KEBIASAAN DALAM NOVEL PANEMBAHAN SENOPATI KARYA GAMAL KOMANDOKO : TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keagamaan keberadaaanya tidak merupakan keharusan. Hal ini berarti sastra. menyalurkan kebutuhan keindahan manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ketoprak atau dalam bahasa Jawa sering disebut kethoprak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah suatu hasil tulisan kreatif yang menceritakan tentang manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan dagelan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Terlebih bila, sudah dihadapkan oleh beberapa orang ahli.

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Oleh :

LEGENDA JAKA TINGKIR VERSI PATILASAN GEDONG PUSOKO KARATON PAJANG DAN FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT: TINJAUAN RESEPSI SASTRA

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

Analisis Struktural Novel Rangsang Tuban Karya Padmasusastra dan Pembelajarannya di SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

NILAI MORAL DALAM NOVEL SUJUD NISA DI KAKI TAHAJUD SUBUH KARYA KARTINI NAINGGOLAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ASPEK SOSIOLOGI SASTRA DALAM NOVEL SEPENGGAL BULAN UNTUKMU KARYA ZHAENAL FANANI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah wujud tertulis yang

ABSTRAK. Kata kunci : unsur intrinsik, nilai moral, bahan pembelajaran sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA TOKOH UTAMA NOVEL HANIF: ZIKIR DAN PIKIR KARYA REZA NUFA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SUJUD NISA DI KAKI TAHAJJUD SUBUH KARYA KARTINI NAINGGOLAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan sebagai karya kreatif, sastra mampu melahirkan suatu kreasi yang indah.

BAB III METODE PENELITIAN. Lajang karya Ayu Utami ini menggunakan jenis penelitian deskriptif

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL KALATIDHA KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA PUBLIKASI SKRIPSI

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

ANALISIS NILAI RELIGIUS NOVEL WO AI NI, ALLAH KARYA VANNY CHRISMA W. DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

Biarkan Samudera (Raihanah Salleh)

NILAI AKHLAK TOKOH UTAMA DALAM NOVEL IBUKU TAK MENYIMPAN SURGA DI TELAPAK KAKINYA KARYA TRIANI RETNO A. DAN SKENARIO PEMBELAJRANNYA DI KELAS XII SMA

ASAL MULA DESA NGALIYAN DAN DESA JAWENG.

ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS NILAI MORAL PADA NOVEL BUMI BIDADARI KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

KESENJANGAN SOSIAL PADA NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

NILAI MORAL NOVEL BULAN KARYA TERE LIYE DAN RENCANA PEMBELAJARANNYA DENGAN METODE GROUP INVESTIGATION DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB I PENDAHULUAN. emosional (Nurgiyantoro: 2007:2). Al-Ma ruf (2010:3) berpendapat bahwa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi persyaratan Guna mencapai derajat sarjana S-1. Disusun Oleh: Apriyani Safitri A

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini

SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

ASPEK SOSIOLOGI SASTRA NOVEL 99 HARI DI PRANCIS KARYA WIWID PRASETIYO DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

Seseorang yang sedang di landa kebingungan itu mendadak tak dapat lagi mengungkapkan kata dalam hati ketika menyadari betapa ia sedang merasakan

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu karya yang terlahir dari perasaan dan imajinasi, perasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL SEE YOU IN UZLIFATUL JANNAH KARYA FERYANTO HADI DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

SMA/MA IPS kelas 11 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 1. MEMAHAMI CERPEN DAN NOVELLatihan Soal 1.3

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

ANALISIS PENGGUNAAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA DAN KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SMA

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia (Semi, bahasa sebagai mediumnya (Sugono, 2008:129).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Yesus yang terkasih, selamatkanlah kami dari tipuan nabi palsu itu. Yesus yang terkasih, lindungilah kami dengan DarahMu Yang Berharga.

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH KARYA TERE-LIYE DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI MORAL DALAM KUMPULAN CERITA RAKYAT DARI JAWA BARAT KARYA SAINI K.M SERTA SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS X SMA

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan ini peneliti gunakan untuk mengetahui nilai-nilai budaya dalam novel Azab dan

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi seseorang yang berasal dari pengalaman, pemikiran, perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra juga dapat digunakan oleh semua yang

YAYASAN WIDYA BHAKTI SMA SANTA ANGELA Jl. Merdeka 24, Bandung MODUL 2 BAHASA INDONESIA XII MIA 3-6 & XII IIS 1-2 OLEH :

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL GARIS PEREMPUAN KARYA SANIE B. KUNCORO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

Transkripsi:

0 KEBIASAAN DALAM NOVEL PANEMBAHAN SENOPATI KARYA GAMAL KOMANDOKO : TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah ASTINI NUR DAYATRI A 310 080 036 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

1

2

ABSTRAK KEBIASAAN DALAM NOVEL PANEMBAHAN SENOPATI KARYA GAMAL KOMANDOKO: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA ASTINI NUR DAYATRI A 310 080 036 Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko, dan (2) mendeskripsikan kebiasaan dalam novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Objek pada penelitian ini adalah kebiasaan yang ada dalan novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko. Data dalam penelitian ini berupa kata, kalimat, dan paragraf dalam novel dan sumber data dalam penelitian ini adalah novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka dan teknik catat. Validasi data menggunakan teknik trianggulasi teori. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik dialektik. Hasil penelitian berdasarkan analisis struktur novel Panembahan Senopati yaitu tema adalah kekejaman menuai keberhasilan memperebutkan kekuasaan tanah Mataram dan tanah Pati. Alur novel Panembahan Senopati adalah alur maju karena cerita dimulai dari tahap penyituasian, pemunculan konflik, peningkatan konflik, konflik mencapai klimaks, dan penyelesaian. Tokohtokoh yang ada dalam novel penelitian ini adalah tokoh utama yaitu Ki Panamahan, Sultan Hadiwijaya, Senopati, Ni Adisara, dan Pangeran Timur beserta tokoh yang ada dalam novel tersebut. Latar dalam novel Panembahan Senopati dibagi menjadi 2 bagian yaitu latar tempat, Hutan Mentaok, Gunung Kidul, Kali Opak, Laut Kidul, dan Hutan Jatijajar, sedangkan latar waktu, sejak Sultan Hadiwijaya muda samapai wafatnya.. Hasil penelitian kebiasaan yang terdapat dalam novel adalah 7 aspek diantaranya 1. Sayembara, 2. Bertapa, 3. Bersila, 4. Sembah, 5.Menyepi, 6. Bersujud, serta 7. Bersedekap. Kata kunci: Kebiasaan, Panembahan Senopati, Sosiologi Sastra A. PENDAHULUAN Sastra merupakan bentuk kreatif dan produktif dalam menghasilkan sebuah teks yang memiliki nilai rasa estetis serta mencerminkan realitas sosial masyarakat. Istilah sastra untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaaanya tidak merupakan keharusan. Hal ini berarti sastra merupakan gejala yang universal (Jabrohim (Ed), 2003: 9). Sebagai karya kreatif, sastra 1

2 harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian pengalaman yang telah ada dalam jiwa pengarang secara mendalam melalui proses imajinasi (Aminudin, 2002: 57). Waluyo (2002: 68) berpendapat bahwa karya sastra hadir sebagai wujud nyata imajinatif, kreatif dari seseorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain, terutama dalam penciptaan fiksi. Proses tersebut bersifat individualis artinya cara yang digunakan tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal, diantaranya metode, munculnya proses kreatif, dan cara mengekspresikan apa yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa yang penyampaian yang digunakan. Sastra sebagai hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan (Ratna, 2003: 3). Tujuan dari sosiologi sastra adalah meningkatkanpemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanaan dengan kenyataan. Novel Panembahan Senopati ini menarik untuk diteliti karena mengandung kebiasaan yang terdapat di dalam novel tersebut, maka peneliti mengambil novel ini untuk diteliti. Kebiasaan merupakan norma yang keberadaannya dalam masayarakat diterima sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Kebiasaan adalah tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan berulang-ulang mengenai sesuatu hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan hidup (Azizah, 2011). Kebiasaan merupakan adat yang dilalakukan masyarakat sehari-hari. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah (1) Mendeskripsikan struktur novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko, (2) Mendeskripsikan kebiasaan dalam novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko.

3 Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan struktur novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko, (2) Mendeskripsikan kebiasaan dalam novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini tidak terikat pada satu tempat karena objek yang dikaji berupa naskah (teks) yaitu novel Orang Miskin Dilarang Sekolah. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yaitu menganalisis dan memaparkan struktur, dan kebiasaan dalam novel. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah struktur dan kebiasaan dalam novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko tinjauan sosiologi sastra yang diterbitkan oleh Diva Press. Data yang diteliti dalam penelitian ini berupa kata, kalimat, dan paragraf pada novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko. Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu novel Panemembahan Senopati karya Gamal Komandoko yang diterbitkan oleh Diva Press, Yogyakarta, setebal 211 halaman. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, teknik simak, dan catat. Teknik pustaka, yaitu peneliti membaca novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko secara keseluruhan. Teknik simak, yaitu peneliti menyimak Novel Panembahan Senopati karya Gamal komandoko kemudian menemukan data yang berhubungan dengan kebiasaan. Teknik catat, yaitu data yang diperoleh dari penyimakan kemudian dicatat, sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian. Validitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teori. Jenis teknik trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi teoritis, yaitu dengan cara menggunakan teori yang berbeda untuk melakukan perbandingan, tetapi tetap menggunakan teori khusus yang digunakan sebagai fokus utama dari kajiannya secara mendalam. Teknik tersebut digunakan untuk menganalisis kebiasaan dalam novel. Melakukan jenis trianggulasi ini perlu memahami teori-teori yang digunakan dan keterkaitannya dengan

4 permasalahan yang diteliti sehingga mampu menghasilkan simpulan yang lebih mantap dan benar-benar memiliki makna yang kaya perspektifnya. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode dialektika. Teknik dialektika merupakan metode yang menggabungkan unsurunsur implisit menjadi keseluruhan atau kesatuan makna, yang akan dicapai dengan beberapa langkah yaitu menganalisis dan mengidentifikasi unsur-unsur yang ada dalam novel, Goldman (dalam Faruk, 1999: 20). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data secara dialektika adalah (1) Mendeskripsikan struktur novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko, dan (2) Mendeskripsikan kebiasaan dalam novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko dengan cara membaca dan memahami kembali data yang diperoleh. Selanjutnya mengelompokkan teks kebiasaan yang ada di dalam novel Panembahan Senopati. C. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 1. Struktur Novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko Dari hasil penelitian ini ditemukan struktur novel berupa tema dalam novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko yaitu kekejaman menuai keberhasilan memperebutkan kekuasaan tanah Mataram dan tanah Pati. Alur dalam novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko adalah alur maju yang dibagi ke dalam beberapa tahap yaitu tahap penyituasian, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian. Latar dalam novel ini dibagi menjadi dua yaitu latar tempat, Hutan Mentaok, Gunung Kidul, Kali Opak, Laut Kidul, dan Hutan Jatijajar, sedangkan latar waktu, sejak Sultan Hadiwijaya muda sampai wafatnya. Tokoh dalam penelitian ini hanya menganalisis tokoh utama yaitu Ki Panamahan, Sultan Hadiwijaya, Senopati, Ni Adisara, dan Pangeran Timur. 2. Kebiasaan dalam novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko

5 a. Sayembara Sayembara merupakan, perlombaan dengan memperebutkan sebuah hadiah ataupun kekuasaan (nomina) (artikata.com. 2013). Dalam Syari at Islam sayembara juga disebut dengan Ji alah yaitu, suatu pekerjaan yang sulit untuk dikerjakan, namun tidak menutup kemungkinan untuk terselesaikan (Fahri, 2009). Hasil analisis terhadap novel Panembahan Senopati menemukan kebiasaan sayembara yang dilakukan berulang-ulang oleh tokoh dalam cerita novel tersebut serta sebanyak 2 kali sayembara, yakni sayembara yang diadakan oleh Sultan Hadiwijaya dan Kanjeng Ratu Kalinyamat untuk Ki Panamahan, dalam sayembara ini tokoh sama-sama membunuh Arya Penangsang tetapi hadiah yang didapatnya berbeda. Hasil analisis dipaparkan sebagai berikut, 1) Sayembara Sultan Hadiwijaya Sayembara yang diberikan kepada seluruh warga Pajang dan Sela, namun warga Pajang tidak urung untuk menyanggupi sayembara yang diberikan Sultan Hadiwijaya tersebut. Namun, tidak terhadap warga Sela dan Ki Panamahan serta Ki Penjawi untuk melaksanakan sayembara tersebut demi mendapatkan kekuasaan tanah Mataram dan tanah Pati yang akan diberikan kepada mereka apabila mereka berdua berhasil menewaskan Arya Penangsang maka kedua tanah tersebut akan menjadi milik mereka, itu merupakan syarat dari Sultan Hadiwijaya. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Namun, sayembara Sultan bagai tepukan sebelah tangan setelah jago-jago Pajang mengerutkan nyalinya hendak diadu dengan Arya Penangsang. (Senopati, 2009: 11) 2) Sayembara Kanjeng Ratu Kalinyamat Sayembara yang akan diberikan kepada Ki Panamahan dari Kanjeng Ratu Kalinyamat, apabila Ki Panamahan berhasil menewaskan Arya Penangsang maka Kanjeng Ratu berjanji akan memberikan harta serta tahta Kanjeng Ratu kepadanya. Ki

6 b. Bertapa Panamahan saat menghadap Kanjeng Ratu tengah melakukan laku tapa telanjangnya di Bukit Danaraja, itu merupakan kunci pembuka Jaka Tingkir untuk mendapatkan tahta Kanjeng Ratu. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Itu adalah kunci pembuka agar Jaka Tingkir bertahta karena Ratu Kalinyamat berjanji akan menyerahkan tahtanya kepada Jaka Tingkir yang telah yang rela menyerahkan wilayah dan kekayaannya kepada siapapun yang bisa membunuh Arya Penangsang (Senopati, 2009: 17-18). Bertapa dalam arti kata yaitu mengasingkan diri dari keramaian dunia dengan menahan hawa nafsu (makan, minum, tidur, birahi) untuk mencari ketenangan batin (verbal), merupakan kebiasaan manusia seraya mendekatkan diri kepada sang pencipta ditempat yang sepi, seperti sungai dimana terdapat batu besar yang dapat ditempati untuk menenangkan diri (artikata.com. 2013). Hasil penelitian terhadap novel Panembahan Senopati ditemukan kebiasaan bertapa yang dilakukan oleh tokoh sebanyak 3 kali bertapa. Hasil analisis dipaparkan sebagai berikut, 1) Bertapa Kanjeng Ratu Kalinyamat di bukit Danaraja Bertapa Telanjang yang dilakukan oleh Kanjeng Rayu Kalinyamat bertempat di bukit Danaraja. Terbayang dibenak Ki Panamahan yang menghadap Kanjeng Ratu Kalinyamat yang sedang bertapa telanjang di bukit Danaraja tersebut merupakan kunci pembuka untuk Jaka Tingkir dapat bertahta, karena Ratu Kalinyamat berjanji akan menyerahkan tahta serta seluruh harta kekayaannya kepada siapapun yang berhasilkan menyingkirkan ( menewaskan Arya Penangsang ). Dari uraian di atas dapat dinyatakan dalam kutipan berikut, Terbayang pula di benak Ki Panamahan saat ia menghadap Kanjeng Ratu Kalinyamat yang tengah bertapa telanjang di Bukit Danaraja (Senopati, 2009: 17-18). 2) Bertapa Ki Panamahan di Dusun Kembang Lampir

7 Bertapa yang dilakukan oleh Ki Panamahan bertempat di Dusun Kembang Lampir bertujuan untuk mencari jalan keluar pemecahan masalah berat yang mengganjal hatinya tersebut. Ia ( Ki Panamahan ) akan menghabiskan hari-harinya dengan melakukan pertapan di Kembang Lampir serayamemohon keadilan kepada Gusti Allah terhadapnya serta agar dapat mengetuk pintu hati Sultan Hadiwijaya melalui laku prihatin bertapanya tersebut. Dari uraian tersebut di atas dapat dinyatakan dalam kutipan berikut, Ia akan menghabiskan hari-harinya dengan bertapa, memohon keadilan Gusti Allah terhadapnya, (Senopati, 2009: 19-20) 3) Bertapa Ki Panamahan c. Bersila Bertapa yang dilakukan Ki Panamahan dilanjutkan dengan mempunyai niatan untuk tidak akan menghentikan bertapanya tersebut sebelum ia mendapatkan keadilan yang belum pernah ia dapatkan jika tanah Mataram itu belum diberikan kepadanya oleh Sultan Hadiwijaya. Ki Panamahan pun dengan teguh kukuh dalam sikap bertapanya hingga waktu terus berpacu tanpa sempat diketahui atau sengaja diketahui. Dari uraian di atas dapat dinyatakan dalam kutipan berikut, Tak akan sekali-kali dihentikan tapanya jika keadila belum ddapatkannya, jika tanah Mataram itu belum diberikan kepadanya (Senopati, 2009: 20) Bersila dalam arti kata adalah melakukan duduk dengan melipat kaki yang bersilangan merupakan adab kebiasaan yang dilakukan setiap orang. duduk dng melipat kaki yg bersilangan (verba) (artikata.com. 2013). Hasil penelitian terhadap novel Panembahan Senopati ditemukan kebiasaan bersila yang dilakukan oleh tokoh sebanyak 3 kali bersila. Hasil analisis dipaparkan sebagai berikut, 1) Bersila Ki Panamahan di Kembang Lampir

8 Bersila yang dilakukan oleh oleh Ki Panamahan setelah tiba di Kembang Lampir. Setibanya di Kembang Lampir Ki Panamahan duduk bersila di atas batu besar di pinggir kali kecil. Disedekapkannya tangan beliau dan dipejamkan kelopak matanya, disatukan hati dan perasaannya untuk tertuju kepada Gusti Allah, pnguasa alam semesta yang tiada kekuasaan lain maupun menyaingi maupun mendandinginya. Ia pasrahkan dirinya kepada-nya, ia serahkan persoalan yang selalu menghimpit hati serta perasaannya, serta seraya memohon keadilan dari-nya. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Setibanya di Kembang Lampir, ia segera duduk bersila di atas batu besar di pinggir kali kecil. (Senopati, 2009: 20) 2) Bersila Ki Panamahan dan Sunan Kalijaga di Kembang Lampir Bersila yang dilakukan oleh Ki Panamahan dan Sunan Kalijaga di Kembang Lampir. Sunan Kalijaga menepuk lembut bahu Ki Panamahan dengan mempersilakan duduk Ki Panamahan anak didiknya itu. Mereka berdua pun duduk berhadapan Ki Panamahan yang duduk bersila menekurkan pandanganya. Dibiarkan air matanya luruh melewati pipi dan menetesi batu tempatnya duduk. Dari uraian di atas dapat dinyatakan dalam kutipan berikut ini, Ki Panamahan duduk bersila, menekurkan pandanganya. Dibiarkan air matanya luruh melewati pipi dan menetesi batu tempatnya duduk,... (Senopati, 2009: 21-22) 3) Bersila Danang Sutawijaya Bersila yang dilakukan oleh Danang Sutawijaya di dekat tempat duduk Ki Juru Mertani serta Ki Panamahan yang duduk di sebuah kursi kayu yang berhadapan langsung dengan Ki Juru Mertani. Ki Juru Mertani mendengar langsung dari Ki Panamahan beliau telah mendengar kepastian akan diberikannya tanah Mataram dari Sultan Hadiwijaya kepada iparnya itu. Dari uraian di atas dapat dinyatakan dalam kutipan berikut ini, Ki Juru Mertani sdangkan Danang Sutawijaya duduk bersila di lantai,... (Senopati, 2009: 34-35)

9 d. Sembah Sembah dalam arti bahasa adalah pernyataan hormat dan khidmat (dinyatakan dengan cara menangkupkan kedua belah tangan atau menyusun jari sepuluh, lalu mengangkatnya hingga ke bawah dagu atau dengan menyentuhkan ibu jari ke hidung) (nomina) (artikata.com. 2013). Hasil penelitian terhadap novel Panembahan Senopati ditemukan kebiasaan sembah yang dilakukan oleh tokoh sebanyak 3 kali bersila yang dilakukan tokoh dan oleh beberapa tokoh. Hasil analisis dipaparkan sebagai berikut, 1) Sembah Prajurit Sultan Hadiwijaya Sembah yang dilakukan oleh para prajurit Sultan Hadiwijaya, mereka menghaturkan sembahnya kepada Sultan Hadiwijaya yang tengah duduk di atas singgasana ketika itu datang para prajurit penjaga pura istana. Mereka menghadap Sultan menghaturkan sembahnya kemudian mereka melaporkan kedatangan Sunan Kalijaga dan Ki Panamahan di pura istaa. Seketika itu pula Sultan turun dari singgasana dan segera bergegas menyambut kedatangan guru dan saudara angkatnya. Di hadapan Sunan Kalijaga, Sultan bersembah sujud dan dipeluknya tubuh Ki Panamahan. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Setelah menghaturkan sembah, sang prajurit melaporkan kedatangan Sunan Kalijaga dan Ki Panamahan. Di hadapan Sunan Kalijaga, Sultan bersembah sujud. (Senopati, 2009: 23) 2) Sembah Ki Panamahan Sembah yang dilakukan oleh Ki Panamahan terhadap Kanjeng Sunan. Dalam benak Ki Panamahan ia segera berfikir cepat untuk menghubungkan ramalan Sunan Giri dengan perjanjian kesetiaan yang harus diucapkannya. Seketika itu pula ia segera menghaturkan sembahnya seraya berujar bawasannya di hadapan Gusti Allah dan mendapatkan kesaksian beliau berjanji untuk tetap

10 teguh kukuh setia terhadap Dinda Sultan Hadiwijaya. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Bapa Kanjeng Sunan, di hadapan Gusti Allah dan mendapatkan persaksian paduka, hamba berjanji untuk tetap teguh kukuh setia terhadap Dinda Sunan Hadiwijaya. (Senopati, 2009: 60) 3) Sembah Sultan Hadiwijaya dan Ki Panamahan e. Menyepi Sembah yang berikutnya dilakukan oleh tokoh Sultan Hadiwijaya dan Ki Panamahan dihadapan Sunan Kalijaga, kemudian mereka mengantarkan kepulangan Sunan hingga ke depan pintu gapura pura istana Pajang itu. Seraya mengantarkan Sunan, Ki Panamahan berkata mohon pamit untuk bersiap-siap pula, kemudian mereka berdua saling berangkulan, seperti mengeratkan hubungan tali persaudaraan mereka dan persahabatan mereka berdua. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut ini, Sultan Hadiwijaya dan Ki Panamahan bergegas bersembah sujud di hadapan Sunan Kalijaga,...(Senopati, 2009: 30) Menyepi dalam arti kata adalah pergi ketempat yang sepi bertujuan untuk mengasingkan diri ketempat tersebut untuk mencari ketengan. mengasingkan diri ke tempat sepi, mencari suasana sepi, (verba) menyendiri (verba) (artikata.com. 2013). Hasil penelitian terhadap novel Panembahan Senopati ditemukan kebiasaan menyepi selama 3 kali menyepi yang dilakukan oleh tokoh. Hasil analisis dipaparkan sebagai berikut, 1) Menyepi Ki Ageng Panamahan Menyepi ini dijelaskan bahwa Wiratayuta Sunan Giri menjadi pemicu Ki Ageng Pamanahan untuk bertirakat dalam laku prihatin. Didatanginya tempat-tempat yang menyediakan ketenangan yang dapat dijadikannya tempat untuk menyepi dan bertapa. Kebiasaan tersebut merupakan hal yang lazim dilakukan oleh umat beragama seraya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, dengan tujuan untuk memohon ampun serta memohon petunjuk dari Sang Pencipta.

11 Biasanya menyepi tersebut lebih memilih di tempat yang sepi yang dapat memberikan ketenangan tersendiri untuk orang yang melakukan penyepian. Dari uraian di atas dapat dinyatakan dalam kutipan berikut, Didatanginya tempat-tempat yang menyediakan ketengan yang dapat dijadikannya tempat untuk menyepi dan bertapa,... (Senopati, 2009: 57) 2) Menyepi Ki Ageng Mataram di Gunung Kidul Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa menyepi di dalam benak Ki Ageng Mataram perihal Gunung Kidul wilayahnya yang tidak jauh dari Laut Kidul yang terkenal dengan ombaknya yang sangat dahsyat besarnya itu, dijadikan untuk tempat menyepi oleh para Abdi Dalem. Kebiasaan yang terdapat dalam wacana tersebut merupakan hal yang sering dilakukan oleh Para Wali pada zaman dahulu seraya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari uraian di atas dapat dinyatakan dalam kutipan berikut, untuk dijadikannya selaku tempat menyepi,... (Senopati, 2009: 58) 3) Menyepi Ki Ageng Mataram Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa seorang Ki Ageng Giring yang mana beliau tidak ketahui apa yang akan terjadi sepulangnya dari menyepi terhadap Ki Ageng Mataram. Dalam hal ini penyepian dilakukan oleh Ki Ageng Giring seraya memohon petunjuk dari Allah terhadapnya sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Dari hasil uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Dalam sesaat, Ki Ageng Giring tak mengerti harus berbuat apa. Ia tetap terdiam, dalam penyepiannya di atas batu besar yang berada di pinggi sungai itu (Senopati, 2009: 65) f. Bersujud Bersujud dalam arti kata adalah membungkung dengan meletakkan dahi ke lantai dan bertelekan dengan kedua belah tangan (verba) (artikata.com. 2013). Kebiasaan tersebut sering setiap hari dilakukan oleh umat muslim seraya melaksanakan kewajiban yakni beribadah shalat.

12 Hasil penelitian terhadap novel Panembahan Senopati ditemukan kebiasaan bersujud sebanyak 3 kali kebiasaan bersujud yang dilakukan oleh tokoh. Hasil analisis dipaparkan sebagai berikut, 1) Sujud Ki Ageng Mataram Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa bagi Ki Ageng Mataram, seratus petir yang menggeledek bersamaan pun masih kalah keras mengejutkannya dibandingkan dengan suara lembut Sunan Giri itu, ia segera bersujud, mencium tanah sebagai rasa syukurnya kepada Gusti Allah dan langsung menghaturkan sembahnya ke hadapan Sunan Giri. Sikap dan perilaku Ki Ageng Mataram amat mengesankan para adipati dan bupati. Caranya bersujud untuk menghaturkan rasa syukurnya kepada Gusti Allah. Kebiasaan yang terdapat dalam wacana tersebut di atas merupakan kebiasaan yang ada dan sering dilakukan oleh umat Islam saat melaksanakan ibadah shalat, serta di saat mendapatkan sesuatu yang menyenangkan akan melaukan sujud syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Ia segera bersujud, mencium tanah sebagai rasa syukurnya kepada Gusti Allah,... (Senopati, 2009: 97) 2) Sembah Ki Ageng Mataram Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa sikap serta perilaku dari Ki Ageng Mataram amat mengesankan para adipati serta bupati. Caranya bersujud untuk menghaturkan rasa syukurnya kepada Sang Maha Pencipta. Kebiasaan tersebut merupakan hal yang terjadi di setiap umat beragama seraya mendekatkan diri kepada Tuhan untuk memohon petunjuk serta memohon ampun.dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Caranya bersujud untuk menghaturkan rasa syukurnya kepada Gusti Allah, caranya menghaturkan sembah untuk Kanjeng Sunan Giri,... (Senopati, 2009: 98) 3) Sembah Ki Juru Mertani dan 5 anak Ki Ageng Mataram Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa Ki Juru Mertani dan lima anak Ki Ageng Mataram bersegera menyembah dan bersujud di

13 hadapan Sultan Hadiwijaya setelah Sultan Hadiwijaya menyatakan penghadapan mereka telah cukup. Kebiasaan dalam wacana di atas tersebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh para bawahan di suatu kerajaan seraya bersujud di hadapan pemimpin dalam hal ini Sultan Hadiwijaya. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, g. Bersedekap Ki Juru Mertani dan lima anak Ki Ageng Mataram bersegera menyembah dan bersujud di hadapan Sultan Hadiwijaya setelah Sultan Hadiwijaya menyatakan penghadapan mereka telah cukup,... (Senopati, 2009: 119) Menumpangkan kedua tangan di atas perut atau melipatkan kedua tangan tersebut di atas perut (artikata.com. 2013). Kebiasaan tersebut sring dilakukan setiap hari oleh umat muslim seraya menjalakan kewajiban yakni ibadah shalat. Hasil penelitian terhadap novel Panembahan Senopati ditemukan kebiasaan bersedekap sebanyak 4 kali kebiasaan bersedekap. Hasil analisis dipaparkan sebagai berikut, 1) Bersedekap Ki Panamahan di Kembang Lampir Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa setibanya di Kembang Lampir Ki Panamahan, segera duduk bersila di atas batu besar di pinggir kali kecil. Disedekapkan tangannya, dipejamkan kelopak matanya. Disatukannya hati serta perasaan seraya berniat untuk mendekatkan diri kepada Sang Kuasa untuk memohon ampun dan memohon petunjuk. Dalam hal ini sering lakukan manusia seraya mendekatkan diri kepada Tuhan. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Setibanya di Kembang Lampir segera Ki Panamahan bersedekap tangannya, dipejamkannya kelopak matanya. Disatukannya hati dan perasaannya untuk tertuju kepada Gusti Allah, (Senopati, 2009: 20). 2) Bersedekap Dinda Sultan Hadiwijaya

14 Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa bersedekap ia dengan raut wajah kental menyiratkan kesedihan yang membuat Ki Juru Mertani dan Lima Anak Ki Ageng Mataram turut terdiam, duduk bersila dengan pandangan wajah menekuri lantai. Begitu pula amat terkejut Pangeran Benawa dan Para tertinggi Pajang mendengar kabar duka yang luar biasa menghentak itu. Dalam hal ini yang dilakukan adalah bersedekap seraya menyiratkan kesedihan yang mendalam atas apa yang sedang terjadi. Berdasarkan uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Bersedekap ia dengan raut wajah kental menyiratkan kesedihan yang membuat Ki Juru Mertani dan Lima Anak Ki Ageng Mataram turut terdiam, (Senopati, 2009: 115) 3) Bersedekap Senopati Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa Senapati ing Alaga bersedekap serta dipandanginya sosok Ki Bocor yang terus-menerus memohon ampun kepadanya (Senapati) seraya dengan menyembahnya. Kebiasaan yang dilakukan Senapati tersebut merupakan tanda beliau sedang disembah oleh bawahannya, seraya bawahannya memohon ampun kepada Senapati. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut, Senapati ing Alaga bersedekap. Dipandangiya sosok Ki Bocor yang terus-menerus memohon ampun kepadanya seraya menyembah- nyembah. (Senopati, 2009: 176) 4) Bersedekap Sunan Kalijaga di Pantai Parangtritis Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa selama dalam waktu 7 hari 7 malam Senapati tidak juga berhenti berdoa memohon ampun hingga melihat Sunan Kalijaga duduk bersedekap di Pantai Parangtritis. Kebiasaan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga tersebut merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh Para Wali zaman dahulu seraya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari uraian di atas dinyatakan dalam kutipan berikut,

15 Tujuh hari tujuh malam Senapati berlaku seperti itu. Tak juga dihentikannya doa permohonannya hingga akhirnya ia melihat Sunan Kalijaga tengah duduk bersedekap di Pantai Parangtritis,... (Senopati, 2009: 189-190) D. SIMPULAN Berdasarkan kajian teori, hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan berikut ini. 1. Analisis struktur pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis unsurunsur novel Panembahan Senopati karya Gamal Komandoko yang meliputi tema, penokohan, alur, dan tempat. a. Tema dalam novel Panembahan Senopati adalah kekejaman menuai keberhasilan memperebutkan kekuasaan tanah Mataram dan tanah Pati b. Penokohan dalam novel Panembahan Senopati adalah tokoh utama yaitu Ki Panamahan, Sultan Hadiwijaya, Senopati, Ni Adisara, dan Pangeran Timur. c. Alur dalam novel Panembahan Senopati adalah alur maju yang dibagi menjadi empat tahap yaitu tahap penyituasian, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian. d. Latar dalam novel Panembahan Senopati dibagi menjadi dua yaitu (a) latar tempat, dan (b) latar waktu. 2. Kebiasaan yang terdapat dalam novel ditemukan 7 aspek diantaranya 1. Sayembara, 2. Bertapa, 3. Bersila, 4. Sembah, 5.Menyepi, 6. Bersujud, dan 7. Bersedekap. E. DAFTAR PUSTAKA Al-Ma ruf, Ali Imron. 2003. Metode Pengkajian Sastra: Teori dan Aplikasi. Makalah Pada Diklat Pengkajian Sastra dan Pengajaran: Perspektif KBK. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Azizah, Nurul. 2011. Pengertian Kebiasaan dan Peraturan. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/%c2%a0pengertiankebiasaan-dan-peraturan/ (diunduh 23 Desember 2011) Faruk. 2010. Pengertian Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

16 Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Muda, Ahmad.A.K. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Reality Publisher. Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. http://www.kumpulanistilah.com/2012/09/pengertian-tema.html. (diunduh 23 Desember 2012) http://biopenulis.wordpress.com/2010/06/01/gamal-komandoko/ (diunduh 23 Desember 2011) http://www.slideshare.net/haep/bhs-indonesia-macammacam-alur. 22 Desember 2012) (diunduh