II. TINJAUAN PUSTAKA A.

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

BEBERAPA JENIS BAHAN SARANG DAN PERILAKU BERSARANG BURUNG SERITI (Collocalia esculenta) DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

Burung Kakaktua. Kakatua

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

3,35 3,96 Jumlah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

TINJAUAN PUSTAKA. puyuh memiliki karakter yang unik sehingga menyebabkan dapat diadu satu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon,

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN LITERATUR DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TERNAK WALET 1. SEJARAH SINGKAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar

A. Struktur Akar dan Fungsinya

JMSO Tingkat SD/MI 2015

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan

JMSC Tingkat SD/MI2017

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV

TINJAUAN PUSTAKA Botani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET SECARA LESTARI. Ani Mardiastuti ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

Bagian-Bagian Tumbuhan dan Fungsinya IPA SD Kelas IV

Gambar 1. Koloni Trigona sp

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioekologi Burung Seriti. 1. Klasifikasi dan Morfologi. Menurut Peterson (2005) klasifikasi burung Seriti dapat diklasifikasikan dalam Taksonomi adalah: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subpylum : Vertebrata Class : Aves Orde : Apodiformes Family : Apodidae Subfamily : Apodinae Genus : Collocalia Spesies : Collocalia esculenta Burung seriti (Collocalia esculenta) termasuk famili Apodidae (Yunani : a = tidak ; podos kaki), dan sering disebut juga white bellied swiftlet (burung seriti berdada/perut putih) (Lack 1956 ; Bryant dan Hails 1983). Menurut tim penulis Penerbit Swadaya (1992) genus Collocalia sp terdiri atas 6 spesies yaitu Collocalia gigas (walet besar), Collocalia maxima (walet sarang hitam), Collocalia fuciphaga (walet putih), Collocalia brevirostris (walet gunung), Collocalia vanikorensis (walet sarang lumut), dan Collocalia esculenta (walet sapi/seriti). Burung ini membuat sarang dari bahan tumbuhtumbuhan seperti rumput-rumputan, lumut, ijuk dan bahan-bahan lainnya yang direkatkan dengan saliva (air liur) (Tompkins dan Clayton 1999). Burung seriti tidak menggunakan sistem ekholokasi karena burung seriti dapat menemukan sarang dengan penglihatannya yang tajam (Adiwibawa 2000). Sistem ekholokasi adalah suatu sistem yang digunakan oleh burung untuk mengenal keadaan lingkungan suatu tempat (terutama dalam keadaan gelap), dengan mengeluarkan suara putus-putus berfrekuensi tertentu dan kemudian menangkap kembali pantulan suara itu dengan telinganya, untuk 5

menentukan jarak dan arah dari benda yang memantulkan (Adiwibawa 2000; Price et al., 2004) Menurut Whendrato et al., (1989) burung seriti merupakan jenis burung pemakan serangga terbang, biasanya burung ini menangkap serangga sebagai makanannya sambil berterbangan diatas rerumputan, pepohonan, atau diatas perairan dan cara menangkapnya sambil terbang. Serangga yang bermanfaat bagi burung seriti sebagai pakan adalah jenis serangga terbang, berukuran tubuh kecil, dan berkulit lunak. Burung seriti mempunyai warna bulu bagian atas berwarna gelap atau hitam kehijau-hijauan atau kebiru-biruan dan bagian perut berwarna putih, bentuk ekor sedikit bercelah tidak dalam dan pendek, terbangnya cepat hingga mencapai 150 km/jam dengan ukuran tubuh sedang/kecil sekitar 9-15 cm sedangkan ukuran dewasa hanya berkisar 10-16 cm dan ukuran paruh kecil agak melengkung berwarna gelap, serta sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing sangat kuat (Coates dan Bishop 2000; Mackinnon et al., 1993). Menurut Holmes dan Phillips (1999) bentuk mata seriti bulat dan cekung pitatunggir lebih pucat tidak jelas dan warnanya abu-abu agak gelap. Burung ini memiliki kaki yang kecil dan lemah, serta berkuku kecil dan runcing digunakan untuk hinggap pada waktu burung seriti istirahat dalam posisi menggantung di sarang (BPRSB 1979). Seriti memiliki 2 butir telur berwarna putih dan bulat pendek agak lonjong (Abeng 2004). Gambar 1. Burung Seriti (Collocalia esculenta) Sumber : Taslim H. 2002. Trading Sarang Walet. Jakarta : Penebar Swadaya. 6

2. Penyebaran Burung seriti (Collocalia esculenta) tersebar di beberapa daerah diantaranya wilayah Peninsular, Malaysia, Thailand, Archiplago, Andaman, Pulau Nicobar, Philipina, Irlandia baru, Roma, di Indonesia : Sumatra, Pulau Nias, Pulau Batu dan Pulau Mentawai, Sumbawa, Flores, Sumba, Damar, Wetar, dan Alor, Sulawesi Selatan, Banggai, Sulawesi utara, Sangihe, Papua Nugini, Maluku Selatan, Kai, Ambon, Pulau Roti, dan juga burung seriti ini tersebar di Maluku Utara: Ternate, Tidore, Obi, Pulau Sula, Halmahera, Kasiruta dan Bacan. (Chantler 2000 ; Coates dan Bishop 2000 ; Palliser 2001). 3. Habitat Menurut Soetjipta (1993) habitat merupakan tempat dengan setiap unit kehidupan yang berada didalamnya mampu melakukan aktivitas hidup dan mengalami interaksi dengan lingkungannya. Hal ini disebabkan karena hewan mempunyai kemampuan hidup, tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang sesuai. Berdasarkan fungsinya, habitat burung seriti terbagi atas habitat untuk mencari makan (feeding habitat), habitat untuk beristirahat (rosting habitat) dan habitat untuk berbiak (nesting habitat) (Marzuki et al. 2002). Habitat burung seriti untuk beristirahat dan berbiak yaitu di dalam gua, di pemukiman penduduk dan di bawah jembatan, sedangkan habitat burung seriti untuk mencari makan yaitu padang rumput, persawahan, perladangan, perkebunan, hutan, dan daerah perairan (Djana 2004). Setiap mahluk hidup membutuhkan tempat untuk kelangsungan hidupnya dalam mencari makan, bercengkerama, berlindung dan berkembangbiak (Yunanto 2004a). Pada umumnya mencari daerah yang potensial diperlukan pengetahuan tentang lingkungan ideal untuk seriti. Berikut ini dua faktor lingkungan yaitu: habitat makro (kondisi di luar tempat bersarang) faktor yang mempengaruhinya adalah faktor makanan, hunian, air, ketinggian tempat, keamanan dan musim, sedangkan habitat mikro (kondisi di dalam tempat bersarang) faktor yang mempengaruhinya adalah kelembaban, suhu, aroma, cahaya, juga sangat mempengaruhi perkembangbiakan seriti (Whendrato et al., 1989). 7

Burung seriti menyukai daerah lembab dan basah, dan tersedia pakan yang berlimpah sehingga memberikan perkembangan populasi seriti lebih banyak, serta kurang menyukai daerah yang terlalu dingin karena dapat memperlambat perkembangan populasi seriti (Yamin dan Sukma 2002). Burung ini lebih banyak memilih hidup pada daerah yang bersuhu 24-30ºC dan kelembaban ideal 60-80 %, serta cahaya yang dibutuhkan tidak terlalu terang atau gelap disebut habitat mikro (Yamin dan Hartono 2002). Kelembaban dan suhu juga sangat berpengaruh pada perilaku kawin, produksi sarang, kwalitas sarang, penetasan telur dan perkembangan kesehatan seriti itu sendiri (Yunanto 2004b). Menurut Whendrato et al., (1989) kawasan dimana seriti berkeliaran berburu mangsa atau serangga sebagai makanannya disebut habitat makro. Kawasan yang dipilih sebagai habitat makro adalah padang rumput, persawahan, perladangan, perkebunan, hutan dan daerah perairan yang selalu terdapat serangga terbang, baik yang terdapat di dataran rendah dengan ketinggian sekitar 500 m dpl - 1000 m dpl maupun diatas 500 m dpl - 1000 m dpl. Habitat mikro burung seriti adalah rumah penduduk, di bawah jembatan, dan gua-gua. Gua merupakan tempat hidup burung seriti yang mencakup ruanganruangan kecil misalnya rekah-rekahan dan celah-celah yang biasa terdapat dalam batu gamping. Seriti membuat sarang di dinding gua yang kering dan menjorok kedalam berbentuk lubang, selain untuk menyembunyikan diri, hal tersebut juga merupakan suatu usaha untuk menghindarkan diri dari terjangan air yang terkadang meluap sampai keatap gua (Ko 1986). Pada dinding gua yang basah, sarang yang terbentuk kurang kuat, lembek dan lekas berubah warna dari putih menjadi kecoklatan (BPRSB 1979). Di bawah jembatan tempat hidup burung seriti memiliki suhu rendah (sekitar 23 C) atau pada suhu tinggi (sekitar 26 C) yang stabil dan tidak memerlukan kelembaban yang sangat tinggi. Di bawah jembatan juga terdapat sungai kecil yang mengalir keluar. Terdapat ruangan yang terbuat dari kayu merupakan sirip tempat burung seriti meletakkan sarang dan sirip-sirip tersebut tidak terlalu kering dan basah sekali (Adiwibawa 2000). 8

B. Perilaku. Menurut Soetjipta (1993) perilaku hewan sebagai usaha adaptasi hewan terhadap perubahan lingkungan sehingga hewan tersebut dapat tetap hidup dan berkembangbiak. Perilaku merupakan kegiatan teramati pada suatu mahluk hidup dalam menjalani hidupnya yang seringkali beradaptasi terhadap lingkungan. Pasangan seriti jantan dan betina akan saling bergantian mengoles air liurnya sedikit demi sedikit ke sarang yang berada di dinding tempat meletakkan sarang (Budiman 2002a). Seriti dapat membuat sarang sepanjang tahun tanpa berhenti. Namun sarang yang dibuat di luar musim berbiak berukuran lebih kecil dibandingkan sarang yang dibuat pada musim berbiak. Pada saat musim berbiak waktu yang dibutuhkan untuk membuat sarang adalah 40 hari, sedangkan di luar musim berbiak lamanya pembuatan sarang adalah 80 hari karena produksi air liur seriti sedikit (BPRSB 1979). Musim berbiak seriti banyak ditandai dengan adanya sekawanan seriti yang saling berkejaran, secara alami seriti akan memilih musim kawin dan berbiak menjelang musim hujan, hal ini berkaitan dengan melimpahnya makanan (Marzuki et al., 2002). Selang waktu 5-8 hari seriti betina mulai bertelur, sampai telur berjumlah 2 butir, selanjutnya pasangan seriti akan saling bergantian untuk mengerami telur-telur tersebut selama 21-24 hari, setelah itu anak seriti yang baru menetas akan disuapi oleh induknya selama 45 hari, kemudian anak-anak seriti ini dapat terbang dan mencari makan sendiri (BPRSB 1979). C. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta) 1. Kriteria Sarang Kriteria sarang seriti menurut Djana (2004) adalah : a. Sarang dibuat oleh pasangan seriti (jantan dan betina) b. Sarang seriti direkatkan dengan air liur (saliva) c. Sarang seriti menempel pada bidang vertikal dan horisontal. d. Sarang seriti terbuat dari beberapa jenis tumbuhan seperti lumut, rumput, ijuk, daun cemara, pinus, dan jenis tumbuhan lainnya. 9

2. Peletakkan sarang Gambar 2. Sarang Seriti (Collocalia esculenta) Keterangan : Bar = 2 cm Pada umumnya sarang seriti menempel pada suatu bidang vertikal, misalnya pada sirip kayu dan menempel di celah-celah batu pada dinding gua. Tempat membuat sarang dapat ditentukan oleh jantan, betina ataupun keduanya dan sarang seriti dibuat oleh pasangan seriti (Taslim 2002). Menurut Whendrato et al., (1989) tempat yang dipilih seriti untuk menempelkan sarang yaitu tidak terkena air hujan, dan tempat yang suhu dan kelembabannya stabil, tidak licin dan mengkilap, berwarna kotor dan agak lembab, dinding kasar atau guratan-guratan pada dinding, terlindungi dari hembusan angin kencang. Tempat peletakkan dan meletakkan sarang seriti mempunyai ciri-ciri diantaranya adalah seriti berjejeran di dekat sarang yang sudah ada, membentuk kumpulan sarang baik ke kiri-kanan, kadang ke atas dan ke bawah mengelompok pada koloninya, pada tonjolan dan lubang dinding yang terdapat tumpuan mendatar sehingga sarang dapat dengan mudah diletakkan tergantung pada ujung atau bendolan (Whendrato et al., 1989). 3. Pembuatan dan bentuk Sarang. Sarang seriti dibuat dari air liurnya (saliva) yang kemudian menjadi keras. Perubahan warna sarang yang terbuat dari air liur adalah akibat pengaruh makanan, pengaruh tempat tempelan sarang serta pengaruh zat-zat lain yang 10

mencemarinya (Adiwibawa 2000). Keadaan iklim dapat mempengaruhi awal pembuatan sarang. Burung seriti memilih tempat untuk membuat sarang pada tempat yang suhu dan kelembabannya stabil dan tempat yang mudah menempeli sarang. Dalam bersarang, burung seriti membutuhkan waktu lebih lama karena mencari bahan rumput-rumputan kering. Hal ini membutuhkan waktu kira-kira 60-70 hari tergantung musim kemarau atau penghujan. Bentuk sarang seriti yaitu ada yang berbentuk mangkok dan pojok tergantung dari tempat seriti melekatkan sarang (Whendrato et al., 1989). Sarang seriti ada yang berbentuk seperti mangkok dibelah dua apabila melekat pada tengah-tengah sirip dan ada yang dibelah empat atau tiga apabila melekat di sudut sirip. 4. Bahan Penyusun Sarang Sarang seriti terbuat dari bahan dasar berupa serabut memanjang yang diambil dari alam. Bahan dasar tersebut berupa tumbuh-tumbuhan, misalnya rumput, bunga rumput, daun pohon cemara (Casuarina equisetifolia), tangkai daun berjari, serat kelapa, ijuk, bunga tebu, lumut, mahkota bunga, tulang daun dari pohon flamboyan (Delonix regia) dan daun pinus (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Bahan dasar sarang burung seriti bisa juga dari hewan atau bahan buatan manusia, misalnya bulu seriti atau tali rafia yang direkatkan dengan air liur. Bahan-bahan tersebut diambil sambil terbang saat bahan tersebut melayang tertiup angin atau masih melekat pada sesuatu (ranting pohon atau yang lainnya) yang mudah diambil (Adiwibawa 2000). Menurut Nugroho (1996) sarang burung seriti terdiri dari bahan rumput kering yang dilumuri oleh air liur kira-kira sebesar 15% dan kadang-kadang sedikit bulu. Menurut Alikodra (1989) lumut, lumut kerak, dan ranting-ranting direkatkan dengan air liur sebagai perekat bahan-bahan pembentuk sarang seriti. Persentase berat liur kering sarang burung seriti tergantung pada jenis serat yang dipakai dan susunan bahan dasar sarang seriti. Berat liur kering dapat mencapai sekitar 60 % dari berat total sarang (Djana 2004). 11

D. Pemanfaatan Sarang Burung Seriti. Data mengenai produksi sarang seriti (Collocalia esculenta) hingga kini belum tersedia. Perlu di ingat bahwa tidak semua sarang seriti tersebut memiliki nilai komersial karena tergantung bahan sarang yang di pakai, saat ini hanya sarang dari jenis bahan pinus Pinus merkusii yang bernilai karena adanya kesulitan dalam proses pemisahan material tumbuhan dari air liur seriti (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Sarang seriti yang sudah di panen dapat dikelola dengan baik karena adanya temuan teknologi yang mudah memisahkan air liur dari bahan sarang dan hingga kini hanya sedikit perusahan pembersih sarang di Indonesia yang mampu memproses sarang seriti (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Burung seriti sangat mudah beradaptasi dan toleran terhadap lingkungan manusia, sehingga mudah ditemukan. Bila dibandingkan dengan sarang walet, sarang seriti mempunyai nilai jual lebih rendah yaitu Rp 250.000 sampai Rp 300.000/kilogram. Harga sarang seriti di daerah Kabupaten Halmahera Selatan merupakan nilai yang sangat komersial untuk di jual keluar kota dan mudah terjual ke daerah yang dapat mengelola sarang burung seriti. Pada umumnya sebagian masyarakat banyak yang menginginkan sarang seriti untuk kebutuhan ekonomi mereka. Sarang seriti yang di jual sangat bermanfaat, serta dapat dikonsumsi oleh masyarakat dan dipercaya berkhasiat bagi kesehatan diantaranya berupa obat-obatan seperti obat sakit pernapasan, obat awet muda, meningkatkan vitalitas dan obat kecantikan, serta menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Widyawati 1998). 12