BAB I PENDAHULUAN. Selama lebih dari dua dekade, pengukuran kinerja (performance measurement)

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan penjabaran dari latar belakang masalah pemilihan studi kasus berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan. Dalam bab ini juga berisi rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian Latar Belakang Masalah Selama lebih dari dua dekade, pengukuran kinerja (performance measurement) menjadi salah satu isu yang hangat dan mendunia dalam manajemen publik (Pollit 2006). Dua kharakteristik umum dari NPM (New Public Management) yaitu rasionalitas ekonomi dan efisiensi, dan kepercayaannya terhadap keunggulan dari praktek manajemen bisnis (Ter Bogt dkk. 2010). Reformasi NPM mengarah pada perubahan signifikan manajamen sektor publik, yang berlandaskan pada pasar yang kompetitif dan mengadopsi teknik manajemen sektor bisnis (Groot dan Budding 2008; Walker, Damanpour, dan Devece 2011). Konsep NPM yang mengadopsi manajemen sektor bisnis ini dipandang mampu mengatasi isu terhadap pengukuran kinerja, karena sektor bisnis dianggap lebih efisien dalam menjalani operasinya. Tren mengenai NPM sendiri membuat transformasi pada sektor publik di berbagai negara pada 1980-an dan 1990-an, yang bertingkat dari desentralisasi dan privatisasi hingga organisasi yang berorientasi pada tujuan dan masyarakat (Osborne dan Gaebler 1992). Indonesia dikenalkan dengan konsep NPM pada

2 1999, bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, transparasi, dan akuntabilitas, yang merupakan hasil dari tuntutan masyarakat pada saat itu. Tumbangnya rezim Soeharto pada 1998, membuka kemungkinan yang luas bagi pemerintahan untuk berbenah diri, dengan dukungan dan tuntutan dari masyarakat. Seperti yang disampaikan Akbar (2011), gelombang reformasi telah membuat perubahan yang drastic tentang bagaimana masyarakat melihat pemerintahan, masyarakat bertransformasi dari yang semula apatis menjadi masyarakat kritis dan menuntut. Hal ini dipertegas dengan penjelasan dari Bastian (2010) yang menyatakan bahwa perlawanan terhadap budaya manipulasi baru saja dimulai dengan berakhirnya era pemerintahan yang mengutamakan stabilitas. Regulasi-regulasi baru pun dikeluarkan untuk menanggapi gelombang transformasi yang terjadi, diantaranya yaitu Undang Undang Desentralisasi dan Manajemen Keuangan (UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang kemudian digantikan oleh UU No. 32 dan No.33 tahun 2005). Menurut Bastian (2007) selama dua dekade ini desentralisasi menjadi elemen utama dalam reformasi pemerintahan dalam berbagai Negara berkembang. Desentralisasi mampu memisahkan publik sektor menjadi unit yang lebih kecil sehingga memudahkan dalam pengaturan. Desentralisasi dianggap sebagai kebijakan yang tepat bagi Indonesia saat itu, karena mampu mendekatkan hubungan pemerintah kepada masyarakat, terutama karakteristik Negara Indonesia yang luas dan beragam. Sehingga reformasi membuat pemerintah mereformasi manajemen sektor publiknya, agar kinerjanya selalu mengutamakan

3 pelayanan yang prima kepada priority stakeholder yaitu masyarakat, dan mampu menciptakan pemerintahan yang berdaya dan berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab. Sistem Pengukuran Kinerja mempunyai peran penting dalam mempromosikan sektor publik yang efektif, efisien, dan akuntabel (Spekle dan Verbeeten 2013). Christopher Hood (1991) dalam tulisannya yang berjudul A Public Management for All Seasons, menyatakan bahwa standar pengukuran yang eksplisit merupakan salah satu tonggak utama dari NPM, yang disebut juga dengan indikator kinerja. Pengukuran kinerja dan evaluasi kinerja merupakan elemen penting untuk menilai apakah suatu program, kegiatan, maupun strategi dapat terlaksana. Seperti yang disampaikan Sihaloho dan Halim (2005) pengukuran kinerja instansi pemerintah dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, pengelolaan organisasi dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Indikator kinerja berperan sebagai dasar penentuan pengukuran kinerja dan evaluasi kinerja, sehingga dalam penyusunan indikator kinerja haruslah jelas dan didesain sesuai dengan target kebijakan. Indonesia juga telah mengimplementasikan Undang-Undang mengenai sistem pengukuran kinerja yaitu, Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dan Keputusan Lembaga Administrasi Negara (LAN) No. 239/IX/6/8/2003, tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Penerapan Undang-Undang mengenai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban dari pemerintah terhadap masyarakat, mengenai

4 pencapaian hasil pelaksanaan kegiatan/kebijakan. Berikutnya aturan dari Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 9 tahun 2007 tentang pedoman penetapan indikator kinerja utama di lingkungan instansi pemerintah. Model Logika (logic model) merupakan alat yang telah digunakan selama lebih dari 20 tahun oleh praktisi-praktisi seperti manajer program ataupun evaluator untuk menunjukkan efektivitas program mereka (McCawley 1914). Model logika menjelaskan kegiatan/program yang direncanakan dan hasil yang ingin dicapai (Knowlton dan Phillips 2013). Model ini menunjukkan hubungan logis antara situation, resources, activities, outputs, dan outcomes dan dengan misi program, sehingga model logika mampu mempermudah meningkatkan kinerja. Model logika menyediakan metode yang sistematis dalam mengevaluasi langkah-langkah dari proses dan dalam mengintegrasikan elemen-elemen menjadi suatu gambar terpadu yang dapat dikaitkan dengan misi program. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) merupakan satu instansi sektor publik yang wajib untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya. BAPPEDA merupakan hasil perwujudan dari Keputusan Presiden nomor 27 tahun 1980 dengan peranannya sebai lembaga yang menjamin perkembangan keseimbangan, dan kesinambungan permbangunan di dearah dengan perencanaan yang menyeluruh, terarah, dan terpadu. BAPPEDA Kabupaten Bantul adalah perwujudan dari keputusan tersebut dengan lingkup tugas di Kabupaten Bantul.

5 Dalam pelaksanaan penyusunan indikator kinerja terutama dalam dokumen perencanaan hingga pelaporan, BAPPEDA Kabupaten Bantul masih mengalami beberapa kendala. Sehingga penulis tertarik untuk mengevaluasi penyusunan indikator kinerja menggunakan pendekatan OPM&M (ongoing performance measurement and management), dengan pendekatan cetak biru kinerja (performance blueprint) yang dipilih menjadi alat analisis Rumusan Masalah 1. Perlunya evaluasi penyusunan indikator kinerja yang dibuat oleh BAPPEDA Kabupaten Bantul untuk mengetahui kemungkinan masih adanya penyusunan indikator kinerja yang berbasis hasil (result-based). 2. Pemahaman mengenai pelaksanaan pengukuran dan penyusunan indikator kinerja di BAPPEDA Kabupaten Bantul belum jelas pencapaiannnya Pertanyaan Penelitian 1. Apakah terdapat hubungan logis antara indikator kinerja dalam sistem pengukuran kinerja dari perencanaan strategis hingga pelaporan kinerja pada BAPPEDA Kabupaten Bantul? 2. Bagaimana indikator kinerja BAPPEDA Kabupaten Bantul jika dievaluasi menggunakan cetak biru kinerja? 3. Faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat implementasi evaluasi program berbasis kinerja?

6 1.4. Tujuan Penelitian 1. Menunjukkan dan menganalisa hubungan logis antar indikator kinerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bantul. 2. Menjelaskan indikator kinerja sebagai ukuran kesuksesan dalam mencapai sasaran kinerja dengan pendekatan cetak biru kinerja. 3. Menganalisis faktor yang dapat mendukung dan menghambat implementasi evaluasi program berbasis kinerja Kontribusi Penelitian Kontribusi Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan input baru berupa hasil studi empiris terkait dengan evaluasi penyusunan indikator kinerja pada sektor publik, sehingga dari hasil studi tersebut dapat dirumuskan konsep-konsep baru mengenai metode penyusunan indikator kinerja Kontribusi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kerangka (framework) bagi sektor publik untuk meningkatkan kinerja melalui proses evaluasi penyusunan indikator kinerja, sehingga kinerja dari organisasi meningkat dan optimal. Disamping itu penelitian ini juga diharapkan untuk bisa dijadikan acuan bagi pemerintah dan instansi terkait lainnya bahwa evaluasi terhadap penyusunan indikator kinerja sangat penting untuk diterapkan.

7 1.6. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian 2. Penelitian yang dilakukan aan berfokus pada hal yang berkaitan dengan objek penelitian sehingga sesuai dengan tujuan penelitian dan memiliki konsistensi pembahasan. Penelitian ini berfokus pada evaluasi terhadap penyusunan indikator kinerja menggunakan analisis alur logika dan empat kuadran Friedman Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat member kontribusi praktisi dan akademisi sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi praktisi khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bantul untuk mengevaluasi pengukuran kinerja yang saat ini digunakan sehingga dapat menghasilkan pengukuran kinerja yang benarbenar mengakomodir kebutuhan masyarakat. 2. Penelitian ini dapat menjadi sumbangsih pemikiran dan masukan bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bantul untuk evaluasi pengukuran kinerja dengan basis model logika dan cetak biru kinerja. 3. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi akademisis yang tertarik melakukan penelitian dibidang pengukuran kinerja sektor publik dengan pendekatan model logika dan cetak biru kinerja.

8 1.8. Sistematika Penelitian Untuk memberikan gambaran keseluruhan dalam penulisan skripsi dan mengkomunikasikan hasil penelitian maka penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pusaka Bab ini berisi teori-teori yang melandasi penelitian sebagai pedoman dalam penulisan skripsi berupa konsep-konsep dan teori yang berhubungan dengan permasalahan yang dirumuskan. BAB III Metoda Penelitian Bab ini menjelaskan tentang pendekatan penelitian yang digunakan, objek penelitian, ruang lingkup penelitian, jenis, dan sumber data, prosedur pengambilan data, serta teknik analisis yang digunakan oleh penulis dalam memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan. BAB IV Pembahasan Bab ini menguraikan pembahasan mengenai gambaran umum objek penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan berdasarkan rumusan masalah, metode penelitian, dan landasan teori yang ada.

9 BAB V Penutup Bab ini menguraikan kesimpulan, hasil penelitian, dan saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian tersebut.