Oke bro, sis, om dan tan berikut ini adalah prosedur audit aset tetap dan penjelasannya, langsung aja disimak, SEMOGA MANFAAT...

dokumen-dokumen yang mirip
Oke bro, sis, om dan tan berikut ini adalah prosedur audit aset tetap dan penjelasannya, langsung aja disimak, SEMOGA MANFAAT...

SA Seksi 326 BUKTI AUDIT. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi:

BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi:

Tutut Dewi Astuti, SE, M.Si, Ak, CA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

Akuntansi Pemeriksaan 2. Tutut Dewi Astuti

BAB II LANDASAN TEORI

1.1 Pengertian Auditing

Pelaporan Keu.Entitas Nir Laba (PSAK no 45 revisi 2011) Pelaporan akuntansi secara umun (PSAK no 01)

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

PREVIEW AUDIT LAPORAN KEUANGAN (GENERAL AUDIT)

PROSES KONFI RMASI. SA Seksi 330. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN DAN KETERTERAPAN

Standar audit Sa 500. Bukti audit

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

Standar Audit SA 330. Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Standar Audit SA 500. Bukti Audit

BAB II LANDASAN TEORI

PROSEDUR ANALITIK. SA Seksi 329. Sumber: PSA No. 22 PENDAHULUAN

alasan kuat dalam pengambilan kesimpulan mengenai laporan keuangan, apakah telah disajikan secara wajar atau tidak.

SA Seksi 324 PELAPORAN ATAS PENGOLAHAN TRANSAKSI OLEH ORGANISASI JASA. Sumber: PSA No. 61 PENDAHULUAN

REPRESENTASI MANAJEMEN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karena adanya pembelian dagangan secara kredit. kepercayaan. Utang usaha sering kali berbeda jumlah saldo utang usaha

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

BUKTI AUDIT. Akuntansi Pemeriksan I. Tutut Dewi Astuti, SE, M.Si, Ak, CA

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI. karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir

PERENCANAAN PEMERIKSAAN

Bukti Audit. Bab IV. Dosen Pengampu: Dhyah Setyorini, M.Si.

AUDIT ATAS ESTIMASI AKUNTANSI

pengauditan siklus investasi dan pendanaan siklus investasi

PEMAHAMAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit.

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SPR Perikatan untuk Reviu atas Laporan Keuangan

SA Seksi 508 LAPORAN AUDITOR ATAS LAPORAN KEUANGAN AUDITAN. Sumber: PSA No. 29. Lihat SA Seksi 9508 untuk interprestasi Seksi ini PENDAHULUAN

Standar Audit SA 530. Sampling Audit

PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP UTANG JANGKA PANJANG DAN EKUITAS

AUDITING INVESTASI. SA Seksi 332. Sumber: PSA No. 07

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

Ekonomi dan Bisnis Akuntnasi S1

AUDITING 1 (Pemeriksaan Akuntansi 1)

MAKALAH MATA KULIAH AUDITING CONTOH KASUS BUKTI AUDIT

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian audit.

Standar Audit SA 402. Pertimbangan Audit Terkait dengan Entitas yang Menggunakan Suatu Organisasi Jasa

BAB II LANDASAN TEORI

5. Memastikan bahwa tidak ada kewajiban perusahaan yang belum dicatat per tanggal neraca

BAB II LANDASAN TEORI. Alvin A. Arens, at all (2011:4) menjelaskan bahwa: orang yang kompeten dan independen.

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

Audit 2 - Sururi Halaman 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

BAB IV ANALISA HASIL & PEMBAHASAN. 1. Kebijakan Akuntansi Aktiva Tetap Perusahaan

UNSUR TINDAKAN PELANGGARAN HUKUM OLEH KLIEN

PERTIMBANGAN ATAS PENGENDALIAN INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

Standar Audit SA 520. Prosedur Analitis

REPRESENTASI MANAJEMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TOPIK PENELITIAN. aktiva tetap yang dilakukan PT. Agung Sumatera Samudera Abadi. Berdasarkan

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang

STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut American Accounting Association (AAA) Siti Kurnia Rahayu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. melakukan pekerjaannya seorang auditor harus memiliki pedoman, langkah-langkah

AUDIT SIKLUS PENJUALAN P E N J U A L A N P I U T A N G PPN P E R S E D I A A N H P P R E T U R P E N J U A L A N

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

GAMBARAN UMUM PROSES AUDIT

a. Pemisahan tugas yang terbatas; atau b. Dominasi oleh manajemen senior atau pemilik terhadap semua aspek pokok bisnis.

KOMUNIKASI MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGENDALIAN INTERN YANG DITEMUKAN DALAM SUATU AUDIT

AUDIT SIKLUS AKUISISI MODAL DAN PEMBAYARAN KEMBALI MODAL

Pengujian subtantif terhadap investasi

PERIKATAN AUDIT TAHUN PERTAMA SALDO AWAL

BAB IV PEMBAHASAN. dilakukan penulis untuk mengetahui jenis usaha yang dijalankan oleh perusahaan,

AUDIT TERHADAP SIKLUS PENGELUARAN: PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP AKTIVA TETAP

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

MEMBACA LAPORAN KEUANGAN

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI

Standar Audit SA 501. Bukti Audit - Pertimbangan Spesifik atas Unsur Pilihan

PELAKSANAAN PENUGASAN

13.1 Sifat dan contoh Biaya Dibayar di Muka dan Pajak Dibayar di Muka 13.2 Tujuan pemeriksaan Biaya Dibayar di Muka dan Pajak Dibayar di Muka

Pengantar ( Pertemuan ke-1)

BAB III TEORI DAN PRAKTIK

BAB II LANDASAN TEORI

Tutut Dewi Astuti, SE, M.Si, Ak, CA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan sistem informasi dewasa ini menuntut perusahaan-perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009)

Chapter 7-b Kertas Kerja Audit. Presentation Outline

BAB VIII AUDIT SIKLUS INVESTASI INSTRUMEN KEUANGAN

KATA PENGANTAR. penulis mengharapkan adanya masukan dan kritik serta saran yang membangun

BAB II LANDASAN TEORI

SEWA GUNA USAHA. Statement of Financial Accounting Standards No. 13 mengelompokkan sewa guna usaha menjadi :


Pengujian Substantif Persediaan

PERMINTAAN KETERANGAN DARI PENASIHAT HUKUM KLIEN TENTANG LITIGASI, KLAIM, DAN ASESMEN

Transkripsi:

Prosedur Audit Pemeriksaan Aset Tetap Oke bro, sis, om dan tan berikut ini adalah prosedur audit aset tetap dan penjelasannya, langsung aja disimak, SEMOGA MANFAAT... 1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tetap. dalam hal ini biasanya auditor menggunakan Internal Control Questionnaires (ICQ), beberapa ciri internal control yang baik atas aset tetap adalah :

a. digunakannya anggaran untuk penambahan aset tetap. Jika ada aset tetap yang ingin dibeli tetapi belum tercantum dianggaran maka aset tetap tersebut tidak boleh dibeli dahulu. b. Setiap penambahan dan penarikan aset tetap terlebih dahulu harus diotorisasi oleh pejabat berwenang. c. Adanya kebijakan tertulis dari manajemen mengenai capitalization dan depreciation policy. d. Diadakannya kartu aset tetap atau sub buku besar aset tetap yang mencantumkan tanggal pembelian, nama supplier, harga perolehan, metode dan persentase penyusutan, jumlah penyusutan, akumulasi penyusutan dan nilai buku aset tetap. e. Setiap aset tetap diberi nomor kode. f. Minimal setahun sekali dilakukan inventarisasi (Pemeriksaan fisik aset tetap), untuk mengetahui keberadaannya dan kondisi dari aset tetap. g. Bukti-bukti pemilikan aset tetap disimpan ditempat yang aman. h. Aset tetap diasuransikan dengan jumlah Insurance Coverage (nilai pertanggungan) yang cukup. 2. Minta kepada Klien Top Schedule serta Supporting Shedule aset tetap, yang berisikan : Saldo awal, penambahan serta pengurangan-pengurangannya dan saldo akhir, baik untuk harga perolehan maupun akumulasi penyusutannya. 3. Periksa footing dan cross footingnya dan cocokkan totalnya dengan General Ledgeratau Sub-Ledger, saldo awal dengan Working Paper tahun lalu. 4. Vouched penambahan serta pengurangan aset tetap. untuk penambahan aset tetap, selain diperhatikan otorisasi dan kelengkapan supporting document, harus dilihat apakah penambahan tersebut sudah tercantum di anggaran. Untuk pengurangan aset tetap harus diperiksa Journal Entry nya. contoh :Mesin dengan harga perolehan Rp10.000.000 dan akumulasi penyusutannya (sampai dengan tanggal penarikannya) Rp8.000.000 dijual dengan harga Rp3.000.000 secara tunai. Journal Entry yang seharusnya adalah : Dr Kas Rp3.000.000 Dr Akumulasi Penyusutan Mesin Rp8.000.000 Cr. Mesin Rp10.000.000 Cr. Laba penjualan aset tetap Rp1.000.000 karena seringkali perusahaan mencatat transaksi tersebut dengan mendebit kas Rp3.000.000 dan mengkredit mesin Rp3.000.000. Auditor juga harus memeriksa apakah uang kas sebesar Rp3.000.000 sudah diterima perusahaan dan dicatat dalam buku penerimaan kas. 5. Periksa fisik dari aset tetap dan perhatikan kondisinya apakah masih dalam keadaan baik atau sudah rusak. mengenai pemeriksaan fisik aset tetap secara basis test ada 2 pendapat ; 1. Yang dites hanya penambahan dalam tahun berjalan yang jumlahnya besar. 2. Diutamakan penambahan yang baru serta beberapa aset tetap yang lama. pada pendapat yang pertama memang akan lebih cepat pelaksanaannya, tetapi ada kelemahan yaitu bila ada aset tetap yang sudah lama dibeli atau tidak dapat dipakai lagi, maka dengan cara pertama tidak diketahui. 6. Pemeriksaan bukti pemilikan aset tetap

contoh dalam hal ini harus dicocokkan nomor mesin, chasis, dan nomor polisi kendaraan yang tercantum di BPKB dan STNK dengan yang terdapat di kendaraan. Perhatikan juga apakah surat-surat tanah, gedung, kendaraan atas nama perusahaan. 7. Pelajari dan periksa apakah Capitalization serta Depreciation Polici-nya konsisten dengan tahun sebelumnya (misal perhitungan menggunakan Straigh Line Method). Tentang Policy dan Capitalization tersebut ada beberapa kemungkinan : a. berdasarkan jumlahnya, misalnya diatas Rp1.000.000 harus dikapitalisir. b. Berdasarkan masa manfaatnya c. Campuran antara jumlah dan masa manfaatnya. Tentang Policy dari penyusutannya ada beberapa kemungkinan, apakah penyusutan tersebut dimulai : a. Pada tanggal pembelian; b. Pada tanggal pemakaian; c. Juga perlu diketahui masa penyusutannya, misal tanggal pembelian 1-15 dihitung satu bulan penuh sedangkan 16-30/31 dihtung setengah bulan. 8. Analisis perkiraan repair dan maintenance. harus diperhatikan kemungkinan Klien untuk memperkecil laba dengan mencatat Capital Expenditure sebagai Revenue Expenditure. 9. Periksa kecukupan Insurance Coverage, dalam artian jangan sampai terlalu keci atau terlalu besar. Jika terlalu kecil ada bahaya bahwa jika terjadi kebakaran, ganti rugi perusahaan asuransi tidak mencukupi untuk membeli aset tetap(misalkan gedung atau mesin) yang baru sehingga mengganggu kegiatan operasi perusahaan. tentang penilaian cukup tidaknya Insurance Coverage tersebut adalah atas dasar jumlah yang mendekati harga pasar. 10. Tes perhitungan penyusutan dan alokasi biaya penyusutan aset tetap. Penyusutan ini biasanya dari aset tetap yang dapat disusutkan, seperti gedung kantor dan sebagainya, sebab ada juga Fixed Assets yang tidak dapat disusutkan seperti Tanah hak milik. Tetapi bila tanah tersebut digunakan untuk bahan baku pembuatan batu bata atau genteng, maka dapat disusutkan biasa istilahnya tuh deplesi. Apabila tanah tersebut merupakan tanah dengan hak guna bangunan, maka tanah tersebut tidak dapat disusutkan. Auditor harus memeriksa akurasi dari perhitungan penyusutan yang dibuat klien, dan ketetapan alokasi biaya penyusutan sebagai bagian dari biaya produksi tidak langsung, biaya umum dan administrasi serta biaya penjualan. 11. Periksa notulen rapat, perjanjian kredit, jawaban konfirmasi dari bank, untuk memeriksa apakah ada aset yang dijadikan jaminan atau tidak. 12. Periksa apakah ada Commitment yang dibuat oleh perusahaan untuk membeli atau menjual aset tetap. 13. Untuk Contruction In Progress, kita periksa penambahannya dan apakah adaconstruction In Progress yang harus ditransfer ke aset tetap. 14. Jika ada aset yang diperoleh melalui leasing, periksa lease agreement dan periksa apakah Accounting treatment-nya sudah sesuai dengan standar akuntansi leasing. 15. Periksa apakah ada aset tetap yang dijaminkan.

Jika aset tetap dijaminkan berarti bukti pemilikan diserahkan (disimpan) di bank, sehingga auditor harus memeriksa tanda terima penyerahan bukti-bukti kepemilikan. selain itu jika ada aset tetap yang dijaminkan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. 16. Periksa penyajian aset tetap dalam laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan SAK/ETAP/IFRS, baik di Posisi Keuangan,(cost and accumulated depreciation), di laba rugi (biaya penyusutan), dicatatan atas laporan keuangan (kebijakan kapitalisasi dan penyusutan,rincian garis besar aset tetap) maupun di lampiran (rincian aset tetap). yang disebutkan tadi tuh berlaku buat repeat engagements (penugasan berulang) makanya dititikberatkan pada pemeriksaan transaksi tahun berjalan (periode yang diperiksa). Untuk First Audit (audit pertama kali) bisa dibedakan sebagai berikut : Jika tahun sebelumnya perusahaan sudah diaudit oleh kantor akuntan lain, saldo awal saldo aset tetap bisa dicocokkan dengan laporan akuntan terdahulu dan kertas kerja pemeriksaan akuntan tersebut. Jika tahun-tahun sebelumnya perusahaan belum pernah diaudit, akuntan publik harus memeriksa mutasi penambahan dan pengurangan aset tetap sejak awal berdirinya perusahaan, untuk mengetahui apakah pencatatan yang dilakukan perusahaan untuk penambahan dan pengurangan aset tetap, serta metode dan perhitungan penyusutan aset tetap dilakukan sesuai dengan standar akuntansi di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS). Tentu saja pemeriksaan mutasi tahun-tahun sebelumnya dilakukan secara test basis dengan mengutamakan jumlah material. http://coretanauditor.blogspot.co.id/2014/11/prosedur-audit-pemeriksaan-asettetap.html Membukukan Transaksi Leasing, Akuntansi (PSAK 30) versus Pajak Technorati Tags: Leasing,Aktiva Tetap,Perpajakan,PSAK,Taxation,Fixed Assets,Akuntansi Sewa Dasar Pencatatan : (1) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa, (2) Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 Perlakuan Akuntansi PSAK No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa dalam paragraf 8 mengatur bahwa suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

Paragraf 10 menjelaskan bahwa klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan dalam kondisi normal mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah : 1. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa; 2. lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan; 3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan; 4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan 5. aset sewaan bersifat khusus dan dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. Lebih lanjut, paragraf 16 menjelaskan bahwa untuk sewa pembiayaan pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak. Sedangkan dalam paragraf 29 diatur mengenai pencatatan sewa operasi, bahwa pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus (straight-line basis) selama masa sewa kecuali terdapat dasar sistimatis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati pengguna. Untuk jenis transaksi leasing berupa transaksi jual dan sewa-balik (sale and lease back) dapat terjadi bahwa nilai aset tercatat aset yang dialihkan kepada leasing company berbeda dengan nilai pembelian/pembiayaan oleh leasing company tersebut. Paragraf 56 PSAK No. 30 mengatur bahwa jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa pembiayaan, selisih lebih hasil penjualan dari nilai tercatat tidak dapat diakui segera sebagai pendapatan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa. Perlakuan Perpajakan Secara perpajakan, pencatatan transaksi leasing diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991. KepMenKeu ini hanya mengatur mengenai pencatatan transaksi leasing secara sale and lease back dengan hak opsi sehingga untuk jenis leasing lainnya misalnya Pembiayaan Konsumen harus mengacu kepada PSAK No. 30. Dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan kesalahpahaman dari accounting perusahaan sehingga dalam perpajakan memperlakukan transaksi Pembiayaan Konsumen layaknya Sale and Lease Back dengan Hak Opsi. Menurut KepMenKeu No. 1169 tersebut, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambaha dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor; 2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3 tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 tahun untuk Golongan Bangunan; 3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Ketentuan perpajakan memperlakukan SGU dengan Hak Opsi secara berbeda dari akuntansi. Adapun perbedaannya sebagai berikut : Secara akuntansi, pencatatan dilakukan secara Capital Lease, dimana : 1. aktiva leasing langsung dibukukan sebagai aktiva tetap leasing dan disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya; 2. lessee membebankan biaya penyusutan aktiva SGU dan beban bunga SGU Secara perpajakan, dilakukan secara Operating Lease, dimana : 1. aktiva tetap leasing baru diakui setelah lessee melaksanakan hak opsinya, dengan biaya perolehan sebagai dasar penyusutan sebesar nilai opsi tersebut 2. lessee membebankan angsuran pokok dan bunga SGU sebagai biaya leasing Sedangkan untuk transaksi pembiayaan konsumen, pencatatan secara akuntansi maupun perpajakan sama, yaitu dilakukan secara Capital Lease. Contoh illustrasi (Sale and Lease Back dengan Hak Opsi) : PT A memperoleh fasilitas pembiayaan berupa Sale and Lease Back dengan Hak Opsi atas 1 unit Mesin Press dengan rincian transaksi sebagai berikut : Harga beli dari supplier = Rp 1.144.800.000; Pembayaran Uang Muka (D/P) kepada Supplier = Rp 300.000.000; Sisa Hutang kepada Supplier = Rp 844.800.000. Pembiayaan oleh Leasing Company = Rp 844.800.000; Masa Angsuran = 20/11/2004 s/d 20/10/2007 (36 bulan); Angsuran Pokok = Rp 844.800.000; Bunga Angsuran = Rp 201.312.000 Jurnal Akuntansi (PSAK No. 30) : Aktiva Tetap - Mesin 1.144.800.000 K a s Hutang Supplier 300.000.000 844.800.000

(membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier) Hutang Supplier 844.800.000 Hutang Leasing 844.800.000 (membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company) Hutang Leasing 26.144.498 Biaya Bunga Leasing 12.412.502 K a s 38.557.000 (membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU) Jurnal Perpajakan (KepMenKeu No. 1169) Aktiva Tetap - Mesin 1.144.800.000 K a s Hutang Supplier 300.000.000 844.800.000 (membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier) Hutang Supplier Jaminan Leasing 844.800.000 300.000.000 Aktiva Tetap Mesin 1.144.800.000 (membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company) Biaya Leasing

38.557.000 K a s 38.557.000 (membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU) Secara perpajakan, jika pada akhir masa leasing, lessee menggunakan hak opsinya maka dalam pembukuan lessee membukukan aktiva tetap sebagai dasar penyusutan sebesar Rp 300.000.000 yaitu sebesar nilai jaminan leasing. Selama masa SGU, jaminan leasing dibukukan sebagai Aktiva Lain-lain. Sedangkan, jika transaksinya berupa Pembiayaan Konsumen, maka pencatatan akuntansi dan perpajakan harus sesuai PSAK No. 30 (jurnal pertama) (Hrd). http://auditme-post.blogspot.co.id/2008/05/membukukan-transaksi-leasingakuntansi.html BUKTI AUDIT SERTA PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT BUKTI AUDIT Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor independen, dalam hal ini bukti audit (audit evidence)berbeda dengan bukti hukum (legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti. Sifat Asersi

Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence). Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan pelanggan. 2. Kelengkapan (completencess). Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas. 3. Hak dan kewajiban (right and obligation). Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewaguna-usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban entitas. 4. Penilaian (valuation) atau alokasi Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah

dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan. 5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure) Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya. Kesesuaian dan Kecukupan Bukti Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari: Materialitas Auditor harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan. Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement rendah. Rendahnya salah saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi. Risiko audit Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan.

Rendahnya risiko audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan. Faktor-Faktor Ekonomi Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti yang digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun bukti. Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang dihimpun. Ukuran dan Karakteristik Populasi Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling. Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasinya. Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam. Kompetensi Bukti

Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada. Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan, dapat bermanfaat: 1. Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri. 2. Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan. 3. Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung. Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien, semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu: Relevansi Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu. Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk menentukan keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan digunakan untuk menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan. Sumber

Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam perusahaan. Ketepatan waktu Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutof telah dilakukan secara tepat. Objektifitas Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif. Dalam menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement. Jenis Bukti Audit Struktur Pengendalian Intern Struktur pengendalian intern dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat dipercayainya data akuntansi. Kuat dan lemahnya struktur pengendalian intern merupakan indikator utama untuk menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu, struktur pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau tidaknya informasi keuangan dipercaya. Bukti Fisik

Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan persediaan. Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan langsung auditor secara fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas aktiva yang bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling bisa dipercaya. Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan, dan observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik berkaitan erat dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi. Catatan Akuntansi Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk membuat laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan objek yang diperiksa dalam audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan objek audit. Objek audit adalah laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayainya catatan akuntansi tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian intern. Konfirmasi Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat tinggi reliabilitasnya karena berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara langsung dan tertulis. Konfirmasi sangat banyak menghabiskan waktu dan biaya. Ada tiga jenis konfirmasi yaitu: 1. Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.

2. Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan. 3. Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap informasi yang ditanyakan. Bukti Dokumenter Bukti dokumenter merupakan bukti yang penting dalam audit. Menurut sumber dan tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung. 2. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien. 3. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien. Bukti dokumenter antara lain meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening koran bank, dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan dokumen. Bukti Surat Pernyataan Tertulis Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu yang bertanggungjawab dan berpengatahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian tertentu. Bukti suatu pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien maupun sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Representasi tertulis yang dibuat oleh manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan konsultan hukum klien, ahli teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang berasal dari pihak ketiga. Penghitungan Kembali sebagai Bukti Matematis

Bukti matematis diperoleh auditor melalui penghitungan kembali oleh auditor. Penghitungan yang di auditor merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan matematis. Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien. Bukti Lisan Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia sehingga ia mempunyai kesempatan untuk mengadakan pengajuan pertanyaan lisan. Masalah yang dapat ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama tidak ditagih. Jawaban atas pertanyaan yang dinyatakan merupakan bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit. Bukti Analitis dan Perbandingan Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran atau standar prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding. Bukti analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan ini dilakukan untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi, dan untuk menilai penyebabnya. Bukti-bukti ini dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan objek pemeriksaan yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam. Penilaian Bukti Dalam menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit tertentu telah tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak memihak (bias) dalam mengevaluasinya. Dalam merancang

prosedur audit untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup, auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam merumuskan pendapatnya, auditor harus mempertimbangkan relevansi bukti audit, terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau berlawanan dengan asersi dalam laporan keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu untuk mempercayai suatu asersi yang material, maka ia harus menangguhkan pemberian pendapatnya sampai ia mendapatkan bukti kompeten yang cukup untuk menghilangkan keraguannya, atau ia harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat. PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT Perancangan pengujian substantif Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan: 1. sifat pengujian 2. waktu pengujian 3. dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi. Jenis Prosedur Substantif Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe pengujian substantif yang dapat digunakan, yaitu: Pengujian rinci atau detail saldo

Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian detail saldo akun beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo akun yang direncanakan harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit dengan memuaskan. Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu: 1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun. 2. Menetapkan risiko pengendalian. 3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis. 4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara memuaskan. Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan pengujian detail saldo memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi. Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci saldo yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko, semakin rinci dan teliti tindakan yang akan diambil. Pengujian detail transaksi Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan: 1. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien. 2. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal. 3. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan buku pembantu. Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah benar.

Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh temuan mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak mengarahkan pengujian detail transaksi ini untuk memperoleh temuan tentang penyimpangan atas kebijakan dan prosedur pengendalian. Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya menggunakan dokumen yang tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas pengujian detail transaksi tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan. Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan biaya daripada pengujian detail saldo. Prosedur analitis Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data. Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara lain, peristiwa atau

transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji. Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan auditor. Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya. 2. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi. 3. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit. Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan. Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain: 1. Sifat asersi. 2. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan. 3. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan. 4. Ketepatan harapan.

Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik perencanaan audit harus ditujukan untuk: 1. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir dan, 2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, rasio serta trend yang dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit. Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya menggunakan data gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat atas. Lebih lanjut kecanggihan, lingkup, dan saat audit, yang didasarkan atas pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung atas ukuran dan kerumitan klien. Untuk beberapa entitas, prosedur analitik dapat terdiri dari review atas perubahan saldo akun tahun sebelumnya dengan tahun berjalan, dengan menggunakan buku besar atau daftar saldo (trial balance) tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas yang lain, prosedur analitik mungkin meliputi analisis lapotan keuangan triwulan yang ekstensif. Program Audit Substantif Program audit adalah dokumen yang memuat pernyataan tujuan audit dan rencana langkah-langkah audit (biasanya dalam bentuk kalimat perintah) untuk mencapai tujuan audit tersebut. Contoh tujuan audit: untuk mengetahui keberadaan barang inventaris. Langkah auditnya: Lakukan inventarisasi fisik (stock opname) barang inventaris, hasilnya dituangkan dalam berita acara. Penyusunan program audit dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka pengujian dan pengendalian dan pada tahap audit pendahuluan dalam rangka

pengujian transaksi atau saldo-saldo atau pengembangan temuan, sehingga dengan demikian program audit dapat dikelompokkan menjadi: Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk menguji pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen terkait dengan informasi/kegiatan yang akan diaudit. Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana program audit ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji kesesuaian informasi yang diuji dengan data pendukungnya. Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian pengendalian dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan keuangan sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan, program audit substantif biasanya baru bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui kelemahan pengendalian/temuan sementara yang perlu diperdalam. Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif, yaitu: 1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka. 2. Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas. 3. Menginspeksi dokumen dan catatan. 4. Melakukan penghitungan kembali atau reperforming. 5. Konfirmasi. 6. Analisis. 7. Tracing atau pengusutan. 8. Vouching atau penelusuran. Dokumentasi Audit (Kertas Kerja Audit) Fungsi dan Sifat Kertas Kerja

Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Contoh kertas kerja adalah program audit, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi, ikhtisar dari dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang disimpan dalam pita magnetik, film, atau media yang lain. Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu. Informasi yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah yang signifikan. Kertas kerja terutama berfungsi untuk: 1. Menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi tentang pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat ditunjukkan dalam laporan auditor dengan disebutkannya frasa berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. 2. Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan isi kerta kerja untuk perikatan tertentu mencakup: 1. Sifat perikatan auditor. 2. Sifat laporan auditor. 3. Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam pembuatan laporan. 4. Sifat dan kondisi catatan clien. 5. Tingkat risiko pengendalian taksiran. 6. Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review atas pekerjaan yang dilakukan para asisten. Isi Kertas Kerja

Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan: 1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama. 2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan. 3. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga. Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali kertas kerja tertentu auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun kertas kerja harus tidak dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap, catatan akuntansi klien. Auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyimpan dokumen. http://abiargam.blogspot.co.id/ Makalah Audit Aktiva Tetap

Audit Atas Aktiva Tetap Tugas Auding 2 Oleh : Ahmad Tarmizi Antivah Dwiningsih Dona Mariana Meilya Yessy Taufik Handoko Yoyon Apriadi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Riau 2014

Kata Pengantar ASSALAMUALAIKUM WR.WB. Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Yang telah memberikan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, yang berjudul Audit atas Aktiva Tetap. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing 2. yang dibimbing oleh ibu Arumega Zarefar SE. Mak. Akt. Untuk itu daripenulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini. WASSALAMUALAIKUM WR.WB. Pekanbaru, 04 April 2014 Penulis 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Secara umum tujuan utama didirikannya sebuah perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang optimal atas investasi yang telah ditanamkan dan dapat mempertahankan kelancaran usaha dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu investasi tersebut adalah aktiva yang digunakan dalam kegiatan normal

perusahaan yaitu aktiva yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun. Untuk mencapainya diperlukan pengelolaan yang efektif dalam penggunaan, pemeliharaan maupun pencatatan akuntansinya. Bersama dengan berlalunya waktu nilai ekonomis suatu aktiva tetap tersebut harus dapat dibebankan secara tetap dan salah satu caranya adalah dengan menentukan metode penyusutan. Untuk itu perlu diketahui apakah metode penyusutan yang telah diterapkan oleh perusahaan telah memperhatikan perubahan nilai aktiva tetap yang menurun yang disebabkan karena berlalunya waktu atau menurunnya manfaat yang diberikan aktiva tersebut. Aktiva tetap biasanya merupakan bagian investasi yang cukup besar dalam jumlah keseluruhan asset perusahaan. Besarnya investasi yang ditanamkan dalam aktiva tetap menjadikan aktiva tetap itu perlu mendapatkan perhatian yang serius. Tidak hanya pada penggunaan dan operasinya saja tetapi juga dalam akuntansinya yang biasanya mencakup perolehan aktiva tetap, penghentian atau pelepasan aktiva tetap, serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang aktiva tetap baik aktiva tetap berwujud maupun tidak berwujud. Dengan cara demikian kita mampu mengaplikasikan apa saja yang terdapat di dalam aktiva tetap sebuah perusahaan. Namun untuk mendapatkan rincian yang baik terhadap aktiva tetap, diperlukan pengendalian terhadap aktiva berupa pengujian substantif. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari penulisan makalah ini sebagai berikut: Apakah yang dimaksud dengan aktiva tetap dan bagaimana penggolongan aktiva tetap? Apa saja transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap? Apa perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar? Apa perbedaan pengujian substantif aktiva tetap dengan aktiva lancar?

Bagaimana prosedur audit aktiva tetap? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan penggolongan aktiva tetap. Untuk mengetahui dan memahami bentuk transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap. Untuk mengetahui dan memahami perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar. Untuk mengetahui dan memahami perbedaan pengujian substantifaktiva tetap dengan aktiva lancar. Untuk mengetahui dan memahami prosedur audit aktiva tetap. BAB II LANDASAN TEORY 2.1 Definisi Aktiva Tetap Aktiva tetap merupakan aktiva perusahaan yang tidak dimaksudkan untuk dijual belikan melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan yang umumnya lebih dari satu tahun, dan merupakan pengeluaran perusahaan dalam jumlah yang besar. Sifat pertama dari aktiva tetap adalah bahwa maksud perolehannya bukan untuk dijual belikan melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan. Sifat ini lah yang membedakannya dari persediaan barang ( inventory ). Contoh : mobil yang diperdagangkan oleh dealer mobil merupakan persediaan barang sedangkan mobil yang dipakainya untuk antar jemput pegawai merupakan aktiva tetap.

Sifat kedua dari aktiva tetap adalah umurnya yang lebih dari satu tahun. Karena sifat inilah maka kita mengenal unsur penyusutan dalam aktiva tetap. Penyusutan tidak lain dari pada alokasi biaya tetap tersebut dalam masa umur aktiva tetap yang bersangkutan. Didalam literatur dan peraktik akuntansi, aktiva yang mempunyai sifat pertama dan kedua tersebut diatas sudah dianggap sebagai aktiva tetap. Akibatnya, semua aktiva yang digunakan dalam kegiatan perusahaan dan berumur lebih dari satu tahun langsung dijadikan aktiva tetap ( istilahnya adalah : dikapitalisasi ). Contoh : sapu dan gelas minum yang dipakai dikantor ikut dikapitalisasi. Mengkapitalisasi aktiva yang tidak besar jumlahnya sebenarnya tidaklah bijaksana. Setiap aktiva harus diadministrasikan dengan cara tertentu, misalnya harus ada kartu aktiva tetap, penyusutan harus dihitung secara berkala misalnya satu bulan sekali, dan harus ada inventarisasi atas aktiva tetap, misalnya setahun sekali. Penatausahaan aktiva tetap ini memakan waktu dan biaya sedangkan biaya ini mungkin melebihi biaya ativa tetap yang kecil. Oleh karena itu untuk digolongkan sebagai aktiva tetap, suatu aktiva juga harus mempunyai sifat ketiga yaitu : yakni bahwa pengeluaran tersebut harus merupakan pengeluaran yang besar bagi perusahaan tersebut. Dengan kata lain, suatu perusahaan harus mempunyai kebijakan kapitalisasi yang menetapkan jumlah minimum pengeluaran yang dapat dikapitalisasi. Ini berarti bahwa pengeluaran dibawah jumlah minimum tersebut harus dibebankan kerugi laba tahun yang berjalan. Setiapa perusahaan tentunya mempunyai kebijaksanaan kapitalisasi tersendiri, karena material untuk suatu perusahaan belum tentu material untuk perusahaan yang lain. Contoh : sebuah mesin tik dalam suatu biro perjalanan yang kecil mungkin sangat material jumlah nya sedangkan mesin tik yang sama langsung harus dibebankan kerugi-laba dalamsuatu perusahaan tambang. Disamping pengertian aktiva tetap, didalam pembicaraan sehari-hari sering dikenal istilah barang/ harta tak bergerak yang merupakan lawan dari barang/harta tak bergerak. Harta tak gerak tidak sama dengan aktiva tetap. Istilah barang gerak dan barang tak gerak merupakan istilah hukum.

Dari uraian diatas jelas bahwa barang tak gerak mungkin merupakan aktiva tetap tapi mungkin juga tidak. Contoh : tanah tempat usaha merupakan barang tak gerak dan aktiva tetap, sedangkan kalau tanah tersebut diperjual belikan, maka ia merupakan barang tak gerak tapi bukan aktiva tetap. Aktiva tetap dapat dibagi atas tiga kelompok, yakni : 1. Aktiva tetap yang dicantumkan berdasarkan harga perolehannya, tanpa disusutkan atau dideplesi, misalnya : tanah dimana gedung kantor atau suatu pabrik terletak. 2. Aktiva tetap yang disusutkan, misalnya gedung, mesin-mesin, perabot kantor, dll. 3. Aktiva tetap yang dideplesi misalnya tanah-tanah pertambangan. 2.2 Tujuan Pemeriksaan Aktiva Tetap Dalam suatu pemeriksaan umum, pemeriksaan atas aktiva tetap mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk menentukan bahwa aktiva tersebut memang ada. 2. Untuk menetapkan hak milik atas aktiva tetap dan apakah aktiva tersebut dijadikan jaminan. 3. Untuk menentukan apakah penilaian aktiva tersebut adalah sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia. 4. Untuk menentukan apakah penyusutan telah sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia dan apakah ia telah diterapkan secara konsisten. 2.3 Pengendalian Intern Unsur-unsur utama dari sistem pengendalian intern atas aktiva tetap adalah : 1. Adanya budget untuk pengeluaran bagi aktiva tetap yang disetujui oleh pejabat yang berwenang. Persetujuan ini biasanya dilakukan dalam berbagai tingkat tergantung dari jenis dan harga aktiva tetap yang bersangkutan. Contoh : pembelian mesin pabrik yang baru harus mendapat persetujuan dari dewan komisaris terlebih dahulu sedangkan pembelian mesin tik atau mesin hitung