MEMINIMALISASI BULLYING DI SEKOLAH

dokumen-dokumen yang mirip
BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB II LANDASAN TEORI

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan aksi bullying. Definisi kata kerja to bully dalam Oxford

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, apabila rakyat cerdas maka majulah bangsa tersebut. Hal ini senada

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan tempat didikan bagi anak anak. Lebih dalam tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB III USAHA USAHA MENANGGULANGI IJIME. Ijime dapat ditanggulangi melalui berbagai cara. Ijime dapat dicegah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah suatu lembaga tempat menuntut ilmu. Selain itu sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

Transkripsi:

MEMINIMALISASI BULLYING DI SEKOLAH Nandiyah Abdullah* Abstrak : Bullying di sekolah tidak hanya terjadi ketika masa orientasi sekolah, tetapi sepanjang tahun dengan berbagai modus, intensitas dan pelaku. Menghilangkan perilaku bullying di sekolah bukan perkara mudah. Faktor penyebabnya sangat kompleks. Dapat disebabkan karena faktor yang bersifat individual, kultural dan struktural. Bullying perlu diminimalisasi karena bullying tidak boleh ada dalam dunia pendidikan. Konsep sekola tanpa bullying perlu dikomunikasikan seawal mungkin saat siswa diterima sebagai siswa baru. PENDAHULUAN Kita sering mendengar banyak kasus bullying di sekolah. Bullying dilakukan dalam konteks pertemanan informal, tetapi juga tidak jarang menggunakan wahana masa orientasi siswa, seperti yang terjadi di SMA Don Bosco (Kompas,28 Juli 2012). Bullying adalah persoalan penting yang perlu ditangani secara serius. Di sekolah bullying masih terus terjadi dan tak kunjung berhenti, bahkan cenderung diwariskan kepada siswa baru, sering muncul dalam berbagai bentuk. Kegiatan inisiasi seperti MOS (Masa Orientasi Studi), perubahan pengurus OSIS, latihan dasar kepemimpinan, ritual yang sering dilakukan oleh senior sekolah merupakan bentuk bullying yang tidak disadari. Kegiatan yang seharusnya mengenalkan program sekolah malah melenceng menjadi ajang untuk mempermalukan siswa baru dengan kegiatan yang merendahkan dan mengintimidasi. Fakta menunjukkan bullying berdampak secara fisik seperti kehilangan selera makan, pusing. Dampak psikis dan sosial seperti pencemas, menarik diri dari pergaulan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menyenangkan berubah menjadi tempat mengerikan, bahkan mengancam nyawa. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk mencari kawan berubah menjadi tempat mencari lawan. Sebenarnya bullying merupakan masalah klasik, berkesinambungan dan kompleks. Bullying terjadi di hampir semua area kehidupan, keluarga, sekolah, masyarakat, dunia kerja, olah raga. Bullying di sekolah merupakan masalah global dan merupakan masalah sosial yang berakibat serius karena berdampak negatif pada kehidupan dan karier anak sekolah (Smith, 2000). Bullying tidak hanya memberi dampak negatif pada korban tetapi juga pada pelaku. Semua orang bisa menjadi korban atau malah menjadi pelaku bullying. Untuk mengatasinya diperlukan kebijakan yang bersifat menyeluruh di sekolah. Sebuah kebijakan yang melibatkan komponen dari guru sampai siswa dari kepala sekolah sampai orang tua siswa. Kebijakan hanya akan berlangsung baik bila ada langkah nyata dari sekolah untuk menyadarkan dari seluruh komponen sekolah betapa bullying sangat mengganggu proses belajar mengajar. * Psikologi Fakultas Psikologi UNWIDHA Klaten 50 Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013

TANDA-TANDA BULLYING Bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja dan keji yang bermaksud melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut dan menciptakan teror. Apakah bullying itu diciptakan lebih dulu atau terjadi tiba-tiba, nyata atau tersembunyi, dihadapan kita atau dibelakang punggung kita, mudah diidentifikasi atau terselubung dibalik pertemanan yang tampak, dilakukan oleh anak atau sekelompok anak. Bullying sesungguhnya selalu melibatkan unsur berikut: 1. Ketidak seimbangan kekuatan. Pem-bully dapat saja orang yang lebih tua, lebih besar, atau lebih kuat, lebih mahir secara verbal, lebih tinggi dalam status sosial. Berasal dari ras yang berbeda atau tidak berjenis kelamin sama. Sejumlah besar anak yang berkumpul bersama-sama untuk menindas dapat menciptakan ketidak seimbangan. Bullying bukan persaingan antara keluarga dan bukan pula perkelahian yang melibatkan dua pihak yang setara. 2. Niat untuk mencederai Bullying menyebabkan kepedihan emosional dan atau luka fisik, memerlukan tindakan untuk melukai dan menimbulkan rasa senang dihati sang penindas saat menyaksikan luka tersebut. Tidak ada kecelakaan atau kekeliruan, tidak ada keseleo lidah atau godaan yang main-main, tidak ada kaki yang salah tempat, tidak ada ketaksengajaan dalam pengucilan, tidak ada aduh maaf, aku tidak bermaksud begitu. 3. Ancaman agresi lebih lanjut Baik pihak pem-bully maupun pihak yang di-bully mengetahui bahwa bullying dapat dan kemungkinan akan terjadi kembali. Bullying bukan peristiwa yang hanya terjadi sekali saja. 4. Teror Bullying adalah kekerasan sistematik yang digunakan untuk mengintimidasi dan memelihara dominasi. Teror yang menusuk tepat di jantung korban bukan hanya merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan penindasan, teror itulah yang menjadi tujuan penindasan. Sekali sebuah teror diciptakan sang penindas dapat bertindak tanpa merasa takut akan adanya serangan balasan. BENTUK-BENTUK BULLYING Ada berbagai jenis bullying yaitu bullying verbal, fisik dan relasional. Masing-masing dapat menimbulkan bencana sendiri-sendiri. Namun ketiganya kerap membentuk kombinasi untuk menciptakan serangan yang lebih kuat. Anak perempuan dan anak laki-laki sama-sama menggunakan penindasan verbal. Anak laki-laki cenderung menggunakan penindasan fisik, lebih sering dari pada anak perempuan. Sementara anak perempuan menggunakan penindasan relasional lebih banyak dari pada anak laki-laki. Perbedaan ini lebih berkaitan dengan sosialisasi laki-laki dan perempuan dalam budaya kita daripada dengan keberanian fisik dan ukuran. Anak laki-laki cenderung untuk bermain berkelompok dalam jumlah besar dengan kelompokkelompok yang didefinisikan secara lepas, disatukan oleh minat bersama. Mereka menetapkan suatu tatanan tentang siapa menguasai siapa yang ditetapkan Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 51

dengan jelas dan benar-benar dihargai. Ada perebutan posisi yang dominan. Keberanian fisik lebih dihormati di atas kecakapan intelektual. Bullying verbal adalah bentuk yang paling umum digunakan, baik oleh siswa laki-laki maupun perempuan. Bullying ini mudah dilakukan dan dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. Dapat diteriakkan ditempat umum, terdengar oleh orang banyak dan biasanya diabaikan karena dianggap sebagai dialog tidak simpatik antar teman sebaya. Cepat dan tidak menyakitkan pelaku tapi dapat sangat melukai korban. Jika bullying verbal dapat diterima korban maka hal tersebut dapat dianggap hal yang wajar. Bullying verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, penghinaan, pelecehan, tuduhan yang tidak benar, gosip. Dari berbagi bentuk bullying tadi maka bullying verbal adalah salah satu jenis bullying yang mudah dilakukan, bisa menjadi pintu masuk menuju bentuk bullying lainnya serta menjadi langkah pertama menuju kekerasan yang lebih kejam. Bullying fisik merupakan jenis yang paling tampak dan dapat diidentifikasi. Bisa dalam bentuk memukul, mencekik, menendang, merusak. Semakin besar siswa semakin kuat dan berbahaya. Bullying relasional sulit diketahui dari luar. Biasanya dalam bentuk pengabaian, pengecualian, penghindarann, penyingkiran. Bullying ini dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak teman serta secara sengaja untuk merusak persahabatan. Kendati bentuk bullying berbeda tetapi mereka memiliki sifat yang sama, yaitu : 1. Suka mendominasi orang lain. 2. Suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. 3. Sulit melihat situasi dari titik pandang orang lain. 4. Hanya peduli pada keinginan dan kesenangan mereka sendiri, bukan pada kebutuhan, hak-hak, dan perasaan-perasaan orang lain. 5. Cenderung melukai anak-anak lain ketika orangtua atau orang dewasa lainnya tidak ada di sekitar kita. 6. Memandang saudara-saudara atau rakan-rekan yang lebih lemah sebagai mangsa. 7. Menggunakan kesalahan, kritikan dan tuduhan yang keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapan mereka kepada targetnya. 8. Tidak mau bertanggung jawab atas tindakan mereka. 9. Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan. 10. Haus perhatian. Bullying dapat mengubah sesuatu yang awalnya menyenangkan menjadi tidak menyenangkan bahkan mimpi buruk bagi anak-anak. Bullying dapat berdampak fisik, emosional,dan akademik secara serius terhadap korban. Bullying menumbuhkan lingkungan pendidikan yang tidak sehat dan tidak nyaman, apalagi jika terus dibiarkan dan tidak ditanggulangi oleh otoritas sekolah. Sementara pelaku sering tidak menyadari kesalahan dan dampak perilakunya. Mereka menganggap tindakan tersebut sekedar untuk senang-senang, lucu-lucuan dan merasa hebat dihadapan siswa lain jika melakukannya. Tindakan ini dapat membekas bagi emosi anak bahkan bisa mengancam nyawa. 52 Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013

Bagaimana meminimalisasi Bullying di sekolah? Bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis yang berjangka panjang, dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang serta membuat orang lain tertekan. Sejumlah pakar mengkategorikan kekerasan fisik sebagai bullying. Namun kebanyakan tidak memasukkan kekerasan sebagai bentuk bullying. Bullying lebih merupakan tahapan yang terjadi sebelum kekerasan fisik atau step awal dari kekerasan. Jadi bullying merupakan perilaku yang dirasakan baik secara verbal maupun non verbal atau perilaku yang dirasakan oleh korban sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Meski berdampak hebat tidak mudah menghentikan perilaku bullying. Hal tersebut karena kadang korban merasa tidak sedang mendapat perlakuan bullying. Selain itu juga karena lingkungan menganggap bullying sebagai hal yang wajar. Dukungan orang-orang sekitar pelaku sangat penting supaya hal tersebut tidak terjadi. Orang tua dan guru juga harus tahu terhadap bullying. Korban juga harus berani melapor apabila mengalami bullying. Korban juga harus survive atas dirinya sendiri agar tidak terus menerus menjadi korban. Semakin lemah semakin ditindas. Butuh konselor untuk memulihkan yang sudah parah. Keterlambatan dalam menangani bullying yang telah sekian lama terjadi karena korban enggan melaporkannya kepada pihak yang berwajib dan orang terdekatnyapun takut atau enggan melakukan intervensi terhadap bullying tersebut, kemungkinan besar mereka kelak akan menindas anak mereka sendiri, gagal dalam hubungan antar pribadi, kehilangan pekerjaan dan berakhir di penjara. Untuk itu ada beberapa strategi bagaimana menghindari bullying: 1. Hindari tindakan bullying dan tak berteman dengan orang tersebut. 2. Tidak mudah terpancing emosi karena memang hal tersebut yang diinginkan oleh pelaku. Untuk meredakan amarah dengan menarik nafas dalamdalam, menghitung sampai sepuluh, menulis kemarahan dalam tulisan atau pergi menjauh. 3. Bersikap berani lalu menjauh dan acuhkan pelaku bullying. 4. Adukan kepada guru, kepala sekolah, orangtua, atau siapapun yang dapat menghentikan tindakan tersebut. 5. Bicarakan dengan orang lain yang dipercayai dan bisa memberikan saran atau jalan keluar. 6. Cobalah untuk tidak membawa barang-barang berharga ke sekolah atau tidak membawa uang jajan, sebagai penggantinya dengan membawa bekal. Menurut Sarlito (2007) jalan keluar yang sebaiknya ditempuh untuk mengatasi kekerasan dalam dunia pendidikan jika menggunakan teori Durkheim adalah dengan cara mengembalikan semuanya pada norma. Para penegak norma harus berfungsi semaksimal mungkin. Hampir semua siswa pernah melakukan halhal yang buruk atau melanggar norma, melakukan sesuatu yang sangat tidak bisa diterima, seperti merusak barang mengintimidasi atau melukai siswa lain. Reaksi yang dilakukan guru adalah terkejut, malu kemudian menjadi marah dan cenderung ingin menghukum siswa. Masa yang paling sulit adalah bagaimana agar guru tetap dapat mendidik tanpa Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 53

mempermalukan siswa ketika mereka sedang mengejutkan dengan melakukan hal-hal yang tidak dapat diterima. Menurut Linda Popov (1997) kunci untuk menangani situasi ini adalah dengan menggunakan kebajikan untuk tidak terkejut dan bukan berfokus pada bagaimana melibatkan nurani siswa, rasa hormat, cinta kasih. Semua kebajikan sudah ada dalam diri siswa tetapi butuh bimbingan untuk membawanya ke permukaan. Bullying yang sudah terjadi bertahun-tahun menunjukkan minimnya kesadaran dan tanggung jawab sekolah terhadap pendidikan yang dikelolanya. Terkadang memang bullying terjadi selepas jam sekolah bahkan sore hari sehingga sudah berada diluar pagar sekolah. Selain faktor kepemimpinan pendidikan, karakter yang efektif akan terjadi ketika siswa dalam lembaga pendidikan merasa aman dan nyaman bersekolah. Siswa tidak akan belajar dengan baik jika selalu dihantui rasa was-was. Perasaan aman dan nyaman akan muncul bila setiap siswa merasa dihargai, dimanusiakan dan danggap bernilai kehadirannya di sekolah. Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan bullying di sekolah : 1. Harus dibangun kesadaran dan pemahaman tentang bullying dan dampaknya kepada semua stakeholder sekolah, mulai dari guru, murid, kepala sekolah, orang tua. 2. Dibangun sistem atau mekanisme untuk mencegah dan menangani kasus bullying di sekolah. Perlu diakomodir bagaimana seorang anak yang menjadi korban bullying bisa melaporkan kejadian yang menimpa tanpa rasa takut dan malu. 3. Menghentikan praktek kekerasan di sekolah, dengan pola pendidikan yang ramah tamah, penerapan disiplin yang positif. 4. Membangun kapasitas anak dalam melindungi diri dari perilaku bullying dan tidak menjadi pelaku. Sekolah sebagai lembaga yang bertugas mencerdaskan bangsa sudah seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman dan bermartabat bagi anak. Sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian generasi yang unggul dan siap menjadi warga negara yang baik telah disiapkan. Ada beberapa alasan mengapa orang tidak peduli melakukan intervensi terhadap bullying, diantaranya : 1. Korban memang layak untuk di bully. 2. Bukan urusan saya untuk melakukan intervensi. 3. Sebaiknya orang lain saja yang melakukan. 4. Kalau saya ikut campur tangan, bisa memperburuk situasi korban. 5. Saya takut orang melakukan bullying dan temanteman akan menyerang saya. 6. Saya tidak mungkin melakukan dengan sukses. 7. Orang lain saja tidak ada yang peduli dan tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi. 8. Jika saya mengintervensi artinya saya konyol. 9. Tidak tahu bagaimana melakukan intervensi dengan cara simpatik dan tidak agresif (Thompson, 2002). 54 Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013

Bullying pada kasus siswa bukan sekedar tanggung jawab sekolah karena peristiwa itu bisa juga terjadi di luar sekolah yaitu saat mereka pulang sekolah. Kontribusi semua pihak, orang tua, guru maupun masyarakat sangat berarti. Di sekolah tentu tidak mudah menghilangkan bullying tetapi dapat diminimalisasikan mengingat adanya faktor pubertas pada siswa. Pada masa tersebut anak tengah memasuki masa peralihan dari anak ke dewasa dan pada tahap tersebut rata-rata anak ingin diakui (masa pencarian identitas diri), terbentuknya peer, perubahan sosial, serta emosi. Aksi bullying dilakukan bisa karena merasa keren jika dia merasa memiliki power. Disisi lain guru adalah pelaksana semua kebijakan sekolah yang langsung berhubungan dengan siswa. Semua guru dapat menyediakan diri sebagai konselor yang melaksanakan bimbingan, artinya tidak hanya diserahkan kepada guru bimbingan konseling saja. Tetapi semua staf yang ada di sekolah turut peduli untuk menyelesaikan. PENUTUP Maraknya aksi bullying di sekolah baik dilakukan siswa, alumni, guru merupakan lagu lama. Masalahnya kasus ini jarang menguak ke permukaan karena guru, orang tua bahkan siswa belum memiliki kesadaran kapan terjadinya bullying dan kalaupun disadari jarang mau membicarakan. Bullying memang istilah yang belum cukup dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia meski pelakunya eksis dalam kehidupan masyarakat bahkan dalam institusi pendidikan. Umumnya orang tua, guru maupun masyarakat menganggap fenomena bullying di sekolah adalah hal biasa dan baru merespon jika telah membuat korban terluka hingga membutuhkan bantuan medis, seperti bullying fisik. Sementara bullying verbal, sosial dan relasional masih belum ditanggapi dengan baik. Hal ini karena kurang pahamnya akan dampak buruk dari bullying terhadap perkembangan dan prestasi anak di sekolah dan tidak adanya atau belum dikembangkannya mekanisme anti bullying di sekolah. Konsep sekolah tanpa bullying perlu dikomunikasikan seawal mungkin saat siswa diterima di sekolah dan orangtua juga memperoleh informasi mengenai hal tersebut. Dengan demikian siswa sejak awal sudah memahami nilai-nilai yang diberlakukan di sekolah dan orangtua juga ikut membantu. Disamping itu seluruh jajaran sekolah juga harus memperoleh pemahaman dan ketrampilan memadai untuk menangani persoalan. Siswa juga perlu diberikan pemahaman tentang bullying dan dampaknya. Sehingga sekolah menjadi tempat aman dan nyaman bagi siswa. DAFTAR PUSTAKA Agustin Dwi Putri, 2010, Bullying masih jadi momok, kompas,23 Desember 2011, Jakarta. Coloroso,B. 2007. Stop Bullying. Serambi ilmu semesta, Jakarta. Dwi As Setyaningsih,2011, Bullying di lingkungan pendidikan, kompas,jakarta. Gultom, 2010, Bullying di sekolah bibit premanisme, Pos Kita, Jakarta. Kristi Purwandari,2012, Kekerasan di sekolah, Kompas,12 Agustus,2012, Jakarta. Sarlito, 2007, Remaja menyalahi norma, Ilmu semesta, Jakarta. Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 55