2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal penting yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. Adapun yang menjadi penyebab yaitu pembelajaran terpusat kepada guru dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dhelvita Sari, 2013

2015 PENERAPAN MODEL OSBORN UNTUK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan sesuatu yang tidak asing bagi semua kalangan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Amam, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya. prestasi matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bappenas (2006) mengemukakan bahwa majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional atas sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas pula. Perkembangan kehidupan manusia dari masa ke masa berikutnya dipastikan akan lebih kompleks terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menuntut manusia untuk selalu bisa bersaing mengikuti perkembangannya dan mampu bertahan dan dapat menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. Soedjadi (dalam Wirantiwi, 2013, hlm.1) mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan agar peserta didik atau siswa dapat mencapai tujuan tertentu. Agar siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan, maka diperlukan suatu alat. Salah satunya adalah melalui pembelajaran matematika. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika merupakan kegiatan pendidikan yang menggunakan matematika untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Menurut Depdiknas (2006, hlm. 346), tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika adalah: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2 Secara garis besar, kemampuan yang terangkum dalam tujuan pembelajaran matematika di atas adalah kemampuan koneksi, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi, dan disposisi matematik. Dari tujuan pembelajaran matematika yang dikemukakan Depdiknas tersebut tampak bahwa arah atau orientasi pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. Menurut Ruseffendi (2003) kemampuan pemecahan masalah ini sangat berguna bagi siswa pada saat mendalami matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, bukan saja bagi mereka yang mendalami matematika, tetapi juga yang akan menerapkannya baik dalam bidang lain dalam rangka peningkatan kualitas SDM. Atas dasar itulah Rahmah (dalam Wirantiwi, 2011, hlm.3) menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah membantu seseorang dalam hidupnya. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematis dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Oleh karena itu, pemecahan masalah menjadi fokus penting dalam kurikulum matematika sekolah mulai jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah. Penguasaan setiap standar kompetensi selalu dilengkapi dengan suatu kompetensi dasar pemecahan masalah yang berkaitan dengan standar kompetensi tersebut. Perbaikan kemampuan siswa dalam belajar matematika, khususnya kemampuan pemecahan masalah perlu dilakukan oleh guru melalui proses belajarmengajar matematika. Menurut Sobel dan Maletsky (2001, hlm.1-2) banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas lalu, memberi pelajaran baru, memberi tugas lagi kepada siswa. Pembelajaran seperti di atas yang rutin dilakukan setiap hari. Apabila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal. Shadiq (2007, hlm.2) memaparkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa disebabkan oleh proses pembelajaran matematika di kelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills) dan kurang terkait langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari. Pembelajaran seperti ini tidak sejalan dengan tujuan pemberian matematika pada siswa SMP, yaitu agar siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah, dan tidak

3 sejalan pula dengan prinsip pengembangan KTSP, yaitu berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya serta relevan dengan kebutuhan kehidupan. Daeka dkk (2014, hlm.301) mengemukakan bahwa rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, salah satunya dikarenakan siswa tidak terbiasa melatih kemampuan memecahkan masalahnya. Siswa terbiasa menghafal definisi, teorema, serta rumus-rumus matematika, dan kurangnya pengembangan kemampuan lain termasuk kemampuan pemecahan masalah. Untuk menyikapi hal tersebut salah satunya dengan memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat. Ruseffendi (2006, hlm.18) mengatakan bahwa salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru matematika sekolah menengah adalah mampu mendemonstrasikan dalam penerapan macam-macam metode dan teknik mengajar dalam bidang studi yang diajarkan. Banyak alternatif yang bisa dilakukan agar penyajian materi pelajaran dan suasana pengajaran lebih menarik, sehingga pembelajaran yang dilakukan bermakna-guna dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Alternatif yang bisa dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan metode discovery learning dan problem based learning. Amin (dalam Supriadi, 2000, hlm.7) menyatakan bahwa suatu kegiatan discovery atau penemuan ialah suatu kegiatan atau pelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Carin dan Sund (dalam Rofingatun, 2006, hlm.19), memberikan arti tentang discovery learning sebagai berikut: the mental process of assimilating concepts and principles, learning how to use the mind to discovery. Pendapat tersebut menyatakan bahwa penemuan merupakan suatu proses mental, dimana siswa terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. Menurut Marsigit (2013), problem based learning merupakan model pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk siswa belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Problem based learning dimulai dengan asumsi bahwa pembelajaran merupakan proses yang aktif,

4 kolaboratif, terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan kontekstual. Problem based learning juga ditandai oleh pendekatan yang berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator, dan soal terbuka atau kurang terstruktur yang digunakan sebagai rancangan awal untuk belajar. Beberapa penelitian mengenai model discovery learning atau pun model problem based learning terhadap kemampuan pemecahan masalah sudah dilakukan. Salah satu penelitian tindakan kelas yang sudah dilakukan oleh Rahmaniyah (2010) terhadap siswa kelas VIII MTs 45 Gianyar-Bali dengan judul Penerapan Metode Penemuan dalam Pembelajaran pada Materi Lingkaran sebagai Upaya Peningkatan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Matematika, dengan hasil penelitiannya adalah peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan metode penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional dengan kualitas sedang. Penelitian lainnya dilakukan oleh Subakti (2009) terhadap SMAN 1 Cileunyi dengan judul Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMU melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah, dengan hasil penelitiannya adalah pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematik siswa SMA. Namun belum ada penelitian yang membandingkan kedua model pembelajaran tersebut terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada tingkat SMP. Dengan melihat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, model discovery learning dan model problem based learning, keduanya dianggap mampu untuk mendongkrak kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk mencoba membandingkan antara keduanya pada jenjang SMP. Atas dasar itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang: Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Antara Siswa yang Mendapatkan Model Discovery Learning dengan Model Problem Based Learning.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang tercantum dalam latar belakang, maka beberapa rumusan masalah yang disajikan dalam penelitian ini diantaranya yaitu: 1. Bagaimanakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model discovery learning? 2. Bagaimanakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model problem based learning? 3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning dengan model problem based learning? C. Batasan Masalah Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami masalah yang dikaji dalam penelitian ini, masalah penelitian dibatasi pada beberapa aspek sebagai berikut: 1. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 2 Lembang dengan sampel penelitian yaitu siswa kelas VII B dan VII C yang masing-masing berjumlah 35 siswa. 2. Pokok bahasan yang diteliti adalah geometri dengan topik konsep luas segiempat (persegi, persegi panjang, jajargenjang, trapesium, belah ketupat dan layang-layang) serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu: 1. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model discovery learning. 2. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model problem based learning. 3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning dengan model problem based learning.

6 E. Manfaat Penulisan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi beberapa kalangan berikut ini: 1. Bagi siswa Pengalaman belajar melalui model discovery learning maupun problem based learning dapat merangsang siswa untuk belajar aktif dan lebih bermakna sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 2. Bagi guru Penggunaan model discovery learning maupun model problem based learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 3. Bagi peneliti Sebagai suatu pembelajaran karena peneliti dapat mengaplikasikan segala pengetahuan yang didapatkan selama perkuliahan maupun di luar perkuliahan. F. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya pemahaman yang berbeda tentang istilahistilah yang digunakan di dalam penelitian ini, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan yaitu sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang meliputi kemampuan mengidentifikasi unsurunsur yang diketahui, ditanyakan dan kecukupan unsur yang diperlukan, mampu membuat/menyusun model matematika, dapat memilih dan mengembangkan strategi pemecahan, mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh. 2. Model discovery learning adalah suatu model pembelajaran yang menitik beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam pembelajaran dengan model ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma, dan semacamnya.

7 3. Model problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir logis dan kritis, sistematik dan cermat, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran. Model problem based learning dalam penelitian ini memiliki langkahlangkah sebagai berikut: mendefinisikan masalah, mendiagnosis masalah, merumuskan alternatif strategi, menentukan dan menerapkan strategi pilihan, serta melakukan evaluasi. G. Struktur Organisasi Skripsi ini terdiri dari lima Bab yaitu pendahuluan pada Bab I, kajian pustaka pada Bab II, metode penelitian pada Bab III, temuan dan pembahasan pada Bab IV, serta simpulan, implikasi dan rekomendasi pada Bab V. Secara rinci, Bab I berisi latar belakang pemilihan topik peneletian, rumusan masalah, tujuan, serta manfaat penelitian ini dilakukan. Pada Bab II, penulis memaparkan tentang kajian pustaka, penelitian yang relevan dan hipotesis penelitian mengenai masalah yang sudah dirumuskan. Bab III membahas mengenai desain dan metode penelitian yang akan dilakukan, lokasi dan subjek penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data. Pada Bab IV terdapat pemaparan hasil penelitian yang telah dilakukan. Bab V menyajikan penafsiran dan pemaknaan penulis terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian.