ANALISIS POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

dokumen-dokumen yang mirip
JURNALILMIAH BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN LINGKUNGAN. Volume 16/Nomor 3, Desember 2011

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

KONSERVASI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK UNTUK HABITAT OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) YUMARNI

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR

Analisis Populasi Kalawet (Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah

Populasi Owa Jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB III METODE PENELITIAN

PEMETAAN KESESUAIAN HABITAT OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

Status Populasi Satwa Primata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KAJIAN HABITAT DAN POPULASI UNGKO (Hylobates agilis unko) MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS SUMATERA UTARA

III. KONDISI UMUM LOKASI

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch AUDEBERT, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK JAWA BARAT ENTANG ISKANDAR

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

Populasi dan Habitat Ungko (Hylobates agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

BAB III. METODE PENELITIAN

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

III. METODE PENELITIAN

Studi Populasi Owa Jawa (Hylobates moloch) di Lereng Gunung Slamet Jawa Tengah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

Populasi dan Distribusi Ungko (Hylobates agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

Agus P Kartono *, Prastyono ** dan Ibnu Maryanto

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

III. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

DEPARTEMEN KONSERVASI HUTAN DAN EKOWISATA

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

Jl. Gn. BatuNo. 5 Bogor ABSTRACT

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Progres Pembangunan JRSCA di Taman Nasional Ujung Kulon sampai Bulan Agustus 2014

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

JENIS PAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK PROVINSI JAWA BARAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian populasi siamang dilakukan di Hutan Desa Cugung Kesatuan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

II. TINJAUAN PUSTAKA Bio Ekologi Owa Jawa

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI LOKOMOTOR DAN POSTUR OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK ASEP ZANUANSYAH

MONITORING PERUBAHAN LANSEKAP DI SEGARA ANAKAN, CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN CITRA OPTIK DAN RADAR a. Lilik Budi Prasetyo. Abstrak

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian Mengenai Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Restorasi Koridor Halimun Salak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB III METODE PENELITIAN

Karakteristik Morfometri, Fisiologi, Hematologi dan Kimia Darah Owa Jawa (Hylobates moloch) di Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata IPB

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 133 140 ANALISIS POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (Population Analysis of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert 1797) in Gunung Halimun Salak National Park s Corridor) YUMARNI 1, HADI SUKADI ALIKODRA 2, LILIK BUDI PRASETYO 2 DAN RINEKSO SOEKMADI 2 1 Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Padang Jl. Pasir Kandang No. 4 Kecamatan Koto Tangah Padang 25172, Telp.: 0751-481645, e-mail: yumarni_yusuf@yahoo.co.id/ 2 Bagian Ekologi dan Manajemen Satwaliar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor; email: halikodra@gmail.com; 3 Bagian Hutan Kota dan Jasa Lingkungan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor; e-mail: lbpras@indo.net.id; 4 Bagian Manajemen Kawasan Konservasi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, e-mail: r.soekmadi@yahoo.co.id Diterima 30 Oktober 2011/Disetujui 20 November 2011 ABSTRACT Javan gibbon (Hylobates moloch Audebert 1797) is an endemic primate of Java Island, living only in West and Central Java. IUCN (International Union for Conservation of Nature) puts it in the list of endangered species. This studi aims at understanding the population of javan gibbon in Gunung Halimun Salak National Park. This research have been done in Gunung Halimun Salak National Park s Corridor. It employs the line transect method. This study result 9 groups and 28 individuaals of javan gibbon in Gunung Halimun Salak Corridor. The average group density for javan gibbon for the Halimun Salak National Park Corridor was 0,01-0,03 groups/km 2, and population density was 0,04-0,09 individuals/km 2.The distribution of groups javan gibbon in Sukagalih, Cilodor, GH, Cisarua, Ciherang, and Cipicung but not detection javan gibbon group in Cipanas. Groups composition of adult male and female, subadult, and infant. Keywords: javan gibbon,endemic, density, population, corridor PENDAHULUAN Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan perluasan dari Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) yang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.175/Kpts- II/2003, dengan luas 113.357 ha (GHSNPMP-JICA 2007b). Dengan perluasan ini maka kedua kawasan (Gunung Halimun dan Gunung Salak) dihubungkan oleh koridor TNGHS (GHSNPMP-JICA 2009). Salah satu fungsi koridor TNGHS adalah sebagai habitat dan jalur pergerakan bagi satwa-satwa penting dan dilindungi di TNGHS, diantaranya adalah owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) (Rinaldi et al. 2008). Owa jawa merupakan primata endemik Pulau Jawa, yang penyebarannya sangat terbatas yaitu hanya di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Keberadaan owa jawa dilindungi oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan status terancam punah (Endangered) (IUCN 2008). Selain penyebarannya yang terbatas, populasi owa jawapun diperkirakan sudah sangat sedikit (MacKinnon 1987). Diantara populasi owa jawa yang masih tersisa, sebahagian besar berada di TNGHS (Supriatna 2006). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa populasi owa jawa dari waktu ke waktu cenderung menurun. Kappeler (1987) memperkirakan populasi owa jawa sekitar 8.000 individu, dan Martarinza (1993) memperkirakan populasi owa jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah hanya 300-2.000 individu. Nijman (2004) memperkirakan populasi owa jawa di Gunung Halimun sebanyak 850-1.320 individu dan di Gunung Salak 140 individu. Hasil penelitian Iskandar (2004) di komplek hutan Cikaniki TNGHS, didapatkan dugaan jumlah populasi owa jawa maksimal sebesar 143 individu dan populasi minimal sebesar 111 individu. Supriatna (2006) memperkirakan populasi owa jawa di Gunung Halimun dan Gunung Salak 900-1.221 individu. Nijman (2006) memperkiraan total populasi owa jawa di Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar 4.000 4.500 individu. Iskandar (2007) memperkirakan populasi owa jawa di TNGHS berkisar antara 2.318-2.695 individu. Iskandar et al. (2009) memperkirakan populasi owa jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah 347 individu. Kondisi koridor TNGHS mengalami fragmentasi dan degradasi. Hal ini mengakibatkan konektivitas ekosistem owa jawa menjadi terganggu, karena terputusnya hubungan kanopi antar pohon. Kondisi koridor TNGHS sekarang sudah tidak mendukung lagi sebagai jalur pergerakan dan habitat bagi owa jawa, karena owa jawa memerlukan pohon-pohon tinggi dengan tajuk yang rapat dan kanopi yang saling 133

Analisis Populasi Owa Jawa bersambungan, sebagai areal pergerakan dan sumber pakan untuk kehidupannya yang arboreal (GHSNPMP- JICA 2009). Berdasarkan klasifikasi citra satelit (satelite image), antara tahun 1990 dan 2001 telah terjadi fragmentasi dan degradasi hutan di koridor TNGHS sebesar 52, yaitu seluas 347,523 ha (dari 666,508 ha pada tahun 1990 menjadi 318,985 ha pada tahun 2001) (Cahyadi 2003). Dari citra Ikonos 2004 diketahui bahwa luas hutan di koridor TNGHS yang masih tersisa adalah 1.069,67 ha atau 25,43 dari luas koridor TNGHS yaitu 4.206,18 ha. Hutan yang masih tersisa ini terdiri dari hutan primer 268,56 ha, hutan sekunder 759,06 ha dan hutan tanaman 42,05 ha (GHSNPMP-JICA 2009). Saat ini habitat alami owa jawa di koridor TNGHS telah terfragmentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan owa jawa di tempat ini sudah terdesak. Untuk mengatasi hilangnya populasi owa jawa di koridor TNGHS, sangat diperlukan penelitian tentang populasi, distribusi dan komposisi kelompok owa jawa di koridor TNGHS secara berkala. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi populasi, distribusi, dan komposisi kelompok owa jawa di koridor TNGHS. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dari bulan Oktober sampai Desember 2010, di koridor TNGHS. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 (a) TNGHS dan (b) koridor TNGHS. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tali plastik, kayu pancang, cat, spidol, tally sheet, pinsil, buku catatan dan lain-lain. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: teropong binokuler, GPS (Global Positioning System), kamera digital, stop watch, kompas, meteran, peta kerja dan lainlain. Metode yang digunakan untuk pengamatan populasi owa jawa adalah Line Transect Sampling Methods. Line transect yang dibuat adalah tujuh lokasi dengan jarak antar transect 1 kilo meter, masing-masing transect diberi nama menurut nama lokasinya yaitu transect 1 Sukagalih, 2 Cilodor, 3 GH, 4 Cisarua, 5 Cipicung, 6 Ciherang dan 7 Cipanas. Ukuran transect dengan panjang 700 meter dan lebar 100 meter. (a) (b) Gambar 1. Penelitian. populasi owa jawa ditentukan dengan jumlah kelompok dan individu paling banyak yang ditemukan selama 16 kali pengamatan. Distribusi kelompok owa jawa ditentukan dari data titik koordinat perjumpaan dengan owa jawa yang diplotkan pada peta dengan menggunakan software Arc GIS 9.3. Komposisi kelompok owa jawa ditentukan dari data jumlah individu berdasarkan kelas umur (Iskandar 2007). Populasi Owa Jawa HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tentang jumlah kelompok, jumlah individu, kerapatan kelompok dan kerapatan populasi owa jawa di koridor TNGHS dapat dilihat pada Tabel 1. 134

Kerapatan Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 133 140 Tabel 1. Kelompok, Individu, Kerapatan Kelompok, dan Kerapatan Populasi Owa Jawa di Koridor TNGHS kelompok individu Kerapatan kelompok (kelompok/km²) Kerapatan populasi (individu/ km²) Sukagalih 2 6 0,03 0,09 Cilodor 2 5 0,03 0,07 GH 1 4 0,01 0,06 Cisarua 2 6 0,03 0,09 Cipicung 1 3 0,01 0,04 Ciherang 1 4 0,01 0,06 Cipanas 0 0 0,00 0,00 Tabel 1 memperlihatkan bahwa pada saat pengamatan kelompok owa jawa di koridor TNGHS, ditemukan 9 kelompok dengan 28 individu. Hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Rinaldi et al. (2008) yang menemukan 11 kelompok owa jawa di koridor TNGHS. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan frekuensi perjumpaan dengan owa jawa yang dapat disebabkan oleh ketersediaan pohon pakan dan pohon tidur pada jalur penelitian. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa kelompok owa jawa tidak ditemukan di lokasi Cipanas. Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa kondisi ini kemungkinan terjadi karena fragmentasi hutan di lokasi tersebut yang mengakibatkan terjadinya kelompokkelompok hutan yang luasannya kecil dan terputusnya tajuk pohon yang satu dengan yang lain, sehingga luas habitat menjadi sempit dan bahkan tidak memenuhi syarat lagi sebagai habitat owa jawa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Komarudin (2009) yang menyatakan bahwa rata-rata pergerakan owa jawa di koridor TNGHS adalah 280 m. Jadi ada kemungkinan owa jawa yang awalnya ada di Cipanas berpindah ke lokasi lain, karena habitat disini sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan pendapat Primack et al. (1998) yang menyatakan bahwa ancaman utama pada keanekaragaman hayati adalah rusak dan hilangnya habitat mereka, dan cara yang paling baik untuk melindungi keanekaragaman hayati adalah dengan memelihara habitatnya. Hal lain yang menyebabkan tidak ditemukannya owa jawa di lokasi Cipanas adalah tingginya aktifitas manusia, karena dekat dari areal beberapa perusahaan yaitu PT. Chevron Geothermal Salak yang melakukan penambangan panas bumi di kawasan Gunung Salak, kebun teh PT. Melani dan PT. Jayanegara. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terganggunya aktifitas harian owa jawa yang mungkin diakibatkan oleh kebisingan dan lain-lain. Kerapatan kelompok owa jawa di lokasi Sukagalih, Cilodor dan Cisarua yaitu 0,03 kelompok/km² lebih besar dari pada kerapatan kelompok di GH, Cipicung dan Ciherang yaitu 0,01 kelompok/km². Kerapatan populasi terbesar yaitu 0,09 individu/km², ditemukan di Sukagalih dan Cisarua, diikuti oleh Cilodor 0,07 individu/km², GH dan Ciherang dengan masing-masing 0,06 individu/km², dan Cipicung 0,04 individu/km². Kerapatan kelompok dan kerapatan populasi owa jawa di koridor TNGHS dapat dilihat pada Gambar 2. 0.1 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 Kerapatan Kelompok dan Kerapatan Populasi Owa Jawa di Koridor TNGHS Kerapatan Kelompok (kelompok/km²) Kerapatan Populasi (individu/km²) Gambar 2. Kerapatan kelompok dan kerapatan populasi owa jawa di Koridor TNGHS 135

Analisis Populasi Owa Jawa Kerapatan kelompok dan kerapatan populasi beberapa hasil penelitian sebelum ini yaitu Komarudin (2009) menyatakan bahwa kerapatan kelompok owa jawa di koridor TNGHS 5,7 kelompok/km² dan kerapatan populasi 21,42 individu/km². Iskandar (2007) menyatakan rerata kerapatan kelompok owa jawa di Citarik, Cikaniki, Cibeureum dan Cisalimar TNGHS 3,4 kelompok/ km² dan kerapatan populasi 8,2 individu/ km², Nijman (2004) menyatakan kerapatan kelompok owa jawa di Gunung Halimun 3,0 kelompok/km² dan kerapatan populasi 6,8 individu/km². Kecilnya kerapatan kelompok dan kerapatan populasi pada penelitian ini apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Komarudin (2009) disebabkan oleh semakin berkurangnya habitat owa jawa di koridor TNGHS dari waktu ke waktu. Kemudian, apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Iskandar (2007) di Citarik, Cikaniki, Cibeureum, dan Cisalimar TNGHS dan Nijman (2004) di Gunung Halimun, kecilnya kerapatan kelompok ini disebabkan oleh lebih jeleknya kondisi habitat owa jawa di koridor TNGHS dari pada lokasi lain di TNGHS. Sesuai dengan hasil penelitian Endangered Species Team (2008), yang menyatakan bahwa hutan di kawasan koridor TNGHS terputus oleh semak belukar dan tumbuhan kaliandra yang memanjang dari Utara ke Selatan. Distribusi Kelompok Owa Jawa Hampir semua lokasi yang dijadikan tempat penelitian dijumpai kelompok owa jawa, kecuali di Cipanas. kelompok dan jumlah individu owa jawa di koridor TNGHS dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kelompok dan Individu Owa Jawa di Koridor TNGHS kelompok Kelompok individu Sukagalih 2 1 4 2 2 Cilodor 2 1 3 2 2 GH 1 1 4 Cisarua 2 1 4 2 2 Cipicung 1 1 3 Ciherang 1 1 4 Cipanas 0 0 0 Tabel 2 dapat juga memperlihatkan bahwa hampir seluruh lokasi penelitian merupakan bagian dari lokasi distribusi kelompok owa jawa di koridor TNGHS. Penyebaran kelompok owa jawa di koridor TNGHS hampir merata, akan tetapi ada lokasi yang ditemukan dua kelompok dan ada lokasi yang hanya ditemukan satu kelompok. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan kualitas dan kuantitas habitat pada lokasi-lokasi tersebut. Semakin baik kualitas habitat, maka akan semakin banyak jumlah kelompok owa jawa yang bisa mendiami lokasi tersebut. Sesuai dengan pendapat Alikodra (1997) bahwa kualitas dan kuantitas habitat, akan menentukan keberadaan satwaliar. kelompok dan jumlah individu dapat dilihat pada Gambar 3. Identifikasi owa jawa di koridor TNGHS ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang mendukung kehidupannya. Semakin tinggi frekuensi identifikasi, maka dapat dikatakan semakin baik faktor-faktor lingkungan yang mendukung kehidupan owa jawa. Distribusi kelompok owa jawa di koridor TNGHS dapat dilihat pada Gambar 3. 136

Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 133 140 8 6 4 2 0 Kelompok dan Individu Owa Jawa di Koridor TNGHS Kelompok Individu Gambar 3. Kelompok dan Individu Owa Jawa di Koridor TNGHS Komposisi Kelompok Owa Jawa Owa jawa yang menganut sistem kehidupan monogami, satu kelompok yang lengkap biasanya terdiri dari empat individu dengan komposisi kelompoknya terdiri dari sepasang induk, satu individu anak remaja, dan satu individu anak bayi. anggota masingmasing kelompok owa jawa yang ditemukan pada penelitian ini berkisar antara dua sampai empat individu. dan komposisi kelompok owa jawa yang teridentifikasi di koridor TNGHS dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4. Tabel 3. dan Komposisi Kelompok Owa Jawa di Koridor TNGHS Kelompok Komposisi kelompok Induk Remaja Bayi individu Persentase Sukagalih 1 2 1 1 4 21,43 2 2 0 0 2 Cilodor 1 2 0 1 3 17,86 2 2 0 0 2 GH 1 2 1 1 4 14,29 Cisarua 1 2 1 1 4 21,43 2 2 0 0 2 Cipicung 1 2 0 1 3 10,71 Ciherang 1 2 1 1 4 14,29 Cipanas 0 0 0 0 0 0,0 9 18 4 6 28 Persentase 64,28 14,28 21,43 100 137

Individu Analisis Populasi Owa Jawa 5 4 3 2 1 0 Komposisi Kelompok Owa Jawa di Koridor TNGHS Induk Remaja Bayi Gambar 4. dan Komposisi Kelompok Owa Jawa di Koridor TNGHS Komposisi kelompok owa jawa yang teridentifikasi di koridor TNGHS adalah lengkap yaitu ada induk jantan dan betina, ada remaja, dan bayi. Keadaan ini memberikan gambaran tingkat reproduksi yang baik, apabila kondisi habitat mereka di koridor TNGHS juga mendukung untuk kehidupan dan perkembangan. Menurut Alikodra (1997) kuantitas dan kualitas habitat akan menentukan keberadaan owa jawa. Primack et al. (1998) juga mengatakan bahwa ancaman utama pada keanekaragaman hayati adalah rusak dan hilangnya habitat mereka. Terkait dengan hal ini maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan habitat khususnya di lokasi Cipanas. Tindakan perbaikan habitat dapat dilakukan dengan cara menanam jenis-jenis yang dibutuhkan oleh owa jawa seperti rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), manii (Maesopsis manii), dan saninten (Castanopsis argentea). Persentase komposisi kelompok owa jawa di koridor TNGHS dapat dilihat pada Gambar 5. Persentase Komposisi Kelompok Owa Jawa di Koridor TNGHS 33.33 22.22 44.44 Sepasang induk dengan satu remaja dan satu bayi Gambar 5. Persentase Komposisi Kelompok Owa Jawa di Koridor TNGHS. Persentase komposisi kelompok owa jawa yang teridentifikasi di koridor TNGHS berdasarkan jumlah anggota kelompoknya yang tertinggi adalah (44,44) yang mempunyai anggota yang lengkap yaitu empat individu, (22,22) tiga individu, dan (33,33) dua individu. Tingginya kelompok yang mempunyai anggota dengan empat individu, juga memberikan gambaran bahwa tingkat reproduksi owa jawa di koridor TNGHS cukup baik, sesuai dengan pernyataan Rinaldi et al. (2008) yang menyatakan bahwa tingkat reproduksi owa jawa di koridor TNGHS cukup baik. Permasalahannya adalah habitat owa jawa di koridor TNGHS sudah terdegradasi dan terfragmentasi. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Cahyadi (2003) bahwa, koridor TNGHS mengalami degradasi dan fragmentasi, sehingga hutannya terputus oleh semak belukar dan kaliandra. Persentase tingkatan umur owa jawa di koridor TNGHS dapat dilihat pada Gambar 6. 138

Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 133 140 Persentase Tingkat Umur Owa Jawa di Koridor TNGHS 21.43 14.28 64.28 Induk Remaja Bayi Gambar 6. Persentase Tingkatan Umur Owa Jawa di Koridor TNGHS Tingkatan umur owa jawa di koridor TNGHS dapat dikatakan mempunyai tingkat reproduksi yang baik, karena ada generasi anak remaja dan anak bayi yang akan tumbuh menjadi dewasa, dan ada pasangan muda yang diharapkan juga akan mempunyai anak. Owa jawa dapat menghasilkan 5 sampai 6 anak selama masa reproduksinya (CII 2000). Persentase kelompok owa jawa pada masingmasing lokasi dapat dilihat pada Gambar 7. Persentase Kelompok Owa Jawa pada Masing-Masing di Koridor TNGHS 14.29 10.71 21.43 21.43 17.86 14.29 Sukagalih Cilodor Gambar 7. Persentase Kelompok Owa Jawa pada Masing-Masing di Koridor TNGHS. GH Persentase kelompok owa jawa tertinggi yaitu di lokasi Sukagalih (21,43) terdiri dari dua kelompok, dimana kelompok satu terdiri dari empat individu dan kelompok dua dengan dua individu. Kondisi ini dapat dikatakan mempunyai tingkat reproduksi yang baik, karena ada generasi anak remaja dan anak bayi yang akan tumbuh menjadi dewasa, dan ada pasangan muda yang diharapkan juga akan mempunyai anak. Hal ini dapat didukung dengan dijadikannya Sukagalih sebagai kampung konservasi oleh Balai TNGHS, sehingga banyak aktifitas penelitian dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung upaya konservasi dilakukan di sini. Akan tetapi dari pengamatan di lapangan, di kampung Sukagalih areal pertanian/perladangan masyarakatnya semakin menjorok ke hutan. Untuk ini perlu dilakukan peningkatan taraf kehidupan masyarakat setempat melalui program-program yang terkait dengan pemulihan ekosistem koridor TNGHS, agar ketergantungan masyarakat terhadap hutan di koridor TNGHS dapat dikurangi semaksimal mungkin. Hal ini sebenarnya sudah direncanakan oleh Balai TNGHS (GHSNPMP- JICA 2009), namun pelaksanaannya di lapangan masih belum berjalan. KESIMPULAN 1. Teridentifikasi 9 kelompok dengan 28 individu di koridor TNGHS. Kerapatan kelompok berkisar 0,01-0,03 kelompok/ km 2 dan kerapatan populasi 0,04-0,09 individu/km 2. 2. Kelompok owa jawa di koridor TNGHS menyebar hampir pada semua lokasi, kecuali di lokasi Cipanas. 3. Komposisi kelompok owa jawa di koridor TNGHS lengkap, yaitu ada sepasang induk, ada remaja, dan bayi. DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 1997. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Bogor. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 139

Analisis Populasi Owa Jawa Cahyadi I. 2003. Analisis spasial struktur dan fungsi koridor hutan antara Taman Nasional Gunung Halimun dengan Hutan Lindung Gunung Salak. Bogor. Tesis Program Pascasarjana IPB. Endangered Species Team. 2008. Ecological Study Halimun Salak Corridor Mount Halimun-Salak National Park. Kabandungan. GHSNPMP-JICA (Gunung Halimun-Salak National Park Management Project-Japan International Cooperation Agency). GHSNPMP-JICA. 2007b. Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Bogor. E-mail: info@tnhalimun.go.id/tngh@telkom.net. Website: www.tnhalimun.go.id. Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. GHSNPMP-JICA. 2009. Rencana Aksi Restorasi Koridor Halimun-Salak (2009-2013). Kabandungan. Balai Taman Nasional Gunung Halimun- Salak, Iskandar E. 2007. Habitat dan populasi owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Bogor. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Iskandar F, Mardiastuti A, Iskandar E, dan Kyes RC. 2009. Populasi owa jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Jurnal Primatologi Indonesia 6 (1): 14-18. Iskandar S. 2004. Status populasi dan struktur kelompok owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) di Komplek Hutan Cikaniki, TN Gunung Halimun. Buletin Konservasi Alam. 4 (2): 21-23. IUCN (International Union for Conservation of Nature) 2008. The IUCN Red List of Threatened Species Hylobates moloch. http://www.redlist.org. Kappeler M. 1987. The Java Silvery Gibbon (Hylobates moloch): Habitat Distribution and Numbers. Report WWF Project 1518/1987. Komarudin K. (2009). Studi populasi dan habitat owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) di Koridor Halimun Salak Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Bogor. Skripsi. Bogor: Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Nusa Bangsa. MacKinnon K. 1987. Conservation status of primates in Malesia, with special reference to Indonesia. Primate Conservation. 8: 175-183. Nijman V. 2004. Conservation of the javan gibbon (Hylobates moloch): Population estimates, local extinctions, and conservation priorities. The Raffles Bulletin of Zoology 200452(1): 271-280. Singapore. Nijman V. 2006. Effect of behavioral changes due to habitat disturbance of rain forest vertebrates, as ilustrated by Gibbons (Primate: Hylobatidae). http://dwipa.ecology.kyotou.ac.jps/symposiumabstr act/woronoerdjito.pdf. Diakses 15 Agustus 2009. Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Rinaldi D, Harahap SA, Prawiradilaga DM, Wiriadinata H, Purwaningsih, Sambas E, Febriana I, Ningrum IK, dan Faizin N. 2008. Ekologi koridor Halimun- Salak. Kabandungan. Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Gunung Halimun-Salak National Park Management Project. Supriatna J. 2006. Conservation programs for the endangered javan gibbon (Hylobates moloch). Jakarta. Primate Conservation. (21): 155 162. 140