BAB I PENDAHULUAN. mencapai jiwa (BPS, 2014). Menurut Jhingan (2003) jumlah penduduk

dokumen-dokumen yang mirip
KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BPS PROVINSI JAWA BARAT

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

BAB I PENDAHULUAN. angkatan kerja tidak dapat diserap oleh pasar kerja (Pratiwi, 2009).

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI 2017


KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015

ANALISIS PENGARUH FAKTOR SOSIAL, EKONOMI DAN DEMOGRAFI TERHADAP LAMA MENGANGGUR LULUSAN PERGURUAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

Keadaan Ketenagakerjaan Banten Agustus 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Februari 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 3,80 PERSEN

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI PAPUA BARAT AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,91 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI PAPUA BARAT AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS 2015

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROV SUMSEL FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2015

BPS PROVINSI DKI JAKARTA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR *) FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT AGUSTUS 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2015*)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU, AGUSTUS 2015

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI SULAWESI UTARA BULAN AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki jumlah penduduk sampai dengan bulan Februari 2014 ini mencapai 237.641.326 jiwa (BPS, 2014). Menurut Jhingan (2003) jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu potensi bangsa dalam pembangunan nasional. Apabila penduduk terserap sebagai tenaga terampil, akan menjadi modal pembangunan yang besar di segala bidang. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dapat mengakibatkan pertumbuhan angkatan kerja yang semakin tinggi pula. Ini berarti semakin banyak dampak yang ditimbulkan akibat semakin tingginya jumlah orang yang mencari pekerjaan. Hal ini tentu akan menimbulkan berbagai permasalahan salah satunya adalah kekurangan lapangan pekerjaan yang menimbulkan pengangguran. Permasalahan pengangguran merupakan permasalahan klasik yang dihadapi oleh setiap negara termasuk Indonesia. Berbagai cara untuk mengatasi masalah pengangguran ini menurut Sukirno (2004) seperti kebijakan dari sisi permintaan yaitu dengan menurunkan atau menaikkan tingkat suku bunga dan menambah pengeluaran pemerintah yang diikuti pula dengan pengurangan pajak. Sedangkan menurut Sukirno (2004) kebijakan dari sisi penawaran salah satunya adalah mendorong lebih banyak

2 investasi, mengembangkan infrastruktur, meningkatkan efisiensi, memberi subsidi, namun masalah ini belum juga dapat terselesaikan. Menurut Manik Pratiwi (2009) pengangguran ini muncul karena jumlah angkatan kerja yang ada secara relatif atau absolut lebih banyak dibandingkan dengan kesempatan kerja yang tersedia sehingga mengakibatkan sebagian angkatan kerja tidak dapat diserap oleh pasar kerja. Menurut Todaro (2006), terjadinya pengangguran tidak semata-mata akibat adanya kelebihan tenaga kerja tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti kualitas angkatan kerja, dan distorsi dalam pasar kerja baik itu dari segi permintaan maupun penawaran terhadap tenaga kerja. Menganggur, menyebabkan penduduk tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Lebih dari itu, menurut Kembar Sri Budhi (2008) karena menganggur, manusia kehilangan kesempatan mengaktualiasasikan hidupnya. Penyebabnya, berkembang paradigma, manusia akan dihargai oleh orang lain kalau ia bekerja dan tidak bergantung pada orang lain untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Ketenagakerjaan merupakan salah satu indikator perekonomian yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu daerah (Nugraha Setiawan,2006). Indikator ketenagakerjaan yang sering digunakan antara lain Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Menurut Mulyadi (2003) semakin tinggi TPAK semakin baik, karena itu berarti partisipasi angkatan kerja juga akan semakin meningkat. Bila peningkatan angkatan kerja seiring dengan bertambahnya partisipasi penduduk yang bekerja, hal ini dapat

3 berarti peningkatan TPAK diiringi dengan menurunnya partisipasi penduduk yang bekerja, ini pertanda bahwa pemicu tingginya TPAK adalah meningkatnya penduduk yang mencari pekerjaan. Dengan kata lain, mengakibatkan bertambahnya pengangguran. Kondisi ketenagakerjaan suatu daerah dapat menggambarkan tingkat perkembangan perekonomian dan tingkat perkembangan kesejahteraan masyarakatnya. Gambaran ini sangat penting bagi perencanaan pembangunan, pengambilan kebijakan maupun pemerhati masalah sosial ekonomi dan kependudukan (BPS, 2011) Permasalah pengangguran juga terjadi di Bali, dimana Provinsi Bali merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. Struktur perekonomian Provinsi Bali sangat spesifik dan mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Menurut Manik Pratiwi (2009), perekonomian yang dibangun dengan mengandalkan industri pariwisata sebagai leading sector, telah mampu mendorong terjadinya perubahan struktur perekonomian daerah Provinsi Bali. Perubahan struktur perekonomian dari yang sebelumnya sektor pertanian beralih ke jasa disebabkan oleh pertumbuhan industri pariwisata Manik Pratiwi (2009). Perubahan struktur ekonomi tersebut juga mengakibatkan terjadinya perubahan dalam struktur penyerapan tenaga kerja. Selain itu pengangguran terbuka pada tahun 2013 di Bali lebih banyak didominasi oleh daerah perkotaan. Arus urbanisasi dan migrasi merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya jumlah pengangguran di perkotaan. Data mengenai

4 jumlah dan tingkat pengangguran menurut kabupaten/ kota di Provinsi Bali dapat dilihat dalam Tabel 1.1 Tabel 1.1 Penduduk yang Bekerja, Persentase Pengangguran,dan Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kabupaten/Kota Agustus 2013 Provinsi Bali Kabupaten/ Kota Penduduk 15+ (Orang) Angkatan Kerja (Orang) Bekerja (Orang) Pengangguran (Orang) Bukan Angkatan Kerja (Orang) TP AK (%) TPT (%) Jembrana 196.920 152.910 145.590 3.320 44.020 77.65 2.17 Tabanan 335.640 259.920 255.250 4.670 75.730 77.44 1.80 Badung 409.910 313.110 305.900 7.210 96.800 76.38 2.30 Gianyar 362.220 272.940 267.050 5.890 89.270 75.35 2.16 Klungkung 129.700 98.170 96.420 1.750 31.530 75.69 1.78 Bangli 159.270 125.790 124.530 1.260 33.480 78.98 1.00 Karangasem 296.090 226.970 222.450 4.510 69.120 76.65 1.99 Buleleng 461.840 351.470 344.540 6.930 110.370 76.1 1.97 Denpasar 600.950 455.990 439.150 16.840 144.970 75.88 3.69 Bali 2.952.550 2.257.260 2.204.870 52.380 695.290 76.45 2.32 Sumber : SAKERNAS, BPS Provinsi Bali, 2013 Berdasarkan Tabel 1.1 menurut kabupaten/kota, Kota Denpasar memiliki tingkat pengangguran terbuka yang paling tinggi yakni sebesar 3,69 persen disusul oleh Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Jembrana. Kabupaten lain memiliki tingkat pengangguran terbuka relatif rendah (kurang dari 3 persen). Kota Denpasar sebagai ibu kota provinsi dan sebagai pusat pemerintahan di provinsi ini memiliki jumlah pengangguran yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pengangguran di Kota Denpasar tidak hanya berasal dari penduduk lokal tetapi juga bertambah seiring dengan semakin besarnya arus urbanisasi ke Kota Denpasar. Data pengangguran terbuka di Kota Denpasar,dijelaskan bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di kalangan masyarakat dengan pendidikannya baik. Komposisi pengangguran terbuka yang terjadi di Kota Denpasar menurut data SAKERNAS

5 tahun 2013 diperoleh sekitar 1,9 % pengangguran di Kota Denpasar adalah yang berasal dari masyarakat tidak pernah sekolah, 4,0% masyarakat yang pendidikannya belum tamat SD, kemudian 12,5 % berasal dari masyarakat yang hanya menamatkan pendidikan sampai SD, kemudian 18,4% pengangguran yang hanya menamatkan pendidikan sampai SMP. Selanjutnya pengangguran terdidik yang berasal dari tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi yaitu 42,3% berasal dari masyarakat dengan tingkat pendidikan SMA dan sisanya yaitu 20,8% didominasi oleh masyarakat dengan pendidikan perguruan tinggi. Hal ini diperkuat menurut Dhanani (2004) dalam Anton A Setyawan, pengangguran di perkotaan tiga kali lipat lebih besar dari pengangguran dipedesaan. Pernyataan tersebut diperkuat juga oleh Byrne dan Strobl (2004) dalam Anton A Setyawan, karena diperkotaan pekerjaan lebih dianggap mempunyai arti daripada di wilayah pedesaan. Kata arti yang dimaksud tersebut adalah adanya aspek mendapat keuntungan dan manfaat yang lebih yang dapat dirasakan dengan mencari pekerjaan di wilayah perkotaan dibandingan dengan daerah pedesaan. Selain itu menurut Todaro (2000) adanya perbedaan ekspektasi pendapatan yang sangat lebar antara tingkat upah di perkotaan dibandingkan dengan pedesaan membuat seseorang melalukan pilihan bermigrasi dari desa menuju kota. Selain itu fenomena yang menarik untuk dicermati khususnya di Provinsi Bali ialah tingginya tingkat pengangguran terbuka yang berasal dari lulusan perguruan tinggi. Berdasarkan Gambar 1.1 terlihat bahwa pada tahun 2011 sampai

6 dengan tahun 2013 Tingkat Pengangguran Terbuka terbesar terdapat pada kelompok penduduk berpendidikan perguruan tinggi. Persentase tingkat pengangguran terbuka paling tinggi terjadi ditahun 2011 yaitu sebesar 8.47 persen dan 6.45 persen dibandingkan tahun-tahun setelahnya. Tingginya pengangguran yang berasal dari penduduk kelompok berpendidikan tinggi menurut A. Ihsan (2011) disebabkan karena adanya kualifikasi pekerjaan yang diinginkan yang tidak sesuai dengan kualifikasi kompetensi yang dimiliki oleh pekerja. Kondisi ini yang akan menciptakan missmatch antara ketersediaan kompetensi pekerja dengan kualifikasi perusahaan yang diinginkan. Meskipun persentase tingkat pengangguran terbuka dari tahun 2011 sampai tahun 2013 mengalami penurunan, namun tidak berarti terjadi penurunan yang absolut terhadap tingginya pengangguran terbuka yang berasal dari lulusan perguruan tinggi. Berikut ini akan disampaikan data mengenai tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan yang ditamatkan, Provinsi Bali tahun 2011-2013 dalam Gambar 1.1.

7 Gambar 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan, Provinsi Bali 2011-2013 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan (%) 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Tidak sekolah Tidak tamat SD SD SLTP SMA SMA Kej Dip I/II/III Dip IV/S1 S2/S3 2011 0.19 0.79 1.16 2.36 5.59 6.33 8.47 6.45 5.60 2012 1.53 1.33 1.44 2.17 5.41 4.66 5.70 5.66 2.58 2013 1.75 0.59 0.65 2.60 2.85 4.67 4.69 4.21 3.11 Sumber :SAKERNAS, BPS Provinsi Bali, 2013 Data tersebut memberikan indikasi bahwa jumlah penduduk yang bekerja pada kelompok ini sedikit. Penduduk yang berpendidikan tinggi cenderung memilihmilih pekerjaan atau tidak asal bekerja padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Biasanya, penduduk pada kelompok tersebut cenderung memilih menganggur sambil menunggu pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan mereka. Kondisi ini akan berbeda jika dikaitkan dengan pendudukan yang berpendidikan rendah misalnya lulusan Sekolah Dasar, yang banyak terserap di lapangan pekerjaan karena mereka tidak memilih-milih pekerjaan. Bagi mereka yang penting adalah

8 bekerja, sehingga dengan demikian, Tingkat Pengangguran Terbuka pada kelompok penduduk tersebut kecil (BPS, 2013). Menurut Vincent dalam Wiwiek (2007), fenomena mengenai tingginya pengangguran yang didominasi oleh lulusan perguruan tinggi disebabkan oleh ketidakmampuan lulusan itu beradaptasi dengan kebutuhan dunia industri modern. Sementara perubahan lingkungan yang dihadapi oleh industri modern memerlukan kemampuan adaptasi yang tinggi akan infrastruktur suatu perekonomian. Selain itu adanya aspek pengakuan menurut The International Labor Office (ILO) dalam Nehen (2012) yaitu didalam negara berkembang yang dikatakan sebagai pekerja apabila pekerja memberikan pengakuan kepada seseorang bahwa dia terikat dengan sesuatu yang layak bagi hidupnya membuat pekerja itu sendiri dapat mempengaruhi pilihan sesorang terhadap pekerjaan yang diambil. Menurut Moh Farid Najib (2007), secara umum orientasi pencari kerja lulusan perguruan tinggi berorientasi pada proses pelamaran kerja dengan mengandalkan pada ijazah dan gelar akademiknya berdasarkan program studi yang diambil. Menurut Susanto dalam Moh Farid Najib (2007), mengemukakan adanya suatu kecenderungan empiris yang telah membuktikan bahwa lulusan perguruan tinggi mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan. Hal ini mengakibatkan munculnya kesan bahwa lulusan perguruan tinggi cenderung menjadi pencari kerja (job seeker) dibandingkan pencipta kerja (job keeper).

9 Menurut Juhdi dalam Wiwiek (2007) sebuah studi terhadap lulusan perguruan tinggi di Malaysia menyebutkan bahwa masalah yang dihadapi pengguna lulusan adalah bukan pada technical skill tetapi pada soft skill alumni. Para lulusan ini sangat menguasai bidang teknis, seperti penguasaan teknologi dan informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology), manajemen, teknik (engineering) dan pemasaran dengan baik. Sebaliknya para lulusan perguruan tinggi mempunyai kemampuan yang rendah dalam kemampuan komunikasi, kepemimpinan, kemampuan dalam adaptasi terhadap pekerjaan dan lingkungan, kemampuan kerjasama dalam tim dan kemampuan dalam hal pemecahan masalah. Hal ini berdampak pada tingginya tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi dari tahun ke tahun Adanya beberapa lapangan pekerjaan yang dipilih oleh para lulusan perguruan tinggi setelah menamatkan bangku kuliahnya merupakan salah satu penyebab ke sektor mana saja minat atau aspirasi kerja lulusan perguruan tinggi tersebut untuk bekerja. Memilih-milih pekerjaan sesuai dengan aspirasi kerja yang diinginkan menjadi penyebab lama tunggunya seorang pengangguran mendapatkan pekerjaan baik itu di daerah perkotaan maupun pedesaan terutama di Provinsi Bali. Menurut Mulyadi (2003) struktur perekonomian suatu negara ataupun daerah dapat dicerminkan antara lain struktur lapangan pekerjaan utama, struktur jenis pekerjaan utama, dan status pekerjaan utama dari para pekerjanya. Lapangan pekerjaan utama seseorang adalah bidang kegiatan utama pekerja tersebut. Berikut ini data mengenai

10 penduduk Bali berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan dalam Tabel 1.2. No Tabel 1.2 Penduduk Bali Berumur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2013 Lapangan Pekerjaan Utama Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Program Diploma IV/S1 (Orang) Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan 2.386 1 2 Pertambangan dan Penggalian - 3 Industri Pengolahan 7.128 4 Listrik, Gas dan Air Minum 2.119 5 Konstruksi 6.979 6 Perdagangan,Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 25.536 7 Transportasi,Pergudangan, dan Komunikasi 8.409 8 Lmbg Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan, & Js Perusahaan 17.953 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 66.517 9 10 Lainnya - Jumlah 137.027 Sumber : SAKERNAS, BPS Provinsi Bali,2013 Dari Tabel 1.2 terlihat pada tahun 2013 adanya sebaran lulusan perguruan tinggi Diploma IV/S1 di Bali bekerja pada beberapa sektor pekerjaan menunjukkan semakin banyaknya lulusan yang terserap di beberapa sektor tersebut. Apabila dilihat dari sektor yang mendominasi sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan

11 berada di posisi tertinggi yaitu 66.517 orang, atau tingginya minat masyarakat untuk bekerja di sektor informal. Menurut A. Ihsan (2011), hal ini disebabkan kecenderungan yang terjadi di masyarakat adalah kesempatan kerja yang tercipta tidak dapat dinikmati oleh semua masyarakat khususnya pada sektor formal, karena di sektor ini diperlukannya sumber daya manusia yang memenuhi standar tingkat pendidikan yang telah ditentukan oleh badan usaha atau instansi terkait. Kemudian sektor lain yang cukup diminati oleh para lulusan perguruan tinggi tersebut adalah sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi yaitu sekitar 25.536. Mengingat Bali sebagai daerah tujuan wisata maka tidak mengherankan sektor ini juga cukup kuat mendominasi lulusan untuk memilih pekerjaan disektor tersebut. Namun cukup disayangkan pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan serta sektor pengolahan listrik, gas dan air minum tidak terlalu diminati oleh lulusan perguruan tinggi sekitar 2.386 dan 2.119. Hal ini terjadi mengingat mulai enggannya para lulusan perguruan tinggi tersebut untuk bekerja di sektor pertanian, disebabkan karena adanya pola pikir yang sudah mulai berubah yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang yang ditempuh, maka semakin mahal pula bentuk pertambahan hasil kerja atau penghasilan yang dapat dia peroleh. Tidak hanya dikenal dengan pariwisatanya, dalam kategori dunia pendidikan pun pulau Bali banyak memiliki perguruan tinggi negeri yang patut dipertimbangkan kualitasnya. Salah satunya adalah Universitas Udayana merupakan perguruan tinggi negeri yang ada di Bali yang berdiri secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1962

12 dengan surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 104 Tanggal 9 Agustus 1962 dan selanjutnya diperkuat oleh Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 tanggal 31 Januari 1963. Universitas Udayana memiliki 12 program pendidikan yang telah disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pembangunan daerah dan nasional. Program pendidikan yang menjadi salah satunya adalah Fakultas Ekonomi. Fakultas Ekonomi berdiri sejak tahun 1967, yang pada tanggal 21 Juni 2013 berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor 100A/UN14/HK/2013 berganti nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Sampai tahun 1975 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana belum diijinkan menamatkan sarjana (S1), akan tetapi hanya terbatas pada jenjang Sarjana Muda. Ijin penyelenggaraan program S1 baru diperoleh pada tahun 1976. Selama itu, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana juga memiliki beberapa strata pendidikan yaitu Diploma 3 yang terdiri dari 4 program studi, Strata 1 yang terdiri dari 3 program studi serta Strata 2 yang terdiri dari 3 program studi yang merupakan kelanjutan dari program pendidikan Sarjana 1, serta dua program Strata 3 yaitu S3 Ilmu Ekonomi dan S3 Ilmu Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana hingga saat ini telah menghasilkan ribuan lulusan yang menamatkan pendidikan tiap tahunnya. Berikut ini adalah data mengenai jumlah lulusan yang menamatkan pendidikannya dari tahun 2012-2013 per triwulan pada Tabel 1.3.

13 Tabel 1.3 Jumlah Lulusan Program S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang Menamatkan Pendidikan pada Tahun 2012-2013 per Triwulan (orang) No 1 2012 2 2013 Periode Wisuda (Bulan) Program Pendidikan S1 (Orang) Februari 172 Mei 110 Agustus 291 Nopember 53 Januari 50 Maret 88 Mei 78 Agustus 115 Nopember 139 Jumlah 1096 Sumber : Universitas Udayana (Data diolah), 2013 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana merupakan salah satu industri jasa pendidikan yang ada di Bali sangat perlu melakukan perbaikan secara terus menerus dan secara berkelanjutan dalam hal penyelenggaraan pendidikan sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas. Mengingat tiga program studi yang dimiliki Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yaitu program S1 Akuntansi, S1 Manajemen dan S1 Ekonomi Pembangunan berhasil meraih akreditas A (http://banpt.blogspot.com,20/11/2014) asumsinya lulusan yang dihasilkan tergolong baik atau sangat baik. Berdasarkan atas asumsi tersebut, harusnya lulusan yang berasal dari FEB Unud dengan mudah beradaptasi dan diterima di dunia kerja. Apabila terjadi ketidaksiapan lulusan dalam memenuhi kebutuhan industri di segala bidang akan menimbulkan kesenjangan (gap) yang menyebabkan tingginya

14 masa tunggu (lama menganggur) lulusan di perguruan tinggi, khususnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Menurut Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadiwiyono dalam Reza Primanda (2011) yang apabila kesenjangan ini terjadi berarti perguruan tinggi sebagai proses untuk menyiapkan lulusan atau tenaga kerja siap pakai belum berfungsi sebagaimana mestinya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat pengangguran terutama lulusan perguruan tinggi. Selain ketimpangan dalam permintaan dan penawaran tenaga kerja, permasalahan ketenagakerjaan juga menyangkut ketimpangan antara struktur angkatan kerja, dengan struktur kesempatan kerja, dan ketimpangan dalam struktur pasar kerja. Ketimpangan dalam struktur angkatan kerja dan kesempatan kerja terlihat dari kemampuan daya serap pasar kerja pada tingkat pendidikan angkatan kerja yang semakin tinggi semakin terbatas. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi ditemui tingkat pengangguran yang lebih tinggi, hal ini harus dipersepsikan bahwa terdapat keterbatasan kesempatan kerja yang dianggap sesuai untuk kelompok pendidikan tersebut. Mungkin juga terjadi mereka yang terdidik lebih bersedia menganggur karena ditopang oleh keluarganya yang mampu. Jadilah mereka orang-orang yang mampu menganggur (BPS, 2009). Selain faktor pendidikan dan pendapatan rumah tangga juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap lama menganggur. Menurut Setiawan (2010) tenaga kerja terdidik umumnya datang dari keluarga yang lebih berada terutama untuk masyarakat

15 kalangan berpendapatan rendah yang menganggap pendidikan masih dirasa mahal. Dengan demikian tenaga kerja dari keluarga berpendapatan rendah umumnya tidak mampu meneruskan pendidikannya dan terpaksa mencari kerja. Sehingga tenaga kerja terdidik akan selalu berusaha mencari pekerjaan dengan upah, jaminan sosial, dan lingkungan kerja yang baik. Maka dari itu, tingkat pendapatan seseorang mempengaruhi lama menganggurnya lulusan. Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi lama menganggur seseorang. Lowongan pekerjaan sering kali mencantumkan pengalaman kerja atau keterampilan yang dimiliki sebagai prasyarat utama. Adanya prasyarat tersebut, mengakibatkan adanya perbedaan lama menganggur antara pencari kerja baru yang belum memiliki pengalaman kerja atau keterampilan dan pencari kerja lama yang sebelumnya telah memiliki pengalaman kerja. Menurut Sutomo dkk dalam Setiawan (2010), dengan memiliki pengalaman kerja atau keterampilan didukung pula dengan tingkat pendidikan yang tinggi, maka tenaga kerja akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut Mantra (2003), jumlah tanggungan responden dapat diartikan sebagai jumlah seluruh anggota keluarga yang harus ditanggung dalam satu keluarga. Setiap keluarga memiliki jumlah tanggungan keluarga yang berbeda-beda. Asumsinya semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka kebutuhan dalam keluarga tersebut semakin banyak. Oleh karena itu, semakin banyak tanggungan

16 seseorang semakin sedikit pula responden menyia-nyiakan lowongan pekerjaan yang ada untuk memenuhi kebutuhan. Jarak tempat tinggal seorang pencari kerja ke tempat bekerja merupakan jarak yang harus ditempuh sorang pencari kerja menuju ke tempat bekerja. Semakin jauh jarak yang harus ditempuh maka ketersediaan informasi antara pencari kerja dengan lowongan pekerjaan yang tersedia akan semakin jauh juga. Menurut Simanjuntak (2001), pengangguran dapat pula diakibatkan oleh adanya proses seleksi pekerjaan, faktor jarak serta kurangnya informasi. Akibatnya lamanya seorang menganggur akan semakin panjang. Adanya aspirasi kerja yang mendasari para pekerja mencari kerja membuat sesorang semakin lama menganggur. Hal ini disebabkan karena adanya pilihanpilihan pekerjaan yang ada baik itu dari sudut lingkungan kerja, pribadi dan perkembangannya, dan interaksi pribadi dengan lingkungannya. Banyaknya pencari kerja yang tetap bersedia menganggur dikarenakan adanya kecenderungan memandang pekerjaan sesuai dengan stereotipnya. Menururt Fadhilah Rahmawati dkk dalam Setiawan (2010) adanya aspirasi kerja dari golongan berpendidikan tinggi yang menganggap bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditempuh maka masa menganggur akan semakin lama karena masyarakat golongan pendidikan tinggi akan menginginkan pekerjaan yang sesuai dan sebanding dengan return biaya pendidikannya.

17 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah pengaruh pendapatan rumah tangga, keterampilan, Jumlah tanggungan dan jarak terhadap aspirasi kerja lulusan perguruan tinggi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana? 2) Bagaimanakah pengaruh pendapatan rumah tangga, keterampilan, jumlah tanggungan, jarak dan aspirasi kerja terhadap lama menganggur lulusan perguruan tinggi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana? 3) Adakah pengaruh tidak langsung pendapatan rumah tangga, keterampilan, jumlah tanggungan dan jarak terhadap lama menganggur melalui aspirasi kerja lulusan perguruan tinggi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana?

18 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1) Untuk menganalisis pengaruh pendapatan rumah tangga, keterampilan, jumlah tanggungan, dan jarak terhadap aspirasi kerja lulusan perguruan tinggi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 2) Untuk menganalisis pengaruh pendapatan rumah tangga, keterampilan, jumlah tanggungan, jarak dan aspirasi kerja terhadap lama menganggur lulusan perguruan tinggi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 3) Untuk menganalisis adanya pengaruh tidak langsung antara pendapatan rumah tangga, keterampilan, jumlah tanggungan dan jarak melalui aspirasi kerja terhadap lama menganggur lulusan perguruan tinggi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Penelitian ini berguna bagi aplikasi teori-teori ekonomi, perencanaan pembangunan yang selama ini diberikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, serta berguna dalam memperkaya ragam penelitian dan mampu menambah pengetahuan serta wawasan khususnya bagi mahasiswa mengenai pendapatan rumah tangga, keterampilan yang dimiliki, jumlah tanggungan, jarak dan aspirasi kerja yang berpengaruh terhadap lama

19 menganggur lulusan perguruan tinggi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 2) Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah terutama pemerintah daerah, maupun lembaga yang dalam hal ini adalah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan dan pengendalian masalah pengangguran, sehingga nantinya dapat bekerja lebih baik, efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama.