IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI PENELITIAN

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI...

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Jeruk Siam

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi.

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY

SAMPLING DAN KUANTISASI

PERBANDINGAN SEGMENTASI CITRA BERWARNA DENGAN FUZZY CMEANS CLUSTERING PADA BEBERAPA REPRESENTASI RUANG WARNA

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

Pengolahan citra. Materi 3

BAB IV PREPROCESSING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PEMUTUAN BUAH JERUK SIAM PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) DENGAN TEKNIK PENGOLAHAN CITRA SUSANTO BUDI SULISTYO

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk bunga, buah muda, buah siap panen dan buah manggis siap dikonsumsi (Nasution 2006).

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Histogram Warna Pada Image

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

IDENTIFIKASI SEL DARAH BERBENTUK SABIT PADA CITRA SEL DARAH PENDERITA ANEMIA

APLIKASI PENGHITUNG JUMLAH WAJAH DALAM SEBUAH CITRA DIGITAL BERDASARKAN SEGMENTASI WARNA KULIT

PERANGKAT LUNAK PERBAIKAN KUALITAS CITRA DIGITAL MODEL RGB DAN IHS DENGAN OPERASI PENINGKATAN KONTRAS

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENGATURAN KECERAHAN DAN KONTRAS CITRA SECARA AUTOMATIS DENGAN TEKNIK PEMODELAN HISTOGRAM

KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah...

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

KLASIFIKASI KUALITAS BUAH STROBERI SEGAR BERDASARKAN PENGUKURAN ATRIBUT KECACATAN MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. beragam produk seperti tampilan suara, video, citra ditawarkan oleh perusahaan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V PEMBAHASAN UMUM

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital.

BAB 1 PENDAHULUAN. memindahkan data secara manual ke dalam komputer untuk dapat diolah lebih

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Point Process

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dilanjutkan dengan rancangan cetak biru untuk program yang akan dibangun.

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jaringan Komputer

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM)

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop

Indarto 1, Murinto 2, I. PENDAHULUAN. Kampus III UAD Jl.Dr.Soepomo, Janturan, Yogyakarta

KLASIFIKASI CITRA BUAH JERUK KINTAMANI BERDASARKAN FITUR WARNA DAN UKURAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN EUCLIDEAN DISTANCE

Bab III Analisis Sistem

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telur Ayam Konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mulai menopang kehidupan manusia. Teknologi merupakan sebuah hasil

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dosen Program Studi Ilmu Komputer Universitas Pakuan Bogor

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

III. METODE PENELITIAN

APLIKASI PENENTUAN WARNA TANAH MELALUI PENGOLAHAN CITRA DIGITAL TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : R. Bg. Bungah Rachmad Y. NPM.

DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI

Studi dan Eksperimen terhadap Kombinasi Warna untuk Kriptografi Visual Warna Kromatik. Ibnu Alam

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

Transkripsi:

26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter buah atau menduga berat jeruk untuk selanjutnya dikelompokkan ke dalam kelas tertentu, yaitu kelas A, B, C, D, dan E. Sebanyak 850 sampel buah jeruk pontianak hasil pemutuan manual oleh petani ini kemudian dilakukan pengukuran parameter mutu secara langsung di laboratorium. Parameter mutu yang diukur adalah berat, diameter, kekerasan, dan total padatan terlarut (TPT). Nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum parameter mutu hasil pengukuran secara langsung disajikan pada Tabel 7 Tabel 10. Data hasil pengukuran ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 7 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum berat buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual Kelas A B C D E Rata-rata (gram) 162.70 125.41 103.08 84.05 64.54 Standar deviasi (gram) 19.26 9.03 9.16 6.36 10.35 Maksimum (gram) 234.04 146.80 127.72 99.31 90.14 Minimum (gram) 123.08 96.02 82.44 67.13 36.20 Tabel 8 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum diameter buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual Kelas A B C D E Rata-rata (mm) 69.8 63.6 59.0 55.3 49.9 Standar deviasi (mm) 3.0 1.6 1.9 1.4 3.1 Maksimum (mm) 80.4 67.8 62.6 58.5 58.4 Minimum (mm) 59.0 58.3 50.9 52.5 40.4

Tabel 9 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum kekerasan buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual Kelas A B C D E Rata-rata (kg) 0.567 0.495 0.447 0.399 0.367 Standar deviasi (kg) 0.104 0.085 0.103 0.086 0.072 Maksimum (kg) 0.879 0.768 0.791 0.754 0.632 Minimum (kg) 0.358 0.327 0.268 0.246 0.183 27 Tabel 10 Nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum TPT buah jeruk pontianak hasil pengukuran langsung dari pemutuan manual Kelas A B C D E Rata-rata ( o brix) 10.5 10.7 10.8 11.0 11.5 Standar deviasi ( o brix) 0.7 0.8 1.1 1.1 1.2 Maksimum ( o brix) 12.9 13.7 14.3 14.2 15.0 Minimum ( o brix) 8.9 9.1 8.1 8.5 8.3 Diameter jeruk mempunyai pengaruh yang besar terhadap beratnya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan semakin besar diameter jeruk, maka akan semakin berat, seperti terlihat pada grafik Gambar 13. Berdasarkan grafik tersebut, korelasi antara diameter dan berat jeruk pontianak mempunyai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.9533 atau dengan kata lain grafik tersebut mempunyai nilai kesesuaian sebesar 95.33%. Dari 850 sampel jeruk yang diamati, diameter jeruk terbesar adalah 80.4 mm dan yang terkecil sebesar 40.4 mm, sedangkan berat jeruk paling besar 234 gram dan yang paling kecil 36.2 gram. Parameter kekerasan tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap TPT. Hal ini ditunjukkan dengan kecilnya nilai koefisien determinasi (R 2 ) antara kedua parameter tersebut, yaitu sebesar 0.194. Dari 850 sampel jeruk yang diamati, kekerasan jeruk terbesar adalah 0.879 kg dan yang terkecil sebesar 0.183 kg, sedangkan TPT jeruk paling besar 15.0 o brix dan yang paling kecil 8.1 o brix. Grafik hubungan antara kekerasan dan TPT jeruk dapat dilihat pada Gambar 14.

28 250 200 Berat (gram) 150 100 y = 4.8085x - 178.52 R 2 = 0.9533 50 0 35 45 55 65 75 85 Diameter (mm) Gambar 13 Hubungan diameter dan berat buah jeruk pontianak. 16 15 14 TPT (brix) 13 12 11 10 R 2 = 0.1942 9 8 7 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 Kekerasan (kg) Gambar 14 Hubungan kekerasan dan TPT buah jeruk pontianak.

29 B. Program Pengolahan Citra untuk Menghitung Parameter Visual Citra Jeruk Pontianak Parameter visual citra buah jeruk pontianak diperoleh dengan menggunakan program pengolahan citra yang dibangun dengan bahasa pemrograman Borland Delphi 7. Program tersebut dapat digunakan untuk menghitung area, indeks warna merah (r), indeks warna hijau (g), indeks warna biru (b), corak (hue), kejenuhan (saturation), intensitas, dan fitur tekstur (entropi, energi, kontras, dan homogenitas). Tampilan program pengolahan citra terdiri atas menu perintah, gambar obyek, gambar histogram, dan hasil analisis. Tampilan awal program pada saat dieksekusi seperti terlihat pada Gambar 15. Langkah pertama dari program tersebut adalah membuka file citra jeruk dengan format bitmap (*.bmp) pada menu File-Open Image, kemudian pilih file citra yang akan dianalisis, maka akan terlihat tampilan seperti Gambar 16. Gambar 15 Tampilan awal program pengolahan citra.

30 Gambar 16 Tampilan program setelah memilih file untuk dianalisis. Langkah berikutnya adalah proses thresholding untuk memisahkan antara obyek dan latar belakang. Pemilihan nilai threshold disesuaikan sehingga obyek dapat dipisahkan dari latar belakangnya. Dari proses ini akan dihasilkan tiga buah citra baru, yaitu citra warna yang sudah di-threshold, citra abu-abu, dan citra biner. Kemudian untuk menghasilkan citra biner yang bebas dari noise, dilakukan operasi morfologi menggunakan proses opening, closing, dilasi, dan erosi. Caranya adalah dengan mengklik menu Morphology Operation, lalu pilih operasi yang dinginkan sampai menghasilkan citra biner yang bebas dari noise, seperti terlihat pada Gambar 17. Setelah dilakukan proses thresholding, langkah berikutnya adalah menganalisis citra tersebut sehingga diperoleh parameter-parameter visual yang meliputi area, indeks warna merah, indeks warna hijau, indeks warna biru, hue, saturation, intensitas, entropi, energi, kontras, dan homogenitas. Selain itu,

31 histogram yang menunjukkan jumlah piksel dengan intensitas tertentu juga dapat ditampilkan, seperti terlihat pada Gambar 18. Langkah terakhir adalah menyimpan hasil analisis ke dalam sebuah database pada menu File-Save Data Results, sehingga nantinya dapat diolah lebih lanjut. Tampilan data ketika disimpan terlihat seperti pada Gambar 18. Hasil analisis citra jeruk untuk tiap kelas disajikan pada Lampiran 3. Gambar 17 Tampilan program setelah thresholding dan operasi morfologi.

32 Gambar 18 Tampilan program setelah dilakukan analisis. Gambar 19 Tampilan database hasil analisis program pengolahan citra. C. Korelasi Parameter Mutu Hasil Pengukuran Langsung dengan Parameter Visual Hasil Pengolahan Citra Area citra jeruk pontianak mempunyai korelasi yang besar terhadap berat buah jeruk. Korelasi antara area dan berat mempunyai koefisien determinasi (R 2 )

33 sebesar 0.9876 dengan persamaan korelasi berat = 0.0048*area 32.617 atau area = 204.64*berat + 7018.7, seperti terlihat pada grafik Gambar 20. Dari grafik tersebut terlihat bahwa semakin besar area citra buah maka berat buah juga akan semakin besar. Dalam citra berukuran 400 x 300 piksel, area citra buah yang paling besar adalah 53198 piksel dengan berat 234.04 gram, sedangkan area paling kecil 12919 piksel dengan berat 36.2 gram. Area citra jeruk juga berkolerasi besar terhadap diameter rata-ratanya. Semakin besar area citra buah maka diameter buah juga akan semakin besar. Korelasi kedua parameter ini mempunyai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.9772. Persamaan korelasinya adalah diameter = 0.001*area + 31.147 atau area = 1002.5*diameter - 30590, seperti terlihat pada grafik Gambar 21. Dalam citra berukuran 400 x 300 piksel, area citra buah yang paling besar adalah 53198 piksel dengan diameter rata-rata 80.4 mm, sedangkan area paling kecil 12919 piksel dengan diameter rata-rata 40.4 mm. 250 200 y = 0.0048x - 32.617 R 2 = 0.9876 Berat (gram) 150 100 50 0 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 Area (piksel) Gambar 20 Korelasi area citra dan berat buah jeruk.

34 85 80 75 70 y = 0.001x + 31.147 R 2 = 0.9772 Diameter (mm) 65 60 55 50 45 40 35 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 Area (piksel) Gambar 21 Korelasi area citra dan diameter rata-rata buah jeruk. Indeks warna merah, hijau, dan biru serta komponen warna HSI ternyata tidak mempunyai korelasi yang nyata terhadap kekerasan dan total padatan terlarut. Demikian juga dengan korelasi antara fitur tekstur terhadap kekerasan dan total padatan terlarut. Hal ini ditandai dengan kecilnya nilai koefisien determinasi dari parameter-parameter tersebut, seperti terlihat pada Gambar 22, Gambar 23, dan Gambar 24.

35 0.9 0.9 0.8 0.8 0.7 0.7 Kekerasan 0.6 0.5 0.4 Kekerasan 0.6 0.5 0.4 0.3 0.3 R 2 = 0.002 0.2 R 2 = 0.1714 0.1 0.330 0.340 0.350 0.360 0.370 0.380 0.390 0.400 0.410 r 0.2 0.1 30 40 50 60 70 80 90 H 0.9 0.8 0.9 0.8 Kekerasan 0.7 0.6 0.5 0.4 R 2 = 0.0782 Kekerasan 0.7 0.6 0.5 0.4 R 2 = 0.0007 0.3 0.3 0.2 0.2 0.1 0.320 0.330 0.340 0.350 0.360 0.370 0.380 0.1 0.090 0.120 0.150 0.180 0.210 0.240 0.270 g S 0.9 0.9 0.8 0.8 0.7 0.7 Kekerasan 0.6 0.5 0.4 Kekerasan 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 R 2 = 0.1338 0.3 0.2 R 2 = 1E-05 0.1 0.245 0.255 0.265 0.275 0.285 0.295 0.305 b 0.1 50 60 70 80 90 100 I Gambar 22 Korelasi indeks warna rgb dan komponen warna HSI terhadap kekerasan buah jeruk.

36 16 16 15 15 14 14 TPT 13 12 11 R 2 = 0.2302 TPT 13 12 11 R 2 = 0.3359 10 10 9 9 8 8 7 0.330 0.340 0.350 0.360 0.370 0.380 0.390 0.400 0.410 r 7 30 40 50 60 70 80 90 H 16 15 16 15 TPT 14 13 12 11 10 R 2 = 0.325 TPT 14 13 12 11 10 9 8 9 8 R 2 = 0.0433 7 0.325 0.335 0.345 0.355 0.365 0.375 g 7 0.090 0.110 0.130 0.150 0.170 0.190 0.210 0.230 0.250 0.270 S 16 15 16 15 TPT 14 13 12 11 R 2 = 0.0449 TPT 14 13 12 11 R 2 = 0.0006 10 10 9 9 8 8 7 0.245 0.255 0.265 0.275 0.285 0.295 0.305 b 7 50 60 70 80 90 100 I Gambar 23 Korelasi indeks warna rgb dan komponen warna HSI terhadap total padatan terlarut buah jeruk.

37 0.9 16.0 0.8 15.0 Kekerasan 0.7 0.6 0.5 0.4 R 2 = 0.0046 TPT 14.0 13.0 12.0 11.0 10.0 R 2 = 0.0135 0.3 9.0 0.2 8.0 0.1 0.300 0.500 0.700 0.900 1.100 1.300 Entropi 7.0 0.300 0.500 0.700 0.900 1.100 1.300 Entropi 0.9 0.8 16.0 15.0 0.7 14.0 Kekerasan 0.6 0.5 0.4 TPT 13.0 12.0 11.0 10.0 0.3 0.2 R 2 = 0.0008 9.0 8.0 R 2 = 0.0055 0.1 0.050 0.150 0.250 0.350 0.450 0.550 0.650 0.750 Energi 7.0 0.050 0.150 0.250 0.350 0.450 0.550 0.650 0.750 Energi 0.9 0.8 16.0 15.0 0.7 14.0 Kekerasan 0.6 0.5 0.4 0.3 R 2 = 0.0222 TPT 13.0 12.0 11.0 10.0 9.0 R 2 = 0.0055 0.2 8.0 0.1 0.050 0.150 0.250 0.350 0.450 0.550 0.650 0.750 Kontras 7.0 0.050 0.150 0.250 0.350 0.450 0.550 0.650 0.750 Kontras 0.9 0.8 16.0 15.0 0.7 14.0 Kekerasan 0.6 0.5 0.4 TPT 13.0 12.0 11.0 10.0 0.3 0.2 R 2 = 0.0116 9.0 8.0 R 2 = 0.001 0.1 0.780 0.800 0.820 0.840 0.860 0.880 0.900 0.920 0.940 0.960 Homogenitas 7.0 0.780 0.800 0.820 0.840 0.860 0.880 0.900 0.920 0.940 0.960 Homogenitas Gambar 24 Korelasi fitur tekstur terhadap kekerasan dan total padatan terlarut buah jeruk.

D. Penggolongan Kelas Jeruk Pontianak Menurut SNI Berdasarkan Hasil Pengukuran Langsung Buah jeruk pontianak dapat digolongkan menurut SNI berdasarkan berat atau diameternya. Kriteria penggolongan buah jeruk pontianak sesuai SNI berdasarkan berat dan diameternya dapat dilihat pada Tabel 3. Dari uraian sebelumnya telah diperoleh koefisien determinasi antara parameter berat buah dan area citra lebih besar daripada koefisien determinasi antara parameter diameter buah dan area citra. Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya parameter berat buah akan digunakan sebagai kriteria penggolongan kelas menurut SNI. Dari 850 sampel buah jeruk yang digunakan, hasil penggolongan kelas menurut SNI berdasarkan berat buah adalah sebagai berikut: 91 buah jeruk yang masuk ke dalam kelas A, dan 269 buah jeruk yang digolongkan ke kelas B. Buah jeruk yang masuk kelas C ada 467 buah, sedangkan yang masuk kelas D ada 23 buah (Tabel 11). Hasil penggolongan kelas menurut SNI ini apabila dibandingkan dengan penggolongan kelas hasil pemutuan manual dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 25. Tabel 11 Penggolongan kelas hasil pengukuran langsung berdasarkan berat buah menurut SNI Kelas Jumlah (buah) A 91 B 269 C 467 D 23 Total 850 Tabel 12 Penggolongan kelas menurut SNI dan hasil pemutuan manual SNI Pengukuran Manual (berat) Langsung (berat) A B C D E 38 Jumlah A 91 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 91 B 34 (12.6%) 124 (46.1%) 111 (41.3%) 0 (0%) 0 (0%) 269 C 0 (0%) 1 (0.2%) 89 (19.1%) 200 (42.8%) 177 (37.9%) 467 D 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 23 (100%) 23 Jumlah 125 125 200 200 200 850 Keterangan: Tingkat keberhasilan yang dicetak tebal.

39 Dari Tabel 12 terlihat tingkat keberhasilan penggolongan pada kelas A sebesar 100%, kelas B 46.1%, kelas C 19.1%, dan kelas D 0%. Dengan demikian tingkat keberhasilan rata-rata penggolongan kelas ini adalah 41.3%. 250 200 A Berat (gram) 150 100 B C 50 D 0 A B C D E Kelas jeruk pontianak Gambar 25 Penggolongan kelas buah jeruk pontianak hasil pemutuan manual dan perbandingannya dengan kelas menurut kriteria SNI. E. Penggolongan Kelas Jeruk Pontianak Menurut SNI Menggunakan Pengolahan Citra Menurut SNI, jeruk pontianak digolongkan ke dalam empat kelas berdasarkan berat atau diameternya, yaitu kelas A, B, C, dan D (Tabel 3). Dengan menggunakan pengolahan citra, maka penggolongan kelas ini dapat dilakukan dengan menggunakan parameter area citra buah. Area citra buah dapat digunakan untuk penggolongan kelas buah jeruk pontianak dengan terlebih dahulu mengkonversi nilai batas parameter berat ke parameter area citra. Persamaan yang digunakan adalah area = 204.64*berat + 7018.7. Kriteria penggolongan kelas berdasarkan berat menurut SNI dan hasil konversi ke area citra dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Kriteria kelas jeruk pontianak (SNI 01-3165-1992) berdasarkan berat dan hasil konversinya ke area citra Kelas Berat (gram/buah) Area citra (piksel) A 151 37919 B 101-150 27687-37715 C 51-100 17455-27483 D 50 17251 40 Dari 850 sampel buah jeruk yang digunakan, ada 45 buah jeruk hasil penggolongan menggunakan pengolahan citra (area) yang tidak sesuai dengan penggolongan hasil pengukuran secara langsung (berat). Hasil penggolongan kelas menurut SNI menggunakan pengolahan citra dengan hasil pengukuran langsung disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 26. Dari Tabel 14 terlihat tingkat keberhasilan penggolongan pada kelas A sebesar 87.9%, kelas B 98.5%, kelas C 94.0%, dan kelas D 100%. Dengan demikian tingkat keberhasilan rata-rata penggolongan ini adalah 95.1%. Tabel 14 SNI Pengukuran Penggolongan kelas menggunakan pengolahan citra dengan hasil pengukuran langsung berdasarkan berat buah Pengolahan Citra (area) Langsung (berat) A B C D Jumlah A 80 (87.9%) 11 (12.1%) 0 (0%) 0 (0%) 91 B 0 (0%) 265 (98.5%) 4 (1.5%) 0 (0%) 269 C 0 (0%) 14 (3.0%) 439 (94.0%) 14 (13.0%) 467 D 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 23 (100%) 23 Jumlah 80 290 443 37 850 Keterangan: Tingkat keberhasilan yang dicetak tebal. Dari tabel diatas terlihat ada 91 buah jeruk yang seharusnya masuk ke dalam kelas A sesuai SNI, tapi hanya 80 buah yang dimasukkan ke dalam kelas A oleh pengolahan citra, sedangkan 11 buah dimasukkan ke dalam kelas B. Ada 269 buah jeruk yang seharusnya digolongkan kelas B sesuai SNI, namun oleh pengolahan citra digolongkan kelas B 265 buah dan kelas C 4 buah. Pada penggolongan kelas C, ada 467 buah jeruk yang seharusnya masuk kelas C sesuai SNI, namun oleh pengolahan citra sebanyak 439 buah dimasukkan ke dalam kelas

41 C, sedangkan sisanya masuk ke dalam kelas B dan D masing-masing sebanyak 14 buah. Penggolongan kelas D menghasilkan tingkat keberhasilan terbesar (100%). Dari 23 buah jeruk yang seharusnya masuk kelas D, semuanya masuk ke dalam kelas D menggunakan pengolahan citra. 250 200 A Berat (gram) 150 100 B C 50 D 0 A B C D Kelas Jeruk Pontianak Gambar 26 Penggolongan kelas buah jeruk pontianak hasil pengolahan citra dan perbandingannya dengan kelas menurut kriteria SNI. Tingkat keberhasilan rata-rata penggolongan kelas menggunakan pengolahan citra belum sepenuhnya 100%. Hal ini mungkin dikarenakan proses thresholding untuk memperoleh citra biner yang kurang sempurna, sehingga nilai area citra yang diperoleh tidak sesuai dengan yang seharusnya. F. Penggolongan Warna Kulit Buah Jeruk Pontianak Menggunakan Pengolahan Citra Pemutuan buah jeruk pontianak selama ini dilakukan oleh petani jeruk secara manual dan hanya berdasarkan ukuran buah (berat atau diameter). Pemutuan manual ini tidak memperhatikan warna kulit buah sehingga hasil

42 pemutuan menjadi kurang seragam baik dalam hal ukuran maupun warna buah. Hal ini terbukti dengan adanya hasil pemutuan manual pada kelas yang sama namun ukuran buah berbeda dan warna kulit buah beragam (hijau, hijau kekuningan, dan kuning). Jika pemutuan buah jeruk pontianak dilakukan dengan memperhatikan parameter warna kulit buah, selain parameter ukuran, tentu akan diperoleh hasil pemutuan yang lebih seragam, baik dari segi ukuran maupun warna kulit buah Pada umumnya, para konsumen jeruk akan lebih memilih buah jeruk dengan ukuran yang besar dan warna kulit buah kuning. Para konsumen jeruk berasumsi bahwa jeruk yang kulit buahnya berwarna kuning akan mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan dengan jeruk yang kulit buahnya berwarna hijau. Di samping itu, apabila buah jeruk dikemas dalam sebuah kemasan dengan ukuran dan warna yang seragam, tentu hal ini akan lebih menarik perhatian konsumen. Apabila pemutuan dengan parameter ukuran buah dan warna kulit dilakukan secara manual, tentu akan sangat melelahkan dan hasil pemutuannya tidak dapat dijamin menjadi seragam. Namun dengan menggunakan pengolahan citra, hal ini dapat dilakukan. Berdasarkan visual wana kulitnya, buah jeruk pontianak dapat digolongkan ke dalam tiga macam warna, yaitu hijau, hijau kekuningan, dan kuning. Contoh jeruk dengan visual warna kulit hijau, hijau kekuningan, dan kuning dapat dilihat pada Gambar 27, Gambar 28, dan Gambar 29. Gambar 27 Contoh jeruk dengan kategori warna kulit hijau.

43 Gambar 28 Contoh jeruk dengan kategori warna kulit hijau kekuningan. Gambar 29 Contoh jeruk dengan kategori warna kulit kuning. Dari hasil analisis penggolongan buah jeruk pontianak berdasarkan visual warna kulitnya, ternyata parameter indeks warna merah (r) memberikan hasil penggolongan terbaik dengan tingkat keberhasilan sebesar 94%. Sampel jeruk yang digunakan berjumlah 150 buah, yang terdiri atas jeruk dengan kulit hijau, kulit hijau kekuningan, dan kulit kuning masing-masing sebanyak 50 buah. Tingkat keberhasilan penggolongan ini dengan parameter warna hasil pengolahan citra disajikan pada Tabel 15. Dengan menggunakan parameter indeks warna merah (r) diperoleh nilai batas antar kategori warna kulit buah jeruk seperti terlihat pada Tabel 16. Hasil penggolongan buah jeruk pontianak berdasarkan visual kulitnya dengan menggunakan parameter ini dapat dilihat pada Gambar 30.

Tabel 15 Tingkat keberhasilan penggolongan kelas jeruk pontianak berdasarkan visual warna kulitnya menggunakan pengolahan citra Hijau Tingkat keberhasilan Parameter penggolongan Hijau Kuning kekuningan rata-rata Indeks warna merah (r) 49 (98%) 42 (84%) 50 (100%) 94% Indeks warna hijau (g) 45 (90%) 15 (30%) 41 (82%) 67% Indeks warna biru (b) 43 (86%) 29 (58%) 36 (72%) 72% Rasio merah-hijau (R/G) 49 (98%) 32 (64%) 48 (96%) 86% Rasio merah-biru (R/B) 48 (96%) 40 (80%) 44 (88%) 88% Rasio hijau-biru (G/B) 28 (56%) 10 (20%) 30 (60%) 45% Corak (hue) 48 (96%) 28 (56%) 46 (92%) 81% Kejenuhan (saturation) 43 (86%) 29 (58%) 36 (72%) 72% Intensitas (intensity) 39 (78%) 16 (32%) 28 (56%) 55% Rasio corak-kejenuhan (H/S) 48 (96%) 33 (66%) 49 (98%) 87% Rasio corak-intensitas (H/I) 48 (96%) 40 (80%) 47 (94%) 90% Rasio kejenuhan-intensitas (S/I) 37 (74%) 25 (50%) 40 (80%) 68% Tabel 16 Nilai batas indeks warna merah (r) untuk penggolongan buah jeruk berdasarkan visual kulitnya Hijau Hijau kekuningan Kuning Batas atas 0.3677 0.3807 - Batas bawah - 0.3677 0.3807 44 0.4100 0.4000 0.3900 Kuning r 0.3800 0.3700 Hijau kekuningan 0.3600 0.3500 Hijau 0.3400 0.3300 Hijau Hijau kekuningan Kuning Warna kulit jeruk Gambar 30 Penggolongan buah jeruk berdasarkan kulit buah menggunakan parameter indeks warna merah.

45 G. Algoritma Pemutuan Buah Jeruk Pontianak Menggunakan Pengolahan Citra Berdasarkan Area dan Warna Berdasarkan hasil penggolongan dengan parameter berat dan warna kulit buah, maka dapat dibuat suatu pemutuan jeruk pontianak yang baru dengan menggunakan kedua parameter tersebut. Dengan menggunakan kedua parameter ini, maka dapat dibuat 12 tingkat mutu yang baru (Tabel 6). Pemutuan dengan pengolahan citra ini menggunakan parameter area berdasarkan berat buah sesuai kriteria SNI jeruk dan indeks warna merah (r) digunakan untuk menggolongkan jeruk pontianak berdasarkan warna kulitnya. Kriteria nilai area dan indeks warna merah untuk pemutuan dengan pengolahan citra ini dapat dilihat pada Tabel 17 sedangkan diagram alir algoritma pemutuannya disajikan pada Gambar 31. Tabel 17 Kriteria area citra dan indeks warna merah untuk pemutuan jeruk pontianak Mutu Area citra (A) Kriteria Indeks warna merah (r) A1 A 37919 r 0.3807 A2 A 37919 0.3677 < r < 0.3807 A3 A 37919 r 0.3677 B1 27687 A < 37919 r 0.3807 B2 27687 A < 37919 0.3677 < r < 0.3807 B3 27687 A < 37919 r 0.3677 C1 17455 A < 27687 r 0.3807 C2 17455 A < 27687 0.3677 < r < 0.3807 C3 17455 A < 27687 r 0.3677 D1 A 17455 r 0.3807 D2 A 17455 0.3677 < r < 0.3807 D3 A 17455 r 0.3677

46 Mulai Sampel Jeruk r 0.3807 Y Grade=A1 N A 37919 Y 0.3677 < r < 0.3807 Y Grade=A2 N N Grade=A3 r 0.3807 Y Grade=B1 N 27687 A < 37919 Y 0.3677 < r < 0.3807 Y Grade=B2 N N Grade=B3 r 0.3807 Y Grade=C1 N 17455 A < 27687 Y 0.3677 < r < 0.3807 Y Grade=C2 N N Grade=C3 r 0.3807 Y Grade=D1 N 0.3677 < r < 0.3807 Y Grade=D2 Selesai N N Grade=D3 Y Selesai Gambar 31 Diagram alir algoritma pemutuan dengan pengolahan citra untuk jeruk pontianak.

47 H. Perbandingan Pemutuan Jeruk Pontianak Menggunakan Pengolahan Citra dengan Pemutuan Manual Dari uraian diatas, telah disebutkan bahwa pemutuan manual dilakukan oleh petani jeruk dengan cara menduga ukuran buah jeruk pontianak kemudian digolongkan ke dalam lima kelas, yaitu kelas A, B, C, D, dan E. Ukuran buah jeruk hasil pemutuan manual ini tidak sesuai dengan ukuran buah jeruk yang disyaratkan SNI. Selain itu, pemutuan ini juga tidak memperhatikan warna kulit buah. Pemutuan jeruk pontianak dengan pengolahan citra diusulkan sebagai bentuk pemutuan yang baru yang lebih baik daripada pemutuan manual. Pemutuan dengan pengolahan citra ini menggunakan parameter area dan indeks warna merah, sehingga nantinya bisa diperoleh hasil pemutuan yang ukuran dan warna kulit buah jeruk yang lebih seragam. Jadi, keunggulan pemutuan yang diusulkan menggunakan pengolahan citra dibandingkan dengan pemutuan manual adalah sebagai berikut: 1. Lebih seragam dari segi ukuran dan warna kulit buah. 2. Ukuran buah sesuai dengan ukuran kriteria SNI. Ilustrasi perbedaan pemutuan manual dengan pemutuan yang baru dapat dijelaskan pada Gambar 32 sampai dengan Gambar 38 di bawah ini. Pada Gambar 32 ditunjukkan hasil pemutuan jeruk pontianak secara manual oleh petani yang masuk kategori kelas E. Walaupun masuk dalam kelas yang sama, dari gambar tersebut terlihat ada perbedaan ukuran dan warna kulit buah antara jeruk yang satu dengan jeruk yang lain. Dengan menggunakan sampel yang sama, hasil pemutuan yang baru menggunakan pengolahan citra dapat membedakan jeruk-jeruk tersebut menjadi 6 kelas mutu yang baru, yaitu C1, C2, C3, D1, D2, dan D3. Meskipun oleh petani sampel jeruk-jeruk tersebut semuanya dimasukkan ke dalam kelas E, namun berdasarkan hasil pengukuran ukuran buah dengan parameter area sesuai kriteria SNI, jeruk-jeruk tersebut masuk dalam kelas C dan D. Dengan menggunakan algoritma pemutuan yang baru, sampel jeruk yang masuk ke dalam mutu C1 adalah jeruk E103, E104, E113, dan E142 (Gambar 33). Jeruk-jeruk yang masuk mutu C2 adalah E110, E115, E121, dan E123, sedangkan yang masuk mutu C3

48 adalah jeruk E100, E101, E105, dan E143, seperti terlihat pada Gambar 34 dan Gambar 35. Pada Gambar 36, jeruk E128, E129, E35, dan E191 oleh pemutuan yang baru digolongkan ke mutu D1, sedangkan jeruk E13, E163, E173, dan E22 masuk mutu D2 (Gambar 37). Pada Gambar 38, jeruk E127, E170, E21, dan E85 digolongkan ke mutu D3 oleh pemutuan yang baru. E13 E21 E22 E35 E85 E100 E101 E103 E104 E105 E110 E113 E115 E121 E123 E127 E128 E129 E142 E143 E163 E170 E173 E191 Gambar 32 Hasil pemutuan manual jeruk pontianak oleh petani untuk kategori kelas E. Terlihat variasi warna kulit sangat jelas.

49 Mutu C1 E103 E104 E113 E142 Gambar 33 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk mutu C1. Terlihat warna kulit buah kuning dan seragam. Mutu C2 E110 E115 E121 E123 Gambar 34 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk mutu C2. Terlihat warna kulit buah hijau kekuningan dan seragam. Mutu C3 E100 E101 E105 E143 Gambar 35 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk untuk mutu C3. Terlihat warna kulit buah hijau dan seragam. Mutu D1 E128 E129 E35 E191 Gambar 36 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk untuk mutu D1. Terlihat warna kulit buah kuning dan seragam.

50 Mutu D2 E13 E163 E173 E22 Gambar 37 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk mutu D2. Terlihat warna kulit buah hijau kekuningan dan seragam. Mutu D3 E127 E170 E21 E85 Gambar 38 Hasil pemutuan jeruk pontianak menggunakan pengolahan citra untuk mutu D3. Terlihat warna kulit buah hijau dan seragam. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, jumlah sampel buah jeruk yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 850 buah. Jeruk-jeruk tersebut digolongkan secara manual ke dalam lima kelas oleh petani jeruk, yaitu kelas A sebanyak 125 buah, kelas B 125 buah, kelas C 200 buah, kelas D 200 buah, dan kelas E 200 buah. Dengan menggunakan sampel yang sama, pemutuan dengan menggunakan algoritma pemutuan yang diusulkan menghasilkan penggolongan buah jeruk ke dalam 12 tingkat mutu. Jumlah buah jeruk dalam masing-masing mutu adalah sebagai berikut: mutu A1 sebanyak 12 buah, mutu A2 36 buah, mutu A3 38 buah, mutu B1 55 buah, mutu B2 122 buah, mutu B3 110 buah, mutu C1 150 buah, mutu C2 140 buah, mutu C3 150 buah, mutu D1 21 buah, mutu D2 12 buah, dan mutu D3 4 buah.