II. TINJAUAN PUSTAKA Bio Ekologi Owa Jawa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA Bio Ekologi Owa Jawa"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bio Ekologi Owa Jawa Klasifikasi dan Taksonomi Owa Jawa Terdapat sebelas jenis primata dari family Hylobatidae yang tersebar di Asia Tenggara, enam spesies diantaranya termasuk ke dalam Genus Hylobates, yaitu Hylobates agilis F. Cuivert 1821 (ungko, dark head gibbon), H. klosii Miller 1903 (siamang kerdil, klossi gibbon), H. lar Linnaeus 1771 (ungko lengan putih, white handed gibbon), H. muelleri Martin 1841(kelawat, gray gibbon), H. Moloch Audebert 1797 (Owa Jawa, silvery gibbon), dan Hylobates pileatus Gray Dari keenam spesies ini hanya H. Pilleatus Gray yang penyebarannya tidak meliputi wilayah Indonesia (Geissman 2002, Mootnick 2006) Berdasarkan Napier & Napier (1967), Owa Jawa (Hylobates molloch Audebert 1797), diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Famili : Hylobatidae Genus : Hylobates Spesies : Hylobates moloch Audebert (1797). Owa Jawa dalam bahasa Inggris disebut javan gibbon atau silvery gibbon, sedangkan nama lokalnya adalah owa atau wau-wau kelabu. Arti kata hylobates menurut Nowak (1999) adalah penghuni pohon, oleh karena itu ketangkasan genus ini dikenal melebihi satwa lain pada saat bergerak dari satu pohon ke pohon lainnya. 5

2 Morfologi Owa Jawa (H. moloch) adalah salah satu satwa primata yang termasuk dalam kelompok kera dengan ukuran tubuh yang kecil. Tungkai tangan lebih panjang dibandingkan dengan tungkai kaki, tidak berekor dan pada bagian pantat terdapat kulit tebal (ischial callosities) yang terpisah. Seluruh tubuh ditutupi oleh rambut dengan warna bervariasi dari hitam, abu-abu keperakan, coklat kemerahan dan coklat kekuningan. Bagian wajah, telapak tangan dan telapak kaki tidak berambut dan berwarna hitam (Napier & Napier 1967). Warna rambut Owa Jawa bersifat monokromatik artinya warna rambut dari bayi hingga dewasa tidak mengalami perubahan. Gambar 2. Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) Owa Jawa jantan dewasa memilki berat berkisar antara gram sedangkan betina dewasa gram. Panjang badan dan kepala berkisar antara mm untuk jantan dewasa dan mm untuk betina dewasa (Napier & Napier 1967). Menurut Supriatna & Wahyono (2000), berat tubuh jantan dewasa berkisar 4 8 kg dan betina dewasa antara 4 7 kg, panjang tubuh jantan dan betina dewasa berkisar antara cm. 6

3 Tabel 1. Kategori tingkat umur pada kelompok Owa Jawa Kategori kelas umur Keterangan Jantan dewasa Berumur 9-33 tahun, ukuran badan besar, warna (Adult male) rambut abu-abu pucat, warna muka hitam dan terdapat rambut putih pada muka. Bunyi suara pendek dan keras, sering berada pada lingkaran terluar dari kelompoknya. Betina dewasa Kelenjar susu terlihat. Bunyi suara panjang dan (Adult female) monoton, sering terlihat menggendong bayi atau dekat dengan individu anak ketika belum masuk kedalam masa sapih. Jantan remaja Beumur 4-9 tahun, ukuran badan sedang, warna (Sub-adult male) rambut abu-abu, terdapat rambut hitam berbentuk segitiga di atas kepala. Scrotum mulai terlihat berwarna hitam dan sering memisahkan diri atau menjaga jarak dengan kelompoknya. Betina remaja Kelenjar susu masih kecil, bunyi suara rendah dan (Sub-adult female) sering berada dalam kelompoknya. Anak Berumur 2-4 tahun, ukuran badan kecil, dapat (Juvenil) berjalan sendiri, warna rambut abu-abu keputihan Bayi Berumur 0-2 tahun, sering dalam gendongan induk (Infant) betinanya dan warna rambut putih kekuningkuningan Sumber : Kappler (1981) Owa Jawa memiliki gigi seri kecil dan sedikit ke depan, sehingga memudahkan untuk menggigit dan memotong makanan. Gigi taring panjang dan berbentuk seperti pedang yang berfungsi untuk mengigit dan mengupas makanan. Gigi geraham atas dan bawah untuk mengunyah makanan (Napier & Napier 1967) Habitat dan Penyebaran Owa Jawa dapat ditemukan pada beberapa habitat mulai dari garis pantai sampai dengan ketinggian m dpl (Supriatna & Wahyono 2000). Jenis ini jarang ditemukan di hutan berketinggian lebih dari mdpl karena umumnya vegetasi dan jenis tumbuhan pada daerah setinggi ini bukan merupakan sumber pakan Owa Jawa. Selain itu banyaknya lumut yang menutupi pepohonan di pegunungan menyulitkan pergerakan brakiasi Owa Jawa. Selain itu suhu pada ketinggian di atas m dpl lebih rendah dibandingkan suhu di bawahnya sehingga tidak sesuai bagi Owa Jawa (Rowe 1996) 7

4 Owa Jawa merupakan genus Hylobates yang membutuhkan pepohonan besar dengan tajuk rapat dan memiliki percabangan yang tumbuh horizontal untuk membantu mereka dalam berpindah. Jenis ini juga merupakan satwa yang benarbenar hidup arboreal sehingga membutuhkan hutan dengan kanopi antar pohon yang berdekatan (Kappeler 1984). Penyebaran Owa Jawa hanya terdapat di separuh Pulau Jawa ke arah barat. Wilayah sebaran Owa Jawa di Jawa Barat meliputi TN Gunung Gede Pangrango, TN Gunung Halimun-Salak, TN Ujung Kulon, TN Gunung Ciremai, CA Gunung Simpang, CA Leuweung Sancang, Hutan Lindung (HL) Gunung Papandayan, HL Gunung Wayang, HL Gunung Jayanti, dan HL Gunung Porang. Di Jawa Tengah, Owa Jawa dapat ditemukan di HL Gunung Slamet, HL Gunung Prahu dan HL Pegunungan Dieng (Supriatna & Wahyono 2000). Gambar 3. Peta penyebaran Owa Jawa (Hylobates moloch) (Nijman 2001) Supriatna dan Wahyono (2000) membedakan Owa Jawa menjadi dua subspesies, yaitu H. Moloch moloch yang memilki warna rambut lebih gelap, dan H. moloch pangoalsoni dengan rambut berwarna lebih terang. Pola penyebaran H. moloch moloch memiliki daerah sebaran di wilayah Jawa Barat sedangkan H. Moloch pangoalsoni di Jawa Tengah. Di Taman Nasional Ujung Kulon Owa Jawa bisa ditemukan didaerah Curug Cikacang dan Cikanolong (Rinaldi 1999). Daerah lain dari wilayah Gunung Honje yang bisa ditemukan owa adalah Cipunaga, Cihonje, Cinimbung, Cilimus, Cibiuk dan Ermokla (Atmoko et al. 2008) 8

5 Aktivitas Harian dan Perilaku Aktivitas dan Perilaku Berpindah Pada saat melakukan aktivitas harian, Owa Jawa lebih bersifat arboreal dan jarang turun ke tanah. Pergerakan dari pohon ke pohon dilakukan dengan cara bergelayutan atau brankiasi. Pohon yang tinggi dapat digunakan untuk bergelayutan, berpindah tempat, tidur, menelisik (grooming) antara jantan dan betina atau antara induk betina dan anaknya serta mencari makan (Supriatna & Wahyono 2000). Aktivitas dan Perilaku Makan Aktivitas Owa Jawa dalam mencari makan dilakukan pada pagi hari dan setelah istirahat di siang hari sampai menjelang sore hari. Owa Jawa merupakan satwa frugivora yang memakan buah-buahan masak, kaya akan gula dan banyak mengandung air. Menurut Kappeler (1984), persentase jenis pakan yang dikonsumsi oleh Owa Jawa terdiri dari 61% buah, 38% daun dan 1% bunga. Karena bersifat monogami dan teritorial, maka Owa Jawa selalu bergerak bersama dengan kelompoknya dalam mencari makan dan dipimpin oleh betina dewasa (Sinaga, 2003). Jantan dewasa memiliki intensitas untuk melakukan aktivitas makan yang lebih rendah dibandingkan betina, hal ini berkaitan dengan peranan jantan untuk mempertahankan kelompok dari serangan predator (Campbell et al. 2007). Menurut Kappeler (1981), saat melakukan aktivitas makan, Owa Jawa akan berdiam pada satu tempat dengan berbagai posisi seperti duduk, bergantung dan berdiri dengan satu atau dua tungkainya bebas untuk mengambil makanan. Ditambahkan oleh Chivers (1980), posisi tubuh saat beraktivitas dipengaruhi oleh faktor jenis pakan yang sedang dikonsumsi. Posisi bergantung dipilih Owa Jawa saat sedang mengkonsumsi buah-buahan, sedangkan duduk dilakukan saat sedang mengkonsumsi dedaunan. Terdapat beberapa faktor yang menentukan perilaku makan Owa Jawa, antara lain adalah teknik makan, tempat dan ketinggian, komposisi pakan, bagian yang dimakan, variasi pakan, jumlah pakan serta pola pergerakan (Bismark, 1984). 9

6 Aktivitas dan Perilaku Sosial Menurut McDonald (1993) bahwa perilaku sosial pada Owa Jawa meliputi aktivitas vokalisasi (bersuara), grooming (menelisik) dan bermain. Aktivitas dan Perilaku Bersuara Aktivitas Owa Jawa diawali dengan bersuara disertai pergerakan akrobatik sebelum mencari pakan (Rinaldi 1999). Pada pagi hari, Owa Jawa akan mengeluarkan suara berupa lengkingan nyaring yang disebut morning call, dengan durasi antara menit. Suara Owa Jawa dapat diidentifikasi hingga radius m. Suara yang dapat diidentifikasi adalah suara betina untuk menandai teritorinya, suara jantan ketika bertemu dengan kelompok lainnya, suara antar individu ketika terjadi konflik, dan suara anggota keluarga ketika melihat bahaya (Geissman et al. 2005). Perilaku bersuara pada Owa Jawa memiliki karakter khusus yang membedakan dengan family Hylobatidae lain, yaitu individu berperan lebih besar dalam penjagaan daerah jelajah. Hal tersebut ditunjukkan melalui alokasi penggunaan waktu bersuara Owa Jawa betina yang lebih besar dibandingkan jantan. Aktivitas dan Perilaku Grooming (Menelisik) Menurut Alexander (1974); Freeland (1976), beberapa sebab terjadinya grooming dalam kelompok primata adalah memelihara individu satwa dari gangguan parasit dan kotoran, selain itu pun aktivitas grooming ditunjukan untuk memelihara ketertarikan sosial antar individu dalam kelompok. Aktivitas ini umumnya meningkat disaat periode istirahat berlangsung. Aktivitas dan Perilaku Bermain Aktivitas dan perilaku bermain merupakan bagian dari upaya menghilangkan perasaan bosan oleh individu satwa dan mempererat ikatan sosial diantara individu dalam kelompok. Pada kelompok Hylobates lar di TN. Khao Yai, Thailand, aktivitas bermain mempunyai proporsi waktu 29% dari total waktu aktivitas sosial dan dilakukan oleh individu anak dan remaja (Bartlett 2003). Pada kelompok hutan Cikaniki, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, aktivitas bermain mempunyai proporsi waktu 15,09% dan berkutuan 16,98% (Ladjar 1996). 10

7 Aktivitas dan Perilaku Tidur dan Beristirahat Pohon tidur adalah jenis pohon yang digunakan Owa Jawa sebagai tempat beristirahat, tidur dan tempat berlindung dari predator. Gibbon akan melakukan perpindahan pohon tidur secara berkala. Jantan dan betina tidur pada pohon yang berbeda. Pada saat berada di pohon tidur, gibbon tidak akan bersuara untuk menghindari bahaya (Islam & Feeroz 1992). Setelah melakukan jelajah harian, Owa Jawa akan kembali ke pohon tidur beberapa jam sebelum matahari terbenam, dan tinggal di pohon tersebut sampai kira-kira jam. Biasanya betina dewasa dan bayi menuju pohon tidur terlebih dahulu, diikuti juvenil atau anak yang beranjak dewasa dan terakhir jantan dewasa. Iskandar (2008) menyatakan bahwa di TN Gunung Gede Pangrango terdapat sekitar 17 jenis vegetasi yang merupakan tempat tidur Owa Jawa yang tergolong kedalam 7 famili. Pohon tidur Owa Jawa tersebut adalah teureup (Artocarpus elasticus), rasamala (Altingia excelsa), kondang (Ficus variegata), Afrika (Maesopsis eminii), dan manggong (Macaranga rhizinoides). Pada umumnya vegetasi yang dimanfaatkan Owa Jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur adalah vegetasi tingkat pohon. Hal tersebut disebabkan pola hidup Owa Jawa yang bersifat arboreal dengan memanfaatkan strata pohon tengah dan atas (Iskandar 2007) Pakan dan Pengkayaan Pakan Pola makan primata umumnya dibagi kedalam tiga kategori berdasarkan kuantitas jenis pakan yang dikonsumsinya yaitu frugivorus (banyak memakan buah), folivorus (banyak memakan dedaunan) dan insectivorus (banyak memakan serangga) (NRC 2005, Rowe 1996). Pohon tempat aktivitas Owa Jawa dapat dibedakan menjadi pohon pakan dan pohon tidur. Pohon pakan adalah jenis pohon yang dimanfaatkan Owa Jawa sebagai pakan. Bagian pohon yang biasanya dimanfaatkan adalah buah, daun, bunga dan hewan-hewan kecil (serangga, ulat, rayap). Kelompok gibbon pada umumnya mengonsumsi buah matang dalam proporsi yang tinggi. Presentase jenis pakan tertinggi adalah buah-buahan matang (61%), dedaunan (38%) dan bunga (1%) (Kappeler 1984). 11

8 Sekitar 44 jenis pohon pakan Owa Jawa yang terdapat di TN Gunung Gede Pangrango, yang merupakan anggota dari 24 famili. Pohon pakan tersebut adalah rasamala (Altingia excelsa), afrika (Maesopsis eminii), teureup (Artocarpus elasticus), saninten (Castanopsis argentea) dan puspa (Schima wallichii) (Iskandar 2008). Di Taman Nasional Ujung Kulon setidaknya terdapat 27 jenis tumbuhan sumber pakan bagi Owa Jawa (Rinaldi 1999). Bagian vegetasi yang dijadikan makanan Owa Jawa adalah daun muda, buah dan bunga. Di penangkaran, pemberian pakan bergizi yang bervariasi dan cukup sesuai dengan karakteristik pakan Owa Jawa yang lebih frugivorus dan folivorus, dengan cara-cara berbeda penting untuk meningkatkan kualitas hidup satwa. Pemberian berbagai jenis pakan yang beranekaragam jenisnya baik buahbuahan, daun, maupun serangga pada jenis-jenis primata bukan hanya memberikan pemenuhan akan kebutuhan makanan terkait rasa lapar namun juga memberikan manfaat lain dalam hal pemenuhan gizi yang amat dibutuhkan bagi aktivitas mereka. Pengkayaan jenis pakan ini pun pada dasarnya merupakan salah satu cara atau strategi dalam pengeliminiran rasa bosan pada jenis pakan tertentu ketika jenis pakan tersebut diberikan secara terus menerus dan berulang-ulang dalam waktu yang terus menerus (setiap hari). Strategi pemberian pakan harus dibangun dengan mengedepankan faktor kesehatan dan mengelimir segala bentuk kontaminan yang mungkin masuk ketubuh satwa. Ketika satwa berada dalam kelompok maka strategi pemberian pakan ditunjukan agar seluruh individu memperoleh kesempatan makan tanpa harus terlalu dibatasi oleh adanya perbedaan struktur sosial (Keiley and Arthur 1995) Kelompok Sosial dan Pengkayaan Sosial Sebagaimana owa lainnya, Owa Jawa hidup berpasangan dalam sistem keluarga monogami. Dalam kelompok owa terdapat sepasang individu dewasa, termasuk satu bayi (infant) (0-2 atau 2,5 tahun), satu anak (juvenil) (2-4 tahun, pergerakan tetap dipantau induknya), satu remaja (adolescent) (4-6 tahun, ukuran tubuh tidak sama dengan individu dewasa), dan satu pra remaja (sub adult) (lebih dari 6 tahun, pertumbuhan lengkap tapi belum matang kelamin) (Leighton 1986). Individu yang sudah mulai dewasa dihalau dari koloni untuk membentuk koloni 12

9 baru dengan pasangannya (Supriatna & Wahyono 2000; Suyanto 2002). Masa bunting antara hari, dengan jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lainnya berkisar 3-4 tahun, dan umumnya owa jawa dapat hidup hingga 35 tahun (Supriatna & Wahyono 2000; Suyanto 2002). Terkait dengan manajeman penangkaran, pengkayaan berupa kelompok sosial untuk spesies primata adalah suatu hal yang penting. Mensosialisasikan satwa dengan sejenisnya atau tidak merupakan bagian dari perilaku berkelompok spesies primata. Secara umum primata sebagian besar hidup secara berkelompok, paling sedikit 2-3 individu hidup dalam kelompok yang dikenal sebagai keluarga. Pada umumnya kelompok ini merupakan kelompok primata monogamus (sistem kawin dengan satu jantan dan satu betina), di Indonesia sendiri jenis primata yang hidup dengan pola perkawinan ini adalah Owa Jawa. Berbeda dengan Owa Jawa, terdapat jenis primata lain yang hidup dalam kelompok besar seperti bekantan, simpai dengan pola perkawinan harem (satu jantan dengan banyak betina) atau banyak jantan dengan banyak betina seperti pada Macaca fascicularis. Bentuk pengkayaan yang menempatkan individuindividu dalam satu kandang yang sama atau penempatan boneka indukan betina bagi bayi primata yang kehilangan induk betinanya merupakan suatu bentuk pengkayaan sosial yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi kandang yang hampir mirip dengan kondisi alaminya sehingga berbagai aktivitas sosial seperti bermain, kawin, memelihara dan meminta dipelihara termasuk didalamnya grooming dapat dilakukan oleh individu-individu dalam kelompok tersebut Status Konservasi Owa Jawa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 termasuk jenis satwa yang dilindungi. Dalam daftar Red List IUCN tahun 1999, Owa Jawa dikategorikan sebagai jenis kritis (Critically endangered). Mulai tahun , Owa Jawa termasuk ke dalam salah satu dari 25 spesies primata yang paling terancam punah di dunia (Mittermier et al. 2007). Namun berdasarkan Red List IUCN tahun 2008, status Owa Jawa turun dari kritis menjadi terancam, hal ini dikarenakan dari penelitian terhadap populasi Owa Jawa di beberapa kawasan di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa populasi spesies tersebut masih lebih dari individu (Supriatna 2000). 13

10 Konvensi CITES metetapkan Owa Jawa dalam daftar Appendiks I. Hal ini berarti bahwa jenis ini termasuk yang terancam punah sehingga perdagangan internasional untuk tujuan komersil tidak diperbolehkan Pengkayaan Lingkungan (Enrichment) Pengayaan lingkungan merupakan metode untuk memberikan kondisi dan perlakuan tertentu yang sesuai dengan hidup alaminya. Proses pengayaan lingkungan bermaksud untuk menghindari satwa dari ancaman stres, kebosanan, kegelisahan dan perilaku menyimpang maupun meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Beberapa jenis enrichment untuk satwa meliputi pengkayaan struktural, untuk memperbaiki susunan lingkungan kandang. Misalnya, pemberian kandang yang cukup luas supaya satwa dapat melakukan gerakan alami seperti lari atau terbang, dan tempat untuk berteduh. Pengkayaan obyek, dan obyek itu termasuk sesuatu yang dapat digunakan supaya mengurangi kebosanan dan menghindari perkembangan perilaku menyimpang. Kenyataannya, tidak dapat dilupakan bahwa satwa merasa bosan dan membutuhkan kegiatan yang merangsangnya melakukan perilaku alami, penambahan objek seperti penyediaan fitur tambahan untuk sarana memanjat, bermain dan fitur lainnya dibuat agar satwa berperilaku secara normal. Pengkayaan sosial, yaitu, mensosialisasikan satwa dengan sejenisnya atau tidak, hal ini dikarenakan tidak semua jenis satwa hidup berkelompok. Pengkayaan pakan, pemberian pakan bergizi yang bervariasi dan cukup yang disesuaikan dengan kondisi di alam, dengan cara-cara berbeda yang penting untuk meningkatkan kualitas hidup satwa Pengkayaan Struktural Pada awal tahun 1960an, ukuran dan design kandang menjadi sesuatu yang amat penting, percobaan mengenai hal tersebut pertama kali dicobakan pada spesies Macaca. Rekomendasi penggunaan bahan stainless-steel merupakan hasil nyata dari percobaan ini. Kebanyakan fasilitas penelitian primata dalam hal perkandangannya dibangun atas kekhasan jenis primata yang dikelolanya. Pusat Primata California dan Oregon membuat suatu perkandangan luar (University of California1979) dengan lantai berupa koral (Alexander et al. 1969). Pada perkembangan selanjutnya sebuah badan yang dikenal sebagai National Institute 14

11 of Health (1985) membangun sebuah standarisasi terkait aspek perkandangan satwa primata dalam bentuk regulasi dan pedoman yaitu Animale Welfare Act (1985). Dalam perencanaan perkandangan terdapat beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan yaitu :1) kandang harus dibuat sedemikian rupa dengan maksud untuk mendukung kenyamanan psikologis bagi satwa yang ada didalamnya; 2) kandang dibuat sesuai dengan ukuran satwa, perilaku sehingga satwa dapat tumbuh dengan normal dan kandang harus mampu mencegah adanya kemungkinan timbulnya penyakit; 3) kandang harus dilengkapi dengan sarana salinitas yang baik; 4) kandang dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan peneliti dan perawat satwa untuk mengelola satwa; 5) kandang dibuat berdasarkan standar baku yang telah direkomendasikan oleh Animal Welfare Act (1985). Jenis kandang sangat ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu : jenis satwa, jumlah individu, umur satwa, tujuan penelitian, keselamatan kerja pekerja, faktor keselamatan dan kesejahteraan satwa, kondisi iklim setempat, adapun terminologi yang umum digunakan dalam mengidentifikasi jenis kandang dapat dilihat pada Tabel 2. Table 2. Terminologi penentu dalam mengidentifikasi jenis kandang Basis Jenis kandang Tipe kandang Satu jantan/satu bentina Kandang individu Satu jantan/banyak betina Kandang harem Banyak jantan/banyak betina Kandang kelompok Lokasi kandang Indoor Kandang individu/harem/kelompok Outdoor Kandang koral/lapangan/pulau kecil Indoor/outdoor Kandang rumput Sumber : Bayne 1989; Bielitzki et al Ukuran kandang individual ketika satwa dipisahkan dalam koloni atau dikenai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Ukuran kandang individual yang direkomendasikan untuk satwa primata Berat badan Luas alas minimal Tinggi minimal < 1 kg 0,15 m 2 50,8 cm 1 kg 3 kg 0,28 m 2 76,2 cm 3 kg 15 kg 0,40 m 2 76,2 cm 15 kg 25 kg 0,74 m 2 91,4 cm > 25 kg 2,33 m 2 213,4 cm Sumber : National Institute of Health (1985) 15

12 Ukuran kandang (housing) luar dibuat menyerupai habitat aslinya, berbagai bentuk pengkayaan seperti penyediaan pohon-pohon dan tali temali di dalam kandang untuk satwa arboreal, lantai tanah atau koral untuk satwa terestrial dibuat sedemikian rupa untuk menciptakan kenyamanan pada individu di dalam kandang. Pada Owa Jawa dapat dibuat kandang terbuka dengan tinggi minimum 4,5 m, disarankan 3m terakhir dari dinding atau pagar harus memungkinkan untuk tidak mungkin dipanjat, pagar atau dinding harus diperluas setidaknya 50cm di bawah tanah, fitur kandang ukuran: 30m x 7m. Pohon Penghubung Pintu Compartment Akses masuk keeper Kemiringan Area Pelayanan Kandang Malam Kandang Perlakuan Perencanaan Gambar 4. Contoh bentuk design kandang luar (housing) Owa Jawa di kebun binatang Pengkayaan Objek Perkandangan luar (housing) memerlukan fitur lainnya dalam bentuk objek yang memungkinkan satwa untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya serta memungkinkan satwa terhindar dari rasa bosan. Fitur tambahan seperti sarana memanjat, bermain dan fitur lainnya dibuat agar satwa berperilaku secara normal. Penambahan fitur dibuat sedemikian rupa agar satwa dapat mengekspresikan berbagai aktivitasnya dengan tetap mengedepankan faktor keamanan satwa dan pekerja. Selain itu fitur tambahan berupa kompartemen yang berfungsi sebagai pemisah diperlukan pula sebagai sebuah cara untuk mengurangi 16

13 kemungkinan agresi atau traumatik akibat agresi oleh individu lain. Penyediaan barang-barang seperti tongkat, bola, mainan plastik diketahui mampu mengurangi stres, timbulnya agresi dan traumatik pada satwa dalam kandang. Fitur tambahan dapat dibuat sealami mungkin atau dengan modifikasi yang benar-benar tidak ditemui ketika satwa berada diluar habitat alaminya. Penyediaan fitur alami seperti kayu atau pohon-pohonan dalam kandang luar memungkinkan satwa untuk bereksplorasi dengan fitur tersebut. Fitur buatan yang bersifat artifisial dibuat dengan maksud menciptakan kesenangan pada satwa sehingga satwa terhindar dari rasa bosan, sebagai contoh adanya fitur seperti box kecil yang dimodifikasi sebagai tempat pakan memberikan manfaat dalam hal terciptanya kondisi satwa yang tetap mampu melakukan aktivitas mencari makan (foraging), selain itu penggunaan feeding puzzle atau mekanisme pemberian hadiah berupa makanan merupakan salah satu cara terbaik untuk menghindarkan satwa dari kebosanan (Bloom & Cook 1989) 2.3. Persiapan Pelepasliaran Terancamnya kelestarian Owa Jawa (Hylobates moloch) menyebabkan satwa endemik tersebut memerlukan upaya konservasi yang bermanfaat bagi peningkatan jumlah populasinya di alam. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melepasliarkan Owa Jawa yang telah melalui proses rehabilitasi ke habitat alaminya. Menurut Cyne (2004) rehabilitasi tidak dapat menggantikan proses pembelajaran seperti di alam, namun melalui rehabilitasi Owa Jawa dapat belajar berbagai kemampuan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup di alam. Baker (2002) menyatakan bahwa terdapat dua strategi pelepasan satwa liar ke habitat alaminya (reintroduksi) yaitu soft release dan hard release. Strategi soft release atau uji coba pelepasan yang dilakukan dengan menempatkan satwa pada atau berdekatan dengan titik pelepasan dan memberikan post monitoring support sebagai slah satu upaya mendukung aklimatisasi satwa. Strategi hard-release dilakukan dengan menempatkan satwa di titik pelapasan tanpa disertai dengan post monitoring support. Chebey (2004) menyatakan bahwa terdapat tiga kriteria keberhasilan rehabilitasi dan pelepasan Owa Jawa. Kriteria pertama yaitu satwa dapat hidup di habitat alami yang diindikasikan dengan kemampuan mencari dan menemukan 17

14 pakan. Kriteria kedua yaitu terjaganya ikatan antar pasangan yang ditandai dengan terjadinya kopulasi. Kriteria ketiga yaitu dihasilkannya keturunan yang mampu bertahan hidup. Tingkat keberhasilan pelepasan Hylobatidae yang telah dilakukan relatif rendah, yaitu hanya 11% dari 145 pelepasan. Fischer and Lindermayer (2000) melaporkan bahwa 87 pelepasan Hylobatidae yang telah dilakukan memiliki tingkat keberhasilan sebesar 25%. Tingkat keberhasilan yang rendah menunjukkan banyak individu yang tidak mampu bertahan hidup setelah pelepasliaran dilakukan. Menurut Cheyne (2004) tingkat keberhasilan rehabilitasi dan pelepasan owa yang rendah disebabkan satwa tidak memenuhi kriteria kesiapan perilaku pelepasan dan tidak dilakukannya post monitoring support. Ravasi (2004) menyatakan bahwa rehabilitasi Hylobates lar (ungko lengan putih) di Thailand telah melakukan pelepasan satu kelompok ungko lengan putih yang terdiri atas 14 individu (reintroduksi) dalam rentan waktu 1993 hingga Berdasarkan post released monitoring diketahui bahwa satu individu mati dan 13 individu lainnya berpisah. Hasil serupa juga diperoleh saat melakukan post released monitoring terhadap sepuluh individu yang dilepaskan pada tahun 1996 hingga 2002, yaitu tiga individu dipindahkan dari lokasi pelepasan, tiga individu mati, dan empat individu berpisah. Ravasi (2004) dan Cheyne (2004) menyatakan bahwa ikatan pasangan yang kuat merupakan syarat utama bagi Owa yang dilepaskan. Oleh karena itu, harus dipastikan pasangan yang akan menjalani uji coba pelepasan harus dapat melakukan kopulasi. Cheney (2004) juga menambahkan bahwa salah satu perencanaan menjelang pelepasan adalah memastikan pasangan yang akan dilepaskan telah memiliki kemampuan hidup. Hal tersebut dapat diketahui dengan mengetahui pemenuhan parameter kesiapan perilaku menjelang uji coba pelepasan. Pusat penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Centre), telah berhasil melepasliarkan satu pasang Owa Jawa ke habitat alami di blok Hutan Patiwel, Taman Nasioanal Gunung Gede Pangrango pada awal Oktober Peristiwa tersebut merupakan palepaslliaran Owa Jawa rehabilitan yang pertama dilakukan. Informasi mengenai kehidupan Owa Jawa rehabilitan sangat dibutuhkan karena tidak ada referensi sebelumnya mengenai kehidupan Owa Jawa rehabilitan setelah dilepasliarkan. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU DAN PAKAN OWA JAWA

STUDI PERILAKU DAN PAKAN OWA JAWA STUDI PERILAKU DAN PAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) DI PUSAT STUDI SATWA PRIMATA IPB DAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO : Penyiapan Pelepasliaran DEDE AULIA RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi

Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi (Daily behavior of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi ungko dan siamang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP. 21 BAB V HASIL 5.1 Distribusi 5.1.1 Kondisi Habitat Area penelitian merupakan hutan hujan tropis pegunungan bawah dengan ketinggian 900-1200 m dpl. Kawasan ini terdiri dari beberapa tipe habitat hutan

Lebih terperinci

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk 122 VI. PEMBAHASAN UMUM Perluasan TNGH (40.000 ha) menjadi TNGHS (113.357 ha) terjadi atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitar TNGH, terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Owa Jawa atau Javan gibbon (Hylobates moloch) merupakan jenis primata endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999). Dalam daftar

Lebih terperinci

OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI

OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI BAB II OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI 2.1 Pengetian Satwa Primata Menurut Jatna Supriatna dan Edy Hendras Wahyono (2000) Primata adalah anggota dari ordo biologi primata. Ordo atau bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

STUDI LOKOMOTOR DAN POSTUR OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK ASEP ZANUANSYAH

STUDI LOKOMOTOR DAN POSTUR OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK ASEP ZANUANSYAH STUDI LOKOMOTOR DAN POSTUR OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK ASEP ZANUANSYAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Habitat

TINJAUAN PUSTAKA Habitat TINJAUAN PUSTAKA Habitat Habitat adalah suatu kawasan yang dapat memenuhi semua kebutuhan dasar populasi, yakni kebutuhan terhadap sumber pakan, air dan tempat berlindung (Alikodra 2002). Owa jawa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

ANALISIS POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

ANALISIS POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 133 140 ANALISIS POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (Population Analysis of Javan Gibbon (Hylobates

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber:

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) 2.1.1 Taksonomi Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) (2008), klasifikasi owa jawa atau Silvery

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi 2.1.1 Taksonomi Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus : Animalia :

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch AUDEBERT, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK JAWA BARAT ENTANG ISKANDAR

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch AUDEBERT, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK JAWA BARAT ENTANG ISKANDAR HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch AUDEBERT, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK JAWA BARAT ENTANG ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 6, No. 1, Juni 2009, p.9-13. ISSN: 1410-5373. Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor. Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Orangutan Sumatera Indonesia memiliki dua jenis orangutan, salah satunya adalah orangutan sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 2.1.1. Klasifikasi Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier, 1967): Filum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Siamang merupakan satwa liar yang termasuk dalam ordo Primata dari famili Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes

Lebih terperinci

JURNALILMIAH BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN LINGKUNGAN. Volume 16/Nomor 3, Desember 2011

JURNALILMIAH BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN LINGKUNGAN. Volume 16/Nomor 3, Desember 2011 JURNALILMIAH BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN LINGKUNGAN Volume 6/Nomor 3, Desember Media Konservasi Vol. 6, No. 3 Desember : 33-4 (Population Analysis ofjavan Gibbon (Hvlobates moloch Audebert

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

KONSERVASI Habitat dan Kalawet 113 KONSERVASI Habitat dan Kalawet Kawasan hutan Kalimantan merupakan habitat bagi dua spesies Hylobates, yaitu kalawet (Hylobates agilis albibarbis), dan Hylobates muelleri. Kedua spesies tersebut adalah

Lebih terperinci

Agus P Kartono *, Prastyono ** dan Ibnu Maryanto

Agus P Kartono *, Prastyono ** dan Ibnu Maryanto Berila Biologi, Volume 6. Nomor A April 2002, Edisi Khusus "Biodiversitas Taman Nasional Gunung Halimun (II) " VARIASI AKTIVITAS HARIAN Hylobates moloch (Audebert, 1798) MENURUT KELAS UMUR DI TN GUNUNG

Lebih terperinci

OWA JAWA DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

OWA JAWA DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Owa Jawa di Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Periode 2000 2010 Editor: Anton Ario Jatna Supriatna Noviar Andayani

Lebih terperinci

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Morfologi Umum Primata Secara keseluruhan primata sudah mengalami spesialisasi untuk hidup di pohon. Menurut J.R. Napier dan P.H. Napier (1967), klasifikasi ilmiah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM Edy Hendras Wahyono Penerbitan ini didukung oleh : 2 MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI ACEH Naskah oleh : Edy Hendras Wahyono Illustrasi : Ishak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekrekan (Presbytis comata fredericae Sody, 1930) merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. Primata yang terdistribusi di bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

Deskripsi Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert) di Taman Margasatwa Ragunan

Deskripsi Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert) di Taman Margasatwa Ragunan Jurnal Sainsmat, September 2013, Halaman 93-106 Vol. II, No. 2 ISSN 2086-6755 http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat Deskripsi Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert) di Taman Margasatwa Ragunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

Tugas Karya Ilmiah Peluang Bisnis BETERNAK LANDAK MINI. Disusun oleh : Aji Saputro S1TI 6A

Tugas Karya Ilmiah Peluang Bisnis BETERNAK LANDAK MINI. Disusun oleh : Aji Saputro S1TI 6A Tugas Karya Ilmiah Peluang Bisnis BETERNAK LANDAK MINI Disusun oleh : Aji Saputro 08.11.1883 S1TI 6A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMASI DAN KOMPUTER JENJANG STRATA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama dan di bawah program PT. Taman Safari Indonesia didampingi oleh Bapak Keni Sultan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

JENIS PAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK PROVINSI JAWA BARAT

JENIS PAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK PROVINSI JAWA BARAT JENIS PAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK PROVINSI JAWA BARAT Hadi Surono, Abdul Haris Mustari, Dones Rinaldi Institut Pertanian Bogor ABSTRACT Javan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang penyebarannya di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Osman-Hill 1953; Nekaris;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Model Gunung Rajabasa Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang Pelaku pada perilaku grooming monyet ekor panjang adalah Jantan Dewasa (JD), Betina Dewasa (BD),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur (DAILY ACTIVITY OF BEKANTAN (Nasalis larvatus) IN MUARA KAMAN SEDULANG CONSERVATION AREA, EAST KALIMANTAN)

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

DESAIN MENARA PAKAN SEBAGAI MEDIA PENGAYAAN (ENRICHMENT) REHABILITASI PRIMATA ARBOREAL Studi Kasus Pusat Rehabilitasi Primata Jawa, Bandung

DESAIN MENARA PAKAN SEBAGAI MEDIA PENGAYAAN (ENRICHMENT) REHABILITASI PRIMATA ARBOREAL Studi Kasus Pusat Rehabilitasi Primata Jawa, Bandung Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain DESAIN MENARA PAKAN SEBAGAI MEDIA PENGAYAAN (ENRICHMENT) REHABILITASI PRIMATA ARBOREAL Studi Kasus Pusat Rehabilitasi Primata Jawa, Bandung Chandra Irawan Tri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Orangutan yang sedang beraktivitas di hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Orangutan yang sedang beraktivitas di hutan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Orangutan Orangutan termasuk ke dalam Ordo Primata dan merupakan salah satu jenis dari anggota keluarga kera besar (Pongidae) yang berada di benua Asia yang masih hidup

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3.Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna merupakan bagian dari keanekaragaman hayati di Indonesia,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA 1 OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA Afroh Manshur, M. Yunus A. Saputra, Fadhilah Iqra Mansyur Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci