dokumen-dokumen yang mirip


TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

III. BAHAN DAN METODE. UIN Suska Riau yang terletak di Jl. HR. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru,

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

III. BAHAN DAN METODE. Jamur yang terletak di Jalan Garuda Sakti KM. 2 Jalan Perumahan UNRI. Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni

I. METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl. H.R. Soebrantas KM 15

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P.

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan RAL (rancangan acak lengkap) satu faktor

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Kubung ketua kelompok wanita tani Sido Makmur

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu penelitian 1. Alat dan Bahan a. Bahan

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

CABE GILING DALAM KEMASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG USAHA JAMUR TIRAM

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI

LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT:

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

3. Untuk mempermudah bagi mereka mereka yang berminat untuk mendirikan industri rumah tangga yang mengspesialisasikan pembuatan tempe. C.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian

PELUANG BISNIS AYAM GORENG PRESTO. Tugas Kuliah Lingkungan Bisnis

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM

5. Perencanaan jenis bibit yang akan ditanam

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. METODE PENELITIAN

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Bab 5 Aspek Teknis. Bagaimana bentuk tempe yang anda suka? Apa warna tempe yang anda suka? Jenis bahan tempe apa yang anda sukai?

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

OLAHAN JAMUR TIRAM JAMUR GORENG CRISPY DAN KRIPIK JAMUR TIRAM TINJAUAN SEDERHANA PRAKTISI JAMUR TIRAM. Disusun oleh: Team Kampoeng Djamoer

MANISAN BASAH BENGKUANG

II. MATERI DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di

III. METODE PENELITIAN A.

TUGAS AKHIR SB091358

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

PERLAKUAN BENIH KEDELAI SEBELUM TANAM

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan

BAB III METODE PENELITIAN

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Resep Kastengel Bawang Merah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B.

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

OLEH: YULFINA HAYATI

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 8. MENULIS TERBATASLatihan soal 8.3. Bagian no (2) dan (5) pada petunjuk tersebut dapat dilengkapi dengan kalimat...

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PERSIAPAN TANAM BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan.

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan

EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

III.TATA CARA PENELITIAN

STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) MIKROSKOP

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

Transkripsi:

BAB III REKAYASA PENURUNAN GENERASI PDA KE GENERASI BIBIT INDUK F1 3.1. Pembuatan Bibit Induk F1 Bibit induk F1 adalah hasil turunan generasi dari bibit PDA. Media yang digunakan bisa dari serbuk gergajian, jagung, sorgum, kedelai, gabah, dan beberapa bahan lainnya. Pebudidaya di Indonesia pada umumnya menggunakan media jagung dan media gabah untuk membuat bibit induk F1. Khusus pembahasan kali ini kita menggunakan media jagung. Media ini dipilih karena mudah didapatkan, harganya cukup murah, dan kualitas bibit induk F1 yang dihasilkan sangat baik. Pada bibit induk F1, diinokulasikan agar-agar dari bibit PDA untuk mengembangkan miselium tersebut pada media jagung. Bibit induk yang dihasilkan disini nantinya masih harus dikembangkan atau diturunkan menjadi bibit sebar F2 sebelum digunakan dalam inokulasi pembuatan media baglog jamur tiram. Bibit Induk F1 media jagung 43

3.2. Bahan Yang Diperlukan Untuk Pembuatan Bibit Induk F1 Untuk membuat bibit Induk F1 bisa menggunakan biji-bijian jagung, gabah/padi, kedelai, atau gandum. Adapun beberapa persyaratan bahan yang baik untuk dibuat bibit induk F1 adalah sebagai berikut: Masih baru. Kondisi jagung yang akan dipakai tidak boleh sudah terlalu lama dari pemanenan. Pilih dengan benar kualitas jagung, kalau bisa hanya sedikit saja jagung yang rusak/pecah, usahakan sebagian besar utuh. Tidak terdapat kontaminasi dari jamur atau yang lain Tidak terdapat hama seperti ulat dan lainnya Secara visual kondisi jagung yang berkualitas akan tampak kuning, utuh. Pada umumnya jagung dibeli di pasar. Janganlah memilih untuk membeli jagung dengan harga yang murah yang biasanya kondisinya banyak yang pecah dan digunakan untuk pakan ternak seperti ayam. Tentunya kondisi jagung yang dibeli di pasar ini masih dalam kondisi keras, karena hasil dari proses pengeringan dengan cara dijemur. Untuk itulah nantinya dalam proses pembuatan diperlukan proses perendaman. Kita tidak perlu berhemat-hemat dengan membeli jagung kualitas rendah di sini, karena toh untuk membuat bibit F1 berkualitas, harganya tidak mahal. Dengan hanya 5kg jagung, InsyaAllah sudah bisa dibuat sekitar 40 botol bibit induk F1, dan ini sudah sangat cukup. Andai harga jagung itu Rp.10.000,- per kg, berarti biaya pembelian jagung hanya Rp. 50.000,- saja kog.. Padahal di tempat kami, jagung yang cukup baik kualitasnya harganya sekitar Rp. 5000,- per kg saja. Jagung yang berkualitas akan tampak utuh dan baik 44

3.3. Peralatan yang diperlukan Dalam membuat bibit induk F1, diperlukan peralatan-peralatan yang cukup mudah untuk didapatkan. Peralatan-peralatan tersebut antara lain adalah : Botol bekas saus Kompor Bunzen Stik atau batang yang terbuat dari stainless steel agar steril Kotak pembibitan sederhana (seperti yang dijelaskan pada Bab II pada proses pembuatan bibit PDA) Karet pentil / karet gelang yang ukuran kecil saja Koran yang dipotong kurang lebih 7cm x 7 cm Ember plastik untuk merendam jagung Tempayan bambu yang digunakan pada proses penirisan Autoclav atau panci bertekanan 45

Karet pentil dan koran Dan tentu saja yang harus disiapkan adalah : PDA yang berkualitas 46

3.4. Tata cara Rekayasa Pembuatan Bibit Induk F1 Pembuatan bibit induk F1 dibagi dalam beberapa langkah sebagai berikut : 1. Mencuci jagung Jagung yang akan digunakan dalam pembuatan bibit harus dicuci terlebih dahulu, pada proses ini selain dicuci, dilakukan juga proses pemisahan antara jagung yang baik dan jagung yang kurang baik. Caranya dengan merendam sejenak jagung tersebut di dalam air, jagung yang mengapung adalah jagung yang kurang baik, segera pisahkan dan dibuang, selain itu jika ditemukan jagung yang terdapat lubang bekas ulat, segera dibuang dan dipisahkan. Proses pencucian jagung dan pemisahan dengan yang kurang baik 2. Merendam jagung Jagung yang sudah dicuci tersebut selanjutnya direndam di dalam air bersih dengan takaran kurang lebih 2 liter per 1kg jagung. Proses perendaman ini berlangsung kira-kira 48 jam. Tujuannya adalah untuk menambahkan kadar air ke dalam jagung yang masih keras tersebut. Kadar air ini sangat penting dalam proses pembentukan miselium F1 nantinya. Banyak yang menyepelekan proses perendaman ini, yang sebenarnya di sinilah letak kunci keberhasilan yang penting dalam pembuatan bibit induk F1. Merendam jagung ini hendaknya menggunakan air yang bersih. 47

Merendam jagung dalam air 2liter per 1kg jagung Rendaman jagung setelah 2 hari akan tampak seperti foto di atas 48

3. Merebus jagung Jagung yang telah direndam selama kurang lebih 48 jam tersebut kemudian dicuci lagi hingga bersih. Lalu masukkan ke dalam panci dan rebuslah selama kurang lebih 20-30 menit. Tidak ada patokan waktu dalam perebusan ini, karena sangat tergantung ukuran dari jagung itu sendiri. Untuk jagung berukuran kecil, biasanya proses perebusan akan lebih lama. Ukuran jagung yang sedang dan besar biasanya hanya memerlukan waktu sekitar 20menit saja. Proses perebusan jagung adalah hingga butiran jagung sudah cukup lunak / empuk, namun belum sampai pecah merekah. Proses perebusan jagung Selama proses perebusan, hendaknya selalu diperiksa kadar kelunakan dari jagung itu. Ini sangat penting agar jangan sampai jagung masih terlalu keras. Namun juga harus diperhatikan timing / waktu perebusan, jangan sampai jagung terlalu lunak atau sudah pecah merekah. Ini artinya terjadi overcook yang dikhawatirkan akan menimbulkan kontaminasi nantinya. Fungsi dari merebus jagung ini selain untuk melunakkan jagung, juga untuk menambah kadar air yang terkandung di dalam jagung nantinya. Kadar air ini sangat penting dalam perkembangan miselium. Kebanyakan kegagalan/kontaminasi diakibatkan kurangnya kadar air. 49

Selalu periksa tingkat kematangan dari jagung selama proses perebusan Proses penirisan sejenak setelah direbus, cek ulang tingkat ke lunakan dari jagung 50

4. Meniris Hasil Rebusan Jagung Setelah direbus, tiriskan sejenak saja jagung tersebut selama kurang lebih 5-10 menit. Tujuannya hanya untuk mengurangi air rebusan dan rendaman. Penirisan tidak boleh terlalu lama, lalu segera masukkan ke dalam botol. 5. Memasukkan Jagung Ke Dalam Botol Setelah direbus, tiriskan sejenak saja jagung tersebut selama kurang lebih 5-10 menit. Tujuannya hanya untuk mengurangi air rebusan dan rendaman. Penirisan tidak boleh terlalu lama, lalu segera masukkan ke dalam botol. Jangan lupa semprot tangan dengan alkohol terlebih dahulu. Masukkan jagung ke dalam botol Tutup dengan plastik tebal 51

4. Sterilisasi menggunakan autoclav Masukkan botol ke dalam autoclav, lalu sterilkan pada tekanan 1,5Bar 2Bar selama kurang lebih 20menit. Dalam proses sterilisasi ini tidak boleh terlalu lama yang akan menyebabkan jagung tersebut gosong dan kering. Jika proses sterilisasi terlalu lama, akan menyebabkan struktur nutrisi yang terkandung di dalam jagung untuk penumbuhan miselium menjadi rusak, inilah yang menyebabkan salah satu kegagalan nantinya. Steilisasi menggunakan autoclav pada tekanan 2BAR selama 20 menit Contoh jagung yang terlalu lama disterilkan pada autovlav. Tampak sudah gosong menghitam ini kurang bagus sebagai media bibit F1 nantinya Contoh jagng yang pas/cukup disterilkan pada autoclav, tampak masih kuning kondisi ini yang tepat sebagai media F1 52

4. Inokulasi bibit PDA ke F1 Setelah proses sterilisasi, masukkan botol ke dalam kotak pembibitan sederhana atau laminar air flow. Biarkan sampai cukup mendingin. Kira-kira sekitar 3-5jam. Jika jagung masih terlalu panas, jangan dipaksakan untuk melakukan proses inokulasi, hal ini dapat menyebabkan kegagalan, karena PDA terbuat dari agaragar, sehingga akan mudah meleleh dan merusak miselium yang terkandung dalam agar-agar PDA. Visualisasi dari langkah inokulasi ini adalah sebagai berikut: Persiapan / preparation media jagung, bunzen, stik stainless, koran Panaskan terlebih dahulu stick stainless pada api bunzen secara merata 53

Panaskan pula sejenak bibit PDA yang akan digunakan untuk menginokulasi media jagung menjadi bibit induk F1. Panaskan menggunakan panas dari api bunzen secara merata di permukaan dan di mulut botol PDA. Potong / cacah agar-agar dari bibit PDA menjadi beberapa bagian. Tujuannya adalah agar memudahkan dalam memasukkan ke dalam botol F1. Biasanya dalam satu botol bibit PDA ini bisa dibagi menjadi kurang lebih 25 bagian. Masukkan secara perlahan segmen/bagian dari potongan bibit PDA tersebut ke dalam media jagung yang nantinya menjadi bibit induk F1. Cara memasukkannya harus dengan hati-hati dan masuk secara sempurna ke dalam botol. Idealnya ukuran segmen adalah kurang lebih 1cm x 2cm. 54

Segera tutup botol dengan kertas koran lalu ikat dengan karet. Ingat!! Koran yang digunakan sebagai penutup di sini harus sudah disterilkan pula di dalam autoclav. Untuk memastikan tingkat sterilnya, boleh juga dengan menyemprot koran terlebih dahulu menggunakan alkohol 96%. Dalam menutup botol hasil inokulasi, bisa menggunakan kapas, bisa menggunakan kertas koran, bisa juga menggunakan kertas lilin coklat yang biasanya untuk bungkus makanan. Namun secara umum kebanyakan pebudidaya menggunakan tutup kertas koran saja. Setelah proses inokulasi selesai, simpan dengan baik bibit induk F1 di tempat yang bersih, steril, dan stabil suhu dan kelembabannya. Yang termudah adalah diletakkan di dalam lemari yang bersih. Untuk menjamin kebersihannya, semprot terlebih dahulu tempat penyimpanan menggunakan alkohol 96%. 55

3.5. Tips dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan F1 Dalam pembuatan bibit F1, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk lebih meningkatkan probabilitas dan keberhasilannya. Terkadang hal-hal tersebut terkesan sepele dan sederhana, namun besar sekali pengaruhnya terhadap kualitas bibit induk F1 yang dihasilkan nantinya. Tips-tips tersebut antara lain adalah : Pemilihan jagung yang digunakan sebagai media F1. Jagung yang dipilih hendaknya berkualitas bagus dan dalam kondisi masih baru. Hindari pemilihan jagung yang sudah lama atau timbunan di pasar. Ukuran jagung (besar dan kecil) sebenarnya tidak mempengaruhi kualitas F1. Namun menggunakan jagung dengan ukuran yang tanggung dan besar lebih mudah dari pada yang ukuran kecil. Mudah ini dalam artian mengatur kadar air yang pas. Jika jagung ukuran besar hanya perlu direndam kurang lebih 2 hari, maka jagung yang ukuran kecil memerlukan waktu hingga 4 hari dalam perendamannya. Proses pembersihan jagung harus selalu dilakukan sebelum melakukan perendaman, di sini fungsi dari pembersihan adalah sekaligus memisahkan jagung yang kondisinya jelek. Biasanya dalam pembersihan, jika terdapat jagung yang jelek akan mengapung, segera pisahkan. Dalam merebus jagung, periksa terus tingkat kematangan/ tingkat kelunakan dari jagung tersebut. Lama perebusan adalah dalam kisaran 20menit hingga 30 menit. Jika kondisi jagung sudah pecah, atau mengelupas, ini berarti kondisinya terlalu lama dalam perebusan. Pada proses penirisan, hendaknya tidak terlalu lama maksimal 10 menit, karena jika terlalu lama, dikhawatirkan kadar airnya berkurang. Namun juga harus diperhatikan jangan sampai kadar air yang terkandung berlebih. Pada proses sterilisasi, jika menggunakan panci presto biasa, karena tidak ada alat pengukur tekanannya, bisa diasumsikan tingkat tekanan yang ada adalah sekitar 0,75Bar. Lama sterilisasi jika menggunakan panci presto biasa adalah kurang lebih 30-40menit. Jika menggunakan autoclav, sterilisasi dilakukan pada tekanan 1,5 2BAR selama kurang lebih 20menit. Media jagung adalah media dengan nutrisi murni (bukan campuran), dan pada saat sterilisasi, kondisinya sudah lunak, jika terlalu lama pada autoclav maka akan merusak struktur nutrisi dan kandungan kadar air pada jagung. Hasil jagung setelah proses sterilisasi adalah masih berwarna kuning kecoklatan, Namun bukan coklat gosong. Pada saat inokulasi, pastikan kondisi jagung sudah cukup mendingin, yaitu kurang lebih selama 4-5jam sejak dikeluarkan dari autoclav Proses inokulasi harus dilakukan di dalam kotak pembibitan sederhana atau di dalam laminar air flow. Penyimpanan bibit induk F1 setelah inokulasi haruslah di tempat yang bersih dan steril 56

3.6. Kegagalan dalam pembuatan bibit induk F1 dan antisipasinya Dalam rekayasa penurunan bibit PDA ke bibit induk F1 terkadang dijumpai kegagalan. Pada umumnya kegagalan yang adalah kontaminasi atau bibit PDA yang tidak mau menjalarkan miselium pada media F1. Beberapa analisa kegagalan tersebut yang paling sering adalah disebabkan oleh halhal sebagai berikut: Kualitas jagung yang kurang baik. Sebaiknya selalu memilih jagung dengan kualitas baik dan dalam kondisi baru. Hindari memilih jagung yang sudah tertimbun lama dan sudah banyak kutu nya. Pilih jagung yang utuh, jangan yang banyak mengandung jagung pecah dan berlubang. Kurangnya perendaman. Lama perendaman setelah proses pencucian sebaiknya minimal 2x24jam. Fungsi perendaman ini adalah untuk menambah kadar air pada media jagung. Jika jagung langsung dilakukan perebusan tanpa merendam terlebih dahulu, biasanya masih kurang mengandung kadar air. Kadar air yang kurang menyebabkan penjalaran miselium kurang sempurna dan menimbulkan kontaminasi pada akhirnya. Terlalu lama dalam perebusan sehingga banyak jagung yang kondisinya pecah dan terbuka. Atau sebaliknya kurang lama merebus, sehingga masih terlalu keras. Proses sterilisasi yang tidak tepat. Dalam hal ini, bisa jadi sterilisasi kurang, sehingga belum cukup mematikan bakteri yang ada, atau malah sterilisasi pada autoclav yang berlebihan yang menyebabkan jagung menjadi gosong sehingga struktur nutrisi pada jagung untuk penumbuhan miselium menjadi kurang baik. Pada proses inokulasi jagung masih terlalu panas, sehingga bibit PDA yang terbuat dari bahan agar-agar meleleh dan merusak miselium PDA. Bibit PDA yang mengandung kontaminan, sehingga menyebabkan kegagalan pada penurunan bibit F1. Untuk itu hendaknya selalu dipilih bibit PDA dengan kualitas terbaik. Proses inokulasi yang kurang steril. Untuk itu selalu perhatikan tingkat kebersihan tempat, bahan, dan alat yang digunakan pada proses inokulasi bibit PDA ke media F1 untuk menjamin tingkat keberhasilannya. Tempat penyimpanan / storage bibit F1 yang kurang memadai. Dalam menyimpan bibit induk F1 hendaknya pada tempat yang bersih dan steril pula. Jika terdapat kontaminasi pada satu atau beberapa botol bibit F1, segera pisahkan dan dibuang, karena jika dibiarkan, biasanya dapat menular ke botol bibit F1 lainnya. 57

3.7. Memahami perkembangan miselium bibit induk F1 Perkembangan miselium pada bibit induk F1 dimulai dari berkembangnya miselium pada inokulan bibit PDA pada media jagung, lalu jika media jagung yang dibuat sesuai dan pas pada kondisi untuk mengembangkan miselium dari bibit PDA tersebut, maka secara perlahan akan terjadi perambatan miselium hingga menyelimuti seluruh permukaan jagung pada botol F1. Proses perkembangan miselium pada bibit induk F1 ini perlu diperhatikan agar kita dapat mengetahui durasi mulai awal pembentukan miselium hingga mencapai 100% pada bibit induk F1. Durasi ini nantinya penting dalam penyusunan jadual kerja manajemen pembibitan yang terkait dengan jadual kerja pada budidaya jamur tiram putih. Secara detil, perkembangan miselium yang normal pada bibit induk F1 dapat diperhatikan pada ilustrasi berikut ini: Masa krusial atau masa terpenting pada perkembangan miselium dari bibit PDA adalah pada 3 hari pertama. Pada 24 jam setelah dilakukan proses inokulasi, biasanya pada agar-agar bibit PDA akan mulai terselimuti benang-benang hifa. Tampak agar-agar pada bibit PDA mulai terselimuti oleh jaringan hifa miselium yang nantinya diharapkan mau merambat pada media jagung bibit induk F1. 58

Selanjutnya pada hari ke-3 benang hifa tersebut akan merambatkan miselium pada media jagung pada bibit induk F1 yang ada. Pada hari ke-3 rambatan miselium mulai menjalar pada media jagung Perkembangan miselium pada 5-7 hari pertama akan tampak seperti rambatan miselium yang telah mencapai sekitar 30% tersebut seperti tipis dan halus. Ini sebenarnya normal saja. Pada hari ke-5-7 rambatan miselium mulai mencapai 30-40% 59

Setelah mencapai 10 hari, biasanya miselium telah merambat hingga 70%, di sini miselium yang terbentuk sudah mulai menebal. Miselium merambat hingga kurang lebih 70%-90% Miselium akan mencapai kondisi 100% dalam waktu kurang lebih 15-20 hari tergantung ukuran dari jagung. Untuk jagung ukuran kecil, biasanya rambatan miselium lebih lambat daripada jagung berukuran besar. Miselium sudah mencapai 100% pada hari ke 15-20 60

3.8. Membedakan Bibit Induk F1 dan Bibit Tebar F2 Media Jagung Bibit induk F1 adalah bibit yang menggunakan media biji-bijian jagung, media yang sama juga digunakan pada pembuatan bibit tebar F2. Sekilas, bibit F1 dan F2 yang menggunakan media yang sama ini akan tampak sama dan mirip, namun perbedaannya sangatlah besar baik dari sifat, fungsi, maupun densiti / kepadatan miselium. Bibit induk F1 adalah bibit induk yang digunakan sebagai inokulan pada pembuatan bibit tebar F2, sedangkan bibit tebar F2 digunakan sebagai inokulan pada pembuatan media tanam baglog jamur tiram. Generasinya pun berbeda, jika pada bibit F1 merupakan turunan langsung dari PDA, bibit F2 merupakan turunan dari biji jagung media F1. Perbedaan antara bibit induk F1 dan bibit tebar F2 dapat dibagi berdasarkan generasi, fungsi, karakter miselium dan durasi perkembangan miselium. Tabel Perbedaan Bibit F1 dan F2 Media Jagung No. Kategori Bibit Induk F1 Bibit Tebar F2 1 Generasi Turunan dari bibit F0 atau PDA 2 Fungsi Sebagai bibit dalam pembuatan bibit tebar F2 3 Karakter miselium Lebih lembut dan halus namun tingkat kerapatan lebih padat/rapan 4 Durasi perkembangan miselium Kurang lebih 15-20hari 5 Harga Lebih mahal daripada bibit F2 Turunan dari bibit induk F1 Sebagai bibit dalam pembuatan baglog jamur Sedikit lebih kasar dengan tingkat kerapatan yang lebih besar Kurang lebih 15hari Lebih murah daripada bibit F1 Karena perbedaan fungsi yang berbeda inilah dalam perletakan bibit F1 dan F2 untuk media yang sama yaitu media biji-bijian hendaknya diberi tanda atau dipisahkan. Karena secara sekilas saja apabila miselium telah mencapai 50% lebih, sulit untuk membedakan antara bibit F1 dan F2 dengan media jagung. Apalagi bila kita ingin membeli bibit induk F1 dengan media jagung. Hendaknya pembelian itu dilakukan pada pebudidaya yang telah terpercaya. Atau pembelian dilakukan dengan memilih bibit induk F1 yang kondisi miseliumnya masih mencapai kurang lebih 50% dimana inokulan masih bisa dilihat apakah berasal dari agar-agar PDA atau berasal dari biji-bijian. 61

Perbedaan F1 dan F2 berdasarkan turunan generasi bisa diperhatikan pada foto berikut ini: F1 media jagung, tampak yang menjadi inokulan adalah agar-agar Yang berasal dari media bibit PDA F2 media jagung, tampak yang menjadi inokulan adalah Biji-bijian yang berasal dari bibit induk F1 62

Perbedaan F1 dan F2 berdasarkan fungsinya bisa diperhatikan pada foto berikut ini: Bibit induk F1 digunakan sebagai inokulan dalam Membuat bibit tebar F2 dengan media yang sama yaitu jagung Bibit tebar F2 media jagung ataupun media serbuk gergaji digunakan Sebagai inokulan dalam pembuatan media tanam baglog jamur 63

Perbedaan F1 dan F2 media jagung berdasarkan karakter hifa miselium dapat dilihat pada foto berikut: Sampel 2 botol bibit induk F1 sebelah kiri dan 2 botol bibit tebar F2 di sebelah kanan Secara sekilas, sulit untuk membedakan bibit induk F1 maupun bibit tebar F2 apabila miselium sudah mencapai kurang lebih 90% seperti pada foto di atas. Namun secara visual akan tampak perbedaan dari tingkat kehalusan dan kepadatan miselium dari bibit induk F1 dan bibit tebar F2. Pada bibit induk F1, miselium yang terbentuk dari inokulan PDA akan menjalar dengan kepadatan atau densiti lebih padat. Jika diperhatikan lebih seksama, akan tampak bahwa miselium pembentuk bibit induk F1 sifatnya halus dan lebih padat. Pada bibit tebar F2, miselium yang terbentuk dari inokulan bibit F1 akan mejalar dengan kepadatan sedang, densitinya lebih rendah daripada bibit induk F1. Jika diperhatikan dengan seksama, maka akan tampak bahwa miselium pembentuk bibit tebar F2 sifatnya lebih besar dan lebih kasar daripada bibit induk F1. Kedua sifat miselium pembentuk bibit ini memang merupakan karakter dasar yang sangat membedakan mulai dari bibit PDA dari kultur jaringan, bibit induk F1, maupun bibit tebar F2. 64

Detil foto yang memperlihatkan karakter miselium bibit induk F1 Tampak bahwa miselium pembentuk bibit F1 halus dan tebal Detil foto yang memperlihatkan karakter miselium bibit tebar F2 media jagung Tampak bahwa miselium pembentuk bibit tebar F2 lebih besar dan kasar daripada Miselium pembentuk bibit induk F1 65

Selanjutnya dari durasi, perkembangan tumbuh miselium bibit induk F1 justru lebih lama daripada perkembangan tumbuh miselium pada bibit tebar F2. Hal ini wajar mengingat tingkat kepadatan dan kehalusan miselium pada bibit F1 lebih halus dan padat, sehingga pembentukannya pun akan lebih banyak dan lama. Durasi perkembangan tumbuh miselium pada bibit induk F1 kurang lebih adalah selama 20 hari dari waktu inokulasi bibit PDA yang diberikan. Sedangkan perkembangan tumbuh miselium pada bibit tebar F2 media jagung kurang lebih adalah selama 10-14 hari dari waktu inokulasi bibit induk F1 yang diberikan. Nah, setelah memahami beberapa perbedaan karakter miselium pada F1 dan F2 yang menggunakan media jagung, tentunya kini kita sedikit banyak bisa membedakan mana yang merupakan bibit F1 mana yang bibit F2. Hal ini penting bagi pemula yang ingin membeli bibit induk, mengingat perbedaan harga yang jauh antara bibit F1 dan bibit F2. Jangan sampai nantinya kita salah membeli bibit karena kurang paham mengenai perbedaan ini yang akhirnya ingin membeli bibit F1 malah diberi bibit F2 dengan media yang sama yaitu media jagung. Contoh stok bibit induk F1. Pada tempat penyimpanan Hendaknya selalu diberi tanda agar bisa dibedakan 66