BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman biota laut. Salah satunya adalah Pulau Bangka yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2 Pada tahun 2010, Provinsi Bangka Belitung menyelenggarakan Tahun Kunjungan Bangka Belitung yang disebut dengan Visit Babel Archipelago 2010 untuk me

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu industri yang berpotensi untuk menjadi

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 %

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemasukan bagi negara. Pariwisata memiliki peranan penting dalam membawa

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata menjadi salah satu andalan dalam sektor perekonomian daerah

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang unik, karena sifatnya yang sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN BENTUK, KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN KERJASAMA PADA PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PANTAI PARANGTRITIS. Oleh : MIRA RACHMI ADIYANTI L2D

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional. Jumlah kunjungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

BAB I PENDAHULUAN. Tourism Organization (2005) dalam WTO Tourism 2020 Vision, memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan dan pengujian model yang dapat menjelaskan sebab dan akibat perilaku seorang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan bahari dengan keanekaragaman biota laut. Salah satunya adalah Pulau Bangka yang merupakan bagian dari Provinsi Bangka Belitung, memiliki keistimewaan pantai yang landai dan berpasir putih. Sehingga wisata bahari menjadi alternatif dalam meningkatkan pendapatan daerah, di samping objek wisata sejarah dan acara adat khas Bangka. Jumlah kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun pun semakin meningkat. Beberapa kegiatan pariwisata untuk kawasan pariwisata bahari telah banyak dikembangkan antara lain diving, snorkeling, resort, berenang, pemancingan dan taman rekreasi pantai. Potensi ekowisata dan kekayaan biota laut menjadikan Pulau Bangka selalu menarik untuk dikunjungi. Namun perkembangan pariwisata yang ada belum sepenuhnya didukung oleh upaya konservasi biota laut. Berdasarkan penelitian dari Team Eksplorasi Terumbu Karang Universitas Bangka Belitung pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kerusakan ekosistem terumbu karang di Pulau Bangka terjadi akibat pemutihan karang (coral bleaching) dari pemanasan global di Pulau Bangka dan Belitung yang cukup tinggi akibat banyaknya hutan yang dijarah oleh penambangan timah dan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit oleh perusahaan swasta maupun masyarakat. Selain itu penangkapan ikan dengan cara yang destruktif oleh nelayan, serta penambangan timah lepas pantai yang dilakukan oleh timah inkonvensional (TI) apung, kapal isap dan kapal keruk yang 1

merupakan komoditi penambangan timah di laut turut menjadi penyebab rusaknya ekosistem terumbu karang di Pulau Bangka. Kemudian dari ketiga komoditi itu, kapal isap yang memiliki mobilitas paling tinggi, serta jumlah yang dalam waktu singkat meningkat sangat pesat. Sejak tahun 2006 hingga tahun 2010 sebanyak 57 kapal isap telah beroperasi di perairan Pulau Bangka. Beroperasinya kapal isap diikuti juga oleh beroperasinya ratusan TI Apung di daerah operasi kapal isap. Sedimentasi dari aktivitas penambangan tersebut menyebabkan kerusakan besar di ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang yang merupakan penyangga sektor perikanan dan pariwisata bahari di Pulau Bangka (http://www.ubb.ac.id/2009/06/30). Kerusakan ekosistem laut ini pun semakin diperparah oleh kondisi spesiesnya yang sangat menyedihkan, antara lain penyu yang telah masuk dalam daftar Apendiks I Konvensi Perdagangan Internasional Flora Dan Fauna Spesies Terancam (Convention On International Trade Of Endangered Species Of Wild Fauna And Flora CITES). Konvensi tersebut melarang semua perdagangan internasional atas semua produk atau hasil yang berasal dari penyu, baik itu telur, daging, maupun cangkangnya. Dalam catatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pro Fauna, setiap tahunnya, kurang lebih sekitar 1000-2000 ekor penyu dibunuh untuk dijual di pasar Indonesia. Ironisnya, kemungkinan hidup penyu tergolong kecil. Dari 1000 tukik penyu yang dilepaskan, hanya satu tukik penyu yang bertahan hidup menjadi penyu dewasa. Masih banyaknya prilaku predator penyu membuat binatang yang menjadi simbol perdamaian dan simbol kealamian dunia itu semakin lama semakin menyusut jumlahnya. Manusia adalah predator penyu paling utama. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, telur penyu dijual secara bebas dengan harga yang bervariasi sesuai dengan lokasi. Selain itu, minyak penyu dan souvenir terbuat dari penyu serta daging penyu juga ramai di 2

pasaran sampai sekarang. Regulasi penyelamatan binatang dilindungi (termasuk penyu) yang tegas diatur dalam UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, tidak efektif. Perdagangan satwa dilindungi dalam bentuk apapun dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta tidak berarti apa-apa. Meskipun sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pelestarian Jenis Tumbuhan Dan Satwa, yang melindungi semua jenis penyu, perburuan terhadap satwa ini terus berlanjut (http://tukikbabel. siansoegito.com/2012). Penyu hijau adalah salah satu jenis penyu laut yang umum dan jumlahnya lebih banyak dibanding beberapa penyu lainnya. Meskipun jumlahnya lebih banyak dibanding penyu lainnya, populasi penyu hijau tiap tahun berkurang oleh penangkapan dan pembunuhan baik sengaja maupun tidak sengaja yang terperangkap oleh jaring. Berdasarkan hasil wawancara Team Eksplorasi Terumbu Karang Universitas Bangka Belitung kepada para nelayan setempat, penyu tersebut memang sengaja dibunuh oleh nelayan karena dianggap mengganggu sero (alat tangkap ikan jenis perangkap yang memanfaatkan pasang surut air laut) milik nelayan. Namun tidak semua pemilik sero melakukan hal sekeji itu terhadap penyu, ada beberapa nelayan yang dengan sabar membiarkan penyu keluar kembali dari sero karena memang penyu tersebut sebenarnya tak membuat sero mereka menjadi rusak. Beberapa peneliti pernah melaporkan bahwa presentase penetasan telur hewan ini secara alami hanya sekitar 50 % dan belum ditambah oleh adanya beberapa predator-predator lain saat mulai menetas dan saat kembali ke laut untuk berenang. Sangat kecilnya presentase tersebut diperparah lagi oleh penjarahan oleh manusia yang mengambil telur-telur tersebut segera setelah induk-induk penyu tadi bertelur. Secara global, sebanyak ratusan ribu penyu tertangkap setiap tahunnya di mata kail dan jaring dari kegiatan penangkapan 3

ikan. Sedangkan pantai peteluran juga mengalami tekanan sebagai dampak pembangunan industri yang tidak memperhatikan aspek lingkungan, aktivitas manusia di pantai, serta pemanasan global. Kondisi ini semakin menurunkan populasi penyu laut di lingkungan asli mereka (http://www.ubb.ac.id/2009/06/30). Keberadaan penyu di perairan Bangka Belitung yang semakin terancam kemudian mendorong seorang pengusaha lokal di Pulau Bangka untuk melakukan konservasi terhadap spesies yang semakin langka jumlahnya ini. Pada tahun 2008, Bapak Sian Soegito membuka suatu pusat penangkaran bagi penyu-penyu tersebut bernama Pusat Penangkaran Penyu Tukik Babel yang berada dalam kawasan Perumahan Batavia Banka Beach. Merupakan lokasi pendaratan penyu liar untuk bertelur lalu dilakukan penetasan telur penyu semi alami. Jenis penyu yang ditangkarkan adalah penyu hijau atau dikenal dengan nama Green turtle (Chelonia mydas), penyu sisik atau dikenal dengan nama Hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata), penyu lekang atau dikenal dengan nama Olive ridley turtle (Lepidochelys olivacea). Kegiatan konservasi yang dilakukan di pusat penangkaran penyu milik Bapak Sian Soegito tersebut antara lain pengeraman telur-telur penyu di mana masing-masing telur didata berdasarkan tanggal pengambilan, penetasan dan pemeliharaan tukik (anak penyu) yang dipisahkan berdasarkan usia dalam kolam-kolam kecil berisi air laut, pemeliharaan induk penyu, serta pelepasan kembali tukik ke laut. Kapasitas per bulannya adalah 50 penyu yang bisa dilepaskan ke laut lepas. Sumber penangkaran penyu adalah dengan membeli telur-telur penyu dari para nelayan yang mencari telur penyu di pasir-pasir pantai sekitar laut Pulau Bangka. Hingga kini, telah lebih 1.000 ekor penyu yang dilepaskan ke laut. Pelepasan Perdana Tukik (anak penyu) ini dihadiri oleh Bapak Gubernur Bangka Belitung Ir. H. Eko Maulana Ali, Bapak Bupati Bangka H. Yusroni Yazid, Bapak Prof. Dr. Bustami Rahman beserta rombongan 4

Pelaku dan Pecinta Tukik. Tamu terhormat yang pernah mengunjungi lokasi penangkaran adalah Bapak Emil Salim (http://tukikbabel.siansoegito.com/2012). Dalam situs www.bangka.go.id (2011), terdapat beberapa potensi objek wisata yang ada di Pulau Bangka, salah satunya adalah wisata bahari seperti Pantai Matras, Pantai Parai Tenggiri, Pantai Batu Bedaun, Pantai Teluk Uber, Pantai Tanjung Pesona, Pantai Tikus, Pantai Air Anyir, Pantai Penyusuk, Pantai Romodong, Pantai Kuala, Pantai Tanjung Belayar, Pantai Rebo, Pantai Tanjung Ratu dan Pantai Bedukang. Serta wisata alam seperti Hutan Wisata Suaka Alam, Pemandian Air Panas Tirta Tapta, Pelabuhan dan Tanjung Gudang, Pulau Lampu, Pulau Karang, Tanjung Putat, Gunung Maras, Kolam Renang Loka Tirta, Wisata Alam Bebas/BOI, Kampung Cina dan Desa Wisata Air Simpur. Berdasarkan data tersebut, pusat konservasi penyu milik Bapak Sian Soegito belum masuk kedalam daftar potensi objek wisata di Pulau Bangka. Padahal lokasi penangkaran berada di antara pantai-pantai yang menjadi tujuan utama wisata bahari di Bangka seperti Pantai Matras, Pantai Parai Tenggiri dan Pantai Tanjung Pesona. Lokasi penangkaran penyu yang berada di kawasan Perumahan Batavia Banka Beach yang turut masuk di dalam brosur destinasi wisata Kabupaten Bangka namun tidak menyebutkan adanya daya tarik berupa pusat penangkaran penyu di kawasan tersebut. Salah satu resort hotel yang berada di dekat lokasi penangkaran yaitu Hotel Novilla Boutique Resort, telah menawarkan paket wisata ke pusat konservasi penyu berupa kunjungan wisata disertai aktivitas memancing dan menikmati indahnya pantai di lokasi penangkaran. Dalam satu kunjungan singkat, wisatawan diajak melihat kegiatan konservasi dengan aktivitas rutin dari pusat konservasi berupa pelepasan tukik yang turut melibatkan wisatawan yang datang berkunjung pada saat itu. 5

Menurut sumber www.bangkapos.com (2010), data kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara ke Provinsi Bangka Belitung (tahun 2004-2009) adalah pada tahun 2004 jumlah wisatawan nusantara 72.573 orang dan wisatawan mancanegara 992 orang dengan total wisatawan sebanyak 73.565 orang. Kemudian pada tahun 2005, jumlah wisatawan nusantara 79.593 orang dan wisatawan mancanegara 2.301 orang dengan total wisatawan sebanyak 81894 orang, atau mengalami peningkatan sebesar 11,32 persen. Pada tahun 2006, jumlah wisatawan nusantara 71.099 orang dan wisatawan mancanegara 1.496 orang dengan total wisatawan sebanyak 72.595 orang, atau mengalami penurunan sebesar 11,35 persen. Lalu pada tahun 2007, jumlah wisatawan nusantara 79.148 orang dan wisatawan mancanegara 433 orang dengan total wisatawan sebanyak 79.581 orang, atau mengalami peningkatan sebesar 9,62 persen. Pada tahun 2008, jumlah wisatawan nusantara 55.431 orang dan wisatawan mancanegara 470 orang dengan total wisatawan sebanyak 55.901 orang, atau mengalami penurunan sebesar 29,76 persen. Selanjutnya pada tahun 2009, jumlah wisatawan nusantara 66.924 orang dan wisatawan mancanegara 508 orang dengan total wisatawan sebanyak 67.432 orang, atau mengalami peningkatan sebesar 20,62 persen. Maka dapat dilihat jumlah kunjungan wisatawan ke Provinsi Bangka Belitung mengalami perubahan setiap tahunnya. Jumlah kunjungan wisnus setiap tahun mengalami kenaikan 10-20 persen. Hal ini dikarenakan pariwisata Bangka Belitung sudah mulai dikenal banyak orang, salah satunya melalui program Visit Babel Archipelago 2010 yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Bangka Belitung. Sedangkan wisman penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2007 disebabkan karena gangguan keamanan seperti bom dan adanya larangan terbang pada 51 maskapai penerbangan yang dikeluarkan oleh komisi Eropa dan krisis global yang hampir di seluruh dunia. 6

Sepanjang 2011 lalu, Kabupaten Bangka dikunjungi sebanyak 55.444 wisatawan dengan rincian 55.323 wisatawan nusantara dan 121 wisatawan mancanegara. "Jumlah kunjungan wisatawan tahun 2011 itu lebih banyak dibanding tahun 2010 yang mencapai sebanyak 30 ribuan orang," ujar Suharman, Kasi Pengembangan Objek Wisata Disbudpar Kabupaten Bangka. Ia mengatakan, dampak program Visit Babel Archipelago dan Sail Wakatobi Belitong beberapa waktu lalu, serta munculnya berbagai akomodasi jasa dan kegiatan (event) yang diselenggarakan baik oleh dinas maupun oleh pihak swasta sangat berpengaruh dalam meningkatkan arus kunjungan wisatawan tersebut. Selama periode Januari- Mei 2012 arus kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangka mencapai 26.154 orang, dengan jumlah wisatawan nusantara sebanyak 26.091 orang dan wisatawan mancanegara 63 orang (http://bangka.tribunnews.com/2012/01/20). Kondisi tersebut menjelaskan bahwa tingkat kunjungan wisatawan di Pulau Bangka meningkat karena adanya event-event baik nasional maupun internasional. Namun fakta yang menyedihkan muncul mengenai kondisi wisata bahari yang selama ini menjadi daya tarik utama pariwisata di Pulau Bangka. Bahwa ternyata saat ini Pulau Bangka yang notabene menjadi pusat pemerintahan Provinsi Bangka Belitung, masih tertinggal jauh. Pulau Belitung, singkat kata lebih banyak dikunjungi turis mancanegara maupun domestik ketimbang Bangka. Realita ini terbukti dengan tingginya tingkat hunian hotel di Pulau Laskar Pelangi itu ketimbang di Bangka. Sejumlah hotel berbintang di Bangka, kerap kosong atau sepi pengunjung. Tak salah jika ada yang mengatakan kalau pariwisata Babel tampak hidup di Belitung dan redup di Bangka (http://cetak.bangkapos.com/2011/06/05). Redupnya wisata bahari di Pulau Bangka ini menggambarkan kondisi kawasan wisata yang semakin menurun, hal ini dijelaskan oleh Pihak Dinas 7

Pariwisata Provinsi Babel bahwa kondisi ini adalah akibat dari aktivitas sektor penambangan yang tak mengenal tempat. Hal ini pun dibenarkan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Asep Setiawan yang mengatakan, kondisi wisata bahari di Kabupaten Bangka sulit untuk dijual ke wisatawan. Sebab, ekosistem laut sudah banyak yang rusak akibat maraknya TI apung dan kapal isap produksi (KIP) yang beroperasi di dekat kawasan wisata. Ia menilai adanya upaya untuk memulihkan ekosistem di laut yang sudah dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka dengan menanam rumpon untuk terumbu karang buatan di dasar laut tidak bisa memulihkan ekosistem yang ada karena tetap saja laut dirambah oleh TI apung dan KIP sehingga sia-sia. Kemudian dikatakan pula oleh Yan Megawandi, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bangka Belitung, di Kabupaten Bangka misalnya, Pantai Parai dan Pantai Tanjung Pesona adalah beberapa kawasan wisata andalan yang kini terganggu dengan adanya aktivitas penambangan di kawasan tersebut. Ini cukup mengganggu pemandangan para wisatawan yang kebetulan sedang menginap di hotel resort itu. Termasuk kita yang sering membawa wisatawan untuk menikmati wisata pantai di Bangka, ujar Yuna Ekowati, Ketua Association of Indonesia Tours and Travel Agencies (ASITA) Babel. Dampak penambangan di pantai, lanjut Yuna, akan berpengaruh terhadap terumbu karang sehingga kegiatan diving atau menyelam bahkan snorkeling yang menjadi aktivitas wisatawan pun mungkin tak bisa lagi dilakukan. Di samping itu, travel agent pun tidak merasa enak karena wisatawan yang dibawa dan datang dari jauh ke Bangka pernah komplain karena melihat air pantai yang keruh. Yuna pun tak menampik jika pada momen liburan panjang dalam rangka cuti bersama bulan ini, kunjungan wisatawan ke Belitung lebih tinggi dibanding Bangka (http://cetak.bangkapos.com/2011/06/05). Di sektor wisata, instruktur selam dari Emas Diving Club, Sakinawa (57), menuturkan bahwa setidaknya empat gugusan terumbu karang di pantai timur 8

Bangka, yang dulunya menjadi lokasi wisata bawah air, telah rusak dan tak mungkin menarik wisatawan lagi. Terumbu karang yang rusak itu di antaranya Karang Kering Rebo, Karang Kering Bamben Bui, Pulau Lampu Penyusuk, dan Parit Tiga Jebus. Akibat kerusakan terumbu karang, jumlah wisatawan asing yang menyelam di kawasan itu turun drastis. "Tahun 2005 saya bisa mengantar sekitar 30 turis asing dalam setahun. Tahun lalu hanya enam turis asing," ungkapnya. Senada dengan Sakinawa, pemilik Tanjung Pesona Beach Resort yang terletak di Sungailiat, Bambang Patijaya mengatakan, wisata laut Pulau Bangka sangat terancam oleh tambang-tambang timah lepas pantai yang tak diatur lokasinya. Padahal, sektor ini menghidupi masyarakat pesisir. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung Ratno Budi mengatakan, diperkirakan 16.000 nelayan Pulau Bangka terancam oleh kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan timah lepas pantai ini. Dalam setahun, diperkirakan terdapat 72 juta meter kubik limbah tailing dari sekitar 73 kapal isap yang beroperasi di perairan Pulau Bangka. Limbah dalam jumlah sangat besar itu mengakibatkan terumbu karang mati dan laut menjadi keruh sehingga akhirnya mengganggu ekosistem laut (http://www.wartakotalive.com/2012/08/06). Pulau Bangka dan Belitung yang pada dasarnya memiliki keindahan alam bahari yang serupa, kemudian terjadi ketimpangan jumlah kunjungan wisatawan dikarenakan kondisi Pulau Bangka yang mengalami kerusakan ekosistem laut cukup parah sehingga berdampak terhadap kondisi pariwisata terutama wisata bahari yang tidak lagi dapat diandalkan untuk dapat menarik kunjungan wisatawan, hal ini sangat disayangkan karena di dalam Buku Putih Pemasaran Pariwisata Nusantara Kepulauan Bangka Belitung (2010), berdasarkan data statistik wisatawan nusantara tahun 2008 oleh BPS dan Depbudpar disebutkan bahwa motivasi utama wisatawan nusantara yang merupakan penyumbang terbesar kunjungan pariwisata di Provinsi Bangka Belitung adalah untuk berlibur, 9

yaitu sebanyak 44,18 persen, selanjutnya mengunjungi teman/keluarga sebanyak 21,70 persen. Berdasarkan motivasi yang didominasi oleh berlibur, maka hal tersebut akan berdampak pada jumlah pengeluaran, jenis atraksi dan akomodasi yang dipilih. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan wisatawan diperlukan ragam ketersediaan atraksi dan akomodasi, serta peningkatan kekuatan integrasi antar destinasi wisata dalam kepariwisataan bahari di Pulau Bangka. Berdasarkan Pendekatan Butler (1980), terdapat berbagai tahap dalam perkembangan pariwisata yaitu pertama Exploration, kedua Involvement, ketiga Development, keempat Consolidation, dan kelima Stagnation. Pada tahap Stagnation terdapat lima kemungkinan kelanjutan yaitu Rejuvenation dengan karakter kondisi kawasan yang berkembang baik dengan adanya programprogram peremajaan, Reduced Growth dengan karakter kondisi kawasan berkembang namun dengan tingkat perkembangan yang rendah, Stabilization dengan karakter kondisi kawasan tidak terdapat pengembangan yang berarti, Decline dengan karakter kondisi kawasan menurun, Immediate Decline dengan karakter kondisi menurun dengan drastis. Melalui berbagai penjelasan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa kondisi pariwisata bahari yang pada awalnya menjadi daya tarik utama wisatawan ke Pulau Bangka saat ini telah mengalami tahap stagnasi (stagnation) yaitu kondisi stagnan dan tidak terjadi proses pengembangan. Menurut Butler ada beberapa kemungkinan kelanjutan dari tahap stagnasi ini yaitu rejuvenation adalah kondisi kawasan yang berkembang baik dengan adanya program-program peremajaan, Reduced Growth adalah kondisi kawasan berkembang namun dengan tingkat perkembangan yang rendah, Stabilization adalah kondisi kawasan tidak terdapat pengembangan yang berarti, Decline adalah kondisi kawasan menurun, dan Immediate Decline adalah kondisi menurun dengan drastis. 10

Kemudian melalui pendekatan Buhalis (2000), dijelaskan tentang Daur Hidup Destinasi dan Dampak-dampak Pariwisata, yaitu tahap awal (introduction) adalah dengan munculnya destinasi baru. Kemudian tahap tumbuh (growth) ditandai oleh tumbuhnya investasi pada akomodasi dan fasilitas pendukung. Lalu mencapai tahap matang (maturity) yang terlihat dari tingkat kunjungan wisata yang tinggi dan fasilitas wisata pun bertambah. Selanjutnya terjadi penurunan pada tahap jenuh (saturation) dengan adanya atraksi wisata yang berlimpah namun wisatawan utama telah bergeser. Maka akhirnya menuju pada tahap turun (decline), yang ditandai oleh permintaan berkurang dan terdapat penawaran khusus untuk menaikkan kunjungan. Melihat karakter destinasi menurut Buhalis tersebut, dan berdasarkan keterangan dari berbagai media, kondisi wisata bahari di Pulau Bangka saat ini mengalami fase jenuh (saturation) dan cenderung turun (decline), terutama apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Belitung yang meningkat pasca booming Film Laskar Pelangi. Maka melihat kondisi tersebut, pengembangan produk wisata dalam pariwisata bahari di Pulau Bangka sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara. Melalui diversifikasi produk yang memunculkan suatu atraksi wisata baru kemudian diintegrasikan dengan destinasi wisata lain disekitarnya, diharapkan akan membuat wisata bahari di Pulau Bangka akan semakin bervariasi sehingga memberikan lebih banyak alternatif dalam berwisata bagi wisatawan yang datang berkunjung. Sehingga berdampak terhadap peningkatan length of stay dan spend of money wisatawan di kawasan wisata. Selanjutnya dalam bidang Arsitektur dan Perencanaan dikenal suatu konsep tentang perencanaan dan pengelolaan ruang publik yang disebut placemaking. Konsep ini berawal pada tahun 1960-an, ide ini muncul pada saat 11

dua orang penulis yaitu Jane Jacobs dan William H. Whyte menawarkan ide tentang perancangan kota yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, tidak hanya berisi mobil-mobil dan pusat-pusat perbelanjaan, namun lebih memfokuskan pada lingkungan yang hidup dengan menghadirkan suatu ruang publik dengan menekankan pada elemen-elemen penting untuk menciptakan kehidupan sosial didalam ruang-ruang publik. Konsep ini kemudian mulai digunakan oleh para arsitek dan perencana pada tahun 1970-an dalam proses penciptaan square, plaza, taman, jalan dan area tepi pantai yang menarik perhatian masyarakat karena menyenangkan atau menarik (http://pps.org/2012/07/19). Pada tahun 1975, William H. Whyte (penemu konsep placemaking) membentuk Project for Public Spaces (PPS) yaitu suatu organisasi nonprofit dalam hal perencanaan, perancangan dan pendidikan yang berbakti untuk membantu menciptakan ruang publik secara berkelanjutan (sustain) yang dapat membangun kemasyarakatan yang lebih kuat. PPS dikenal sebagai sumber, alat dan pemberi inspirasi tentang placemaking. Dalam menciptakan ruang-ruang publik bekerjasama dengan Metropolitan Planning Council (MPC) melakukan banyak aksi perbaikan terhadap ruang-ruang publik di kota Chicago. Ide dan contoh dari produk pertama placemaking inilah yang kemudian memberi inspirasi dalam interaksi lingkungan, komitmen masyarakat dan aksi suatu kota. Dalam mengevaluasi ribuan ruang publik di dunia, PPS menemukan bahwa tempattempat yang sukses sebagai suatu ruang publik memiliki empat kunci (key qualities) secara umum, yaitu mudah diakses (accessible) yang merupakan keterikatan untuk orang-orang dapat melakukan aktivitas di sana; tempat yang nyaman (comfortable) serta memiliki citra yang baik; dan terakhir, merupakan tempat yang ramah untuk bersosialisasi (sociable), tempat orang-orang bertemu 12

satu sama lain dan menjadi tempat tujuan ketika datang berkunjung. Kemudian dibuatlah The Place Diagram oleh PPS sebagai alat yang digunakan untuk membantu menentukan baik buruknya suatu tempat, dengan empat kunci utama yaitu access and linkages (akses dan tautan), comfort and image (kenyamanan dan citra), uses and activities (fungsi dan aktivitas), sociability (sosiabilitas). Placemaking menciptakan keterkaitan secara emosional pada suatu tempat sehingga memperkuat ikatan di masyarakat. Seperti dikatakan oleh anggota PPS tersebut bahwa, "placemaking is making a publik space a living space," (http://www.placemakingchicago.com/2012/07/23). Pendekatan placemaking secara berkelanjutan (sustainable placemaking) merupakan pengembangan produk wisata baru dengan suatu perencanaan menyeluruh dan berkelanjutan yang didasarkan pada pengolahan aset komunitas lokal yang potensial dengan inspirasi menciptakan ruang publik yang baik bagi masyarakat di sekitarnya. Dalam hal ini, pusat konservasi penyu memiliki potensi besar untuk menjadi produk wisata baru yang dapat memberikan pengalaman berbeda bagi wisatawan, melalui aktivitas-aktivitas penyelamatan satwa yang saat ini semakin diminati sebagai salah satu upaya penyelamatan lingkungan yang gencar dilakukan di seluruh dunia, sehingga akan terbersit perasaan bangga bagi siapapun yang menjadi bagian dari aktivitas tersebut. Selain itu lokasi pusat penangkaran berada tidak jauh dari destinasi wisata bahari favorit di Pulau Bangka, sehingga dengan menciptakan interaksi yang kuat antar destinasi diharapkan mampu menarik wisatawan yang lebih besar dengan beragam atraksi yang ditawarkan, serta mampu menciptakan wisatawan repeater dikarenakan atraksi wisata yang unik dari pusat penangkaran penyu ini. Selanjutnya dengan melihat permasalahan yang terjadi di pariwisata bahari di Pulau Bangka yang saat ini mengalami fase jenuh dan cenderung decline 13

dengan terjadinya penurunan jumlah wisatawan, maka hal ini menjadi acuan untuk menganalisa kondisi dan kualitas produk wisata bahari di Pulau Bangka khususnya Kabupaten Bangka, serta menganalisa potensi wisata bahari yang dimiliki Kabupaten Bangka berupa Pusat Penangkaran Penyu untuk diangkat sebagai produk wisata baru guna menambah keragaman atraksi wisata yang telah ada. Kemudian terkait maraknya penambangan timah di laut Pulau Bangka yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan (ekosistem laut) yang berdampak pula terhadap kualitas hidup masyarakat setempat dan pengalaman kunjungan wisatawan, maka hal ini turut menjadi acuan dalam menganalisis tingkat keberlanjutan pariwisata bahari melalui pendekatan sustainable placemaking yang mengintegrasikan daya tarik wisata bahari dengan potensi yang ada di sekitarnya dalam upaya untuk mengangkat kembali pariwisata bahari di Pulau Bangka. I. 2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah yang kemudian diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana mengangkat kembali pariwisata bahari di Pulau Bangka, dengan mengembangkan konservasi penyu sebagai produk wisata baru melalui pendekatan sustainable placemaking yang dapat terintegrasi dengan destinasi wisata di sekitarnya? 14

I. 3. PERTANYAAN PENELITIAN Sehingga pertanyaan penelitian yang kemudian muncul adalah: 1. Seperti apakah persepsi wisatawan terhadap citra, pengalaman kunjungan wisata serta variabel placemaking dalam mendukung keberlanjutan pariwisata bahari di Kabupaten Bangka? 2. Seperti apakah potensi dan kedudukan Pusat Konservasi Penyu, serta faktorfaktor apa saja yang perlu dikembangkan melalui pendekatan sustainable placemaking dalam pengembangan potensi konservasi penyu sebagai produk wisata baru bagi pariwisata bahari di Kabupaten Bangka? I. 4. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui seperti apakah persepsi wisatawan terhadap citra, pengalaman kunjungan wisata serta variabel placemaking dalam mendukung keberlanjutan pariwisata bahari di Kabupaten Bangka. 2. Untuk mengetahui potensi dan kedudukan Pusat Konservasi Penyu, serta faktor-faktor apa saja yang perlu dikembangkan melalui pendekatan sustainable placemaking dalam pengembangan pariwisata bahari dan potensi konservasi penyu sebagai produk wisata baru bagi pariwisata bahari di Kabupaten Bangka. I. 5. SASARAN PENELITIAN Sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi seperti apa persepsi wisatawan terhadap citra, pengalaman kunjungan wisata serta variabel placemaking dalam mendukung keberlanjutan pariwisata bahari di Kabupaten Bangka. 15

2. Mengidentifikasi potensi dan kedudukan Pusat Konservasi Penyu, serta faktor-faktor apa saja yang perlu dikembangkan melalui pendekatan sustainable placemaking dalam pengembangan pariwisata bahari dan potensi konservasi penyu sebagai produk wisata baru bagi pariwisata bahari di Kabupaten Bangka. I. 6. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Memberikan masukan dan menambah wawasan dalam bidang pariwisata pada umumnya, dan wisata bahari khususnya mengenai keterkaitan antara pariwisata dengan upaya konservasi satwa liar. 2. Manfaat Praktis Memberikan masukan dan sebagai acuan bagi para stakeholder pariwisata baik Pemerintah Daerah, pengelola industri pariwisata, organisasi nonpemerintah, kelompok-kelompok konservasi dan masyarakat setempat serta para sukarelawan dalam upaya mendukung pengembangan pariwisata agar dapat memberikan dampak positif bagi kegiatan konservasi penyu di Pulau Bangka. I. 7. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian yang berhubungan dengan pengembangan kegiatan konservasi penyu sebagai suatu atraksi wisata, atau penggunaan pendekatan placemaking dalam pengembangan suatu kawasan wisata, telah dilakukan dalam beberapa penelitian di bawah ini, yaitu: 16

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Peneliti Judul Fokus Lokasi Kerry Waylen, University of London, 2005 Ardanti Yulia Cahyaningru m Sutarto, UGM, 2007 David Waayers, Murdoch University, 2010 Colette Maria Sosinski, NHTV Breda University, 2011 Noor Aina, UGM, 2012 Turtles & Tourism, Perceptions & Pawi Perceptions of natural resources and the effect of ecotourism, in Grande Riviere, Trinidad Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Penyu di Daerah Kepesisiran Kabupaten Bantul, DIY. A Holistic Approach to Planning for Wildlife Tourism A Case Study of Marine Turtle Tourism and Conservation in the Ningaloo Region, Western Australia. Wildlife Tourism in Germany Keberlanjutan Produk Wisata di Kawasan Pasar Terapung Muara Kuin Banjarmasin Melalui Pendekatan Placemaking Mengkaji mengenai ekowisata yang mampu mempengaruhi persepsi dari sumber daya alam dan konservasi, serta turut menentukan perilaku konservasi itu sendiri. Selain ekowisata, tingkat kepedulian, pendidikan, faktor sosial ekonomi dalam keterlibatan perburuan juga mempengaruhi pengetahuan dan sikap terhadap sumber daya alam. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat nelayan dalam konservasi penyu di daerah kepesisiran Kabupaten Bantul. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut yaitu persepsi, usia, tingkat pendidikan dan pendapatan. Mengkaji mengenai permasalahan dari sustainable wildlife tourism dengan mempertimbangkan tiga aspek fundamental yaitu kerjasama antar stakeholder, pentingnya pengumpulan data awal sebelum pengambilan keputusan, dan mendeteksi dampak pariwisata bagi kehidupan satwa liar. Mengkaji mengenai potensi pasar domestik dari wildlife tourism di Jerman dan menganalisis kaitan antara tourism dan conservation. Melihat potensi dan kondisi produk wisata dengan pendekatan placemaking sebagai kawasan wisata dalam upaya keberlanjutan. Grande Riviere, Trinida. Konservasi Penyu di Daerah Kepesisiran Kabupaten Bantul, DIY. Ningaloo Region, Western Australia Jerman Kawasan Pasar Terapung Muara Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan Dewinta Asmarani, UGM, 2012 Pendekatan Sustainable Placemaking dalam Pengembangan Produk Wisata Bahari Dan Konservasi Penyu Di Kabupaten Bangka Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mengembangkan konservasi penyu untuk menjadi suatu produk wisata baru dalam pariwisata bahari di Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung, melalui pendekatan sustainable placemaking. Pusat Penangkaran Penyu Tukik Babel di Kabupaten Bangka, Pulau Bangka, Babel 17