ANALISIS NUMERIK KONVEKSI ALAMIAH PADA PENDINGINAN UDARA SUNGKUP MODEL REAKTOR AP-1000

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN KORELASI EMPIRIS LOKAL PERPINDAHAN PANAS PADA BAGIAN SILINDER KONSENTRIS MODEL SUNGKUP AP1000. Nanang Triagung Edi Hermawan *

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

PENGARUH PERUBAHAN LEBAR CELAH DALAM TERHADAP PERSAMAAN KORELASI EMPIRIS KONVEKSI BAGIAN SILINDER KONSENTRIS PADA PENDINGINAN MODEL SUNGKUP AP1000

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

PENENTUAN KORELASI EMPIRIS LOKAL PERPINDAHAN PANAS PADA BAGIAN SEKTOR ELLIPS MODEL SUNGKUP AP1000

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

STUDI ANALITIK POLA ALIRAN DAN DISTRIBUSI SUHU DINDING ELEMEN BAKAR SILINDER DI TERAS REAKTOR NUKLIR SMALL MODULAR REACTOR

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

PERANCANGAN MODEL SISTEM PENDINGINAN PADA SUNGKUP AP1000

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI KARAKTERISTIK ALIRAN DAN SUHU FLUIDA PENDINGIN (H 2 O) PADA TERAS REAKTOR NUKLIR SMR (SMALL MODULAR REACTOR)

Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/semnastek

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

PENGGUNAAN FLUENT UNTUK SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KECEPATAN PADA ALAT PENUKAR KALOR

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA COOLER TANK FASSIP - 01

Seminar NasionalInovasi Dan AplikasiTeknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017

KARAKTERISTIKA PERPINDAHAN PANAS TABUNG COOLER PADA FASILITAS SIMULASI SISTEM PASIF MENGGUNAKAN ANSYS

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

VERIFIKASI ULANG ALAT PENUKAR KALOR KAPASITAS 1 kw DENGAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Tube Platen Superheater PLTU Pacitan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI DESAIN TERMAL KONDENSOR PLTN TIPE PWR MENGGUNAKAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN

ANALISA PENGARUH POSISI KELUARAN NOSEL PRIMER TERHADAP PERFORMA STEAM EJECTOR MENGGUNAKAN CFD

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Muchammad 1) Abstrak. Kata kunci: Pressure drop, heat sink, impingement air cooled, saluran rectangular, flow rate.

Pengaruh Penggunaan Baffle pada Shell-and-Tube Heat Exchanger

METODOLOGI PENELITIAN

STUDI NUMERIK PENGARUH PANJANG RECTANGULAR OBSTACLE TERHADAP PERPINDAHAN PANAS PADA STAGGERED TUBE BANKS

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

Studi Numerik Pengaruh Panjang Rectangular Obstacle terhadap Perpindahan Panas pada Staggered Tube Banks

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

Studi Pengaruh Beban Panas terhadap Karakteristik Perpindahan Panas pada Heat Exchanger Vertical Channel

Simulasi Numerik Pengaruh Penambahan Pengarah Aliran Udara Terhadap Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Udara Melintasi Susunan Tabung Eliptik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pemodelan Sistem Sirkulasi Alami pada Reaktor nuklir dengan Variasi Ketinggian Alat yang Berbeda

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

Pengaruh Tebal Isolasi Termal Terhadap Efektivitas Plate Heat Exchanger

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

Lampiran A: Gambar Bagian- bagian dari Alat Penukar Kalor Berdasarkan Standar TEMA

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL. Leli Deswita 1)

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

Fenomena Transport Heat Exchanger Sistem Untai

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

ANALISA ALIRAN FLUIDA DAN DISTRIBUSI TEMPERATUR DI SEKITAR SUMBER PANAS DI DALAM SEBUAH CAVITY DENGAN METODE BEDA HINGGA

Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi

Analisis Perpindahan Panas Pada Cooler Tank FASSIP - 01

Simulasi Kondisi sirkulasi udara di dalam suatu ruangan ibadah

PENGHEMAT BAHAN BAKAR PADA KOMPOR GAS RUMAH TANGGA

KARAKTERISTIK TERMOHIDROLIK REAKTOR TRIGA 2000 UNTUK KONDISI 110 PERSEN DAYA NORMAL

STUDI NUMERIK VARIASI TURBULENSI MODEL PADA ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER)

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan

Studi Numerik Pengaruh Posisi Sudut Obstacle Berbentuk Rectangular terhadap Perpindahan Panas pada Tube Banks Staggered

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN:

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

Penelitian Numerik Turbin Angin Darrieus dengan Variasi Jumlah Sudu dan Kecepatan Angin

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN:

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA SUATU RUANGAN BERATAP GENTENG BERBAHAN KOMPOSIT PLASTIK-KARET MENGGUNAKAN ANSYS FLUENT

Analisa Perpindahan Panas konveksi pada Kotak Rongga Vakum untuk Menyimpan Ikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT

Transkripsi:

ANALISIS NUMERIK KONVEKSI ALAMIAH PADA PENDINGINAN UDARA SUNGKUP MODEL REAKTOR AP-1000 Ari D. Pasek, Efrison Umar, Aryadi Suwono, Dwitya Anggraini ABSTRAK Untuk mengatasi krisis listrik di Indonesia, salah alternatif pembangkit yang dapat dibangun adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Untuk meningkatkan keamanan, salah satu fitur yang dimiliki oleh PLTN adalah PCS (Passive Containment Cooling System) yaitu pendinginan dengan menggunakan sirkulasi udara alamiah untuk menjaga suhu sungkup reaktor apabila terjadi kecelakan pelepasan panas dalam sungkup. Penelitian ini bertujuan untuk membuat analisis numerik dari karakteristik PCS pada model AP1000 dengan menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics. Penelitian ini diawali dengan perumusan model numerik. Kemudian berdasarkan model yang dikembangkan, dilakukan simulasi numerik untuk mendapatkan distribusi suhu, distribusi kecepatan dan koefisien perpindahan panas konveksi pada udara yang mengalir di permukaan sungkup. Dalam penelitian ini juga diselidiki pengaruh variasi lebar celah dan tinggi sungkup terhadap karakteristik perpindahan panas tersebut. Berdasarkan analisis numerik, keberadaan selubung dalam sungkup meningkatkan laju perpindahan panas dan memperbaiki pendinginan. Teramati pula adanya fluks panas kritis yaitu fluks panas dimana koefisien perpindahan panas menurun dengan meningkatnya fluks panas sebagai indikasi kegagalan konveksi alamiah pada dinding sungkup. Fluks panas kritik tercapai pada saat suhu rata-rata dinding sungkup mencapai 395,672 K atau fluks pada dinding silinder mencapai 1118,2 W/m 2. Nilai koefisien perpindahan panas akan menurun bila celah antar selubung dan sungkup terlalu sempit maupun terlalu lebar. Perpindahan panas mencapai nilai optimum pada lebar celah 2 cm atau sama dengan 0,8 m pada sungkup riil. Beberapa persamaan korelasi koefisien perpindahan panas juga diusulkan dalam penelitian ini. Kata kunci: PCS, konveksi alamiah, koefisien perpindahan panas, sungkup reaktor ABSTRACT To overcome the energy crisis in Indonesia, Nuclear Power Plant (NPP) is proposed to be built. To increase the safety, a modern NPP has a feature called PCS (Passive Containment Cooling System), where air with natural circulation cool the containment surface when the containment overheated due to an accident in the reactor. The objective of this research is to make a numerical analysis of PCS air cooled characteristic at AP1000 model using CFD (Computational Fluid Dynamics). This research started with developing a numerical model which has similarity to the real containment. Based on the model developed, a numerical simulation was done to get temperature, velocity distribution and convection heat transfer coefficient in the air flow on the containment surface. In this research, the influence of gap with between baffle and containment, and the containment height to the heat transfer characteristic were also investigated. Based on the numerical investigation, the presence of the air baffle inside the containment increased the heat transfer and a better cooling system was achieved. A critical heat flux was found in the simulation result. At this critical heat flux, the heat transfer coefficient start to decrease as the heat flux Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR)-BATAN 1

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) increases, indicating the failure of cooling with air natural convection. The critical heat flux occurs at the mean temperature of wall containment of 395,672 K or heat fluxes of 1118,256 W/m 2. The heat transfer coefficient decreases as the air baffle gap is too narrow or too wide. The heat transfer coefficient reached a maximum value at 2 cm air baffle s width or equivalent to 0.8 m at real containment. Some correlation equation are also proposed in this research. Keywords: PCS, natural convection, heat transfer coefficient, critical heat flux PENDAHULUAN Pada reaktor PLTN modern sistem keselamatannya dilengkapi dengan sistem keselamatan pasif yaitu sistem keamanan yang tidak mengandalkan peralatan di samping sistem keselamatan aktif. Salah satu sistem keselamatan pasif yang ada pada reaktor AP-1000 adalah Passive Containment Cooling System (PCS), yaitu pendinginan udara pada dinding sungkup reaktor secara alamiah. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Panas yang timbul sebagai akibat kecelakaan reaktor akan dipindahkan ke dinding sungkup sehingga suhunya meningkat. Perbedaan suhu dinding dengan udara di sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya konveksi bebas pada permukaaan. Adanya selubung dalam akan memperbaiki sirkulasi udara. Apabila laju panas ke dinding sungkup terus meningkat dan pendinginan udara dengan konveksi alamiah tidak lagi efektif memindahkan panas, suhu dinding akan semakin meningkat, pada kondisi ini pendinginan dinding sungkup akan dibantu oleh semburan air. APABILA TEMPERATUR TETAP NAIK DILAKUKAN PENDINGINAN AIR SIRKULASI UDARA PENDINGIN SECARA KONVEKSI BEBAS Gambar 1. Sistem Pendinginan Pasif (PCS) pada Jenis Reaktor AP-1000 [1] Mengingat pentingnya proses pendinginan pasif ini bagi keselamatan nuklir, maka kajian terhadap proses penyerapan panas konveksi alamiah pada dinding sungkup perlu dipelajari. Dalam makalah ini, dibahas hasil kajian numerik terhadap karakteristik perpindahan panas konveksi alamiah tersebut dengan tujuan untuk 2

mendapatkan karakteristik perpindahan panas seperti distribusi kecepatan, distribusi suhu dan koefisien perpindahan panas serta perubahannya terhadap lebar celah, dan tinggi sungkup. Disamping itu, dilakukan pengamatan terhadap kemungkinan terjadinya fluks panas kritik, yaitu saat perpindahan panas konveksi tak lagi efektif dalam mendinginkan sungkup. Persamaan-persamaan korelasi yang dikembangkan berdasarkan hasil kajian diusulkan dalam makalah ini. Penelitian sebelumnya tentang pendinginan sungkup reaktor dengan konveksi bebas telah dilakukan oleh beberapa peneliti [2-6], namun demikian penelitian yang dilakukan terbatas pada model silinder vertikal, silinder anulus tanpa sektor bola dan pada kondisi (bilangan Rayleigh) yang berbeda dengan kondisi sungkup reaktor yang sebenarnya. METODA ANALISIS Analisis diawali dengan penentuan dimensi model reaktor dengan skala yang lebih kecil dari reaktor sesungguhnya. Dimensi model ditentukan berdasarkan pertimbangan kemudahan pembuatan model untuk eksperimen sehingga nantinya hasil-hasil simulasi numerik dapat dibandingkan dengan hasil eksperimen. Dengan menganggap daya pemanas yang mungkin diberikan pada saat eksperimen tidak lebih besar dari 30000 W, dan dengan menyamakan bilangan Grashof Number (Gr*) antara model dan reaktor sesungguhnya diperoleh dimensi model sungkup seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Bilangan Grashof didefinisikan sebagai: 4 gβq wl Gr* = (1) k ν dimana: g = percepatan gravitasi, m/s 2. β = koefisien muai volumetrik, 1/K. q w = fluks panas pada dinding, W/m 2. L = tinggi sungkup, m. k = kondukstivitas termal udara, W/mK. υ = viskositas kinematik, m 2 /s. 3

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) Tabel 1. Perbandingan Dimensi Model dan Reaktor Nyata No Komponen Nyata (m) Model 1:40 (cm) Penyesuaian (cm) 1 lebar celah besar (gedung baffle) 1,6 4,0 3,0 2 lebar celah kecil (bafflecontainment) 0,28 0,7 1,0 3 diameter cerobong 11,8 29,5 29,6 4 diameter sungkup 39,62 99,05 99,0 5 tebal selubung dalam (baffle) 0,04 0,1 0,20 6 tebal selubung luar 1,0 2,5 0,30 7 tinggi cerobong 6,39 15,97 14,8 8 tinggi silinder vertikal 31,45 78,62 78,6 9 tinggi kubah elipsoida 11,47 28,67 28,7 Setelah dimensi model ditentukan, kemudian dibuat model numerik dengan menggunakan perangkat lunak GAMBIT (Geometry and Mesh Building Intelligent Toolkit). Model numerik ini menggunakan geometri dua dimensi aksisimetrik. Pembuatan geometri ini dilakukan dengan menentukan titik-titik ujung bidang. Selanjutnya titik-titik tersebut dihubungkan menjadi garis-garis untuk membentuk bidang-bidang. GAMBIT mengharuskan cara-cara ini dilakukan secara berurutan, sebab garis-garis yang ujung-ujungnya berhimpit membentuk bidang tertutup tidak akan dianggap sebagai sebuah bidang oleh GAMBIT bila garis-garis tersebut belum diberi perintah untuk terhubung. Sebagai perbandingan dibuat juga model sungkup yang tanpa selubung dalam. Gambar 2 dan 3 menunjukkan model yang dibuat dengan GAMBIT beserta dimensinya dalam satuan milimeter untuk model tanpa maupun dengan selubung dalam. Langkah selanjutnya adalah pembuatan mesh yang dimulai berurutan pada entity garis terlebih dahulu, kemudian pada entity yang lebih tinggi. Hal ini dimaksudkan agar pada entity yang lebih tinggi terbentuk mesh yang rapi. Elemen mesh bidang yang dipilih pada pemodelan untuk penelitian ini adalah elemen persegi panjang atau quad dengan tipe map. Penggunaan jenis mesh ini akan memudahkan perhitungan, sehingga mempercepat proses iterasi di FLUENT nantinya. Hasil pembuatan mesh dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5 di bawah ini. 4

Gambar 2. Model Sungkup Tanpa Selubung dalam beserta Dimensinya Gambar 3. Model Sungkup dengan Selubung dalam beserta Dimensinya 11 10 8 9 2 7 3 4 12 1 13 Gambar 4. Mesh dan Zona Batas Model Tanpa Selubung Dalam Penentuan zona batas dan kondisinya diperlukan untuk proses selanjutnya yaitu proses simulasi dengan menggunakan program FLUENT. Zona-zona batas tersebut diperlihatkan pada Gambar 4 dan 5 yaitu garis-garis yang beri nomor, sedangkan kondisinya diperlihatkan pada Tabel 2. Zona batas dinding selubung adalah fluks panas konstan atau suhu konstan untuk dua simulasi yang berbeda. 6 5 5

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) 9 8 7 14 6 5 3 4 10 11 2 12 1 13 Gambar 5. Mesh dan Zona Batas Model dengan Selubung Dalam Tabel 2. Zona Batas dan Kondisinya No Zona Batas Kondisi 1 wall diberi fluks panas atau suhu konstan 2 wall diberi fluks panas atau suhu konstan 3 wall diberi fluks panas atau suhu konstan 4 wall diberi fluks panas atau suhu konstan 5 wall tidak ada pembangkitan panas 6 wall tidak ada pembangkitan panas 7 wall tidak ada pembangkitan panas 8 pressure inlet dinding imaginer, tekanan atmosfer 9 wall tidak ada pembangkitan panas 10 wall tidak ada pembangkitan panas 11 wall tidak ada pembangkitan panas 12 pressure outlet dinding imaginer, tekanan atmosfer 13 axisymetric sumbu putar aksisimetrik 14 wall tidak ada pembangkitan panas Langkah selanjutnya adalah penentuan zona kontinum, pada model reaktor ini semua daerah yang dilalui udara ditentukan sebagai daerah kontinum yaitu daerah yang telah diberi mesh. Hasil GAMBIT kemudian diimpor ke FLUENT untuk 6

dilakukan simulasi perhitungan guna mendapatkan distribusi kecepatan dan distribusi suhu. Setelah diimpor kedalam FLUENT, mesh harus diperiksa dan diperbaiki jika perlu, sehingga tidak ada pesan error atau nilai volume yang negatif. Kemudian ditentukan jenis solver yang digunakan yaitu single precision, segregate solver, aksisimetrik, dan tunak. Sedangkan parameter lainnya digunakan nilai default. Persamaan dasar yang digunakan adalah persamaan kelestarian massa, kelestarian momentum, kelestarian energi dan persamaan k-ε untuk model turbulensi. Dalam simulasi sifat-sifat material dinding yang digunakan konstan kecuali sifat udara yang dianggap berubah dengan suhu. Selanjutnya untuk parameter tekanan dipilih opsi body force weighted karena perpindahan panas yang terjadi pada model adalah konveksi bebas. Dinding sungkup dan selubung diasumsikan terbuat dari stainless steel 304. Untuk memastikan perhitungan FLUENT dapat memberikan hasil yang setepat mungkin maka harus dilakukan verifikasi. Dalam penelitian ini proses verifikasi dilakukan dengan menghitung penyimpangan iterasi dan penyimpangan diskretisasi. Penyimpangan iterasi dilakukan dengan melihat nilai residual yang dihasilkan yaitu selisih antara hasil yang didapat dari suatu iterasi dengan hasil dari iterasi sebelumnya. Verifikasi disretisasi dilakukan dengan menggunakan prosedur ASME V&V 20 tahun 2008 [7] dan INL/EXT-06-11789 [8]. Kesalahan diskretisasi adalah kesalahan perhitungan yang timbul akibat diskretisasi mesh dan diskretisasi persamaan kelestarian yang berupa persamaan diferensial parsial orde dua. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan besarnya kesalahan diskretisasi adalah: 1. Penentuan parameter grid (kisi) h sebagai parameter ukuran sel mesh. Pada model 2 dimensi: N 1 h = ( A i ) (2) N i= 1 dengan A i adalah luas sel ke-i, dan N adalah jumlah total sel yang digunakan dalam simulasi. 2. Penentuan tiga jenis mesh-grid dengan jumlah mesh yang berbeda. Faktor perbandingan ukuran sel, r= h kasar /h halus, ditentukan lebih dari 1,3 untuk mendapatkan hasil yang berbeda secara signifikan. Pada langkah ini dibuat tiga jenis grid dimana h 1 <h 2 <h 3, dan r 21 =h 2 /h 1, r 32 =h 3 /h 2, dengan indeks 1 menunjukkan grid yang paling halus. 3. Penghitungan orde pengali antar sel grid 1 p = ln ε 32 ε 21 + q( p) (3) ln( r21 ) dengan p r 21 s q p = ln (4) p r32 s ( ) 7

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) ( ε ) s = 1 sign 32 ε 21 (5) dimana ε 32 = 3 2 dan ε 21 = 2 1. Nilai q(p) = 0 untuk r konstan. 4. Penghitungan nilai ekstrapolasi 21 p p φ ext = ( r21φ1 φ2 )/( r21 1) (6) Dengan cara yang sama, 32 dapat dihitung. 5. Penghitungan nilai kesalahan penyimpangan relatif dan GCI 32 φ2 φ3 e a = (7) φ 2 φ φ 21 1 2 e a = (8) φ1 kemudian nilai kesalahan dari ekstrapolasi dapat dihitung dari 12 21 φext φ1 e ext = (9) 12 φ ext Indeks kovergensi grid halus (GCI: Grid Convergence Index) dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: 21 21 Fsea CGI fine =, Fs = 1,25 (10) p r 1 21 6. Penghitungan kesalahan diskretisasi Kesalahan diskretisasi dapat ditentukan dengan 32 21 21 21 δ mean e, e, e, GCI (11) dis = ( ) a a ext HASIL DAN ANALISIS Distribusi suhu dan kecepatan Hasil simulasi pada dinding sungkup diperlihatkan pada Gambar 6 sampai dengan 9. Pada Gambar 6 dan 7 diperlihatkan distribusi suhu dan distribusi kecepatan udara di permukaan dinding sungkup tanpa selubung pada daya pemanasan 3000 W. Tingkat panas dipresentasikan dengan indeks warna berskala pada bagian kiri gambar. Dengan gambar ini dapat terlihat daerah mana pada dinding yang mengalami proses pendinginan dengan baik dan mana yang kurang baik. Pada model tanpa selubung dalam, daerah yang terdinginkan secara baik hanyalah bagian atas sungkup, dan suhu pada bagian bawah masih sangat tinggi. Pada gambar distribusi kecepatan, terlihat arah aliran udara masuk justru melalui cerobong di puncak sungkup dan keluar dari rongga yang seharusnya menjadi tempat masuk udara. Di daerah dekat dinding dalam 8

sungkup terjadi aliran udara ke atas sementara di daerah dinding luar terjadi aliran udara ke bawah. Fenomena tersebut terjadi karena jumlah udara yang dapat menyerap panas menjadi lebih sedikit akibat celah yang terlalu lebar. Keadaan ini menyebabkan proses pendinginan tidak berjalan seperti yang diinginkan. Gambar 6. Distribusi Temperatur pada Model Sungkup Reaktor Tanpa Selubung Gambar 7. Distribusi Kecepatan pada Model Sungkup Reaktor Tanpa Selubung Sementara itu, pada model dengan selubung (Gambar 8 dan 9) penggunaan udara sebagai fluida pendingin dapat dimanfaatkan dengan lebih efektif akibat adanya dinding dalam (baffle) yang berfungsi sebagai pengarah udara. Udara masuk dari rongga dan mengalir ke bawah melalui celah luar, dan naik melalui celah dalam sambil mendinginkan dinding selubung dan akhirnya keluar melalui cerobong. Daerah bawah sungkup mendapat pendinginan yang baik sehingga suhunya menjadi lebih rendah dari bagian atas. Gambar 10 menggambarkan distribusi suhu pada dinding sungkup dengan selubung dalam untuk semua daya pemanasan. Pada gambar ini, posisi 0,292 m sampai 0,579 m adalah posisi pada dinding elipsoida dan posisi 0,579 m sampai 1,365 m adalah posisi pada dinding silinder. Posisi 0,292 m adalah puncak sungkup dan 1,365 m adalah dasar sungkup. Dari gambar dapat terlihat bahwa sampai dengan daya pemanasan 4000W dinding sukup mendapat pendinginan yang baik dari udara. hal ini diperlihatkan oleh kenaikan suhu yang bertahap dari bawah hingga ujung atas 9

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) sungkup. Namun setelah daya pemanasan 4000W bagian bawah sungkup justru lebih tinggi suhunya di bandingkan dengan bagian elipsoidal. Hal ini menunjukkan bahwa di atas 4000W konveksi bebas sudah tidak lagi efektif dalam melakukan pendinginan. Gambar 8. Distribusi Suhu pada Model Sungkup Reaktor dengan Selubung Gambar 9. Distribusi Kecepatan pada Model Sungkup Reaktor dengan Selubung Gambar 10. Distribusi Suhu Dinding Sungkup pada Berbagai Variasi Fluks Panas 10

Koefisien Perpindahan Panas Koefisien perpindahan panas konveksi lokal didefinisikan sebagai: qw hx = (12) Tw T Sementara itu koefisien perpindahan panas rata-rata dapat didefinisikan sebagai hasil integral dari koefisien perpindahan panas lokal. L 1 h = h x dx (13) L 0 Contoh hasil perhitungan koefisien perpindahan panas untuk sungkup dengan selubung dalam pada berbagai nilai fluks panas konstan diperlihatkan pada Gambar 11 dan 12, masing-masing untuk bagian elipsoida dan bagian silinder. Gambar 11. Perubahan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Rata-rata terhadap Fluks Panas di Sektor Elipsoida pada Sungkup dengan Selubung Gambar 12. Perubahan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Rata-rata terhadap Fluks Panas di Sektor Silinder pada Sungkup dengan Selubung 11

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) Berdasarkan kedua gambar tersebut, dapat dilihat bahwa koefisien perpindahan panas cenderung naik dengan naiknyya fluks panas pada dinding. Namun demikian, pada bagian dinding silinder terdapat penurunan nilai koefisien perpindahan panas pada fluks panas 1118,2 W/m 2. Pada kondisi kritik ini temperatur rata-rata dinding selubung adalah 395,6 K. Terjadinya fluks panas kritik ini juga pernah dilaporkan oleh Guo [9] dan Umar [10]. Dinding dengan Temperatur Konstan Perbandingan hasil simulasi dinding dengan temperatur konstan dan dinding dengan fluks panas konstan diperlihatkan pada Gambar 13 dan 14 masing-masing menunjukkan perbandingan koefisien perpindahan panas rata-rata pada sektor elipsoida dan sektor selinder. Nilai-nilai koefisien perpindahan panas rata-rata yang digunakan adalah nilai pada kisaran flus panas rendah. Gambar 13. Perbandingan Koefisien Perpindahan Panas Rata-rata untuk Dinding dengan Fluks Panas Konstan dan Dinding dengan Temperatur Konstan pada Sektor Elipsoida Gambar 14. Perbandingan Koefisien Perpindahan Panas Rata-rata untuk Dinding dengan fluks panas konstan dan dinding dengan temperatur konstan pada sektor silinder 12

Berdasarkan gambar tersebut diatas dapat dilihat bahwa koefisien perpindahan panas rata-rata untuk dinding dengan fluks panas konstan mempunyai nilai koefisien perpindahan panas rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan apabila dindingnya dikenai kondisi temperatur konstan. Dari Gambar 14 terlihat bahwa fluks panas ktitik terjadi lebih awal pada kondisi fluks panas konstan di bandingkan dengan pada kondisi temperatur konstan. Kondisi pemanasan pada dinding sungkup yang sebenarnya tidak tepat fluks panas konstan atau temperatur konstan, tetapi berada pada kondisi diantara kedua kasus ideal tersebut. Dengan demikian, nilai koefisien perpindahanpanas rata-rata yang diperoleh dari hasil eksperimen yang akan dilakukan berada diantara nilai koefisien perpindahan panas rata-rata dari kedua kondisi ideal yang disebutkan di atas. Persamaan Korelasi Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dari simulasi numerik, dibuat persamaan korelasi untuk prediksi koefisien perpindahan panas. Persamaan korelasi yang diperoleh berupa hubungan antara Bilangan Nusselt (Nu) dengan Bilangan Rayleigh (Ra). Panjang karakteristik yang digunakan adalah tinggi sungkup (L). Melihat adanya perbedaan fenomena yang terjadi pada sektor elipsoidal dan sektor silinder, maka persamaan korelasi yang diusulkanpun berbeda untuk tiap sektor tersebut. Persamaan korelasi yang diusulkan adalah: untuk sektor elipsoida, dan * ( ) 0, 621 N u L == 0.00017 RaL (14) dimana: * ( ) 0, 065 N u L == 0.043 RaL (15) hl N u L = (16) k f * Ra L = Gr * Pr (17) Perbandingan persamaan korelasi yang diusulkan dengan persamaan korelasi lain dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16, masing-masing untuk sektor elipsoida dan dan sektor silinder. Dari Gambar tersebut dapat terlihat bahwa persamaan korelasi yang diusulkan mempunyai kesusaian dengan persamaan korelasi lain. Penyimpanagan yang terjadi, disebabkan oleh perbedaan geometri model. 13

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) Gambar 15. Perbandingan Persamaan Korelasi yang diusulkan dengan persamaan korelasi Lienhard[11], Yuge[12], Merk & Perlin[13], Amato&Tien[14], dan Laksmono[15] Gambar 16. Perbandingan Persamaan Korelasi yang diusulkan dengan Persmaan Korelasi Umar[10], Mc. Adam[16], Landis[17], MacGregor[18], Churchill[19]dan Laksmono[15] Pengaruh Lebar Celah dan Tinggi Sungkup Gambar 17 memperlihatkan distribusi suhu sepanjang permukaan dinding pada berbagai variasi lebar celah. Daya pemanasan yang digunakan untuk semua kondisi pemodelan ini adalah 3000 W. Dari Gambar 17 terlihat bahwa celah yang terlalu lebar maupun celah yang terlalu sempit akan mengakibatkan tidak berfungsinya selubung dalam. Distribusi suhu pada lebar celah yang lebih sempit 0,5 cm dan lebih lebar sebesar 3 cm, memupnyai kecenderungan yang serupa dengan distribusi suhu sungkup tanpa selubung. Celah yang terlalu sempit menyebabkan jumlah udara yang dapat mengalir menjadi lebih sedikit, sementara celah yang terlalu lebar menyebabkan aliran 14

seperti pada sungkup tanpa selubung. Perubahan koefisien perpindahan panas terhadap variasi celah dapat dilihat pada Gambar 18. Dari gambar tersebut terlihat bawah lebar celah optimal berada di sekitar 2 cm atau 0,8 m pada kondisi reaktor yang sesungguhnya. Dari gambar ini pula terlihat bahwa variasi lebar celah tidak terlalu berpengaruh pada karakteristik perpindahan panas di sektor elipsoida, kecuali jika lebar celah sangat besar sehingga aliran udara mirip dengan kondisi sungkup tanpa selubung. Sementara itu, Gambar 19 menunjukkan perubahan koefisien perpindahan panas dengan variasi tinggi sungkup. Pada simulasi variasi tinggi sungkup digunakan fluks panas konstan yang sama yaitu sebesar 838,692 W/m2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin tinggi sungkup semakin buruk perpindahan panas yang terjadi seperti yang ditunjukkan dengan penurunan koefisien perpindahan panas. KESIMPULAN Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dapatlah diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Gambar 17. Distribusi Suhu Sepanjang Dinding Sungkup pada Beberapa Variasi Celah Gambar 18. Perubahan Koefisien Perpindahan Panas terhadap Variasi Lebar Celah 15

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) Gambar 19. Perubahan Koefisien Perpindahan Panas terhadap Dinding Sungkup 1. Pendinginan dinding sungkup yang lebih baik diperoleh dengan adanya selubung dalam (baffle). 2. Efektivitas konveksi alamiah terbatas sampai pada suatu nilai fluks panas tertentu. Batas atas fluks panas ini disebut fluks panas kritik, penambahan fluks panas di atas fluks panas kritik akan menyebabkan penurunan nilai koefisien perpindahan panas. Dari simulasi diperoleh besarnya nilai fluks panas kritik adalah 1118,2 W/m 2. 3. Nilai-nilai koefisien perpindahan panas pada permukaan dinding sungkup dapat diprediksi melalui persamaan korelasi yang diusulkan seperti terlihat pada Persamaan (14) dan (15), masing-masing untuk sektor elipsoida dan sektor silinder sungkup. 4. Lebar celah yang terlalu sempit atau terlalu lebar akan menurunkan koefisien perpindahan panas. Lebar celah yang sempit akan mengganggu aliran konveksi, sedangkan apabila celah terlalu lebar, celah tidak lagi berfungsi sebagai pengarah aliran, dan pola aliran udara menjadi mirip dengan sungkup tanpa selubung. Lebar celah yang optimal adalah 2 cm atau 0,8 m pada reaktor yang sesungguhnya. 5. Sungkup yang pendek memiliki sirkulasi udara yang lebih baik dibandingkan dengan sungkup yang tinggi, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya nilai koefisienperpindahan panas dengan semakin tingginya sungkup. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada kementerian Riset dan Teknologi atas dukungan finasial terhadap penelitian ini melalui Hibah Riset Insentif Tahun 2009, 2010, dan 2011. 16

DAFTAR PUSTAKA 1. CUMMINS, W.E., CORLETTI, M.M., SCHULZ, T.L., Westinghouse AP1000 Advanced Passive Plant, Proceedings of ICAPP, Cordoba, Spain, 2003. 2. WARNER, Y. AND ARPACI, V.S., An Experimental Investigations of Turbulent Natural Convection in Air at Low Pressure along a Vertical Heated Flat Plate, International Journal of Heat Mass Transfer, Vol. 11, p.397, 1968. 3. VLIET, G.C. AND LIN, C.K., Natural Convection Local Heat Transfer on Constant Heat Flux, Journal of Heat Transfer, 91, 511-515, 1969. 4. VLIET, G.C. AND LIN, C.K., An Experimental Study of Turbulent Natural Convection Boundary Layers, Journal of Heat Transfer, 91, 517-521, 1969. 5. AL-ARABI, M., Laminar Natural Convection Heat Transfer from the Outer Surface of a Vertical Circular Cylinder, Journal of Heat and Mass Transfer, 23, 1980. 6. DAVIS, V., Natural Convection Between Concentric Vertical Cylinder, High Speed Computing in Fluid Dynamics, 1969, pp 198-207. 7. CELIK B.I., GHIA, U., ROACHE P.J., FRIETAS C.J., COLEMAN H., RAAD P.E, Procedure for Estimation and Reporting of Uncertainty Due to Discretization in CFD Applications, Journal of Fluid Engineering, ASME, Vol 130, July 2008. 8. JOHNSON, R., W. SCHULTZ R.R., ROACHE P.J., CELIK I.B., POINTER W.D., HASSAN Y.A., Process and Procedures for Application of CFD to Nuclear Reactor Safety Analysis, INL/EXT-06-11789, Idaho National Laboratory. 9. GUO, Z.Y., Thermal Drag and Critical Heat Flux to Natural Convection of Air in Vertical Parallel Plates, Journal of Heat Transfer, Vol. 115:124-129, 1993. 10. UMAR, E., Studi Karakteristik Sistem Pendinginan pada Model Sungkup APWR, Tesis Program Magister Ilmu dan Rekayasa Nuklir, ITB, 1993. 11. LIENHARD, J.H., Laminar Free Convective Heat Transfer From The Outer Surface of Vertical Slender Circular Cylinder, Fifth International Heat Transfer Conf., Tokyo, NC 1.4:15-19,1973. 17

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) 12. YUGE, T., Experiments on Heat Transfer from Spheres Including Combined Natural and Forced Convection, J. Heat Transfer, 82: 214 220, 1960. 13. MERK, H. J., and PRINS, J. A., Thermal Convection in Laminar Boundary Layers I, II, and III, Appl. Sci. Res., A4:11 24, 195 206, 207 221, 1953-1954. 14. AMATO,W. S., and TIEN, C., Free Convection Heat Transfer from Isothermal Spheres in Water, Int. J. Heat Mass Transfer, 15:327 339, 1972. 15. LAKSMONO, W., Kaji Numerik Karakteristik Sistem Pendinginan Pasif dengan Udara Secara Konveksi Alamiah pada Penyungkup Model AP1000, Tesis Program Magister Ilmu dan Rekayasa Nuklir, ITB, 2009. 16. MC. ADAMS, W. H., Heat Transmission, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1954. 17. LANDIS, A., Transient Natural Convection Narrow Vertical Cell, Proc. International Heat Transfer Conf., Chicago, 1966. 18. MAC. GREGOR, R.K., and EMERY, A.P., Free Convection Through Vertical Plate Layers:Moderate and High Prandtl Number, Journal of Heat Transfer, Vol. 91:391, 1969. 19. CHURCHILL, S.W., Free Convection Around Immersed Bodies, E.U. Schlunder Heat Exchanger Design Handbook, Bab 2.5.7, Hemisphere Publishing, New York, 1983. DISKUSI ELFRIDA SARAGI 1. Kira-kira berapa besar celah untuk mendapatkan harga koefisien perpindahan panas dimana pendinginnya adalah air dan berapa suhunya? 2. Berapa besar kecepatan yang dipakai, apakah diinput? 3. Dengan apa harga koefisien perpindahan panas diverifikasi? 4. Pada software fluent berapa besar ratio turbulancenya? 5. Dan jika residualnya dibuat bervariasi, bagaimana pengaruh konvergensinya? 18

ARI DARMAWAN PASEK 1. Pendingin air hanya dilakukan pada tahap akhir, celah tidak mempengaruhi karakteristik pendingin oleh air. 2. Kecepatan merupakan hasil simulasi, inputnya adalah fluks panas atau temperatur dinding sungkup. 3. Koefisien perpindahan panas akan diverifikasi dengan hasil eksperimen. 4. Ratio turbulensinya bergantung pada lokasi dan besarnya fluks panas. 5. Residual makin kecil konvergensi makin lama. ANIK (PPIN BATAN) 1. Persamaan koefisien korelasi yang diusulkan didapatkan berdasarkan eksperimen atau simulasi dan apakah persamaan tersebut berlaku pada semua kondisi dan semua model reactor? 2. Apakah boleh membuat nilai residual berbeda pada fluent (settingan) untuk setiap parameter yang akan kita hitung agar cepat didapatkan nilai yang konvergen? ARI DARMAWAN PASEK 1. Persamaan koefisien korelasi yang dipaparkan adalah berdasarkan hasil simulasi. Persamaan tersebut hanya berlaku untuk kisaran bilangan Rayleigh yang disebutkan dan tidak berlaku untuk reactor lain yang tidak memiliki pendingin udara. 2. Semakin kecil nilai residual semakin lama konvergensi tercapai tetapi hasil yang diperoleh lebih akurat. TAUFIK 1. Model manakah yang sudah dipakai di dunia nyata, apakah yang ada selubungnya atau yang tidak berselubung? 2. Mengapa tidak membandingkan dengan model selubung yang dimodifikasi? 19

Risalah Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir 2010, Oktober 2010 (1-21) ARI DARMAWAN PASEK 1. Yang ada selubungnya adalah reaktor yang sesungguhnya. 2. Modifikasi selubung tidak banyak alternatifnya selain lebar celah. NURDIN EFFENDI Apakah persamaan-persamaan yang digunakan itu disusun sendiri dengan model yang dirancang sendiri atau diambil dari model-model rancangan yang ada (jenis-jenis reactor yang sudah ada)? ARI DARMAWAN PASEK Model mengacu pada reactor AP-1000 buatan Westinghouse. JONNER SITOMPUL 1. Ketika terjadi t. krisis pada t = suhu, berapa debit aliran air untuk pendinginan? 2. Pada kecelakaan reaktor, temperature maximal yang akan terjadi berapa, sehingga berapa debit air yang dibutuhkan dengan temperature maximal? ARI DARMAWAN PASEK Belum diteliti 1. Penelitian yang dipaparkan adalah pendinginan dengan udara secara konveksi alami. 2. Penelitian mengenai pendinginan dengan air akan dilakukan kemudian. WINTER DEWAYATNA 1. Variasi tinggi seharusnya dengan penyesuaian fluks panas karena perubahan volume sungkup, jika tidak ada menuju pada kesalahan kesimpulan. 2. Fenomena apa yang terjadi dengan adanya titik kritis pada penggunaan silinder udara (bukan air)? 20

ARI DARMAWAN PASEK 1. Perbandingan tinggi selubung dilakukan pada fluks panas yang sama, seharusnya memang dilakukan pada daya tebal yang sama. Saran diterima. 2. Sebelum titik kritik koefisien perpindahan panas akan selalu meningkat dengan kenaikan fluks panas. Sebelah titik kritik koefisien perpindahan panas akan menurun dengan kenaikan fluks yang panas. DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Dr. Ir. Ari Darmawan Pasek Tempat & Tanggal Lahir : Pontianak, 7 Mei 1959 Pendidikan Riwayat Pekerjaan : Doktor : - Staf Pengajar Teknik Mesin ITB - Koordinator Program Studi Rekayasa Energi Nuklir, FTMD-ITB 21