BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Contoh Percobaan Elastisitas

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karet. Lateks yang akan digunakan dalam pembuatan benang karet harus dipekatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

VII ELASTISITAS Benda Elastis dan Benda Plastis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

K O P A L SNI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

METODE PENGUJIAN KADAR AIR DAN KADAR FRAKSI RINGAN DALAM CAMPURAN PERKERASAN BERASPAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

1. Spesifikasi sepeda motor bensin 4-langkah 110 cc. Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah sepeda motor

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK...

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

BAB III METODE PENELITIAN

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pengolahan Pelumas Bekas Secara Fisika

Bab III Elastisitas. Sumber : Fisika SMA/MA XI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

' Balai Penelitian Teknologi karct, Bogor

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Metode Analisis Lateks

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

Uji Kompetensi Semester 1

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

I. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

MINYAK KELAPA DAN VCO. Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

BAB III METODE PENELITIAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III METODOLOGI PENELITIAN

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

UN SMA IPA Fisika 2015

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE

LATEKS ALAM IRADIASI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI RUMAH TANGGA BARANG JADI KARET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. sandang sehari-hari, keperluan industri dan kegiatan lainnya.

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet yang berguna untuk kehidupan manusia. Tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke benua Amerika yang dahulu di kenal sebagai Benua Baru. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon itu hidup secara liar di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan menebangnya. Getah yang didapat kemudia dijadikan bola yang dapat dipantul-pantulkan. Bola ini di sukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut. Delapan belas tahun kemudian para pendatang dari Eropa mempublikasikan penemua Michele de Cuneo. Saat publikasi bersamaan dengan diperkenalkannya permainan bola yang dipantulkan yang merupakan permainan tradisional bangsa Indian Aztec. Permainan ini selanjutnya menjadi permainan tenis seperti dikenal sekarang. Para ilmuwan berminat menyelidiki kandungan yang terdapat dalam bahan tersebut agar dapat digunakan untuk membuat alat yang bermanfaat bagi kehidupan manusia sehari-hari. Dengan peralatan dan pengetahuan yang masih terbatas, ilmuwan pada zaman dahulu memisahkan karet menjadi tiga unsur. Unsur unsur tersebut adalah susu, lilin, serta bahan yang ringan dan bening. (Tim penulis PS.1993).

2.2 Karet Karet sudah lama sekali digunakan orang. Penggunaannya meningkat sejak Goodyear pertama kali memvulkanisasikannya pada tahun 1839 dengan cara memanaskan campuran karet dan belerang. Industri yang berbahan baku karet alam (kemudian karet sintetik) banyak didirikan pada perkembangan industri kendaraan bermotor. Karet alam,jika dipanasi akan menjadi lunak dan lekat, kemudian dapat mengalir. Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzena. Akan tetapi, Bilamana karet alam divulkanisasi, yakni dipanasi bersama sedikit belerang (sekitar 2%), ia menjadi bersambung bersilangan dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang belum divulkanisasi bersifat regas ketika diregang, yakni makin melunak karena rantainya pecah-pecah dan kusut. Namun, karet tervulkanisasi jauh lebih tahan regang. Kelarutannya berkurang dengan makin banyaknya sambung silang, dan bahan tervulkanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut. Jika karet divulkanisasi dengan jumlah belerang yang lebih besar (sekitar 30%), dihasilkan bahan yang sangat keras dan tahan secara kimia, yang dikenal sebagai ebonit atau karet keras. Ebonit dipakai untuk kotak aki mobil. Laju reaksi antara karet dan belerang dapat ditingkatkan dengan penambahan pemercepat yang terdiri dari senyawa organik tertentu. (M.A.Cowd.1991) 2.3 Pengolahan Lateks pekat Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet (KKK) antara 25 35%. Lateks ini belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum sesuai untuk digunakan sebagai bahan industri karet pada umumnya. Dengan demikian, lateks ini perlu dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki kadar karet kering 60% atau lebih. Lateks dengan KKK 60% dikenal dengan sebutan lateks pekat (concentrated latex). Proses pembuatan dan pemasaran lateks pekat ini telah sejak lama dikenal,sehingga produk jenis ini bukanlah merupakan hal yang baru. Proses pembuatan lateks pekat secara garis besar dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : pemusingan (centrifuging), pendadihan (creaming), dan penguapan (evaporating), akan tetapi cara yang disebut terakhir tidak banyak dilakukan.

2.3.1 Lateks Pusingan Pada umumnya pengolahan lateks pekat dengan cara pemusingan ditujukan untuk memproduksi lateks pekat amonia tinggi (HA-centrifuge). Urutan pengolahannya adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan lateks kebun Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya dengan selalu menggunakan peralatan yang bersih. Lateks diterima dalam bak penerimaan melalui saringan 80 mesh, diukur jumlahnya dan diaduk merata. Kemudian diambil contoh untuk menentukan KKK dan kadar VFA-nya. Ke dalam lateks ditambahkan 2 3 gram amoniak per liter lateks, kemudian diaduk. Apabila dikehendaki, sebelum dimasukkan ke dalam alat pusingan. lateks dapat dialirkan melalui pusingan pembersih (clarificator). 2. Pemusingan Lateks dimasukkan ke dalam alat pusingan (centrifuge), lateks yang dialirkan ke dalam alat pusingan oleh daya centrifuge yang berputar dengan kecepatan 6000 7000 rpm, dipisahkan menjadi dua bagian yaitu lateks pekat dan serum. Supaya berjalan dengan baik, alat pusingan harus sering dibersihkan karena setelah alat ini berjalan beberepa jam menjadi kotor oleh bagian kuning dari lateks,magnesium-fosfat, kotoran, dan lain lain. Untuk menjaga kelancaran biasanya digunakan dua buah alat pusingan atau lebih dengan bowl (piring) cadangan untuk mengganti bowl yamh mudah kotor dengan cepat. Lateks pekat hasil pemusingan yang mengalir menuju tangki pencampur dibubuhi dengan bahan pemantap. Bahan ini umumnya berupa larutan 10 20 % -laurat (sejenis sabun) dengan dosis 0,05%. Fungsi dari larutan ini adalah untuk meningkatkan kemantapan lateks pekat hasil pusingan. Selanjutnya dalam tangki ditambah sehingga kadar dalam lateks menjadi 0,7% atau lebih.

3. Penyimpanan lateks pekat Lateks pekat hasil pusingan meskipun telah ditambah dengan bahan pemantap,lateks itu masih belum siap dipasarkan. Lateks pekat itu perlu diperam/disimpan selama 2 minggu atau lebih. Pemeraman ini dimaksudkan agar bahan pemantap berfungsi efektif. Selama pemeraman perlu diaduk setiap hari untuk menjaga agar tidak terjadi pengendapan. Pengadukan dilakukan dengan pengaduk rpm rendah (30 60 rpm) dilakukan selama 15 30 menit. Volume setiap tangki sebaiknya dapat menampung hasil olahan selama 3 atau 6 hari bila dilakukan sistem sadap 3 hari sekali. Hal ini dimaksudkan agar mutu lateks pekat dari tangki yang satu dengan yang lain akan sama. 4. Pengemasan Pada umumnya pengemasan lateks pekat dilakukan dalam drum besi atau plastik (volume 200 Liter). Bila menggunakan drum besi perlu terlebih dahulu diberi bahan pelapis di bagian dalamnya. Pelapisan dengan lilin atau bitumen pada bagian dalam drum mutlak diperlukan meskipun dengan konsekuensi penambahan biaya dan tenaga. Secara ideal drum sebaiknya digunakan sekali pakai, tetapi harus jarang untuk dipakai berulang kali dengan resiko dapat menurunkan mutu lateks pekat yang dikemas. Pada prinsipnya pengemasan lateks pekat harus dilakukan dalam wadah yang sesuai, bersih, kering, dan tertutup rapat, disamping tersimpan dalam tempat yang sejuk demi untuk menjaga mutu lateks tidak cepat menurun. 2.3.2 Lateks Dadih Metode pemekatan lateks ini menggunkaan bantuan bahan kimia yang berperan sebagai bahan pendadih. Jadi, berbeda dengan cara pusingan yang menggunakan alat mekanis. Urutan pengolahan lateks dadih adalah sebagai berikut :

1. Penerimaan lateks Lateks diterima dalam tangki tangki melalui saringan. Untuk dapat diolah menjadi lateks pekat yang baik,sangat diperlukan bahan lateks kebun yang baik. Lateks ini harus telah diawetkan dengan bahan pengawet sedini mungkin yaitu dengan menambahkan dengan kadar 0,7%. Di samping itu, untuk mendapatkan hasil pendadihan yang baik sesuai dengan mutu standar, diperlukan bahan lateks kebun dengan KKK 30%. 2. Pendadihan Bahan lateks kebun yang telah dibubuhi dengan bahan pengawet dan telah disaring itu dimasukkan ke dalam tangki pendadihan. Ke dalam tangki pendadih dimasukkan bahan pendadih yaitu 140 cc larutan tepung Konyaku 1% atau 60 cc larutan amonium alignat 1% untuk tiap liter lateks. Kemudian diaduk merata denagn alat pengaduk yang berputar denagn kecepatan antara 200 400 rpm selma 20 60 menit. Setelah diaduk merata didiamkan selama beberapa waktu ( 3 4 minggu) untuk memberi kesempatan partikel partikel karet terkumpul pada bagian atas dan skim di bagian bawah. Skim dari bagian bawah dikeluarkan untuk dialirkan ke dalam bak pengumpul skim. Proses pendadihan yang baik akan menghasilkan skim berkadar karet antara 3 5%. 3. Penyimpanan dan pengemasan Penyimpanan dan pengemasan lateks dadih sama seperti yang dilakukan pada lateks pusingan. Skim sebagai limbah pengolahan lateks pekat biasanya diolah tersendiri dan dijual dalam bentuk bekuan basah atau dalam bentuk krep. Krep skim ini termasuk gumpalan mutu rendah yang dapat diolah menjadi karet remah. Selain kedua cara pengentalan seperti yang telah diuraikan di atas,masih dikenal satu cara lagi yaitu melalui proses penguapan. Pada dasarnya cara pengentalan dengan penguapan adalah menguapkan air yang ada pada lateks. Sebagai bahan pemantap dan pengawet digunakan sabun kalium dan basa KOH. Lateks pekat hasil penguapan yang disebut Revertex Standart,mempunyai kadar zat padat ± 73% dan kadar karet kering 68%. Disamping Revertex Standart

dijumpai pula lateks pekat hasil penguapan yang diawetkan dengan amonia, yaitu Revertex T. (D.Setyamidjaja.1993) 2.4 Parameter dan Standart Mutu Dewasa ini permintaan konsumen terhadap mutu lateks pekat jauh lebih baik dari persyaratan mutu yang ditetapkan ASTM (American Society for Testing and Material) D.1076, seperti kadar yang diisyaratkan oleh ATM D.1076 adalah maksimum 1.0%, tetapi saat ini konsumen hanya menghendaki dan hanya mau membeli lateks pekat yang mempunyai kadar maksimum 0.280% untuk lateks pekat jenis amonia rendah serta 0. 750% untuk lateks pekat jenis amonia tinggi (HA). Juga demikian halnya dengan parameter waktu uji kemantapan mekanis (MST = Mechanical Stability Time ), menurut ASTM D.1076 nilai MST adalah 650 detik, tetapi konsumen menghendaki lateks pekat yang mempunyai kemantapan mekanis sekitar 1000 sampai 1200 detik. Oleh sebab itu para produsen lateks harus dapat mengikuti perkembangan mutu yang diinginkan konsumen agar dapat bersaing merebut pasaran secara luas. Beberapa definisi dari parameter lateks pekat yaitu : a) Kadar karet kering (Dry Rubber Content/DRC) Kadar karet kering adalah menunjukkan banyaknya kadar karet kering yang terdapat di dalam lateks yang digumpalkan dengan asam, digiling dan kemudian dikeringkan pada suhu 70 C selama 16 jam atau pada suhu 100 C selama 2 jam. b) Jumlah padatan total (Total Solid Content/TSC) Jumlah padatan total adalah menunjukkan banyaknya zat padat yang terdapat di dalam lateks yang tidak dapat menguap bila dikeringkan pada suhu 70 C selama 16 jam atau pada suhu 100 C selama 2 jam. c) Kadar Kadar amoniak adalah jumlah amoniak yang terdapat dalam lateks.

d) Uji waktu kemantapan mekanis (Mechanical Stability Time/MST) Waktu kemantapan mekanis adalah waktu (detik) yang dibutuhkan untuk memulai menunjukkan koagulasi bila dipusingkan dengan kecepatan 14000 rpm. Nilai kemantapan mekanis tersebut menunjukkan mudah tidaknya lateks pekat tersebut mengalami penggumpalan selama proses penyimpanan. e) Bilangan asam lemak mudah menguap (Volatyle Fatty Acid/VFA) Bilangan asam lemak yang mudah menguap adalah jumlah asam lemak yang mudah menguap berantai pendek yang terdapat dalam lateks pekat yang mengandung 100 gram padatan total. Bilangan VFA menunjukkan tingkat kebusukan lateks pekat. Semakin tinggi bilangan VFA akan semakin buruk kualitas lateks pekat tersebut. f) Bilangan KOH (KOH Number) Jumlah gram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak dalam lateks pekat yang mengandung 100 gram padatan total. (M.Ompusunggu,1997). 2.5 Pengujian sifat mekanisme karet Pengujian sifat kekuatan-tarik ( ),kemuluran ( dan kekuatan-bentur. Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan-tarik ( menggunakan alat tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan di berikan tegangan Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum ( ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama di bwah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula ( ). = / Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, /A = 1/, dengan 1 dan masing - masing adalah panjang spesimen setiap saat dan

semula. Bila didefinisikan besaran kemuluran ( sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula ( ), maka diperoleh hubungan, A = / (1 + ) Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang adalah F/A, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang di sebut kurva tegangan-tegangan. Bentuk kurva tegangan-tegangan ini merupakan karakteristik yang menunjukan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat. Bila bahan polimer (elastis) dikenakan gaya tarikan dengan laju yang tetap, mula mula kenaikan tegangan yang diterima bahan berbanding lurus dengan perpanjangan spesimen. Sampai dengan titik elastis bilamana tegangan dilepaskan maka spesimen akan kembali seperti bentuk semula, tetapi bila tegangan dinaikkan sedikit saja, akan terjadi perpanjangan yang besar. Kemiringan kurva pada keadaan ini disebut modulus atau kekakuan, sedang besarnya tegangan dan perpanjangan mencapai titik elastis ini maisng-masing disebut tegangan yield dan kemuluran pada yield. Sifat mekanis yang lain adalah kekuatan bentur yang didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk memecah spesimen. Ada dua cara umum untuk mengukur kekuatan bentur. Dalam cara pertama,spesimen ditempatkan pada suatu pemegang dengan salah satu ujungnya vertikal di atas pemegang. Suatu pendulum dengan bobot dan sudut tertentu diayunkan pada spesimen sampai terjadi patahan. Cara kedua menggunakan beban,yang berupa bola atau batang logam, yang dijatuhkan pada spesimen dari ketinggian tertentu. Kekuatan bentur dihitung dari energi benda jatuh yang digunakan untuk memcahkan spesimen sampai setengah bagian. (B.Wirjosentono,1995). 2.6 Modulus

Untuk suatu tegangan yang sederhana, tegangan tarik adalah sebanding dengan tegangan putus, yaitu : tegangan putus = tegangan tarik x konstanta konstanta E, dikenal sebagai modulus young. Ia mempunyai satuan yang sama seperti tegangan, yaitu. E = Harga E dapat diturunkan dati tegangan putus tegangan tarik atau grafik perpanjangan putus dalam uji tegangan tertentu, dimana untuk digunakan untuk control kualitas rutin. Bahan pengujian dipusatkan pada suatu kenaikkan tegangan putus dan menghasilkan perubahan pada panjang yang diplotkan sebagai suatu tensilgram. Tegangan putus, diartikan sebagai permukaan per satuan dari daerah perpotongan dan diukur dalam Megapascal. Tegangan tarik, diartikan sebagai bagian dari perubahan panjang ( ), dimana adalah panjang awal dan adalah selisih dari panjang awal dan panjang akhir. Mesin pengujian digunakan untuk mengukur tegangan yang dibuat dalam bentuk kurva perpanjangan putus ke dalam kurva tegangan putus-tegangan tarik oleh hubungan dan, dimana adalah besaran awal. adalah konstanta. (Loganathan,K. S.1998). BAB III BAHAN DAN METODE