BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung bawaan terjadi pada 8 bayi dari setiap 1000 kelahiran. (Sommer, 2008) Penyakit jantung bawaan yang paling sering terjadi ialah defek septum ventrikel dengan 4482 kejadian pada setiap 1 juta kelahiran diikuti defek septum atrium dengan 1043 kejadian pada setiap 1 juta kelahiran dan stenosis pulmoner dengan 836 kejadian pada setiap satu juta kelahiran(kumar, 2013). Defek septum atrium merupakan penyakit jantung bawaan yang paling banyak didiagnosis pada orang dewasa dikarenakan jarangnya kejadian menutup secara spontan (Kumar, 2013 & Child, 2012). Dari penelitian berbasis populasi yang dilakukan Quebec pada tahun 2010 didapatkan prevalensi penyakit jantung bawaan pada orang dewasa (>= 18 tahun) ialah 6,1 per 1000 (Marelli, 2014). Defek septum atrium terdiri dari defek ostium sekundum (75%), defek ostium primum(20%) dan defek sinus venosus (5%) (Fuster, 2008). Defek septum atrium dapat terjadi pada umur berapa saja. Pasien dengan 1
2 defek septum atrium sekundum didominasi oleh wanita (65-75%), tetapi defek septum atrium pada sinus venosus dan ostium primum memiliki distribusi sama dari segi gender (Webb, 2006). Walaupun jarang menutup secara spontan, pada beberapa pasien defek septum atrium dapat terjadi penutupan pada rata-rata usia 24,6 tahun pada wanita dan 22,2 tahun pada pria tetapi perbedaan antara wanita dan pria ini tidak bermakna secara statistik (P=0,09). Penutupan defek septum atrium terjadi hampir sama banyak antara pria dan wanita (P=0,42) dengan proporsi relatif penutupan pada pria dan wanita dengan defek septum atrium berturut turut 73,4% dan 71,2% (Verheugt, 2008). Pasien dengan defek septum atrium akan mengalami gejala klinis pada waktu yang berbeda-beda. Ketidaktahanan terhadap latihan fisik yang biasa termanifestasikan dalam bentuk sesak nafas atau kelelahan adalah gejala awal yang paling sering terlihat. Gejala yang lebih jarang ialah gagal jantung kanan yang tidak terkompensasi, hampir selalu pada pasien yang lebih tua, biasa terjadi dengan adanya tambahan regurgitasi katup trikuspidalis dan bisa juga diikuti dengan hipertensi arteri pulmonalis dengan keparahan yang berbeda-beda (Webb, 2006). Penyakit
3 vaskuler pulmonal terjadi pada 5%-10% pasien dengan DSA yang tidak dimodifikasi, terutama pada wanita (Vogel, 1999). Mayoritas pasien dengan defek septum atrium tidak mengalami hipertensi arteri pulmonalis pada awal kehidupannya, tetapi prevalensi defek septum atrium lebih tinggi diantara pasien dengan hipertensi arteri pulmonalis dibandingkan pasien tanpa hipertensi arteri pulmonalis (Gatzoulis, 2014). Hipertensi pulmonal pada pasien dengan penyakit jantung bawaan meningkatkan mortalitas lebih dari 2 kali dan morbiditas lebih dari 3 kali dibandingkan pasien dengan penyakit jantung bawaan tanpa hipertensi pulmonal (Lowe, 2011). Hipertensi pulmonal akan menetap pada 3-13% pasien setelah dilakukan penutupan defek septum dan menandakan prognosis buruk (Avila, 2014). EKG masih merupakan sebuah landasan yang sangat berharga dalam peninjauan klinis pada pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan, yang pada beberapa kondisi khusus, juga menyediakan informasi diagnostik dan/atau informasi prognostik. Pada orang dewasa dengan penyakit jantung bawaan yang belum terdeteksi sebelumnya, seperti DSA, EKG memberikan petunjuk diagnosis yang sangat penting (Khairy, 2007). Pada
4 hasil elektrokardiogram dapat ditemukan gambaran gelombang p tinggi yang menandakan pembesaran atrium kanan, incomplete right bundle branch block, dan deviasi aksis kanan (Geva, 2014). Pasien dengan kelainan jantung bawaan DSA akan mengalami shunt dari atrium kiri ke atrium kanan yang menyebabkan volume berlebihan pada atrium kanan. Volume yang berlebihan ini akan dialirkan menuju ventrikel kanan dan dapat menyebabkan volume overload ventrikel kanan yang lama kelamaan dapat menyebabkan hipertensi arteri pulmonalis (Moore, 2013). Pengukuran tekanan arteri pulmonalis membutuhkan pemeriksaan penunjang seperti ekokardiografi maupun kateter jantung kanan. Sementara itu, pembesaran atrium kanan dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan yang lebih sederhana dan murah berupa elektrokardiogram (EKG). B. Perumusan Masalah Bagaimana hubungan gambaran pembesaran atrium kanan pada Gelombang P EKG dengan tekanan arteri pulmonalis pada pasien dengan defek septum atrium? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan gambaran pembesaran atrium kanan yang
5 dapat dilihat dari gelombang p pada elektrokardiogram dengan peningkatan tekanan arteri pulmonalis. D. Keaslian Penelitian Belum ada penelitian mengenai hubungan gambaran pembesaran atrium kanan pada gelombang p elektrokardiogram dengan peningkatan tekanan arteri pulmonalis pada pasien dengan atrial septal defek sebelumnya. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara gambaran pembesaran atrium kanan melalui gelombang p pada elektrokardiogram dengan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang diprediksi dapat dijadikan alat screening atau deteksi awal hipertensi arteri pulmonalis ataupun progresinya pada pasien DSA sehingga manajemen pasien dapat dilakukan dengan sebaik mungkin dengan menggunakan pemeriksaan sederhana seperti EKG.