BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan ini akan menguraikan rencana penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Berkembangnya isu di masyarakat yang menggambarkan kegagalan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (Bappenas,

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. mencanangkan suatu kebijakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Selama lebih dari dua dekade, pengukuran kinerja (performance measurement)

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini penting untuk diteliti, berbagai permasalahan penelitian yang

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN RENSTRA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KAB. KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kinerjanya. Menurut Propper dan Wilson (2003), Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. menjadi rumusan masalah penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB 7 RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak dan penerimaan Negara lainnya, dimana kegiatannya banyak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan utama dari organisasi sektor publik adalah bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

Bab I PENDAHULUAN. berkeadilan sosial dalam menjalankan aspek-aspek fungsional dari

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Bagian Hukum dan HAM pada Sekretariat Daerah Kota Bandung KATA PENGANTAR

BAB 1 P E N D A H U L U A N. kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran

INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KECAMATAN KUBUTAMBAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. respon positif atas krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang terjadi.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. An evaluation version of novapdf was used to create this PDF file. Purchase a license to generate PDF files without this notice.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas berada pada ilmu sosial yang menyangkut berbagai cabang ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi persepsi..., Inayah, FISIP UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

KATA PENGANTAR. Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 25 TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini terdapat perhatian

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan

Rencana Strategis BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Sejalan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, peraturan perundang-undangan, pengelolaan keuangan, dan

13. Untuk pencapaian kinerja program yang terbagi dalam 2 (dua) program, terlihat nilai pencapaian kinerjanya sebagai berikut :

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG

I K U D P R K P P. I K U Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman & Pertanahan DPR K P P K a b u p a t e n L a h a t 1-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam teori agensi, Jensen dan Meckling (1976) dalam Nugroho (2014)

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

LAMPIRAN INDIKATOR KINERJA UTAMA ( IKU ) DI LINGKUNGAN DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN BADUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting. RS swasta maupun milik organisasi nirlaba (publik/pemerintah)

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 17/PRT/M/2012 TENTANG

BAB IV P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kinerja publik baik di pusat maupun daerah kini kian meningkat. Kesadaran masyarakat ini berkaitan dengan kepedulian masyarakat akan dana publik yang dikelola pemerintah dengan pelayanan yang mereka rasakan. Hal ini sejalan dengan akses masyarakat akan informasi-informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan kinerja baik pemerintah pusat maupun daerah saat ini telah berkembang pesat. Dengan adanya perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengetahui kinerja yang telah dilakukan oleh pemerintahannya, maka dalam hal ini pemerintah diharapkan mampu meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja. Baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintahan Daerah dituntut untuk dapat mengelola dan meningkatkan sistem pengukuran kinerja sektor publik yang dapat membantu manajer menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial dan non financial, demi tercapainya good governance atas permasalahan kinerja dan akuntabilitas publik di Indonesia. Hal ini sesuai dengan keinginan masyarakat dimana mereka menginginkan pelayanan yang baik di segala bidang seperti bidang pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktrur, keamanan, ketersediaan lapangan usaha, dan masih banyak lagi. 1

2 Sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiscal dimana dalam perkembangannya, kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah memberikan angin segar bagi pengembangan otonomi Pemerintah Daerah, dalam pengertian bahwa daerah diberi kewenangan yang utuh untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan mampu dilaksanakan dengan baik karena perencanaan dan penggunaan anggaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Pelaksanaan otonomi daerah akan membawa konsekuensi daerah untuk melakukan penataan di berbagai bidang karena perubahanperubahan yang terjadi. Penataan di berbagai bidang ini membuat organisasiorganisasi pemerintah dihadapkan pada usaha-usaha untuk mengimplementasikan sistem pengukuran kinerja baru yang lebih bersifat strategik. Pengukuran kinerja merupakan salah satu komponen dalam sistem akuntabilitas kinerja publik. Hasil pengukuran kinerja organisasi harus dilaporkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban kinerja sebagai manifestasi dilakukannya akuntabilitas publik. Manajemen kinerja menghendaki organisasi sektor publik membuat sistem akuntabilitas berbasis hasil (result-based accountability system). 2

3 Sesuai dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah yang kemudian diperbaharui dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, organisasi sektor publik baik pusat maupun daerah memiliki pedoman untuk membuat pelaporan kinerja sebagai wujud pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Perlu adanya pertanggungjawaban yang logis dan akurat dalam penerapan sistem. Pertanggungjawaban berfokus pada kinerja yang meliputi penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA), pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas, pokok, dan fungsi organisasi sektor publik. Pelaporan kinerja merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan akuntabilitas organisasi publik. Pelaporan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif dilakukan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP merupakan alat untuk menilai kinerja entitas pemerintah apakah telah berhasil ataupun gagal. LAKIP sangat diperlukan untuk mengevaluasi tindakan dan kegiatan yang telah dilakukan di masa lalu dan digunakan untuk melakukan perbaikan di masa mendatang. seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pasal 18, laporan akuntabilitas kinerja dimanfaatkan untuk : 3

4 a. Bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan; b. Penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang; c. Penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan datang; d. Penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan; LAKIP akan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik manakala isi yang terkandung dalam LAKIP tersebut memiliki informasi yang akan berguna dalam pengambilan keputusan. Akan menjadi tidak berguna manakala isi dari LAKIP tersebut hanya sebatas rangkaian kata-kata yang disusunan sebagai formalitas penyusunan pertanggungjawaban kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Akbar et al (2012) dimana dikatakan bahwa penyusunan laporan kinerja lebih disebabkan karena adanya peraturan yang mewajibkan pemerintah daerah untuk membuatnya, bukan karena adanya kesadaran akan arti penting laporan itu bagi keberadaan institusi pemerintah yang bersangkutan. Hal ini sejalan pula dengan penelitian yang dibuat oleh Barreto (2006 dalam Akbar et al, 2012) yang mengatakan bahwa indikator kinerja yang dibuat oleh organisasi tidak memiliki pengaruh yang berarti pada operasi internalnya karena hanya dibuat lebih banyak untuk mematuhi regulasi yang memang harus ditaati. Artinya bahwa semua ini dilakukan hanya untuk formalitas semata bukan substansial. Pada dasarnya, ukuran kinerja di organisasi sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak bisa diukur dan dilihat dari satu dimensi saja, akan tetapi disini peneliti ingin meneliti mengenai pembangunan infrastruktur 4

5 atau sarana dan prasarana yang terdapat di Kota Yogyakarta. Untuk itu peneliti lebih melihat pada kinerja dari Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah. Kualitas infrastruktur merupakan salah satu hal yang penting terlebih dalam sektor publik. Dengan adanya peningkatan infrastruktur pada suatu daerah akan membuat kualitas dan kuantitas layanan publik akan menjadi lebih baik dan akan membuat investasi pada daerah tersebut meningkat sehingga produksi barang dan jasa juga akan meningkat. Peningkatan tersebut dapat berdampak pada kenaikan pertumbuhan perusahaan pada umumnya dan laba perusahaan daerah, dimana kedua peningkatan yang disebabkan oleh peningkatan belanja modal yang kemudian berbentuk infrastruktur dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah, pelayanan yang diberikan kepada masyarakatpun akan meningkat dan akan memberikan dampak positif terhadap kepercayaan masyarakat akan sektor publik Sehubungan dengan pelayanan yang diberikan kepada publik, setiap daerah tentu saja berusaha memberikan pelayanan yang terbaik, disini peneliti akan meneliti kinerja Pemerintah Kota Yogyakarta dengan melihat Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah sebagai represenatatif dari dinas yang bertanggungjawab terhadap pembangunan infrastruktur atau sarana dan prasarana di Pemerintah Kota Yogyakarta. Peneliti mencoba mengevaluasi sistem pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta dengan menggunakan model logika inovatif yang dikenal dengan nama Cetak Biru Kinerja (Performance Blueprint). 5

6 Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Evaluasi Sistem Pengukuran Kinerja (Studi di Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta) 1.2 Rumusan Masalah Pengukuran kinerja merupakan salah satu elemen penting sistem pengendalian manajemen. Untuk dapat mengukur kinerja dengan baik, diperlukan indikator kinerja yang sesuai. Dengan berlakunya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah yang telah diperbaharui dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, maka menjadi kewajiban bagi Dinas Bangunan dan Gedung Aset Daerah di Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya kepada publik dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat mempertanggungjawaban tugas pokok dan fungsinya maka perlu dilakukannya pengukuran kinerja. Demi tercapainya pengukuran kinerja yang komprehensif, perancang sistem pengukuran kinerja harus mengetahui desain sistem pengendalian manajemen yang dimiliki oleh organisasi. Hal tersebut disebabkan karena tujuan, strategi, dan karakteristik berbeda-beda pada setiap organisasi. Saat ini pemerintah menggunakan LAKIP sebagai tolok ukur kinerja yang telah dilakukan, namun keberadaan LAKIP selama ini dinilai belum dapat menggambarkan pengukuran kinerja mengenai tingkat pencapaian visi dan misi organisasi. Dalam LAKIP masih terdapat indikator kinerja yang belum ditetapkan 6

7 targetnya, dan indicator kinerja yang dibuat lebih banyak untuk memenuhi ketentuan regulasi daripada substansinya sehingga belum menggunakan indikator kinerja yang baik dan terukur. Hal ini mengindikasikan penyusunan indikator yang dibuat oleh Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta masih belum berbasis hasil (result based indicator). 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, penulis merumuskan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Apakah sistem pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta telah sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara? 2. Bagaimana model Cetak Biru Kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta? 3. Bagaimana model Cetak Biru Kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi indikator kinerja yang telah disusun oleh Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh gambaran seperti yang telah ditetapkan dalam rumusan masalah, yaitu sebagai berikut. 1. Mengevaluasi kesesuaian informasi pengukuran kinerja Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta dengan 7

8 peraturan yang ada pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2. Menjelaskan sistem pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta dengan panduan model Cetak Biru Kinerja. 3. Menjelaskan indikator kinerja yang digunakan Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta sebagai ukuran kesuksesan dalam mencapai sasaran kinerja dengan model Cetak Biru Kinerja. 1.5 Motivasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta dengan model performance blueprint, hal ini juga sesuai dengan ilmu yang didapat oleh penulis saat menempuh kuliah yakni mengenai manajemen kinerja sektor publik. 1.6 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi sebagai berikut. 1. Bagi Praktisi: Bagi Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih pemikiran dan masukan bagi pemerintah mengenai pengukuran kinerja berbasiskan hasil (outcomes) dengan model Cetak Biru Kinerja. 2. Bagi Akademisi: 8

9 Untuk peneliti yang tertarik pada bidang kajian ini, dapat menjadi referensi dan tambahan data untuk melakukan penelitian yang sejenis mengenai pengukuran kinerja sektor publik dengan model Cetak Biru Kinerja di masa yang akan datang. 1.7 Proses Penelitian Seperti yang tertera dalam buku Panduan Penulisan Tesis dan Kasus 2012, bagian proses penelitian menjelaskan secara garis besar tahapan-tahapan dalam mempersiapkan penelitian studi kasus. Tahapan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : 2. Tujuan Penelitian 3. Pondasi Teoretikal Penelitian Studi Kasus 1. Pertanyaan Penelitian 4. Model Penelitian Studi Kasus 5. Temuan dan Analisis Gambar 1.1 Contoh Proses Penelitian Studi Kasus 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun secara sistematis agar diperoleh suatu bentuk pembahasan yang terstruktur. Adapun sistematika penelitian disusun sebagai berikut: 9

10 Bab 1 : Pendahuluan Bagian ini akan diuraikan rencana penelitian yang dijabarkan ke dalam latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 : Tinjauan Literatur Bagian ini akan membahas mengenai teori-teori utama yang digunakan, serta yang berhubungan dengan pokok permasalahan sebagai dasar analisis data dan pembahasan kasus. Bab 3 : Latar Belakang Kontekstual Objek Penelitian Bagian ini menjelaskan secara deskriptif tentang objek penelitian dan aplikasi teori atau konsep yang diterapkan di dalam objek penelitian, untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik mengenai karakteristik objek penelitian terkait dari teori dan konsep yang digunakan di bab tinjauan pustaka. Bab 4 : Metodologi Peneltian Bagian ini menguraikan mengenai metode dan alasan menggunakan metode penelitian kualitatif, subjek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik menganalisis data. Bab 5 : Pemaparan Temuan Penelitian Lapangan Bagian ini berisi uraian temuan dalam penelitian di lapangan yang menggambarkan fakta-fakta yang dapat menjawab tujuan penelitian. Bab 6 : Analisis dan Diskusi Hasil Penelitan 10

11 Bagian ini menjelaskan analisis dan diskusi mengenai temuan hasil penelitian yang akan menjawab pertanyaan penelitian. Bab 7 : Penutup Bagian ini berisi simpulan dari analisis permasalahan yang ada. Bab ini juga membahas keterbatasan penelitian dari sudut pandang keilmuan dan efektivitas penelitian ini menjawab permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, bab ini juga akan memberikan informasi dan saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak lembaga dan akademisi. 11