BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau diagnosis suatu penyakit, kelainan fisik, atau gejala-gejalanya pada manusia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar yang sesuai. Sediaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sediaan Topikal. Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan tujuan

EVALUASI MUTU KRIM BETAMETASON 0,1 % PRODUKSI PT. KIMIA FARMA ( PERSERO ) Tbk. TUGAS AKHIR. Oleh : MUHARNI SAPUTRI

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

PERANCANGAN PENGAWASAN MUTU - BAHAN BAKU OBAT - SEDIAAN JADI

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet dapat berbedabeda

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigitan serangga dan eksim scabies (Anonim, 2008). Fluosinolon asetonid

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

2. Menentukan kadar berbagai tablet Vitamin C menggunakan metoda HPLC. HPLC(HighPerfomance Liquid Cromatografi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

Analisis Fisiko Kimia

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

LAPORAN PRAKTIKUM 8 PRAKTIKUM HPLC ANALISA TABLET VITAMIN C

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

PEMBAHASAN. I. Definisi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Krim Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penetapan Kadar Sari

BAB I PENDAHULUAN. analgetik dan antipiretik disamping jenis obat lainnya. Jenis obat tersebut banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk dijual atau disajikan untuk digunakan dalam pengobatan, peredaan, pencegahan, atau diagnosis suatu penyakit, kelainan fisik, atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan; atau dalam pemulihan, perbaikkan, atau mengubah fungsi organik pada manusia dan hewan (Siregar,2010). Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadiaan yang mengakibatatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah dalam pengobatan atau dengan kelewatan dosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih kecil, maka tidak diperoleh efek penyembuhan (Anief, 2007). Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon. Tercapainya konsentrasi obat tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dari tempat pemerian dan distribusinya oeh aliran darah kebagian yang lain dari badan (Anief, 1990). Zat aktif obat tidak dapat digunakan begitu saja untuk pengobatan, tetapi harus dibuat suatu bentuk yang cocok serta dipilih rute penggunaan obat yang sesuai agar tujuan pengobatan dapat tecapai (Anief, 2007).

2.2 Bahan Baku Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan (Siregar, 2010). Menurut Dirjen POM (2006), bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam arti lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh. Zat aktif senyawa kimia murni tunggal jarang diberikan langsung sebagai sediaan obat. Akan tetapi, sediaan obat yang diformulasikan hampir selalu diberikan. Sediaan obat ini dapat beragam dari larutan yang relatif sederhana sampai ke sistem penghantaran sediaan obat yang rumit, dengan menggunakan zat tambahan atau eksipien dalam formulasi untuk memberikan fungsi farmasetik yang berbeda beda sesuai dengan tujuan yang dimaksud (Siregar, 2010). Desain dan formulasi suatu bentuk sediaan yang tepat mensyaratkan pertimbangan karakteristik fisika, kimia, dan biologi semua zat aktif dan eksipien yang digunakan dalam pembuatan suatu produk (Siregar, 2010). 2.3 Syarat-Syarat Bahan Baku Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi farmakope atau persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri

farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010). Beberapa rangkuman tentang ketentuan persyaratan bahan baku menurut Dirjen POM (2006), adalah sebagai berikut: 1. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan. 2. Tiap spesifikasi hendaklah disetujui dan disimpan oleh bagian Pengawasan Mutu kecuali untuk produk jadi yang harus disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 3. Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup dimana diperlukan. 4. Revisi berkala dari tiap spesifikasi perlu dilakukan agar memenuhi Farmakope edisi terakhir atau kompendia resmi lain. a. Deskripsi bahan, termasuk: i. Nama yang ditentukan dan kode refren (kode produk) internal. ii. iii. iv. Rujukan monografi farmakope, bila ada. Pemasok yang disetujui dan bila mengkin produsen bahan. Standar mikrobiologis, bila ada. b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan. c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan. d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan. e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.

5. Identitas suatu bets bahan awal biasanya hanya dapat dipastikan apabila sampel diambil dari tiap wadah dan dilakukan uji identitas terhadap tiap sampel. 6. Pengambilan sampel boleh dilakukan dari sebagian wadah bila telah dibuat prosedur tervalidasi untuk memastikan bahwa tidak satupun wadah bahan awal yang salah label identitasnya. 7. Mutu suatu bets bahan awal dapat dinilai dengan mengambil dan menguji sampel representatif. Sampel yang diambil untuk uji identitas dapat digunakan untuk tujuan tersebut. 8. Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representatif hendaklah ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel. 9. Jumlah sampel yang dapat dicampur menjadi satu sampel komposit hendaklah ditetapkan dengan petimbangan sifat bahan, informasi tentang pemasok dan homogenitas sampel komposit itu. 2.4 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid Obat kortikosteroid mempunyai daya kerja antialergi dan antiradang. Penggunaan obat kortikosteroid dalam obat topika, kadang-kadang kurang jelas daya kerjanya. Tapi yang jelas, obat kulit topikal kortikosteroid sangat efektif terhadap penyakit eksem (Sartono,1996). Obat kortikosteroid yang mengandung fluor seperti betametason, flucinolon, dan klobetasol mempunyai daya kerja yang lebih besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit (Sartono,1996).

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak ; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem syaraf dan organ lain. Karena fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme, maka dikatakan bahwa korteks ardenal berfungsi homeostatik, artinya : penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan (Suharti,1995). Kortikosteroid merupakan obat-obat manjur terkuat dalam pengebotan gangguan kulit dan digunakan secara luas. Berkat efek antiradang dan antimitosisnya (yang menghambat atau mencegah pembelahan sel) zat-zat ini dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk ekzem dan dermatitis, psoriasis (penyakit sisik), prurigo (bintil-binti gatal), berbagai rupa gatal-gatal, dan lain-lain. Akan tetapi tidak jarang gangguan (khususnya ekzem) segera kambuh lagi, terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat (Tan Hoan Tjay, 2002). Menurut Anief, 1999 obat kortikosteroid tersedia dalam bentuk salep dan krim. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok dan salep tidak boleh berbau tengik. Krim adalah suatu salep yang berupa emulsi kental, mengandung tidak kurang dari 60 % air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Sedangkan menurut Farmakope Edisi IV, 1995 krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk

sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. 2.5 Betametason valerat Rumus Bangun: Struktur Betametason Valerat Rumus Molekul : C 22 H 37 FO 6 Berat Molekul : 476,58 Nama Kimia : 9-fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16β-metilpregna-1,4-diena- 3,20-dion17-valerat[2152-44-5] Pemerian : Serbuk, putih sampai praktis putih, tidak berbau, melebur pada suhu lebih kurang 190 o disertai peruraian Kelarutann : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut di dalam aseton dan dalam kloroform, larut dalam etanol, sukar larut dalam benzena dan dalam eter Syarat Kadar : Betametason valerat mengandung tidak kurang dari 97,0% Dan tidak lebih dari 103,0% C 27 H 37 FO 6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Wadah Penyimpanan : Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat Baku Pembanding : Betametason valerat BPFI; di lakukan pengeringan pada suhu 105 o selama 3 jam sebelum digunakan

Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; di lakukan pengeringan pada suhu 105 o selama 3 jam (Dirjen POM,1995). 2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini dikenal sebagai kromatografi cair kinerja tinggi atau disebut juga dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatograpy). Dengan teknologi ini dalam banyak hal dapat menghasilkan pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi gas, dengan keunggulan zat-zat yang tidak menguap atau yang tidak tahan panas dapat dikromatorafi tanpa peruraian atau tanpa perlunya membuat derivat yang dapat menguap (Dirjen POM, 1995). Pada kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan pelarut atau fase gerak yang mempunyai sifat seperti: - Murni, tanpa cemaran - Tidak bereaksi dengan kemasan - Sesuai dengan detektor - Dapat melarutkan cuplikan - Mempunyai viskositas rendah - Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan - Harganya wajar (Johnson,1991). Alat utama HPLC yaitu terdiri tandon pelarut, pipa, pompa, penyuntikan, kolom, detektor, perekam.

1. Tandon Pelarut Tandon pelarut atau fase gerak mempunyai ciri yaitu bahan tendon harus lembab terhadap berbagai fase gerak berair dan tak berair. Sehingga baja anti karat jangan dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika harus bertekanan, hindari menggunakan gelas. Daya tampung tendon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan air yang umumnya 1-2 ml/menit (Munson,1991). 2. Pipa Pipa merupakan penyambung seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntikan tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam dan tahan tekanan serta mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai. Tetapi garis tengah dan panjang pipa setelah penyuntikan sangat menentukan (Munson,1991). 3. Pompa Pompa harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua bahan pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas, baja nirkarat, teflon dan batu nilam. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan sampai 5000 psi pada kecepatan sampai 3 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut atau direndam untuk menghasilkan denyut, karena denyut alir pelarut dapat menyebabkan hasil yang lancung bagi beberapa detektor. Kecepatan alir yang dihasilkan pompa harus tetap, baik untuk keperluan jangka pendek maupun panjang (Munson,1991). 4. Sistem penyuntikan Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum analisi kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan cuplikan. Pada saat pengisian

cuplikan, cuplikan dialirkan melewati lingkar cuplikan dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuangan. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati lingkar cuplikan ke kolom (Munson,1991). 5. Kolom Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolomdan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibedakan menjadi 2 kelompok: a. Kolom analitik: garis tengah dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan partikel biasanya panjang gelombang 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm b. Kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100 cm (Johnson, 1991) Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 μm dijalur antara penyuntikan dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak atau teroken. Selama penggunaan penyaringan ini, sering tersumbat dan perlu diganti. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom (Munson,1991). 6. Detektor Detektor KCKT yang ideal hendaknya mempunyai beberapa sifat, dapat memberi tanggapan kepada terokan, kepekaan tinggi, hasilnya tinerulang, dan tanggapannya dapat diramalkan. Selain itu harus memberi tanggapan linier terhadap rentang jumlah terokan yang lebar serta harus tegar dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fase gerak (Munson,1991). Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kinerja tinggi modern ialah detektor UV 254 nm. Detektor UV-tampak dengan panjang

gelombang yang berubah-ubah sekarang menjadi populer karena dapat dipakai untuk mendeteksi senyawa dala lingkup lebih luas (Johnson,1991). 7. Perekaman Perekaman berfungsi untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftra tersebut secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa apa yang diperiksa, dan secara kuantitatif dapat diketahui luas dan tinggi puncak yang berbanding lurus dengan konsentrasi (Johnson,1991). KCKT mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan sistem pemisahan lain, diantaranya: 1. Proses cepat, untuk analisis yang tidak murni, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit. 2. Daya pisahnya baik, kemampuan linarut berinteraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang dikehendaki 3. Detektornya peka dan unik, detektor yang digunakan UV 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram. 4. Kolom dapat dipakai kembali, tetapi mutunya menurun. Laju penurunan mutu tergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut, dan jenis pelarut yang dipakai. 5. Ideal untuk molekul besar dan ion 6. Mudah memperoleh kembali cuplikan karena detektor tidak merusak cuplikan. Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson,1991).