BAB III PERANCANGAN SISTEM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Posisi Teknologi WiMAX

2.2 FIXED WIRELESS ACCESS (FWA)

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

Dukungan yang diberikan

ANALISA KINERJA LOCAL MULTIPOINT DISTRIBUTION SERVICE (LMDS) SEBAGAI AKSES LAYANAN NIRKABEL PITA LEBAR O L E H RUDIANTO BM. HARIANJA

BAB II DASAR TEORI. cara menitipkan -nya pada suatu gelombang pembawa (carrier). Proses ini

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

BAB II LANDASAN TEORI. II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network

2.1. KONSEP PENGUATAN DAYA (LOSS DAN DECIBELL)

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

BAB III PERFORMANSI AKSES BWA

TUGAS AKHIR. Analisa Perencanaan Frekuensi pada Jaringan W-MAN Menggunakan Sistem WiMAX pada Area Jakarta

BESAR DAN UKURAN KINERJA TELEKOMUNIKASI

TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT (Arni Litha)

TAKARIR. Kapasitas transmisi dari sambungan elektronik. Percakapan melalui jaringan intenet.

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

2.1. KONSEP PENGUATAN DAYA (LOSS DAN DECIBELL)

BAB III JARINGAN BWA WIMAX

III. METODE PENELITIAN

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Antenna NYOMAN SURYADIPTA, ST, CCNP

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Wireless Metropolitan Area Network (WMAN) Dengan Menggunakan Worldwide Interoperability For Microwave Access (WIMAX)

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

Designing WLAN based Metropolitan Area Network (MAN)


ESTIMASI CAKUPAN JARINGAN WIMAX DAN ANALISIS PERFORMANSINYA UNTUK DAERAH MAKASSAR, MAROS, SUNGGUMINASA, DAN TAKALAR

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran...

Dasar Sistem Transmisi

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA BIQUAD YAGI DAN ANTENA BIQUAD OMNIDIRECTIONAL SEBAGAI REPEATER PASIF UNTUK MENINGKATKAN DAYA TERIMA SINYAL WCDMA

Analisis dan Perancangan Jaringan WiMAX di Fakultas Teknik UNSRAT Manado

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR

2.2.1 ARSITEKTUR WIRELESS LAN INTERFERENSI JANGKAUAN DESAIN WIRELESS LAN KEAMANAN WIRELESS LAN...

BAB II TEORI-TEORI WIMAX

BAB 2 LANDASAN TEORI

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

BAB IV ANALISIS KEGAGALAN KOMUNIKASI POINT TO POINT PADA PERANGKAT NEC PASOLINK V4

BAB III PERHITUNGAN LINK BUDGET SATELIT

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

ANALISA PERENCANAAN PENGEMBANGAN COVERAGE AREA WLAN DI GEDUNG IT TELKOM (STUDI KASUS GEDUNG A, B, C, D, K, LC)

PERENCANAAN JARINGAN VSAT TDMA DI WILAYAH AREA JAYAPURA TUGAS AKHIR

Planning cell site. Sebuah jaringan GSM akan digelar dikota Bandung Tengah yang merupakan pusat kota yang memiliki :

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA JARINGAN KOMPUTER WIRELESS DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamakan hotspot. Batas hotspot ditentukan oleh frekuensi, kekuatan pancar

TUGAS AKHIR. ANALISIS KINERJA MODULASI DAN PENGKODEAN ADAPTIF PADA JARINGAN WiMAX ALEX KRISTIAN SITEPU

BAB IV. Pada bab ini akan dibahas mengenai perhitungan parameter-parameter pada. dari buku-buku referensi dan dengan menggunakan aplikasi Java melalui

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PERANCANGAN SFN

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSII BOLIC DISUSUN OLEH: JURUSAN

MULTIPLEXING. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

ANALISIS JENIS MATERIAL TERHADAP JUMLAH KUAT SINYAL WIRELESS LAN MENGGUNAKAN METODE COST-231 MULTIWALL INDOOR

I. PENDAHULUAN TNI AU. LATAR BELAKANG Perkembangan Teknologi Komunikasi. Wireless : bandwidth lebih lebar. Kebutuhan Sarana Komunikasi VHF UHF SBM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Kinerja Subscriber Station WiMAX di Urban Area Bandung

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

Simulasi Performansi Payload HAPS (High Altitude Platform System) Untuk FWA (Fixed Wireless Access) Pada Sistem CDMA2000 1x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 95/DIRJEN/2008 TENTANG

Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

Reliabilitas Sistem Transfer Data Nirkabel pada ALIX3d2 untuk Stasiun Cuaca

Transkripsi:

BAB III PERANCANGAN SISTEM Perencanaan jaringan WiMAX akan meliputi tahapan perencanaan seperti berikut: 1. Menentukan daerah layanan berdasarkan data persebaran dan kebutuhan bit rate calon pelanggan yang potensial akan menggunakan layanan WiMAX yang akan dibangun. 2. Aspek teknologi yang akan diambil 3. Pengalokasian frekwensi pada sistem WiMAX 4. Perencanaan daerah layanan 5. Menentukan link budget Analisis performansi dilakukan terhadap daerah cakupan, kapasitas jaringan, BER dan availability. Apabila sistem ini dilakukan ditempat lain maka perencanaan dilakukan dengan cara yang sama tetapi disesuaikan dengan daerah yang bersangkutan. 3.1 Penentuan Daerah Layanan Perencanaan jaringan WiMAX ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk mempermudah perencanaan maka kita tetapkan bahwa pelanggan primer adalah pelanggan perumahan. Di propinsi DIY, perumahan tersebar di seluruh kota Yogyakarta, serta di kabupaten Sleman, kabupaten Bantul dan kabupaten Kulonprogo dimana di ketiga kabupaten tersebut perumahan berada di perbatasan antara ketiga kabupaten tersebut dengan kota Yogyakarta. 3.1.1 Jumlah User Faktor kunci selanjutnya dalam menentukan cakupan daerah layanan adalah jumlah dan kepadatan user tersebut. Jumlah user (berkaitan dengan pola pemakaian) akan mempengaruhi besar bit rate yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan dari user yang bersangkutan. Jumlah user pada area layanan dapat mempengaruhi jumlah kanal yang harus dialokosikan per sel untuk melayani semua user yang terjangkau pada sel yang bersangkutan Tugas Akhir 17

3.1.2 Tipe-Tipe User Faktor jenis-jenis aplikasi user yang dipakai selama melakukan koneksi akan menentukan perkiraan besarnya bit rate yang akan dialokasikan dalam satu luasan sel dimana pola pemakaian akan berbeda-beda untuk setiap tempat / lokasi. Hal yang perlu kita tentukan / perhatikan adalah besar bit rate yang dibutuhkan untuk melayani user dengan pemakaian aplikasi yang paling banyak digunakan pada tempat tersebut, dengan kapasitas yang cukup untuk mendapatkan performansi yang baik Berikut ini akan diberikan beberapa ilustrasi dari implementasi jaringan yang akan kita bangun di beberapa jenis lokasi area pelayanan, yang dipengaruhi oleh jumlah dan tipe-tipe user. 3.1.2.1. Perumahan/Residensial Pelanggan perumahan yang akan masuk dalam calon pelanggan adalah pelanggan dengan tingkat ekonomi yang tinggi yaitu pada lokasi perumahan dengan tipe perumahan tipe 70 keatas, penentuan ini didasrakn pada data dari dinas Pemukiman dan prasarana wilayah yang menggolongkan tipe 70 keatas adalah mewah. Kebanyakan perumahan biasanya hanya membutuhkan bandwidth yang relative kecil. Aplikasi yang biasa dipakai mungkin adalah web surfing, e-mail, chatting online, down load, multi player games dan aplikasi-aplikasi yang tidak memerlukan bit rate yang besar. Koneksi internet dengan bitrate 32 Kbps adalah sudah cukup. 3.1.2.2 Sekolah Untuk pelanggan dengan tipe sekolah, biasanya yang terpenting adalah dapat dikoneksikan dengan banyak computer. Aplikasi yang biasa dipakai adalah web surfing, e-mail, down load, aplikasi pendidikan, akses intranet sekolah dan aplikasiaplikasi yang tidak memerlukan bit rate yang besar. Koneksi dengan 64 kbps adalah sudah cukup. 3.1.2.3 Perguruan tinggi Untuk pelanggan yang berupa perguruan tinggi aplikasi yang biasa digunakan yaitu: web surfing, chatting online, e-mail, down load, streaming video, educational web, dan akses intranet kampus. Koneksi dengan asumsi tiap progaran studi 64 Kbps adalah sudah cukup. Tugas Akhir 18

3.1.2.4 Industri Untuk pelanggan yang berupa industri, maka kita golongkan pada industri besar dan industri sedang. Untuk kedua industri ini yang membedakan adalah di jumlah karyawan yang secara otomatis akan mempengaruhi besarnya bit rate yang akan digunakan oleh industri yang bersangkutan. Aplikasi yang biasa digunakan web surfing, aplikasi bisnis, e-mail, down load, dan akses intranet perusahaan. Maka untuk industri besar maka 128 kbps dan industri sedang 64 kbps adalah sudah cukup. 3.1.2.5 Instansi pemerintah Untuk pelanggan pemerintahan maka kita akan golongkan untuk pemerintah dengan kantor yang terpusat dan tersebar. Untuk kantor yang terpusat biasanya terdiri dari puluhan kantor. Aplikasi yang digunakan adalah web surfing, aplikasi e- goverment, e-mail, down load, dan akses intranet kantor. Untuk kantor yang terpusat maka akan tergantung pada jumlah kantor yang ada di komplek perkantoran tersebut. Dengan asumsi setiap komputer yang diberikan kecepatan 10kbps maka didapatkan untuk pemerintah propinsi Yogyakarta 1Mbps, pemerintah Kota Yogyakarta 1Mbps, pemerintah Kabupaten Sleman 512 kbps, pemerintah Kabupaten Bantul 256, pemerintah Kabupaten Kulon Progo 512 kbps, pemerintah Kabupaten Gunung Kidul 256 kbps. Sedangkan untuk pemerintahan yang tersebar, 64 kbps adalah cukup. 3.1.2.6 Sarana kesehatan Untuk sarana kesehatan akan digolongkan pada dua yaitu Rumah sakit dan puskesmas. Layanan yang digunakan adalah web surfing, aplikasi e-goverment, e- mail, down load, dan aplikasi pelaporan kesehatan. Untuk rumah sakit 128 kbps dan puskesmas 64 kbps adalah cukup. Data mengenai jumlah calon pelanggan, kebutuhan bandwidth tiap calon pelanggan, dan persebaran calon pelanggan akan dirangkum dalam bentuk data perkecamatan dan akan ditabelkan di lampiran A. 3.1.3 Perhitungan jumlah pelanggan Berdasarkan pada data calon pelanggan yang didapat, maka dilakukan estimasi jumlah pelanggan hingga 5 tahun kedepan sehingga hasil perancangan dapat digunakan untuk 5 tahun kedepan. Perkiraan jumlah pelanggan dapat didentukan dengan persamaan : Tugas Akhir 19

pelanggan =Lp=Ls+nFp dimana: Lp : Jumlah prediksi pelanggan pada tahun ke n Ls : Jumlah pelanggan pada tahun pertama n : Jumlah tahun prediksi Fp : Faktor pertumbuhan pelanggan Untuk pelanggan perumahan maka akan ada faktor penetrasi, dalam hal ini akan diadopsi ketentuan dari CISCO SYSTEM dimana untuk awal perencanaan akan ditetapkan faktor penetrasi sebesar 15%. 3.2 Aspek Teknologi Ada 4 spesifikasi teknis yang harus diperhatikan dalam suatu sistem yaitu: 1) teknik duplexing, 2) teknik multiplex, 3) teknik akses jamak, dan 4) teknik modulasi. 3.2.1 Teknik Duplexing Proses duplexing merupakan proses transmit atau receive, diharapkan terjadi secara simultan dan berguna untuk pemisahan transmisi arah uplink dan downlink. Proses duplexing terbagi menjadi dua yaitu Frequency Division Duplex (FDD) atau Time Division Duplex (TDD). Untuk Back Haul WiMAX dengan frekwensi kerja 5,8 GHz digunakan TDD, sedangkan untuk back haul WiMAX dengan frekwensi kerja 3,5 GHz dan WLAN digunakan FDD, FDD disebut juga full duplex sehingga membutuhkan 2 kanal operasi yang terpisah. Satu kanal digunakan untuk transmisi downlink dan kanal lainnya digunakan untuk transmisi uplink. Pada teknik FDD, frekwensi untuk transmit berbeda dengan frekwensi untuk receive. 3.2.2 Teknik Multiplex multiplexing digunakan untuk mentransmisikan beberapa sinyal melalui suatu fasilitas transmisi yang ada, seperti kabel atau radio. Teknik multiplex yang digunakan untuk Backhaul WiMAX 5,8 GHz dan WiMAX 3,5 GHz adalah OFDM (Orthogonal Frekwensi Division Multiplexing) dimana data dikorimkan secara pararel dengan menggunakan beberapa sub carier yang saling orthogonal secara simultan. Tugas Akhir 20

3.2.3 Teknik Akses Jamak Teknik akses jamak merupakan teknik yang digunakan untuk mengatur para pemakai dalam mengakses suatu kanal transmisi. Teknik akses jamak yang digunakan untuk Back Haul WiMax 5,8 GHz adalah TDMA, dan Back Haul WiMAX 3,5 GHz adalah FDMA 3.2.4 Teknik modulasi Modulasi adalah suatu cara menumpangkan sinyal info dalam parameterparameter sinyal pembawa (amplitude, frekwensi atau phasa). Modulasi secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu modulasi digital dan analog. Dalam WiMAX akan di gunakan modulasi berdasarkan standart IEEE 802.16a yaitu menggunakan BPSK, QPSK, 16 QAM atau 64 QAM. Pemilihan jenis modulasi akan kita tentukan berdasarkan troughput yang dibutuhkan pada perancangan yang disesuaikan dengan kebutuhan kecepatan akses total dari pelanggan. Tabel 3.1 Spesifikasi Teknis Sistem WiMAX 5,8 GHz Parameter Teknis Untuk Backhaul Teknik Duplex TDD Teknik Multiplexing OFDM Teknik Akses Jamak TDMA Modulasi BPSK, QPSK, 16 QAM, 64 QAM Availability 99,99% BER 10-6 Tugas Akhir 21

Tabel 3.2 Spesifikasi Teknis Sistem WiMAX 3,5 GHz Parameter Teknis Untuk Backhaul Teknik Duplex FDD Teknik Multiplexing OFDM Teknik Akses Jamak TDMA Modulasi BPSK, QPSK, 16 QAM, 64 QAM Availability 99,99% BER 10-6 Tabel 3.3 Spesifikasi Teknis system Wifi 2,4 GHz Parameter Teknis untuk link ke User (WLAN) Teknik Duplex FDD Teknik Multiplexing TDM Teknik Akses Jamak DSSS-CDMA Modulasi BFSK Availability 99,99% BER 10-7 3.3 Topologi Jaringan FWA Pada jaringan FWA yang akan direncanakan dapat dikelompokkan kedalam dua kategori utama, yaitu point-to-point, dan point-to-multipoint Tugas Akhir 22

Gambar 3.1 Topologi Jaringan Fixed Wireless Access Pada gambar diatas terdapat link point-to-point yang akan dijadikan sebagai backhaul, dengan menggunakan antena directional pada kedua base station yang menghubungkan link point-to-point. Sedangkan topologi point-to-multipoint, jaringan terdiri dari beberapa base station, tiap base station dihubungkan ke beberapa user 3.3.1 Link Point to Point Link Point to Point pada jaringan Fixed Wireless Access merupakan link yang menghubungkan secara end to end antena pemancar dan penerima. Pada perencanaan ini, untuk membangun link Point to Point atau untuk menghubungkan antar centre cell digunakan standard IEEE 802.16a dengan frekwensi kerja 5,8 GHz dengan kondisi line of sight (LOS), dan untuk menghubungkan antara centre cell dengan sel yang dibawahinya digunakan standart IEEE 802.16a dengan frekwensi kerja 3,5 GHz pada kondisi line of sight (LOS). Berikut adalah parameter yang digunakan dalam perencanaan ini sesuai dengan standard IEEE 802.16a 5,8 GHz Tugas Akhir 23

Tabel 3.4 parameter WiMAX 5,8 GHz Parameter Standard IEEE 802.16a Frekuensi Kerja 5,8 GHz Alokasi Bandwidth 2 X 40 MHz Bandwidth Kanal 20 MHz Bit Rate per kanal 72 Mbps Jumlah Kanal 2 Maximum Power Transmit 20 dbm RX sensitivity -86dBm EIRP maximum 36 dbm Berikut adalah parameter yang digunakan dalam perencanaan ini sesuai dengan standard IEEE 802.16a 3,5 GHz Tabel 3.5 parameter WiMAX 3,5 GHz untuk bandwidth kanal 7 MHZ dan 14 MHz Parameter Standard IEEE 802.16a Frekuensi Kerja 3,5 GHz 3,5 GHz Alokasi Bandwidth 2 X 21 MHz 2 X 28 MHz Bandwidth Kanal 7 MHz 14 MHz Jumlah Kanal 3 2 Bit Rate per kanal 35 Mbps 70 Mbps Maximum Power Transmit 23 dbm 23 dbm RX sensitivity -88dBm -88 dbm EIRP maximum 36 dbm 36 dbm Pada perencanaan ini akan dipilih modulasi yang sesuai jarak dan throughput yang dibutuhkan. 3.4 Pengalokasian frekwensi Pengalokasian frekwensi sangat diperlukan agar sistem yang dibangun tidak akan saling menginterferensi satu sama lain, baik interinterferensi maupun intrainterferensi. Adapun alokasi frewensi pada tugas akhir ini selain untuk menghindari adanya intrainterferensi juga dapat digunakan untuk melakukan Tugas Akhir 24

penataan frekwensi di Daerah Istimewa Yogyakarta agar faktor interinterferensi dapat ditekan seminimal mungkin. 3.4.1 Pengalokasian frekwensi WIFI 2,4 GHz Untuk menghindari adanya interferensi dalam perencanaan WLAN 2,4 GHz dan juga untuk mempermudah dalam penentuan letak kanal-kanal dalam suatu kluster, maka dapat dilihat pada tabel 3.6 yang memuat frekwensi dari yang terendah sampai yang tertinggi pada masing-masing kanal sebesar 22 MHz. Tabel 3.6 Alokasi frekwensi tiap-tiap kanal (22 MHz) Channel Channel Frekwensi Alokasi Frekwensi tiap pancar (MHz) ID(t) f(t) MHz f(t) 11 MHz f(t) + 11 MHz 1 2412 2401 2423 2 2417 2406 2428 3 2422 2411 2433 4 2427 2416 2438 5 2432 2421 2443 6 2437 2426 2448 7 2442 2431 2453 8 2447 2436 2458 9 2452 2441 2463 10 2457 2446 2468 11 2462 2451 2473 12 2467 2456 2478 13 2472 2461 2483 3.4.2 Pengalokasian Frekwensi Sistem WiMAX Acuan yang digunakan oleh penulis adalah spektrum frekwensi yang digunakan di Asia pasifik. Tugas Akhir 25

Gambar 3.2 Alokasi frekwensi WiMAX Untuk alokasi frekwensi pada 3,4 3,5 GHz maka akan digunakan aturan dimana untuk Time Division Duplex (TDD) akan menggunakan channel width 3,5 MHz dan untuk Frequency Division Duplex (FDD) kita akan menggunakan channel width 7MHz. Sedangkan untuk 5,8 GHz kita akan menggunakan Time Division Duplex (TDD) dengan channel width 20 MHz. Dalam perancangan ini mengacu pada standart yang akan diajukan dimana EIRP point to point maksimal 4 Watt atau sebesar 36 dbm. 3.5 Menentukan luasan sel Untuk memudahkan penghitungan luasan sel maka kita akan menggunakan antenna omnidirectional dengan asumsi user masih belum banyak dan kapasitas kanal masih cukup. Untuk melakukan penghitungan luasan sel ini maka ketentuan yang harus diperhatikan adalah: 1. SOM (System operating margin), adalah suatu margin sistem operasi agar aman dari gangguan radio seperti fading, dan multipath. Agar sistem dapat bekerja dengan baik maka sebaiknya SOM minimal sebesar 15 db (Purbo.O.W), yang lebih dikenal sebagai fading margin (www.waverider.com). 2. EIRP (Effective Isotropically Radiated Power), merupakan ukuran besarnya radiasi pancaran dari antenna yang diukur dalam dbm. Besarnya Tugas Akhir 26

nilai EIRP untuk komunikasi dari satu titik kebanyak titik atau point to multipoint adalah maksimal 1 watt atau 30 dbm. 3. Receiver Sensitivity (RX Sensitivity), kepekaan suatu perangkat pada sisi penerima yang dijadikan ukuran threshold dalam menentukan margin sistem (SOM). Sensitifitas radio IEEE802.16b pada umumnya RX sensitifitasnya antara -78dBm sampai dengan -85 dbm @ 11 Mbps 4. Transmitting Power (TX Power), merupakan daya output dari antenna pemancar yang besarnya dibatasi antara 15 dbm (31,6 mwatt) sampai dengan 20 dbm (100mwatt). Langkah yang harus dilakukan dalam melakukan perhitungan luas sel adalah: o Menghitung Receiver Signal Level (RSL) o Menghitung Free space Loss (FSL) o Menghitung jarak (d Km) 3.5.1 Perhitungan Receiver Signal Level (RSL) Untuk menghitung RSL dapat menggunakan persamaan SOM (Purbo.O.W) atau www.waverider.com sebagai berikut: SOM = Rx Signal Level (RSL) RxSensitivity Atau dapat pula FadeMargin = RxSignalLevel (RSL) RxTreshold Maka, RxSignalLevel(RSL) = SOM RxSensitivity = 15dB + (-80dBm) = -65dBm maka RSL = -65 dbm 3.5.2 Perhitungan Free Space Loss (Lfs) Ada beberapa hal; yang perlu kita perhatikan dalam menghitung nilai Free Space Loss (Lfs) pada WLAN 2,4 GHz karena dibutuhkan pemilihan data gain antenna pada sisi peneriama yang dibatasi dengan ketentuan EIRP point to multipoint 30dBm dan TxPower antara 15 dbm (30mW) sampai dengan 20dBm(100mW). Adapun data loss untuk kabel dan konektor untuk mencari besarnya gain antenna yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: (Purwo.O.W) o Loss Konektor antara (0,3 0,5) db o Loss Kabel (per meter) Tugas Akhir 27

RG 58 = 1 db RG174 = 2 db AirCell = 0,3 db RG213 = 0,6 db Aircom = 0,21 db LMR400 = 0,22 db Untuk meminimalkan total loss yang ada maka dipilih penggunaan kabel yang attenuasinya paling kecil yaitu LMR400. Apabila digunakan kabel yang panjangnya 20 meter maka dengan loss konektor 0,5 db maka total loss adalah 4,9 db 5 db. Setelah nilai loss diketahui maka harus dipilih besar gain antenna pemencar (Tx Gain) yamg nilainya dibatasi oleh nilai EIRP point to point sebesar 30 dbm dan TxPower 15 sampai 20 dbm (IEEE 802.11b), maka digunakan TxPower 20 dbm dengan gain antenna omni sebesar 15 dbi. EIRP(dBm) = TxPower(dBm) + GainTx (dbi) + (L CR + L KR ) (db) 30dBm = 20 dbm + GainTx 5 db GainTx = 30dBm 20dBm + 5dB = 15dBi Untuk menghitung Free Space Loss (LFS) dapat dihitung dengan data-data sebagai berikut: o EIRP = 30dBm o RSL = -65dBm o Gain antenna Rx = 20 dbi o (L KR + L CR ) = 5dB maka: Lfs (db) = EIRP RSL + GainRx (L KR + L CR ) = 30 - (- 65) + 20 (5) = 110dB Maka didapat nilai Free Space Loss (Lfs) sebesar 110 db Free Space Loss dihitung dengan menggunakan gain antenna receiver 20 dbi agar dapat mencapai daerah yang lebih jauh dibandingkan dengan gain antenna yang nilainya lebih kecil Maka perhitungan jarak maksimal dari WLAN adalah: Lfs(dB) = 32,5 + 20logd(km) + 20 logf(mhz) Logd(km) = Lfs( db) 20log f ( MHz) 32,5 20 Tugas Akhir 28

Lfs( db) 20log f ( MHz) 32,5 Jarak d(km) = 10 = 10 0,495 = 3,124km 3km 20 Maka dengan radius sel sejauh 3 km dapat dihitung luas dari sel tersebut dengan menggunakan persamaan: Luas sel = 2,598(3) 2 = 23,38 km 2 Adadapun analisa perhitungan untuk mencari luas satu sel pada perencanaan WLAN 2,4 GHz dengan menggunakan omni directional 15 dbi dapat dilihat pada tabel 3.7 Tabel 3.7 Parameter Link Budget WIFI 2,4 GHz No Parameter Link Budged Nilai Hasil 1. 2. System Operating Margin (SOM) atau fade margin Rx Sensitifity 15 db -80 dbm Rx Signal Level (RSL) -65 dbm 3. 4. 5. 6. Gain Antena Tx TxPower Loss Konektor (L KR ) Loss kabel (meter) 15 dbi 20 dbm (0,3-0,5)dB 4,4dB 30dBm 7. 8. RxSignal Level (RSL) Gain Rx -65dBm 20dBi Free Space Loss (Lfs) 110 db 9 10. Frekwensi Free Space Loss (Lfs) 2400 MHz 20dBi Jarak (d) 3 km 11. Jarak (d) 3km Luas sel 23.38 km 2 Tugas Akhir 29