BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI. 3.1 Integrated Operation Control System. Gambar 3.1 IOCS yang di implementasikan di Garuda Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut dengan istilah Official schedule adalah schedule. penerbangan yang dihasilkan oleh operations center system dan dalam

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan adalah penelitian deskriptif asosiatif. Dimana

EVALUASI KESIAPAN PENGGUNA DALAM ADOPSI SISTEM INFORMASI TERINTEGRASI DI BIDANG AKADEMIK PERGURUAN TINGGI MENGGUNAKAN METODE HOT FIT MUHAMMAD NASIR

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. METODELOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR KESUKSESAN SISTEM INFORMASI MENGGUNAKAN MODEL DELONE AND MCLEAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah explanatory research.

Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh dimensi kualitas layanan dalam. menciptakan Word of Mouth (WOM) pada Klinik Kecantikan Kusuma di Bandar

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara variabel-variabel (hubungan sebab-akibat). Permasalahan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain Riset Tujuan Penelitian. Jenis Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan permasalahan yang diteliti. Dalam penulisan tesis

Minggu X ANALISIS FAKTOR

BAB IV METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini termasuk dalam penelitian Empiris. Penelitian Empiris adalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah di mana penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini akan menjelaskan mengenai objek dan subjek penelitian, jenis data

III ASPEK ORGANISASI, ISSUE-ISSUE DAN PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI PENERBANGAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bekasi International Industrial Estate Blok C8 No.12-12A Desa Cibatu

ANALISA KINERJA PENERAPAN ISO 9001 : 2000 DI DINAS PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN SIDOARJO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini tergolong dalam penelitian survey. Penelitian survey. 3.2 Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Oei (2010), ada 3 jenis riset atau penelitian yaitu: penelitian eksploratori,

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN Obyek penelitian adalah Perusahaan Roti Aflah Subyek penelitiannya adalah konsumen atau pembeli pada

Dafid Prodi Sistem Informasi STMIK GI MDP Palembang Sumatera Selatan, Indonesia. Dien Novita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui Pengaruh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Bandar

BAB I PENDAHULUAN. pada saat yang bersamaan. Tidak seperti produk manufaktur dimana hasil

(2.1) keterangan: i = Banyaknya faktor yang terbentuk; (i=1,2,3,...,k)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah deskriptif (explanatory) dengan verifikatif

Pengukuran Kinerja SCM

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam pengertian paling luas, manajemen operasi berkaitan dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di CV. Akar Daya Mandiri yang berlokasi di Jalan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajer dan staf yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Universitas Mercu Buana Jakarta, hal tersebut

BAB V ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

Evaluasi Digital Library AMIK AKMI Baturaja Menggunakan HOT Fit Model

PENETAPAN FAKTOR KUALITAS LAYANA JASA TRAVEL CIPAGANTI DENGAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Juni 2013 sampai dengan bulan Agustus Berdasarkan jenis masalah yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. explanatory (tingkat penjelasan). Menurut Sugiyono (2011), penelitian menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Henry Prat Fairchild dan Eric Kohler (2014: 31) Sistem. ikut merasakan ketergangguan tersebut.

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam melakukan penelitian ini penulis mengambil obyek penelitian di

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksplanatori (eksplanatory

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berlokasi di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survey, sedangkan jenis

BAB III METODLOGI PENELITIAN. berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Jenis penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA

III. METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan di bidang bisnis merupakan kegiatan yang komplek dan beresiko

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Online shop atau Toko online adalah sebuah toko yang menjual barang-barang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. obyek penelitian adalah para pengguna software akuntansi pada perusahaanperusahaan

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN JASA BUS ROSALIA INDAH

III. METODE PENELITIAN. Obyek penelitian adalah pelanggan listrik prabayar di PT PLN (Persero)

BAB III METODE PENELITIAN. atau menghubungkan dengan variabel lain (Sugiyono, 2000:11). Penelitian

BAB 4 ANALISA DATA 4.1 Profile Responden

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Sistem dilihat

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Utara No. 9A, Tol Tomang, Kebon Jeruk, Jakarta 11510

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

BAB III. Metode Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang terlibat langsung di

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan pemodelan Website Quality (WebQual), terdapat tiga dimensi

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun jenis data yang digunakan dalam uraian ini adalah sebagai berikut:

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori 2.1.1. Sistem Informasi Information System (IS) atau yang dikenal dengan Sistem Informasi (SI), didefinisikan sebagai sebuah sistem informasi yang ada di perusahaan digunakan untuk mengambil dan mengelola data sehingga menghasilkan sebuah informasi yang berguna untuk mendukung perusahaan, karyawan, pelanggan, dan semua pihak yang terkait dengan perusahaan (Whitten dkk, 2004). Dan Oetomo (2002, p.11) didefinisikan sebagai kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data, memproses dan menyimpan serta mendistribusikan informasi. Dapat diartikan, SI merupakan kesatuan elemen yang saling berinteraksi secara sistematis dan teratur untuk menciptakan dan membentuk aliran informasi yang akan mendukung pembuatan keputusan dan melakukan kontrol terhadap jalannya perusahaan. sistem, yaitu: Sistem Informasi (Laudon, p.35) dapat dibagi menjadi 4 level 10

11 Level Sistem Operasional Level Sistem Operasional adalah sistem transaksi operasional (Transaction Processing System) yang terjadi pada jajaran manajemen lapisan terbawah. Sistem yang terkomputerisasi ini akan mengolah dan menyimpan data transaksi rutin secara yang nantinya akan digunakan sebagai bahan analisa oleh perusahaan. Level Sistem Pengetahuan (knowledge) Level Sistem Pengetahuan (Knowledge Work System) adalah sistem informasi yang dibuat untuk membantu pekerja berpendidikan dalam menangani penciptaan dan pengintegrasian pengetahuan baru dalam organisasi. Sistem komputer seperti word processing, e-mail system dan schedulling system dirancang dan digunakan untuk meningkatkan produktifitas dari pekerja pengumpul data dalam organisasi. Level Sistem Manajemen Level Sistem Manajemen (Management Information System) adalah sistem komputer yang membantu manager menengah dalam menjalankan fungsi perencanaan, pengontrolan dan pengambilan keputusan dengan mengambil kesimpulan dari data laporan rutin yang dihasilkan oleh kedua level sebelumnya.

12 Level Sistem Strategi Decision Support System (DSS), Sistem komputer yang mengkombinasikan data, model analisis dan statistik dengan trend yang berlaku untuk membantu pengambilan keputusan. Level Sistem Strategi (Executive Information System), Sistem Informasi yang dirancang untuk membantu para manager tingkat atas untuk mengambil kesimpulan. 2.1.2. Supply Chain Management Berikut adalah beberapa terminologi mengenai supply chain management : Lisa M. Elram, dkk (2004), Supply chain management adalah manajemen informasi, proses, barang dan biaya dari pemasok pertama kali sampai dengan konsumen terakhir. Institute of Supply Management mendefinisikan supply chain management sebagai desain dan manajemen yang kasat mata, proses yang memberikan nilai tambah disepanjang batas organisasi untuk memenuhi kebutuhan yang sebenarnya dari konsumen. The Council of Supply Chain Management Professionals mendefinisikan supply chain management sebagai perencanaan dan manajemen dari semua aktivitas termasuk diantaranya sourcing dan procurement, conversion, dan semua aktivitas manajemen logistik. Yang paling penting, juga termasuk koordinasi dan kolaborasi antar

13 channel partner, dimana bisa jadi itu adalah supplier, intermediaries, pihak ketiga, dan konsumen. Konsisten terhadap beberapa definisi diatas yaitu adanya ide untuk melakukan koordinasi atau integrasi beberapa sumber daya terkait dengan aktivitas diantara supply chain untuk meningkatkan efisiensi operasional, kualitas, dan pelayanan terhadap konsumen dalam rangka meraih keuntungan kompetitif secara berkelanjutan untuk organisasi. Untuk supply chain management menjadi sukses dalam organisasi/perusahaan; perusahaan harus bekerja sama dengan cara membagi informasi mengenai hal-hal seperti demand forecast, rencana produksi, perubahan kapasitas, strategi marketing yang baru, produk yang baru, pengembangan layanan, teknologi baru yang digunakan, rencana pembelian, jadwal pengiriman dan apa saja yang bisa memberikan dampak kepada proses pembelian, produksi, dan rencana distribusi produk dari perusahaan tersebut. 2.1.3. Service Operation Joel D. Wisner, dkk (2008, p.403), perusahaan yang bergerak dalam bidang services berbeda dengan manufaktur dalam berbagai cara termasuk tangibility daripada produk akhir, keterlibatan konsumen dalam proses produksi, assessment dari kualitas produksi, pekerja yang terlibat dalam produk akhir, dan juga fasilitas lokasi. Contohnya adalah konsultan, penasihat hukum, entertainer, dan stock broker mereka menawarkan sedikit atau tidak adanya tangible product kepada konsumen. Jenis bidang

14 services lainnya mungkin pada produk akhir terdapat tangible component yang lebih besar seperti restoran, bengkel, penyedia layanan transportasi, dan gudang umum. Kebanyakan manufaktur, bagaimanapun umumnya memiliki service component yang kecil yang terasosiasi dengan produk akhir mereka termasuk maintenance, warranty repair, delivery, dan customer call center. berikut: Beberapa perbedaan antara barang dan services adalah sebagai Services tidak dapat diinventarisasikan. Pada umumnya layanan jasa diproduksi dan dikonsumsi secara simultan ketika surat dikirim, operasi bedah dilakukan, dan nasihat diberikan, maka konsumen telah melakukan konsumsi dari layanan jasa. Untuk alasan ini maka services atau layanan jasa seringkali berupaya untuk mencari jalan untuk melakukan manajemen utilisasi pekerja mereka. Services seringkali bersifat unik. Perusahaan layanan jasa yang baik dengan pegawai yang sudah terlatih dan bermotivasi tinggi memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian layanan jasa mereka untuk memuaskan setiap keinginan konsumen. Sehingga perekrutan dan pelatihan pegawai menjadi masalah penting untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

15 Services memiliki interaksi dengan konsumen yang tinggi. Keunikan daripada layanan jasa adalah menuntut lebih banyak perhatian kepada konsumen, apakah itu layanan antar barang, layanan analisa data, menjawab pertanyaan konsumen, menyelesaikan komplain konsumen, atau memperbaiki mesin. Services bersifat decentralized. Yang artinya fasilitas dari layanan jasa harus bersifat desentralisasi karena ketidakmampuan untuk melakukan inventarisasi dari layanan jasa yang ada. Sehingga mencari suatu tempat yang baik dengan lalu lintas konsumen yang tinggi adalah sangat penting (bahkan web-based services harus menentukan lokasi dari tempat iklan dimana mereka akan dengan mudah dilihat oleh konsumen yang sedang browsing web). 2.1.4. Airline Scheduling Balaji Gopalakrishnan, dkk (2005), airline scheduling terdiri dari fleet scheduling dan crew scheduling. Masih menurut Balaji Gopalakrishnan dkk (2005), airline scheduling terdiri dari lima tahap perencanaan: 1) Flight Schedule Suatu schedule atau jadwal penerbangan terdiri atas seluruh penerbangan untuk diterbangkan yang direncanakan berdasarkan permintaan pasar untuk penerbangan. Contohnya, kita dapat membuat jadwal penerbangan dari Atlanta Hartsfield

16 ke Minneapolis Airport St. Paul pada hari Senin, Rabu dan Sabtu yang berangkat pada jam 08.30 AM. 2) Fleet Assignment Pada tahap ini, pesawat yang tersedia dialokasikan kepada flight legs. Pendapatan dari flight leg tergantung kepada pasar untuk flight leg dan ukuran dari pesawat yang digunakan untuk leg tersebut. Tujuan dari kegiatan fleet assignment adalah untuk memaksimalkan pendapatan dengan constraint yang memerlukan semua leg untuk diterbangkan menggunakan pesawat yang tersedia. Beberapa constraint lainnya juga harus dapat dipenuhi. 3) Aircraft Routing Suatu permasalahan aircraft routing melibatkan routing dari pesawat seperti maintenance constraint harus dipenuhi, semua penerbangan yang dilakukan oleh pesawat dipenuhi dan juga pendapatan dapat dimaksimalkan. 4) Crew Pairings Suatu pairing adalah sekuensial dari flight leg atau segment yang dimulai dan diakhiri pada crew base seperti pada sekuensial kota kedatangan dari suatu flight leg berkaitan dengan kota keberangkatan dari penerbangan untuk flight leg berikutnya. Juga berkaitan dengan yang disebut sebagai trip atau rotation. Setiap pairing terasosiasi dengan biaya. Tujuan daripada kegiatan ini adalah untuk mencari subset dari setiap

17 pairing dengan biaya minimal yang menutupi semua flight leg yang ada pada jadwal penerbangan. Sama seperti pada tahapan sebelumnya kegiatan crew pairing ini harus memenuhi peraturan dan constraint lainnya yang diterapkan pada tahap ini. 5) Bidlines/Rosters Pada tahap ini jadwal penerbangan bulanan yang dapat diterbangkan oleh crew digambar menggunakan optimal set pairing yang dibuat melalui tahap sebelumnya. Jadwal bulanan ini disebut dengan bidline (atau roster) untuk crew. Disebut sebagai bidline karena pilot dapat melakukan bid pada barisan yang ada berdasarkan senioritas dan pertimbangan lainnya. Tahap ini menentukan sejumlah anggota cockpit crew yang dibutuhkan oleh airlines selama sebulan. Sekali lagi, untuk setiap bidline/roster harus dapat memenuhi beberapa constraint yang ada sama persis seperti dua tahap sebelumnya. 2.1.5. Indikator Airlines Untuk Penumpang Milan Janic dalam jurnal berjudul An Application Of The Methodology For Assessment Of The Sustainability Of The Air Transport System pada tahun 2004 menyebutkan bahwa adanya indikator untuk penumpang airlines yang terdiri atas delapan indikator individual terkait dengan airport dan airlines yang beroperasi pada berbagai skala ukuran.

18 Adapun operational indicators adalah indikator dimensi performa operasional dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Punctuality of service yang dapat diukur dengan peluang bahwa suatu penerbangan akan on time dan rata-rata delay per flight (Headley & Bowen, 1992; USDT, 2001). Pengguna biasanya akan menghitung setinggi mungkin dan keterlambatan seminimal mungkin dengan meningkatnya jumlah dari penerbangan. 2. Reliability of service adalah dapat diukur dengan mencari rasio antara yang dilakukan dan total jumlah dari penerbangan (USDT, 2001). Pengukuran diperlukan setinggi mungkin dan untuk menghindari dengan meningkatnya jumlah penerbangan. 3. Ratio of lost/damaged bagage dapat diekspresikan sebagai proporsi dari kehilangan atau rusak bagasi dibanding dengan jumlah penumpang yang diangkut. 4. Safety adalah diukur sebagai rasio dari jumlah kematian (atau kecelakaan) per unit dari output Revenue Passenger Kilometer atau Revenue Passenger Mile (RPK atau RPM). Pengguna lebih memilih ini diukur serendah mungkin untuk mengurangi meningkatnya RPK atau RPM. 5. Security adalah diukur sebagai rasio antara jumlah benda berbahaya yang terdeteksi dan jumlah dari total seluruh penumpang yang sudah melewati pemeriksaan (screened).

19 Untuk ini diperlukan nilai serendah mungkin untuk mengurangi meningkatnya jumlah penumpang. Economic Indicator 6. Economic convenience of service adalah diukur dengan adanya rata-rata tarif per penumpang, dimana hal ini diminta pengguna dengan nilai yang serendah-rendahnya. Social Indicator 7. Spatial convenience of service adalah diukur dengan jumlah dari keragaman dari tujuan dan penerbangan pada airport dengan ukuran tipe tujuan, konektivitas (non-stop, one-stop atau multi-stop) dan tujuan perjalanan (business, leisure). Dengan perkataan lain pengguna menginginkan nilai ukuran ini setinggi mungkin. Environmental Indicator 8. Comfort & healtfulness pada airport diukur dengan jumlah penumpang per unit dari tempat yang tersedia dan rata-rata waktu untuk antri. Konfigurasi dan ukuran dari kursi pada kelas ekonomi dan kuantitas udara segar yang ada diruang cabin per unit. Pengukuran airport diinginkan agar nilainya serendah mungkin. Pengukuran ketika penumpang onboard diinginkan untuk setinggi mungkin.

20 2.1.6. Indikator Kinerja Operasional Berdasarkan hasil temuan Francis dkk (2005), indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi kinerja operasi (operational performance) adalah 5 indikator, di mana digunakan oleh 90% dari 200 perusahaan penerbangan besar di seluruh dunia, seperti tabel 2.1. Tabel 2.1 Indikator kinerja operasi dari 200 perusahaan penerbangan besar. No. Jenis Indikator Kinerja 1. Punctuality / on time performance per Digunakan 100% operation (OTP) 2. Load factor per flight 100% 3. Daily aircraft utilization (hours) 98% 4. Revenue passenger kilometres 95% 5. Available seat kilometres 93% Sumber: Francis, dkk., 2005 Pada tabel indikator kinerja operasi tampak bahwa indikator pengukuran dimensi kinerja operasional digunakan oleh 90% perusahaan penerbangan di dunia terdiri atas: a. On time performance yaitu mengukur kinerja ketepatan waktu keberangkatan penerbangan dengan jadwal penerbangan yang sudah ditetapkan. Semakin kecil gap antara waktu keberangkatan dan jadwal penerbangan, maka semakin baik kinerja on time performance. Seluruh perusahaan penerbangan menggunakan indikator ini untuk mengukur kinerja operasional

21 dimana perusahaan mengukur on time performance secara periodik dengan mengevaluasi jumlah penerbangan yang on time dan yang tidak on time. Kinerja dinyatakan dalam bentuk persentase on time ketepatan waktu keberangkatan dengan waktu yang dijadwalkan dengan toleransi waktu yang sudah ditetapkan otoritas penerbangan internasional terhadap jumlah seluruh penerbangan atau semakin tinggi persentase on time maka semakin baik kinerjanya (Francis, dkk, 2005; Doganis, 2006; Schefczyk, 1993; Suzuki, 2000). b. Load factor per flight merupakan indikator kinerja operasional yang digunakan untuk seluruh perusahaan penerbangan. Load factor per flight mengukur persentase jumlah kursi yang terjual dengan jumlah kursi yang tersedia untuk setiap penerbangan. Pengukuran didasarkan pada rata-rata load factor per flight dalam tiga tahun terakhir untuk seluruh penerbangan yang dilakukan. Semakin tinggi rata-rata persentase load factor per flight maka semakin baik kinerjanya. Load factor per flight digunakan sebagai indikator output dari kinerja pemasaran dan penjualan kursi atau tiket penerbangan (Francis, dkk, 2005; Doganis, 2006). c. Daily aircraft utilization per jam merupakan indikator pengukuran kinerja operasional yang digunakan oleh 98% perusahaan penerbangan di seluruh dunia. Dalam hal ini dihitung/diukur rata-rata jumlah jam pesawat beroperasi atau

22 digunakan untuk setiap hari atau tahunan. Indikator ini mengukur produktivitas pesawat yang sangat terkait dengan nilai ekonomis pesawat. Beberapa perusahaan yang menggunakan model leasing untuk kepemilikan pesawat, indikator daily aircraft utilization per jam akan sangat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi biaya operasi penerbangan (Francis, dkk, 2005; Doganis, 2006). d. Revenue passenger kilometres (RPK) merupakan indikator pengukuran kinerja yang digunakan oleh 95% perusahaan penerbangan, dimana diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah biaya yang dikeluarkan dalam operasi dan jumlah pembayaran oleh penumpang pada setiap penerbangan untuk tujuan penerbangan. RPK digunakan juga untuk mengukur traffic penumpang perusahaan penerbangan (Francis, dkk, 2005; Doganis, 2006). e. Available seat kilometres (ASK) merupakan indikator yang digunakan oleh 93% perusahaan penerbangan, di mana mengukur jumlah kursi yang siap untuk dijual untuk setiap penerbangan berdasarkan jarak tujuan penerbangan. Indikator pengukuran ini digunakan untuk efektivitas operasi pesawat untuk setiap penerbangan per kilo meter dan untuk mengukur kapasitas bisnis penerbangan pada periode tertentu (Francis, dkk, 2005; Doganis, 2006).

23 2.1.7. Model Evaluasi Sistem Informasi Ada beberapa model evaluasi sistem informasi, di antaranya adalah: 1. Technology Acceptance Model (TAM) Model ini telah banyak digunakan dalam penelitian sistem informasi untuk mengetahui reaksi pengguna terhadap sistem informasi (Landry et. al., 2006). Metode TAM ini pertama sekali dikenalkan oleh Davis pada tahun 1989. TAM adalah teori sistem informasi yang membuat model tentang bagaimana pengguna mau menerima dan menggunakan teknologi. Model ini mengusulkan bahwa ketika pengguna ditawarkan untuk menggunakan suatu sistem yang baru, sejumlah faktor mempengaruhi keputusan mereka tentang bagaimana dan kapan akan menggunakan sistem tersebut, khususnya dalam hal: usefulness (pengguna sistem yakin bahwa dengan menggunakan sistem ini akan meningkatkan kinerjanya), ease of use (pengguna sistem yakin bahwa menggunakan sistem ini akan membebaskannya dari kesulitan, dalam artian sistem ini mudah dalam penggunaannya). Beberapa penelitian telah mereplikasi studi Davis untuk memberi bukti empiris terhadap hubungan yang ada antara usefulness, ease of use dan system use (Furneaux, 2006a).

24 2. End User Computing (EUC) Satisfaction Pengukuran terhadap kepuasan telah mempunyai sejarah yang panjang dalam disiplin ilmu sistem informasi. Dalam lingkup end-user computing, sejumlah studi telah dilakukan untuk mengcapture keseluruhan evaluasi dimana pengguna akhir teah menganggap penggunaan dari suatu sistem informasi (misalnya kepuasan) dan juga faktor-faktor yang membentuk kepuasan ini. (Doll et al, 1995 disitasi oleh Chin et al, 2000). Evaluasi dengan menggunakan model ini lebih menekankan kepuasan (satisfaction) pengguna akhir terhadap aspek teknologi, dengan menilai isi, keakuratan, format, waktu dan kemudahan penggunaan dari sistem. Model ini telah banyak diujicobakan oleh peneliti lain untuk menguji reliabilitasnya dan hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna meskipun instrumen ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa yang berbeda. 3. Task Technology Fit (TTF) Analysis Inti dari Model Task Technology Fit adalah sebuah konstruk formal yang dikenal sebagai Task Technology Fit (TTF), yang merupakan kesesuaian dari kapabilitas teknologi untuk kebutuhan tugas dalam pekerjaan yaitu kemampuan teknologi informasi untuk memberikan dukungan terhadap pekerjaan (Goodhue & Thompson 1995, disitasi oleh Dishaw et al, 2002). Model TTF memiliki 4 konstruk kunci yaitu Task Characteristics,

25 Technology Characteristics, yang bersama-sama mempengaruhi konstruk ketiga TTF yang balik mempengaruhi variabel outcome yaitu Performance atau Utilization. Model TTF menempatkan bahwa teknologi informasi hanya akan digunakan jika fungsi dan manfaatnya tersedia untuk mendukung aktivitas pengguna. Model TTF berpegang bahwa teknologi informasi memiliki dampak positif terhadap kinerja individu dan dapat digunakan jika kemampuan teknologi informasi cocok dengan tugas-tugas yang harus dihasilkan oleh pengguna (Furneaux, 2006b). 4. Human-Organization Technology (HOT) Fit Model Yusof et al. (2006) memberikan suatu kerangka baru yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi sistem informasi yang disebut Human-Organization-Technology (HOT) Fit Model. Model ini menempatkan komponen penting dalam sistem informasi yakni Manusia, Organisasi, dan Teknologi dan kesesuaian hubungan di antaranya. Komponen manusia menilai sistem informasi dari sisi penggunaan sistem (system use) pada frewensi dan luasnya fungsi dan penyelidikan sistem informasi. System use juga berhubungan dengan siapa yang menggunakan, tingat penggunaanya, pelatihan, pengetahuan, harapan dan sikap menerima (acceptance) atau menolak (resistance) sistem. Komponen ini juga menilai sistem dari aspek kepuasan pengguna (user satisfaction). Kepuasan

26 pengguna adalah keseluruhan evaluasi dari pengalaman pengguna dalam menggunakan sistem informasi dan dampak potensial dari sistem informasi. User satisfaction dapat dihubungkan dengan persepsi manfaat (usefulness) dan sikap pengguna terhadap sistem informasi yang dipengaruhi oleh karakteristik personal. Komponen organisasi menilai sistem dari aspek struktur organisasi dan lingkungan organisasi. Struktur organisasi terdiri dari tipe, kultur, politik, hierarki, perencanaan dan pengendalian sistem, strategi, manajemen dan komunikasi. Kepemimpinan, dukungan dari top manajemen dan dukungan staf merupakan bagian yang penting dalam mengukur keberhasilan sistem. Sedangkan lingkungan organisasi terdiri dari sumber pembiayaan, pemerintahan, politik, kompetisi, hubungan interorganisasional dan komunikasi. Komponen teknologi terdiri dari kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality) dan kualitas layanan (system service quality). Kualitas sistem dalam sistem informasi di industri penerbangan dapat befokus kepada informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi. Sedangkan kualitas layanan berfokus pada keseluruhan dukungan yang diterima dari service provider system atau teknologi.

27 5. IBM Computer Usability Satisfaction Model Untuk IBM computer usability satisfaction model ini adalah peneilitan berupa pengukuran yang bersifat subjektif di IBM. Praktisi dibidang usability dapat menggunakan model ini untuk meyakinkan dan membantu dalam melakukan pengukurang kepuasan terhadap sistem. Pada penelitian yang dilakukan oleh James (1993), beberapa faktor yang diukur untuk mengetahui kepuasan terhadap sistem adalah nilai kepuasan sistem secara keseluruhan, kegunaan sistem (system usefulness), kualitas informasi (information quality), kualitas tampilan sistem (interface quality). 2.1.8. Uji Realibilitas Uji Realibilitas digunakan untuk melihat kehandalan dari instrumen yang digunakan dalam penelitian, dengan cara menguji konsistensi pernyataan yang terdapat dalam variable bebas. Dengan mengamati nilai koefisien realibilitas (alpha) pada metode Cronbach s Alpha. Jika variabel mendekati nilai atau lebih besar sama dengan 0.7 maka data dapat dikatakan reliable (Sugiyono,2007) 2.1.9. KMO-MSA Nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA) dan Kaiser-Meyer- Olkin (KMO) digunakan untuk mengetahui kecukupan data atau sample. Mengacu pada landasan teori bahwa sekelompok data dikatakan

28 memenuhi asumsi kecukupan data adalah jika nilai MSA dan KMO lebih besar daripada 0.5 (J.F.Hair,2006) Hipotesis dari KMO adalah sebagai berikut : Hipotesis Ho : Jumlah data cukup untuk difaktorkan H 1 : Jumlah data tidak cukup untuk difaktorkan Statistik uji : KMO = p i= 1 j= 1 p p p p 2 rij + i= 1 j= 1 i= 1 j= 1 p r 2 ij a 2 ij i = 1, 2, 3,..., p dan j = 1, 2,..., p r ij = Koefisien korelasi antara variabel i dan j a ij = Koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j Apabila nilai KMO lebih besar dari 0,5 maka terima Ho sehingga dapat disimpulkan jumlah data telah cukup difaktorkan. 2.1.10. Bartlett s Test Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar variabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X 1, X 2,,X p independent (bersifat saling bebas), maka matriks korelasi antar variabel

29 sama dengan matriks identitas. Sehingga untuk menguji kebebasan antar variabel ini, uji Bartlett menyatakan hipotesis sebagai berikut: H 0 : ρ = I H 1 : ρ I Statistik Uji : r = 1 k r ik p 1 i= 1 p, k = 1, 2,...,p r = 2 p( p 1) r ik i< k 2 [ 1 (1 r) ] 2 ( p 1) ˆ γ = 2 p ( p 2)(1 r) Dengan : r k = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R (matrik korelasi) r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal Daerah penolakan : tolak H 0 jika T ( n 1) p 2 2 = γ χ 2 ( 1) 2 ( r ) ˆ ( ) > ik r rk r p+ ( p 2)/2; α i< k k= 1 (1 r)

30 Maka variabel-variabel saling berkorelasi hal ini berarti terdapat hubungan antar variabel. Jika H 0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan terutama metode analisis komponen utama dan analisis faktor. 2.1.11. Analisis Faktor Faktor analisis adalah salah satu pendekatan multi-variabel analisis. Seperti disampaikan oleh Hair,(2006) Factor Analysis is a statical approach that can be used to analyse interrelationship among a large number of variables and to explain these variables in term of their common underlying dimensions(factors). Analisis faktor merupakan suatu cabang dari analisis variabel ganda yang memperhatikan hubungan internal dari sebuah himpunan variabel-variabel dimana hubungan tersebut dapat diartikan sebagai hubungan linier atau mendekati. Dalam analisis faktor ini seluruh variabel yang ada akan dilihat hubungan-nya (inter-dependent antar variabel), sehingga akan menghasilkan pengelompokan atau tepatnya abstraction dari banyak variabel menjadi hanya beberapa variabel baru atau faktor. Dengan sedikit faktor ini akan menjadi lebih mudah untuk dikelola dan di interpretasikan. Tujuan utama dari analisis faktor adalah untuk menggambarkan keragaman diantara banyak variabel-variabel yang sebenarnya dapat dibedakan dalam beberapa sifat yang mendasar namun tidak dapat terobservasi kuantitasnya. Sifat yang mendasar namun tak dapat terobservasi kuantitasnya ini yang disebut faktor.

31 2.1.11.1. Konsep Dasar Analisis Faktor 1. Bukan mengkaitkan antara dependen variabel dengan independen variabel, tapi membuat reduksi atau abstraksi atau meringkas dari banyak variabel menjadi sedikit variabel. 2. Teknik yang digunakan adalah teknik interpedensi, yakni seluruh set hubungan yang interdependen diteliti. Prinsipnya menggunakan korelasi r = 1 dan r = 0. Dipergunakan dalam hal mengidentifikasi variabel yang berkorelasi dan yang tidak/kecil korelasi-nya. 3. Analisis Faktor menekankan adanya communality = jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel pada variabel lainnya. 4. Kovariasi antar-variabel yang diuraikan akan memunculkan common factors (jumlahnya sedikit) dan unique factors setiap variabel. (faktor - faktor tidak secara jelas terlihat). 5. Adanya koefisien nilai faktor (factor score coefficient), sehingga faktor 1 menyerap sebagian besar seluruh variabel, faktor 2 menyerap sebagian besar sisa varian setelah diambil untuk faktor 1. Faktor 2 tidak berkorelasi dengan faktor 1.

32 2.1.12. Skala LIKERT Skala yang terdiri dari pernyataan, dan disertai jawaban setuju atau tidak setuju, sering atau tidak pernah, cepat atau lambat, baik atau buruk, dan sebagainya (tergantung dari tujuan pengukuran). Dimana Skala Linkert menggambarkan secara kasar posisi individu dalam kelompoknya (posisi relatif), membandingkan skor subyek dengan kelompok normatifnya, menyusun skala pengukuran yang sederhana, dan mudah dibuat (Sugiyono 2007). Berikut adalah langkah-langkah yang penyusunan dari skala LIKERT: Menentukan, dan memahami dengan baik apa yang diukur. Menyusun Blue Print untuk memandu penyusunan alat ukur o Indikator yang secara teoritis-logis memberi kontrobusi yang lebih besar harus diberikan peernyataan yang lebih banyak. o Pernyataan dibuat Favorable, dan Unfavorable. Membuat item sesuai dengan kaidah. Uji coba item. Memilih item yang baik. Menyusun item terpilih menjadi satu set alat ukur. Menginterpretasikan hasil pengukuran.

33 LIKERT: Berikut adalah tahapan dalam memilih pernyataan dalam skala Memilih dengan nilai t, dengan langkah: o Menghitung, dan menjumlahkan skor tiap subyek. o Mengelompokkan subyek menjadi dua. Menggunakan mean atau median jika subyek sedikit, dan menggunakan percentil 25 75 atau 30 70 apabila subyek banyak. Menghitung nilai t. Pilihlah 20 25 item dengan nilai t yang tinggi, dan semua indikator harus terwakili oleh item Favorable, dan Unfavorable. Memilih dengan nilai r (korelasi), dengan langkah: o Menghitung, dan menjumlahkan skor tiap subyek. o Mengkorelasikan skor tiap-tiap item dengan skor total yang diperoleh setiap subyek. Nilai r hitung dibandingkan dengan r tabel. Pilihlah item yang r hitungnya positif, dan lebih besar dari r tabel. Biasanya dapat juga menggunakan patokan r minimal 0,3. Buang item yang r hitungnya kurang dari r tabel atau kurang dari 0,3, dan hitung kembali korelasinya hingga r hitung semua item lebih dari r tabel atau lebih dari 0,3. Pilihlah 20 25 item dengan nilai r yang tinggi, dan semua indikator harus terwakili oleh item Favorable, dan Unfovorable.

34 Dalam Skala LIKERT penyusunan item yang terpilih dalam satu set skala harus acak berdasarkan indikator maupun item Favorable, dan Unfavorable. Dimana interpretasi skor skala tidak dapat dilakukan secara langsung, dan harus dibandingkan dengan skor kelompok normatifnya. 2.2 Kerangka Berfikir Pada perusahaan yang bergerak di industri penerbangan, hari yang paling penting adalah hari dimana perusahaan tersebut harus dapat menjalankan roda bisnisnya, yaitu menjalankan operasional (bisnisnya) setiap hari. Pada masa sekarang ini dimana persaingan antar industri begitu tinggi, industri airlines harus dijalankan pada tingkatan yang paling baik ketika terkait dengan manajemen sumber daya yang digunakan, employee productivity, fleet utilization (terkait jumlah jam penggunaan aircraft), fuel consumption, payload factor (terkait jumlah kursi yang terisi pada sebuah pesawat) dan customer satisfaction. Model bisnis dari suatu airlines yang ada harus dapat memberikan keuntungan dan sistem untuk keperluan operations control yang digunakan oleh airlines harus dapat mengatasi kendala terkait dengan kebutuhan terhadap sumber daya seperti aircraft, aircrew, manajemen irregularities terkait cuaca, peraturan pemerintah setempat dan sebagainya. Hal ini dapat menentukan antara airlines tersebut dapat sukses meraih keuntungan atau gagal, yaitu dari kecepatan airlines tersebut untuk

35 dapat melakukan pengambilan keputusan dan meresponnya secara cepat terhadap berbagai kendala bisnis yang ada. Integrated Operation Control System atau IOCS yang di implementasikan di Garuda Indonesia pada pertengahan 2011 merupakan suatu operations control system yang terintegrasi untuk melakukan manajemen sumber daya yang terkait kebutuhan operasional penerbangan yang dikelola dalam bisnis airlines, antara lain: aircraft, aircrew, irregularities (mengelola masalah rutin yang ada) dan route. Dalam perjalanannya sistem IOCS di Garuda Indonesia mengalami berbagai masalah, mulai dari ketersediaannya yang kurang baik, dukungan terhadap sistem tersebut, maupun mengenai kemampuan atau fungsi daripada sistem tersebut yang belum dioptimalkan. Dalam studi kasus ini, peneliti mencoba menelusuri melalui sudut pandang pengguna internal sistem mengenai pengukuran kinerja dari IOCS. Hal ini dilakukan untuk memberikan informasi yang lebih faktual dari data yang didapatkan di lapangan mengenai kinerja IOCS itu sendiri. Melalui kegiatan observasi terhadap kebutuhan pengukuran kinerja IOCS, ekspektasi manajemen terhadap manfaat IOCS, dan juga teori terkait evaluasi sistem. Peneliti mencoba merumuskan beberapa faktor dan indikator untuk menjadi instrumen penelitian seperti pada tabel 2.2. Saat ini (2012) di Garuda Indonesia, IOCS menjadi IT system & tools utama dalam pelaksanaan operations control di perusahaan. IOCS memiliki potensi untuk meningkatkan employee productivity, on time performance, dan customer satisfaction. Sehingga diperlukan evaluasi

36 terutama dari sudut pandang pengguna internal terhadap kinerja dari IOCS untuk mendukung kinerja bisnis di PT Garuda Indonesia Tbk. Karena itu penelitian pada studi kasus ini akan menggunakan faktor-faktor yang sudah ditentukan menjadi instrumen penelitian seperti pada tabel 2.2 sebagai cara untuk melakukan evaluasi kinerja dari IOCS dari sudut pandang pengguna internal. Lalu dengan melakukan analisa faktor pada faktor-faktor tersebut akan dicari tahu apa saja indikator yang terbentuk sehingga didapatkan faktor-faktor yang cocok dan model yang tepat untuk mengevaluasi kinerja Integrated Operation Control System pada PT Garuda Indonesia Tbk. Business Impact System System Services Quality? System Availability Kinerja Integrated Operation Control System Analisa Faktor? Kinerja Integrated Operation Control System System Usefulness? Information Quality? Interface Quality Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

37 2.3 Kerangka Konsep Business Impact System System Services Quality System Availability Kinerja Integrated Operation Control System System Usefulness Information Quality Interface Quality Gambar 2.2 Kerangka Konsep Dari kebutuhan pengukuran kinerja IOCS yang diperlukan oleh perusahaan, ekspektasi manajemen terhadap manfaat IOCS, dan juga teori yang pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya mengenai model evaluasi sistem informasi. Dibuatlah suatu instrumen untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja Integrated Operation Control System (IOCS) dari sudut pandang pengguna sistem di internal (pegawai di perusahaan).

38 Adapun instrumen kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Business Impact System Tabel 2.2 Instrumen Kuesioner Faktor Indikator Referensi Var. Pernyataan Employee productivity System Services Quality Indirect benefits from system Indirect benefits from system Business continuity Business continuity Availability of system support Capability support of problems handling Support response time Preventive problems socialization Wim Van Grembergen & Steven De Haes (2005) Wim Van Grembergen & Steven De Haes (2005) Wim Van Grembergen & Steven De Haes (2005) Stewart Wan (2009) Stewart Wan (2009) Joe Peppard (2000) Joe Peppard (2000) Joe Peppard (2000) Joe Peppard (2000) Q7 Dengan menggunakan modul IOCS, pegawai menjadi produktif bagi perusahaan Q19 Dengan modul IOCS perusahaan dapat meningkatkan kinerja On Time Performance (OTP) menjadi lebih baik Q20 Q21 Ada keterkaitan antara On Time Performance (OTP) dengan penerapan IOCS di perusahaan Apabila modul IOCS mati, pegawai perusahaan tidak dapat melanjutkan tugas / skenario terkait Q22 Pegawai memiliki "alat" lain dari perusahaan sebagai pengganti (backup), jika modul IOCS mati Q25 Q26 Q27 Q28 Jika ada permasalahan pada IOCS, pihak helpdesk IT (Asyst) selalu ada untuk menghandling permasalahan tersebut Jika ada permasalahan pada system IOCS, pihak helpdesk IT (Asyst) selalu dapat menghandling permasalahan tersebut dengan baik Jika ada permasalahan pada system IOCS, pihak helpdesk IT (Asyst) selalu dapat menghandling permasalahan tersebut dengan cepat Jika ada permasalahan pada system IOCS, pihak helpdesk IT (Asyst) selalu memberikan bagaimana cara mencegah hal tersebut terjadi lagi

39 System Availability System Usefulness Critical problems action plan Systems reliability Joe Peppard (2000) Wim Van Grembergen & Steven De Haes (2005) Easy to use James R. Time to complete task Simplicity of system Time to complete task James R. James R. James R. Q29 Helpdesk IT selalu memiliki rencana untuk menanggulangi jika terjadi permasalahan system IOCS Q23 IOCS yang berjalan sekarang sudah berjalan dengan baik (tidak pernah down, error,dll) Q1 Pegawai merasa mudah dalam pemanfaatan modul IOCS Q2 Pegawai merasa puas dengan lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas menggunakan modul IOCS Q4 Modul IOCS dalam penggunaannya sangat sederhana Q5 Dengan modul IOCS bisa dengan cepat menyelesaikan tugas / skenario Information Quality Easy to learn system User expectation User comfort to use system The usefullness of system High efficiency from system Satisfaction to information support Guidance to error message James R. James R. James R. James R. James R. James R. James R. Q6 Q16 Q17 Q24 Q30 Q3 Pengguna merasa mudah dalam mempelajari modul IOCS Modul IOCS memiliki fungsi dan kemampuan yang diharapkan oleh pengguna sistem Pegawai merasa nyaman menggunakan Modul IOCS untuk tugas/skenario nya IOCS yang dikembangkan oleh perusahaan sangat berguna untuk kerja pegawai Pegawai bisa mendapatkan effisiensi tinggi dalam menyelesaikan tugas / skenario dengan menggunakan Modul IOCS Kepuasan terhadap dukungan informasi Q8 Dipandu oleh informasi / pesan kesalahan

40 Interface Quality Clear error message Easy to find information Easy to understand information Information can support job Easy to fix error task James R. James R. James R. James R. James R. User friendly James R. User friendly James R. Q10 Q11 Q12 Q13 Q9 Q14 Q15 Informasi pesan kesalahan cukup jelas Mudah dalam pencarian informasi Informasi yang disediakan mudah dimengerti Informasi yang disediakan sangat membantu penyelesaian tugas Ketika membuat kesalahan dapat dengan mudah memperbaiki Tampilan memudahkan dalam menyelesaikan tugas Pengguna menyukai tampilan User friendly James R. Q18 Modul IOCS yang digunakan sangat sederhana