesis protein mikrobia. 5. Mengevaluasi pengaruh tingkat suplementasi UDP pada sapi potong yang diberi pelet pakan lengkap secara in vivo terhadap konsumsi dan konversi pakan, produktivitas ternak, pendapatan peternak, kandungan formaldehid dalam darah dan jaringan ternak yaitu daging, hati dan ginjal, persentase karkas, kualitas fisik dan kimia daging. 6. Mengidentifikasi tingkat suplementasi UDP yang aman bagi ternak, produk ternak dan lingkungan ternak dipelihara. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan hasil sisa tanaman pertanian dan hasil samping pengolahan produk pertanian yang diformulasikan dalam bentuk pakan lengkap rasional, serasi dan bermutu yang disajikan dalam bentuk pelet pakan 9

lengkap yang kompak, praktis, ekonomis, dan dapat disimpan untuk waktu yang lama. 2. Memberikan informasi tentang penggunaan formaldehid sebagai senyawa kimia yang dipandang berbahaya untuk memproteksi bungkil kedelai yang benar dan aman. Memberikan alternatif pemecahan masalah dalam peningkatan produktivitas sapi potong melalui penggunaan UDP sebagai pakan suplemen. 3. Memberikan acuan tingkat suplementasi UDP yang ekonomis pada pakan lengkap sapi potong, aman bagi ternak dan produk ternak yang dihasilkan serta lingkungan. 4. Memberikan informasi tentang penggunaan pelet pakan lengkap dengan suplementasi UDP sebagai satu-satunya pakan yang diberikan untuk meningkatkan produktivitas ternak dan kualitas daging sapi potong. 5. Memberikan gambaran penggunaan pelet pakan lengkap yang praktis tersebut diharapkan jumlah ternak yang dipelihara oleh setiap peternak dapat lebih banyak sehingga akan dapat meningkatkan pendapatan peternak. Lebih lanjut dengan penyusunan pakan lengkap yang serasi tersebut maka pemborosan nutrien dapat dihindari, kualitas daging dapat ditingkatkan dan pencemaran lingkungan dapat dibatasi. 6. Pelet pakan lengkap dan suplemen UDP diharapkan dapat diaplikasikan oleh peternak untuk meningkatkan produktivitas sapi potong (daging), mengatasi kesulitan pakan pada musim kemarau, dan mengurangi tenaga kerja yang digunakan untuk memelihara ternak. 10

11