BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manusia dengan segala aspek kehidupannya itu melaksanakan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak adanya ketenangan dalam masyarakat. Kejahatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II TANJUNG GUSTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perubahan sistem pembinaan narapidana menjadi sistem pemasyarakatan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Layanan perpustakaan..., Destiya Puji Prabowo, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. tahanan, narapidana, anak Negara dan klien pemasyarakatan sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak adam dan hawa

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syofiyatul Lusiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dan heterogen,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN SUKAMISKIN DAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUKAMISKIN BANDUNG

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS IIB DUMAI Jl. Pemasyarakatan No. 01 Bumi Ayu - Dumai RUTAN DUMAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya,

Sehubungan dengan penyusunan skripsi, maka saya:

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa, Indonesia adalah Negara

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. sanksi atau nestapa sebagaimana diatur dalam hukum pidana (Strafrecht) dan

BAB I PENDAHULUAN. pemasyarakatan di Indonesia. (Lapas) di Indonesia telah beralih fungsi. Jika pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas manusia baik politik, sosial dan ekonomi, dapat menjadi kausa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana penanganan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menimbulkan berbagai macam kejahatan baru yang membuat keresahan dalam masyarakat. Keresahan adalah gejala tidak adanya kesejahteraan sosial, ketenteraman dan kebahagiaan. Kejahatan adalah masalah sosial yang tidak akan mungkin dihilangkan karena dewasa ini melakukan pekerjaan dengan kejahatan lebih mudah dan menguntungkan serta banyak oknum penegak hukum terkait dalam kejahatan. Masalah sosial khususnya tindakan kejahatan akan semakin meningkat jika masyarakat tidak sejahtera dan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mudah untuk melakukan perbuatan kejahatan (Kusumah, 2007 : 32). Tindakan kejahatan akan terjadi bila niat pelaku dibarengi dengan kesempatan melakukan tindakan tersebut. Kejahatan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, karena itu kita tidak bisa memprediksi siapa yang akan melakukan kejahatan dan kapan kejahatan akan terjadi.kejahatan dapat dilakukan siapa saja, anak-anak, orang dewasa bahkan orang tua, baik yang berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Kejahatan yang semakin meningkat disebabkan sanksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan tidak berjalan dengan efektif sehingga para pelaku kejahatan tidak takut akan sanksi pelanggaran itu (Aroma, 2003 : 11).

Tabel 1.1 Jumlah Kasus Kejahatan di Indonesia NO. TAHUN JUMLAH KASUS 1 2007 812.334 2 2008 867.761 3 2009 942.325 Sumber data : Mabes Polri Antara 2007-2008 terjadi kenaikan angka kejahatan sebesar 5,65%, sedangkan antara 2008-2009 terjadi kenaikan sebesar 6,45% (Markas Besar Polisi Republik Indonesia, 2009) Daerah Sumatera Utara merupakan daerah yang rawan dengan tindak kejahatan bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor seperti suku, agama, dinamika kehidupan, sosial ekonomi dan perbedaan mendasar lainnya. Tabel 1.2 Jumlah Kasus Kejahatan di Sumatera Utara NO. TAHUN JUMLAH KASUS 1 2001 38.450 2 2002 49.677 3 2003 62.427 4 2004 75.550 5 2005 89.980 6 2006 94.831 7 2007 97.285 8 2008 98.528 9 2009 99.452 Sumber Data : (Seksi Registrasi Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Provinsi Sumatera Utara, 2009).

Salah satu sanksi bagi para pelaku kejahatan pada hukum pidana yaitu pidana penjara, dimana para pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan akan menjadi narapidana dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Saat ini Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis dibidang pemasyarakatan, berperan untuk membina, membimbing, mendidik, memperbaiki, dan memulihkan keadaan dan tingkah laku para narapidana agar tidak mengulangi kesalahannya. Pembinaan narapidana diharapkan dapat meyongsong masa depan yang lebih baik, memperoleh jati diri untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara sehingga dapat kembali menjalani kehidupan sewajarnya dan diterima ditengah-tengah masyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya. Konsep pembinaan narapidana merupakan pemikiran dari Sahardjo (1963) yang mencetuskan tentang konsep pemasyarakatan. Proses pembinaan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan tahap demi tahap. Pembinaan narapidana sangat penting diperhatikan pemerintah sehingga tujuan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan tercapai agar narapidana sadar akan perbuatannya dan tidak mengulangi perbuatannya serta dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang berguna di tengah masyarakat (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 :5) Puncak realisasi sistem pemasyarakatan di Indonesia adalah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Dalam pasal 12 menyatakan bahwa Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia yang seutuhnya menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 dan 32 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta Tata Cara Pelaksana Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyatakan bahwa seseorang narapidana yang melakukan tindak kejahatan, merupakan insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan. Dalam sistem pembinaan di lembaga pemasyarakatan narapidana yang menjalani hukuman diperlakukan dengan baik dan dibina dengan metode mengenal dirinya yang sesungguhnya agar menyadari kesalahanya, memotivasi memperbaiki diri dan dibekali dengan pendidikan agama, pendidikan umum, dan keterampilan agar nantinya setelah selesai menjalani hukuman dapat kembali hidup sewajarnya di masyarakat dan dapat berperan dalam pembangunan (Rajagukguk, 2008 : 34). Umumnya setelah narapidana menyelesaikan masa hukumannya di dalam lembaga pemasyarakatan yang telah dibina dan dibekali dengan pendidikan umum, agama dan keterampilan banyak masyarakat menganggap bahwa mantan narapidana adalah kelompok masyarakat yang harus dihindari, diwaspadai bahkan diasingkan dari pergaulan masyarakat, sehingga mereka cenderung sulit untuk bersosialisasi, mencari pekerjaan sehingga dapat mengulangi perbuatannya yang disebut residivis. Masyarakat banyak menganggap bahwa lembaga pemasyarakatan sampai saat ini masih menggunakan sistem kepenjaraan yang membuat narapidana jera dengan sanksi kekerasan dan menganggap lembaga pemasyarakatan adalah sekolah kejahatan (Kusumah, 2007 : 57).

Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan azas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan dan pembinaan serta bimbingan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak kejahatan oleh Warga Binaan yang tidak terpisahkan dari nilainilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal ini sejalan dengan aspek pembinaan narapidana/anak didik pemasyarakatan mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabilitasi dan edukasi (Aroma, 2003: 37). Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan peran masyarakat dan petugas pemasyarakatan sangat dibutuhkan. Peran masyarakat yaitu keikutsertaan dalam pembinaan dan sikap bersedia menerima kembali narapidana yang telah selesai menjalani pidananya ataupun yang sedang menjalani pembebasan bersyarat. Peran dari petugas pemasyarakatan adalah yang paling utama karena petugas pemasyarakatan harus berhadapan dengan orang-orang yang beraneka ragam sifat dan tingkah laku. Petugas pemasyarakatan harus bersikap adil, tidak melakukan kekerasan, mendengarkan keluhan narapidana, menjalankan serta menjaga keamanan selama kegiatan pembinaan berlangsung. Seorang petugas pemasyarakatan harus memiliki mental yang baik dan sehat, karena diperlukan dalam pelaksanaan tugas untuk meningkatkan kualitas yang positif baik untuk dirinya sendiri, warga binaan maupun untuk lingkungannya (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2009).

Keberhasilan pembinaan tidak hanya didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga partisipasi dari berbagai pihak, substansi hukum, sosial, dan substansi lainnya. Karena itu program pembinaan harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip dasar pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan harus mampu menumbuhkan suasana saling pengertian dan kerukunan, baik di antara sesama warga binaan maupun antara pembina dengan warga binaan, sehingga pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dari program pembinaan tersebut dapat tercapai terutama bagi narapidana. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong adalah satu-satunya lembaga pemasyarakatan di daerah Tapanuli dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong terletak di Kabupaten Tapanuli Utara. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong merupakan instansi pemerintah dan sebagai pelaksana program pembinaan, yang menampung, merawat serta membina masyarakat yang berkonflik dengan hukum yang berasal dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara. Walaupun Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong menjalankan program pembinaan tetap saja penghuninya bertambah setiap tahun. Sampai awal Pebruari 2010 Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong berpenghuni 745 orang, dimana 104 orang merupakan tahanan dan 641 orang merupakan narapidana.

Tabel 1.3 Jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong NO. TAHUN JUMLAH 1 2003 309 Orang 2 2004 382 Orang 3 2005 445 Orang 4 2006 508 Orang 5 2007 576 Orang 6 2008 623 Orang 7 2009 690 Orang Sumber Data : (Seksi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong, 2010). Dari hasil prasurvai yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong narapidana diberi makan oleh petugas 3 kali sehari sesuai jadwal dan menu makanan yang telah ditentukan. Fasilitas dan bangunan sudah cukup tua dan direnovasi secara bertahap yang terdiri dari tempat ibadah, ruangan kantor, ruang jasa, pos jaga, ruang keterampilan, ruang pendidikan, ruang jahit, aula, kamar mandi, dapur, poliklinik, perpustakaan, lapangan olahraga dan kamar kurungan. Narapidana ditempatkan dalam kamar kurungan sesuai lamanya masa tahanan dan jenis tindakan pidana yang dilakukan. Kamar kurungan narapidana terdiri dari 5 blok yaitu: 1. Blok A terdiri dari 8 kamar. 2. Blok B terdiri dari 12 kamar. 3. Blok C terdiri dari 7 kamar. 4. Blok D terdiri dari 9 kamar. 5. Blok E terdiri dari 5 kamar.

Pembentukan karakter dan perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong dititikberatkan pada program pembinaan yang dilaksanakan. Program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong terbagi atas 5 (lima) ruang lingkup pembinaan yakni Pertama, Pendidikan Umum bertujuan mendidik narapidana agar mempunyai pandangan dan pemikiran yang lebih baik daripada sebelumnya. Kedua, Pendidikan Keterampilan bertujuan agar narapidana memiliki kemandirian melalui keterampilan yang dimiliki untuk mendapatkan pekerjaan bila nanti telah menyelesaikan hukumannya. Ketiga, Pendidikan Rohani yakni pendidikan agama Islam, Katolik, dan Kristen Protestan yang membuka kesempatan kepada narapidana dalam menata dan mempelajari bekal masa depan. Keempat, Sosial budaya, Kunjungan Keluarga yang bertujuan agar narapidana tidak putus hubungan komunikasi kepada keluarganya dimana dalam hal ini keluarga juga berperan membina narapidana. Kelima, Kegiatan Rekreasi meliputi olahraga, hiburan, membaca bertujuan agar narapidana mendapatkan hiburan untuk penyegaran pikiran. Keseluruhan kegiatan yang menjadi program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong bertujuan untuk mempersiapkan agar narapidana berani dan siapa menyongsong masa depannya. Dalam pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong keterkaitan dan partisipasi narapidana sebagai warga binaan cukup baik. Partisipasi narapidana dilihat dari aktifitas mengikuti pembinaan seperti belajar paket A, membuat kerajianan tangan, pengajian dan kebaktian serta kegiatan-kegiatan olahraga. Seluruh kegiatan narapidana dilakukan sesuai jadwal

dan diawasi oleh petugas pemasyarakatan sehingga program pembinaan dapat berjalan dengan baik. Dari titik tolak uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara. 1.2 Perumusan Masalah Dalam penelitian ini perlu ditegaskan dan dirumuskan masalah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara?. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari peneliti mengadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon narapidana dalam melaksanakan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur dari persepsi, sikap dan partisipasi.

1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian. Khususnya Ilmu Kesejahteraan Sosial, terutama mengenai permasalahan sosial di masyarakat. 2. Diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Medan. 3. Bagi penulis dapat berguna dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagi Lembaga Pemasyarakatan yang terkait dalam melaksanakan pembinaan terhadap narapidana. 4. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka pengembangan konsep-konsep dan teori-teori dalam rangka melakukan intervensi pelayanan sosial terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tentang tipe penelitian,lokasi penelitian, populasi dan sampel, tehnik pengumpulan data serta tehnik analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini. BAB V : ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisanya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.