KAJIAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI PENGHAMPARAN CAMPURAN AC-WC GRADASI KASAR DENGAN JOB MIX FORMULA

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PERBANDINGAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI CAMPURAN AC-WC GRADASI KASAR DENGAN CAIRAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN BENSIN

KAJIAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI PENGHAMPARAN DAN MIX DESIGN PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (ACWC) GRADASI HALUS

PERBANDINGAN KADAR ASPAL HASIL EKTRAKSI PADA CAMPURAN ASPAL AC-BC

PERBANDINGAN KADAR PORI AGREGAT CAMPURAN AC-WC SEBELUM DAN SETELAH EKSTRAKSI Muthia Anggraini 1, 1

PENGARUH SIFAT FISIK AGREGAT TERHADAP RONGGA DALAM CAMPURAN BERASPAL PANAS

EVALUASI KARAKTERISTIK CAMPURAN LASTON AC - WC

PENGARUH POROSITAS AGREGAT TERHADAP BERAT JENIS MAKSIMUM CAMPURAN

EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN. Asrul Arifin ABSTRAK

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM

PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT GABUNGAN CAMPURAN AC-WC SEBELUM DAN SETELAH PENGHAMPARAN DENGAN JOB MIX FORMULA

Evaluasi Kondisi Struktur Perkerasan Landas Pacu Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan kebutuhan hidup dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Djoko Sulistiono, Amalia FM, Yuyun Tajunnisa Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA. 1. Bina Marga Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Beton. Saringan Agregat Halus Dan Kasar, SNI ;SK SNI M-08-

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP JULIE-CVL 11

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH STEEL SLAG DALAM CAMPURAN AC-WC SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR No. ½ DAN No. 8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK KERAMIK SEBAGAI TAMBAHAN AGREGAT HALUS DALAM CAMPURAN ASPAL

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

NASKAH SEMINAR INTISARI

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN LAPISAN TIPIS ASPAL BETON (HOT ROLLED SHEET-WEARING COURSE)

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT MIX ASPAL UNTUK LAPISAN PERMUKAAN AC-WC DENGAN STANDAR KEPADATAN MUTLAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.3 Maret 2015 ( ) ISSN:

PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON

STUDI PENENTUAN JOB MIX DESAIN PERKERASAN LENTUR DENGAN MEMANFAATKAN ASPAL DAUR ULANG / RAP (RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT) ABSTRAK

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

STUDI PENGARUH WAKTU CURING TERHADAP PARAMETER MARSHALL CAMPURAN AC - WC FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL

PERENCANAAN CAMPURAN ASPAL BETON AC-BC DENGAN FILLER ABU SEKAM PADI, PASIR ANGGANA, DAN SPLIT PALU ABSTRACT

KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE (HRS WC) PADA PEMADATAN DI BAWAH SUHU STANDAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN BONGKARAN LAPISAN PERMUKAAN PERKERASAN ASPAL SEBAGAI CAMPURAN HRS

Lampiran 1. Hasil Uji Agregat Kasar Dengan Mesin Impact Test

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas.

PENGARUH KANDUNGAN AIR HUJAN TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK MARSHALL DAN INDEKS KEKUATAN SISA (IKS) CAMPURAN LAPISAN ASPAL BETON (LASTON)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah.(1998):Pemanfaatan Asbuton untuk Lasbutag dan Latasbusir, Direktorat

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

PENGARUH PENAMBAHAN SABUT KELAPA TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT ALAM TERHADAP KARAKTERISTIK CAMPURAN WARM MIXED ASPHALT

PENGARUH PERENDAMAN BERKALA PRODUK MINYAK BUMI TERHADAP DURABILITAS CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT IJUK TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

Transkripsi:

KJIN KDR SPL HSIL EKSTRKSI PENGHMPRN CMPURN C-WC GRDSI KSR DENGN JOB MIX FORMUL Muthia nggraini 1, Sugeng Wiyono 2, dan rhan Wanim 3 1 Teknik Sipil Universitas Lancang Kuning 2 dan 3 Program Pasca Sarjana Universitas Islam Riau thia.laziva@yahoo.com BSTRK Dengan dikeluarkan spesifikasi umum 2010 (revisi 2) Direktoral Jendral Bina Marga, dimana sistem pembayaran aspal dilakukan secara terpisah antara pembayaran aspal dengan pembayaran agregat. Kehilangan hasil ekstraksi kadar aspal menjadi permasalahan dilapangan bagi pihak pelaksana pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah: membandingkan kadar aspal hasil ekstraksi di MP, saat penghamparan (di belakang asphalt finisher) dan setelah pemadatan lapangan dengan kadar aspal JMF, dan pengaruh filler terhadap kadar aspal hasil ekstraksi, membandingkan pengaruh penggunaan pertamax plus sebagai pelarut dalam ekstraksi kadar aspal, dibanding dengan menggunakan bensin pada agregat quarry yang sama. Metode yang digunakan dengan cara ekstraksi menggunakan alat centrifuge extractor dan pertamax plus sebagai pelarutnya. Berdasarkan hasil penelitian terjadi penurunan hasil ekstraksi dengan nilai di MP 5,54%, di belakang finisher 5,47%, dari core 5,36% dengan kadar aspal JMF 5,56%, dengan deviasi di MP -0,02%, di belakang finisher -0,09%, dan core -0,2%, tetapi masih memenuhi syarat spesifikasi 2010 revisi 2 yaitu ± 0,3%. Dan nilai filler setelah ekstraksi mengalami peningkatan dari nilai filler JMF dengan nilai rata-rata deviasi 1,35%. Dengan menggunakan pelarut pertamax plus lebih menghasilkan kadar aspal yang lebih banyak dari bensin, dimana kadar aspal rata-rata dengan pelarut bensin dari MP 5,51%, di belakang finisher 5,46%, dari core 5,34%. Dengan deviasinya -0,03% pada MP, -0,01% di belakang finisher, dan - 0,02% dari core. Dari pengujian perbandingan hasil ekstraksi dapat disimpulkan kadar aspal dari MP lebih besar dari finisher, dan lebih besar dari core, dan kadar filler menjadi bertambah setelah ekstraksi. Ini membuktikan bahwa aspal masih meresap kedalam pori agegat. Dengan pelarut pertamax plus lebih banyak melarutkan aspal dibandingkan dengan bensin. Sehingga disarankan untuk menggunakan pelarut yang mengandung oktan yang lebih tinggi dari pertamax plus sebagai bahan ekstraksi. Kata kunci: Ekstraksi Kadar spal, Filler, Pelarut Pertamax Plus 1. PENDHULUN Dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi jalan, pihak pelaksana pekerjaan dan konsultan pengawas yang ditunjuk oleh pihak owner untuk melaksanakan suatu pekerjaan konstruksi yang diikat dalam kontrak, melakukan pekerjaan berdasarkan fungsinya masing-masing yang harus bekerja sesuai dengan spesifikasi umum yang telah dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Ekstraksi kadar aspal sering menjadi permasalahan dalam pengujian dilapangan, dimana terjadi kehilangan kadar aspal yaitu kadar aspal dilapangan tidak sesuai atau kurang dari kadar aspal job mix formula. Semenjak diterbitkannya surat Edaran Direktorat Jenderal Bina Marga No.17/SE/Db/2012 tanggal 21 November 2012 perihal penyampaian buku dokumen pengadaan pekerjaan fisik spesifikasi umum 2010 (revisi 2) untuk pekerjaan konstruksi (pemborongan) jalan dan jembatan, dimana sistem pembayaran aspal dilakukan secara terpisah antara pembayaran aspal dengan pembayaran agregat, sedangkan pada spesifikasi 2006 pembayaran aspal satuan pengukurannya dalam ton dan digabung untuk aspal dan agregat. Hal ini menjadi permasalahan bagi pihak pelaksana pekerjaan, ditambah dengan berkurangnya hasil ekstraksi kadar aspal dengan JMF. Pada Spesifikasi Umum 2010 revisi 2 (dua) menjelaskan mengenai benda uji inti ( core ) tidak boleh digunakan untuk pengujian ektraksi. Uji ektraksi harus dilakukan menggunakan benda uji campuran beraspal 96

gembur yang diambil di belakang mesin penghampar ( spesifikasi 2010, divisi 6,subbab 6.3.7 poin 3d ). Hal ini menjadi permasalahan dari pihak pelaksana pekerjaan, karena biasanya uji ektraksi diambil dari uji inti ( core ). Untuk bahan pelarut ekstraksi biasanya yang digunakan dilapangan adalah dengan menggunakan bensin. Pada penelitian ini penulis menggunakan pertamax plus sebagai pelarut ekstraksi kadar aspal. Dimana pertamax plus memiliki kadar oktan yang lebih tinggi yaitu 95 dibandingkan dengan bensin yang hanya 88. Campuran C-WC yang digunakan adalah campuran C-WC gradasi kasar sesuai dengan spesifikasi 2010 revisi 2. Dengan menggunakan pelarut pertamax plus sebagai ekstraksi kadar aspal campuran C-WC gradasi kasar berapa persen kehilangan kadar aspal dari kadar aspal JMF. Dari permasalahan diatas penulis ingin mengkaji penyebab berkurangnya kadar aspal setelah dilakukan ekstraksi pada campuran C-WC gradasi kasar pada MP, saat penghamparan (di belakang asphalt finisher) dan setelah pemadatan lapangan (hasil core), dengan menggunakan pertamax plus sebagai pelarutnya. Judul dari penelitian ini adalah ini Kajian Kadar spal Hasil Ektraksi Penghamparan Campuran C-WC Gradasi Kasar Dengan Job Mix Formula. Uji ekstraksi aspal mutlak dilakukan. Kadar aspal mempengaruhi durabilitas atau keawetan aspal tersebut. Durabilitas aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran aspal, kepadatan aspal dan kedap airnya campuran (Sukirman, 2003). Dimana toleransi kadar aspal yang disyaratkan kepada Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua) adalah ± 0,3% dari berat total campuran. Penelitian Perbedaan Kadar spal Optimum ntara JMF Dan Hasil Ekstraksi Pada Benda Uji Perkerasan Hot Mix (ndrie dkk,2010). Penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui persentase kehilangan kadar aspal di lapangan, karakteristik campuran aspal, dan faktor-faktor kehilangan kadar aspal. Kadar spal Optimum JMF jenis perkerasan C-L Merakindo dan Tripalindo besarnya 5,6%. Hasil pengujian ekstraksi Core Drill lapangan sama sebesar 5,6%. Ekstraksi sample sesuai Core Drill lapangan sebesar 5,8% untuk Merakindo dan 5,7% untuk Tripalindo. Penelitian Evaluasi Karakteristik Campuran C-WC (Shamier,2010). Dalam penelitian ini dilakukan suatu kegiatan studi kendali mutu dari salah satu jenis perkerasan jalan yaitu lapis tambahan perkerasan lentur (Flexible Pavement) dengan dilakukan kegiatan Coring dengan menggunakan alat Core Drill. Lapisan perkerasan yang akan diperiksa yaitu lapisan Laston C-WC diatas perkerasan lentur jalan lama. Dalam pelaksanaannya akan diperiksa nilai ketebalan, kepadatan, kadar aspal dan gradasi agregat. Untuk pengujian Kadar spal dilakukan dengan menggunakan alat Soklet berdasarkan SNI 03-3640-1994. Hasil pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan spesifikasi yang direncanakan. Penelitian nalisa Gradasi gregat Gabungan Laston Binder Pada Ruas Jalan Simpang Kakah-Simpang Blahbatuh (Wirahaji,2011). Penelitiannya mengenai evaluasi terhadap kadar aspal (optimum) dan gradasi agregat gabungan dilakukan melalui extraction test. Pemeriksaan ini memisahkan material aspal dan material agregat, dapat dilakukan pada campuran yang belum dan yang sudah dipadatkan. Hasil evaluasi kadar aspal dibandingkan kadar aspal (optimum) pada JMF 6.20% pada campuran yang belum dipadatkan adalah 6.23% dengan deviasi + 0.03%, dan campuran yang sudah dipadatkan adalah 6.22%, deviasi 0.02%. Sedangkan hasil evaluasi gradasi agregat gabungan untuk campuran yang belum dipadatkan mempunyai deviasi 5.38% terhadap gradasi agregat gabungan JMF, dan pada campuran yang sudah dipadatkan didapatkan deviasi 4.20%. Penelitian Evaluasi Variasi Bahan Pelarut Untuk penentuan Kadar spal Optimum (Hadijah,2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode-metode, bahan-bahan pelarut yang sesuai didalam pengujian ekstraksi kadar aspal untuk dilakukan dilapangan (proyek). Dalam pelaksanaan pengujian ini digunakan dua alat yaitu alat Soklet dan alat Centrifuge dengan menggunakan tiga bahan pelarut yaitu : Trichlor Ethylene, Bensin dan Minyak Tanah, dengan menggunakan benda uji berasal dari pusat pencampur (MP) yang tidak dipadatkan. Dari hasil penelitian tampak bahwa, pengujian ekstraksi kadar aspal yang sesuai digunakan di lapangan (proyek) adalah dengan alat Centrifuge dengan bahan pelarut bensin dengan tingkat ketelitian memenuhi persyaratan dan tingkat kemudahan alat untuk dibawa ke lapangan (proyek) serta bahan pelarut mudah didapat. Hasilnya didapatkan kadar aspal rata-rata 5,61% (dengan mineral dalam 97

larutan) dan 5,83% tanpa mineral dalam larutan sedangkan kadar aspal dari Job Mix formula (JMF = 5,90%). Toleransi yang diberikan menurut buku 3 spesifikasi Bina Marga adalah ±0,30%. Penelitian Pengaruh Porositas gregat Terhadap Berat Jenis Maksimum Campuran (Toruan, 2013). Penelitian ini disebutkan bahwa semua agregat adalah porus.keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap oleh agregat. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa semakin besar nilai porositas agregat maka berat jenis dari agregat itu semakin kecil sehingga berat jenis maksimum campuran menjadi semakin kecil sedangkan semakin kecil nilai Porositas agregat maka berat jenis dari agregat itu semakin besar sehingga Berat jenis maksimum campuran menjadi semakin besar.penelitian ini juga menyarankan agar dalam perencanaan campuran beraspal panas sebaiknya menggunakan agregat yang memiliki nilai porositas yang kecil. Rumus untuk menentukan kadar aspal hasil ekstraksi adalah sebagai berikut: H ( E + D) = (1) dengan: H = kadar aspal sampel = Berat sample sebelum ekstraksi (gram) D = Berat masa dari kertas filter (gram) E = Berat samplesetelah ekstraksi (gram) Rumus yang digunakan untuk pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar adalah: 1. Berat jemis curah kering (sd) sd ( B C) = (2) dengan: adalah berat benda uji kering oven (gram) B adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan di udara (gram) C adalah berat benda uji dalam air (gram) 2. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) Ss Ss B ( B C) = (3) 3. Berat jenis semu (Sa) Sa ( C) = (4) 4. Penyerapan air (Sw) Sw B = (5) Rumus yang digunakan untuk pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus adalah: 1. Berat jenis curah kering (Sd) Sd B + S C = (6) dengan: adalah berat benda uji kering oven (gram) B adalah berat piknometer yang berisi air (gram) C adalah berat piknometer dengan benda uji dan air sampai batas pembacaan (gram) S adalah berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram) 2. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) Ss S Ss = B + S C 98 (7)

3. Berat jenis semu (Sa) Sa B + C = (8) 4. Penyerapan air (Sw) Sw S = (9) Rumus untuk menentukan kadar aspal hasil ekstraksi adalah sebagai berikut : H ( E + D) = (10) Dengan: H = kadar aspal sampel = Berat sample sebelum ekstraksi (gram) D = Berat masa dari kertas filter (gram) E = Berat samplesetelah ekstraksi (gram) 2. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pengujian di laboratorium dan pengujian di lapangan. Tahapan pelaksanaan yang akan dilakukan meliputi persiapan bahan dan alat, pengujian yang dilakukan yaitu pengujian kadar pori agregat kasar (SNI 1969:2008), pengujian kadar pori agregat halus (SNI 1970:2008), pengujian kadar aspal hasil ekstraksi (SNI 03-6894-2002) untuk benda uji di sphalt Mixing Plant (MP), benda uji dibelakang asphalt finisher dan benda uji setelah pemadatan lapangan (dari hasil core). Data yang diperoleh harus memenuhi syarat menurut spesifikasi umum Bina Marga 2010 revisi 2 (dua). Untuk bahan pelarut yang digunakan menggunakan Pertamax Plus, hasil ekstraksi kadar aspal dari masing-masing benda uji dibandingkan dengan hasil ekstraksi kadar aspal menggunakan pelarut bensin analisa hasil tesis Fitri (2014). Dari data gradasi hasil ekstraksi diperoleh berat agregat yang lolos saringan #200. gregat tersebut dinalisa apakah beratnya lebih besar atau lebih kecil dari gradasi gabungan filler di JMF. 3. HSIL DN PEMBHSN Hasil rekapitulasi pengujian ekstraksi kadar aspal dengan menggunakan pelarut pertamax plus pada masingmasing benda uji dapat dilihat pada tabel 6, dari hasil pengujian yang didapat, pada gambar 1 terlihat bahwa nilai kadar aspal dari Core kecil dari finisher, dan kecil dari MP. Sehingga dapat dibuat rumusan kadar aspal (K) hasil ekstraksi sebagai berikut: Hasil yang didapat adalah: No Benda Uji Tabel 1. Rekapitulasi Perbandingan Kadar spal Hasil Ekstraksi MP K mix design (MP) > K saat penghamparan > K core Kadar spal Hasil Ekstraksi Finisher Rata-rata: 5,54% > 5,47% > 5,36% Core Ratarata Kadar aspal JMF Deviasi Toleransi Spek Keterangan 1 Sample -1 5,57 5,47 5,36 5,47 5,56 0,09 ± 0,3 Memenuhi 2 Sample -2 5,58 5,43 5,30 5,44 5,56 0,12 ± 0,3 Memenuhi 3 Sample -3 5,53 5,56 5,28 5,46 5,56 0,10 ± 0,3 Memenuhi 4 Sample -4 5,56 5,42 5,41 5,46 5,56 0,10 ± 0,3 Memenuhi 5 Sample -5 5,49 5,38 5,40 5,42 5,56 0,14 ± 0,3 Memenuhi 6 Sample -6 5,51 5,55 5,38 5,48 5,56 0,08 ± 0,3 Memenuhi Rata-rata 5,54 5,47 5,36 5,45 5,6 0,11 99

Gambar 1. Kadar spal Hasil Ekstraksi dari MP, Finisher, dan Core Kadar aspal MP lebih besar dari kadar aspal finisher dan core, dimana terjadi deviasi sebesar -0,07% antara kadar aspal MP dengan kadar aspal dari finisher (saat penghamparan), dan deviasi sebesar -0,11% antara kadar aspal dari finisher (saat penghamparan) dengan kadar aspal hasil core. Ini disebabkan karena aspal dari MP merupakan aspal gembur yang baru selesai diolah dari MP, sehingga waktu dilakukan ekstraksi pengaruh kehilangan kadar aspal lebih kecil karena aspal belum meresap kedalam pori-pori agegat. Sedangkan pada finisher kadar aspal yang didapat kecil dari MP. Diakibatkan karena proes pengakutan aspal dari MP menuju lokasi, ditambah dengan proses penghamparan dengan mesin penghampar (asphalt finisher) akibatnya aspal mulai meresap kedalam pori-pori agregat, sehingga hasil pengujian ekstraksi kadar aspal dari finisher kecil dari MP. Untuk sampel core hasil ekstraksi kadar aspal kecil dari MP dan finisher, disebabkan karena beban lalu lintas yang melintasi jalan tersebut, ditambah dengam jarak waktu pengambilan sampel dari waktu pelaksanaan penghamparan. kibatnya aspal makin meresap kedalam poripori agregat. Perbandingan pertamax plus sebagai pelarut dalam ekstraksi kadar aspal, dapat melarutkan lebih banyak aspal dibanding menggunakan bensin, dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Kadar spal Dengan Pelarut Pertamax Plus dan Bensin Hasil Ekstraksi Pelarut Pertamax Plus Hasil Ekstraksi Pelarut Bensin* No Benda Uji MP Finisher Core Rata-rata MP Finisher Core Rata-rata 1 Sample -1 5,57 5,47 5,36 5,47 5,53 5,44 5,35 5,44 2 Sample -2 5,58 5,43 5,30 5,44 5,56 5,40 5,34 5,43 3 Sample -3 5,53 5,56 5,28 5,46 5,46 5,54 5,4 5,47 4 Sample -4 5,56 5,42 5,41 5,46 5,51 5,56 5,28 5,45 5 Sample -5 5,49 5,38 5,40 5,42 5,57 5,37 5,37 5,44 6 Sample -6 5,51 5,55 5,38 5,48 5,45 5,46 5,29 5,40 Rata-rata 5,54 5,47 5,36 5,45 5,51 5,46 5,34 5,44 Pertamax plus yang memiliki kandungan oktan yang tinggi yaitu 95, jika digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi kadar aspal akan menghasilkan nilai kadar aspal yang lebih banyak dari bensin. Pelarut pertamax plus lebih melarutkan aspal dibandingkan dengan bensin, dibuktikan dengan hasil ekstraksi pelarut pertamax plus lebih tinggi dari bensin. Nilai ekstraksi kadar aspal pelarut pertamax plus sampel dari MP 5,54%, untuk bensin 5,51% dengan deviasi -0,03%. Kadar aspal pelarut pertamax plus sampel dari finisher 5,47%, untuk bensin 5,46% dengan deviasi -0,01%. Dan kadar aspal pelarut pertamax plus sampel dari core 5,36%, untuk bensin 5,34% dengan deviasi -0,02%. Pelarut yang memiliki oktan yang tinggi akan melarutkan aspal lebih sempurna, karena aspal yang memiliki kandungan sphaltenes dan maltenes sphaltenes yang mudah larut dalam heptana, digabung dengan oktana akan mengalami pembakaran dengan sempurna, dimana kelemahan heptana yang dapat terbakar spontan dapat diatasi dengan kelebihan dari oktana yang tidak dapat mengalami pembakaran secara spontan, sehingga proses pembakaran terjadi dengan sempurna (Sukirman, 1993). Semua agregat adalah porous, porositas agregat merupakan ruang kosong atau besarnya kadar pori agregat. Kadar pori agregat ditentukan oleh banyaknya air yang diserap oleh pori tersebut (Toruan, 2013). Hal ini dapat diartikan bahwa kadar pori agregat sama nilai besarannya dengan penyerapan air oleh agregat tersebut. Gambar pengaruh pertamax plus sebagai pelarut ekstraksi kadar aspal dibanding dengan bensin dengan kadar pori yang sama (quarry sama) dapat dilihat pada gambar 2. 100

Tabel 3. Rekapitulasi Kadar Pori dan Kadar spal Hasil Ekstraksi Pelarut Pertamax Plus dan Bensin No Sampel Kadar Pori gregat Dalam Campuran Kadar aspal Pelarut Pertamax Plus Dalam Campuran Kadar aspal Pelarut Bensin Dalam Campuran * 1 MP 0,863 5,54 5,51 2 Finisher 0,863 5,47 5,46 3 Core 0,863 5,36 5,34 *Hasil analisa pembahasan Fitri (2014) Gambar 2. Hubungan Kadar Pori dengan Kadar spal Hasil Ekstraksi Nilai kadar pori yang sama (menggunakan quarry yang sama), nilai kadar aspal hasil ekstraksi menggunakan pelarut pertamax plus lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut bensin. Grafik yang mewakili arti fisik di lapangan hubungan filler dengan kadar aspal hasil ekstraksi dapat dilihat pada gambar 3. Semakin banyak filler maka kadar aspal semakin tinggi, hal ini dikarenakan filler yang ada menaikkan bidang kontak atau luas permukaan agregat yang menambah tebal film aspal yang menyelimuti agregat tersebut. Gambar 3. Hubungan Filler dengan Kadar spal Hasil Ekstrkasi Perbandingan penyerapan air total dalam campuran sebelum ekstraksi dengan setelah ekstraksi pelarut pertamax plus dari MP, finisher, dan core dapat dilihat pada tabel 3, dan grafiknya dapat diihat pada gambar 4. Tabel 4. Perbandingan Penyerapan ir Total gregat Dalam Campuran Sebelum Ekstraksi Pelarut Pertamax Plus Dengan Setelah Ekstraksi Dari MP, Finisher dan Core No Sampel Penyerapan air total dalam campuran Syarat Spek Sebelum Ekstraksi Sesudah Ekstraksi Maks. 1 MP 0,86 0,80 3 2 Finisher 0,86 0,77 3 3 Core 0,86 0,71 3 101

Gambar 3. Perbandingan peneyrapan air total dalam campuran sebelum ekstraksi dengan setelah ekstraksi pelarut pertamax plus dari MP, finisher, dan core Perbedaan nilai kadar pori sebelum dan sesudah ekstraksi diakibatkan karena aspal masih ada dalam pori-pori agregat. Nilai kadar pori setelah ekstraksi kecil dari nilai kadar pori sebelum ekstraksi. Ini membuktikan bahwa aspal meresap kedalam pori, dan tidak semuanya terekstraksi secara sempurna. Hal ini juga membuktikan bahwa kadar aspal hasil ekstraksi dari MP besar dari finisher, dan core.akibatnya pada saat pengujian nilai kadar aspal hasilnya kecil dari nilai kadar aspal JMF. 4. KESIMPULN Dari penelitian dan pembahasan mengenai kadar aspal hasil ektraksi penghamparan campuran C-WC gradasi kasar dengan mix design, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terjadi penurunan kadar aspal hasil ekstraksi terhadap JMF, dengan deviasi rata-rata dari MP -0,02%, dari finisher terjadi deviasi -0,09%, dan dari core terjadi deviasi sebesar -0,2%. Kadar aspal MP lebih besar dari finisher dan lebih besar dari core. Dan nilai filler setelah ekstraksi mengalami peningkatan dari nilai filler JMF dengan nilai rata-rata deviasi 1,35%. Filler mempengaruhi kadar aspal hasil ekstraksi, semakin banyak filler maka kadar aspal semakin tinggi. 2. Pertamax plus sebagai pelarut dalam ekstraksi kadar aspal menghasilkan kadar aspal yang lebih banyak pada agregat quarry yang sama, karena lebih melarutkan aspal dibanding pelarut bensin. Dimana diperoleh deviasi di MP -0,03%, dari finisher -0,01%, dan core -0,02%. UCPN TERIM KSIH lhamdulillahhirabbil alamin, segala puji dan syukur kehadirat llah SWT yang telah senantiasa memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam terucapkan dengan tulus kepada Nabi Muhammad SW. Bimbingan serta pengarahan dari semua pihak yang terkait sangat membantu, dengan segala kerendahan hati dan terima kasih yang sebesar-besarnya. DFTR PUSTK ndrie,ditya, Rio, 2010, Perbedaan kadar spal Optimum antara JMF dan Hasil Ektraksi Pada Benda Uji Perkerasan Hot, Skripsi Program Studi Teknik Sipil ITS, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum, Standar Nasional Indonesia, Cara Uji Berat Jenis dan Penyerapan ir gregat Kasar, SNI 1969-2008. -------------------------------------, Standar Nasional Indonesia. Cara Uji Berat Jenis dan Penyerapan ir gregat Halus, SNI 1970-2008. -------------------------------------, Standar Nasional Indonesia. Metode Pengujian Kadar spal Dari Campuran Beraspal Dengan Cara Sentrifus, SNI 03-6894-2002. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010, Spesifikasi Umum Binamarga 2010 Revisi 2, Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta,2010. http://www.pertamina.com/index.php/detail/read/pertamax [diakses pada tanggal 14 pril 2014] Ida Hadijah, 2010, Evaluasi Variasi Bahan Pelarut Untuk Penentuan Kadar spal Optimum, Tapak, vol.1no.1. 102

Sukirman, Silvia, (1999), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Bandung: Nova. Sukirman, Silvia, (2003), Beton spal Campuran Panas, Bandung: Granit. Shamier, Mochamad., 2010, Evaluasi Karakteristik Campuran C-WC, Skripsi Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Soehardi, Fitridawati, 2014, Kajian Perbandingan Kadar aspal Hasil ekstraksi Campuran CWC Gradasi Kasar Dengan Cairan Ekstraksi Menggunakan Bensin Tesis, Program Magister Teknik Sipil Universitas Islam Riau Toruan, rmin dkk, 2013. Pengaruh Porositas gregat Terhadap Berat Jenis Maksimum Campuran. Jurnal Sipil Statik. Volume 1, No 3 pp.190-195. Wirahaji, 2012, nalisa Gradasi gregat Gabungan Laston Binder Pada Ruas Jalan Simpang Kakah- Simpang Blahbatuh, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol.16 No.2. 103