PERBANYAKAN TANAMAN ANIS (Pimpinella anisum L.) SECARA IN VITRO

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI SITOKININ TIPE PURIN DAN UREA PADA MULTIPLIKASI TUNAS ANIS (Pimpinellla anisum L.) IN VITRO

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

Multiplikasi Tunas Tanaman Melinjo melalui Kultur In Vitro

Multiplikasi Tunas Andalas (Morus macroura Miq. var. macroura) dengan Menggunakan Thidiazuron dan Sumber Eksplan Berbeda secara In Vitro

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

INDUKSI TUNAS PISANG ROTAN [Musa sp. ( AA Group.)] DARI EKSPLAN BONGGOL ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA SECARA IN VITRO

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

PENGARUH 2.4 D DAN BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONSERVASI IN VITRO PANILI (Vanilla planifolia Andrews.) MELALUI PERTUMBUHAN MINIMAL

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

MULTIPLIKASI TUNAS DAN AKLIMATISASI PEGAGAN (Centella asiatica L.) PERIODE KULTUR LIMA TAHUN

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

KAJIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DALAM PERKEMBANGAN KULTUR JARINGAN KRISAN

INDUKSI KALUS DAN INISIASI TUNAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL PALU

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Pengaruh Konsentrasi IAA dan BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Mikro Kentang Secara In Vitro Munarti, Surti Kurniasih

INDUKSI AKAR SARANG SEMUT (Myrmecodia pendansmerr. & L.M.Perry)DENGAN PERLAKUAN ARANG AKTIF DAN IBA PADA MEDIUM MS SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. Ekosistemnya dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 77

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Induksi Tunas Kunyit Putih (Curcuma zedoaria Roscoe) Pada Media MS Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi BAP dan Sukrosa Secara In Vitro

Embriogenesis somatik pada kultur in vitro daun kopi robusta (coffea canephora var. Robusta chev.)

SUBKULTUR BERULANG TUNAS IN VITRO PISANG KEPOK UNTI SAYANG PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

PENGARUH PEMBERIAN HORMON NAFTALEN ACETYL ACYD (NAA) DAN KINETIN PADA KULTUR JARINGAN NANAS BOGOR (Ananas comosus (L.) Merr.) cv.

PENGARUH KONSENTRASI BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS ANTHURIUM (Anthurium andraeanum Linden) PADA BEBERAPA MEDIA DASAR SECARA IN VITRO

STERILISASI DAN INDUKSI KALUS Aglaonema sp PADA MEDIUM MS DENGAN KOMBINASI 2,4-D DAN KINETIN SECARA IN VITRO SKRIPSI

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

Perbanyakan Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Secara In Vitro Pada Medium Ms Dengan Penambahan Indole Acetic Acid (IAA) Dan Benzil Amino Purin (BAP)

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica)

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H

Pertumbuhan Tunas Sansevieria trifaciata Prain Laurentii pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi GA3

Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

Pengaruh Umur Fisiologis Eksplan Daun Muda dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pembentukan Tunas Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Induksi dan Multiplikasi Tunas Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Secara In Vitro

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

Mikropropagasi Daun Dewa (Gynura pseudochina) melalui Tunas Adventif

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

`PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP INDUKSI TUNAS MIKRO DARI EKSPLAN BONGGOL PISANG KEPOK ( Musa paradisiaca L) SKRIPSI OLEH :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sigti Fatimah Syahid dan Ika #ariska2) ABSTRACT

Amalia, Nursalam dan N. Nova Kristina Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

INDUKSI TUNAS DARI EKSPLAN BIJI TANAMAN NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.) DENGAN PENAMBAHAN Benzylaminopurine (BAP) SECARA In Vitro

PERTUMBUHAN PUCUK AKSILER SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA MEDIUM MENGANDUNG KARBENISILIN

METODOLOGI PENELITIAN

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

SKRIPSI RESPON KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN BAP SECARA IN VITRO. Oleh Dian Rahmawati H

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

TISSUE CULTURE OF MUSK LIME

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Induksi kalus daun binahong (Anredera cordifolia L.) dalam upaya pengembangan tanaman obat tradisional

Ketersediaan Eksplan, Tunas Aksiler dan Kalugenesis pada Perbanyakan Mikro Toona sinensis

INDOLE ACETID ACID (IAA) VARIATION ON BARANGAN BANANA S BUD GROWTH (Musa acuminata L. AAA triploid.) IN IN VITRO CULTURE

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

PENGARUH VARIASI ZAT PENGATUR TUMBUH 2,4-D, KINETIN DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN EKSTRAK DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Merr.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

OPTIMASI KOMBINASI NAA, BAP DAN GA 3 PADA PLANLET KENTANG SECARA IN VITRO

Regenerasi Tanaman Sedap Malam Melalui Organogenesis dan Embriogenesis Somatik

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

Perbanyakan Tunas Mikro Pisang Rajabulu (Musa AAB Group) dengan Eksplan Anakan dan Jantung

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PERLAKUAN ROOTONE F PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG Aglaonema Donna Carmen

PENGARUH BENZIL ADENIN DAN TIDIAZURON TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PIRETRUM (Crysanthemum Cinerariifolium (Trevir.) Vis.) KLON PRAU 6 SECARA IN VITRO

PERTUMBUHAN TUNAS NENAS LOKAL BANGKA SECARA IN-VITRO PADA MEDIA MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN THIDIAZURON

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN ROOTONE-F TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG MAWAR (Rosa damascena Mill.)

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NILAM (Pogostemon cablin Benth.)

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SECARA INVITRO

PENGARUH BAP TERHADAP PERTUMBUHAN JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc. var. amarun) DALAM KULTUR IN VITRO

PERKEMBANGAN PISANG RAJA NANGKA (Musa sp.) SECARA KULTUR JARINGAN DARI EKSPLAN ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH PEMBERIAN PACLOBUTRAZOL TERHADAP PERTUMBUHAN BANGLE (Zingiber purpureum Roxb) DALAM PENYIMPANAN IN VITRO

ABSTRAK. Oleh. Desi Maulida

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Perbanyakan Klonal Temu Mangga (Curcuma mangga) melalui Kultur In Vitro

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

Transkripsi:

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 2, 2007, 117-126 PERBANYAKAN TANAMAN ANIS (Pimpinella anisum L.) SECARA IN VITRO Otih Rostiana Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik ABSTRAK Anis merupakan tanaman introduksi dari negara sub tropis yang menghasilkan minyak atsiri, dengan komponen utama anetol. Untuk memperoleh bahan tanaman yang banyak dalam waktu singkat, dilakukan perbanyakan in vitro melalui kultur tunas di dalam media MS yang diperkaya dengan sitokinin yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi sitokinin yang tepat untuk menginduksi tunas anis secara in vitro. Penelitian dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap pola faktorial dengan 2 faktor, diulang 5 kali. Faktor pertama adalah jenis sitokinin yaitu Kinetin, BAP dan TDZ. Faktor kedua adalah taraf konsentrasi yaitu 1; 1,5; 2; 2,5 dan 3 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan interaksi yang nyata antara jenis sitokinin dan konsentrasinya terhadap kecepatan tumbuh eksplan. Tunas paling cepat berinisiasi di dalam media yang diperkaya kinetin 1,5 mg/l (5 hari). Jumlah tunas terbanyak dihasilkan dari media yang diperkaya TDZ dengan konsentrasi optimum 3 mg/l (13,5). Rata-rata jumlah daun terbanyak dihasilkan dari perlakuan TDZ dengan konsentrasi 3 mg/l (19,2 daun). TDZ dengan konsentrasi 3 mg/l merupakan perlakuan paling efektif untuk inisiasi tunas anis in vitro. Kata kunci : Minyak atsiri, anis, in vitro, kinetin, BAP, TDZ ABSTRACT In vitro Propagation of Anise (Pimpinella anisum L.) Anise is an introduced plant of temperate region which produced essential oils, anethol. For the purpose of an efficient rapidmass propagation of limited seeds, tissue culture of anise was performed on MS medium supplemented with different kinds of cytokinins. In obtaining an appropriate plant growth regulator for the shoots growth of anise in vitro, 3 kinds of cytokinins were applied, e.g. BAP, TDZ and Kinetin. The experiments were arranged in randomly complete block design with 2 factors and 5 replications. First factor was cytokinins types e.g. Kinetin, BAP and TDZ and second, concentrations of cytokinins e.g. 1, 1.5, 2, 2.5 and 3 mg/l. The result showed that there is an interaction effect between kinds of cytokinins and their concentrations on the growth rates of explants. The most rapidly growth was found on the medium supplemented with 1.5 mg/l kinetin (5 days after culture). On the other hands, the highest shoots growth was obtained on the medium supplemented with TDZ with the optimum concentration of 3 mg/l (13.5 shoots/explant). Similar to the shoots growth, the highest number of leaves was obtained on the medium supplemented with TDZ with the optimum concentration of 3 mg/l (19.2 leaves/explant). From this research it is concluded that medium supplemented with TDZ with the optimum concentration of 3 mg/l resulted in the most rapid shoots growth of anise in vitro. Key words : Essential oils, anise, in vitro, kinetin, BAP, TDZ. PENDAHULUAN Anis (Pimpinella anisum L.) merupakan salah satu tanaman introduksi yang tergolong famili Apiaceae, berasal dari Asia kecil, Yunani dan Mesir. Bagian tanaman yang digunakan adalah buahnya yang mengandung minyak atsiri yang terdiri dari anethol (80-90%), pinen, fenchon, metil kavikol, anisaldehid, kamfen, felandren dan minyak lemak (Guenther, 1990; Stephens, 1994). Minyak atsiri anis digunakan dalam industri parfum, kosmetika, sabun, detergen, makanan dan minuman, serta industri obat (Hornok, 1992). 117

Otih Rostiana : Perbanyakan Tanaman Anis (Pimpinella anisum L.) secara In vitro Anis dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan generatif dengan biji yang tidak terseleksi akan menghasilkan variasi cukup besar. Oleh karena itu, perbanyakan vegetatif atau klonal yang akan menghasilkan tanaman baru yang sama dengan tanaman induknya merupakan alternatif yang baik. Meskipun demikian, perbanyakan klonal secara konvensional memerlukan bahan tanaman dalam jumlah besar sehingga teknik kultur jaringan merupakan salah satu alternatif dalam perbanyakan tanaman secara massal dengan bahan baku relatif sedikit. Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk perbanyakan tunas secara in vitro. 6-Benzyl Aminopurine (BAP) adalah salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan untuk pembentukan tunas aksilar. Penambahan BAP 10 mg/l pada kultur in vitro Lili (Winarsih et al., 1998) menghambat pertumbuhan bulblet, tetapi memacu pertumbuhan tunas dengan jumlah tunas per eksplan maksimum 8. Sedangkan pada perbanyakan in vitro piretrum dengan eksplan tunas lateral, tunas ganda terbentuk pada medium Murashige and Skog (MS) yang diperkaya BAP atau kinetin sebanyak 5 mg/l (Sukmadjaja dan Mariska, 1989). Efektivitas BAP di dalam menginduksi tunas, juga terlihat pada kultur in vitro purwoceng, dimana media MS yang diperkaya BAP menginduksi tunas lebih cepat daripada media yang diperkaya kinetin (Gati et al., 1990). Selain BAP dan kinetin, zat pengatur tumbuh yang mempunyai aktivitas sitokinin kuat adalah thidiazuron (TDZ). TDZ sering digunakan untuk menginduksi tunas tanaman rekalsitran, terutama tanaman berkayu. Penambahan TDZ dengan konsentrasi rendah (< 0,22 mg/l) dapat menyebabkan proliferasi (multiplikasi) tunas aksilar lebih baik daripada jenis sitokinin lain (Huetteman dan Preece, 1992). Penelitian ini mengkaji efektivitas ketiga jenis sitokinin tersebut di dalam menginduksi tunas anis secara in vitro. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan sejak Agustus 2002 sampai dengan Januari 2003, di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Plasma Nutfah dan Pemuliaan, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor. Bahan yang digunakan adalah tunas aseptik yang diperoleh dari perkecambahan biji anis in vitro di dalam media MS padat (agar 0,8%). Tunas aseptik kemudian dikulturkan di dalam media MS padat yang diperkaya dengan jenis sitokinin yang berbeda (kinetin, BAP dan TDZ) pada konsentrasi yang berbeda (1; 1,5; 2; 2,5 dan 3 mg/l). Penelitian dilakukan dalam rancangan acak lengkap, 2 faktor dengan 5 ulangan. Faktor pertama adalah jenis sitokinin, yaitu kinetin, BAP dan TDZ. Faktor kedua adalah konsentrasi yaitu 1; 1,5; 2; 2,5 dan 3 mg/l. Pemeliharaan kultur dilakukan pada kondisi pencahayaan ± 2.000 lux selama 16 jam dan 8 jam pada kondisi gelap, dengan suhu ruangan 22ºC. Parameter/peubah yang diamati adalah penampakan tunas seperti warna tunas, warna daun dan vigor, kecepatan tumbuh eksplan (lamanya eksplan berinisiasi tunas), jumlah tunas, tinggi tunas, dan jumlah daun. 118

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 2, 2007, 117-126 Pengamatan dilakukan setiap minggu selama delapan minggu. Data yang diperoleh diuji dengan analisis varians untuk RAL Faktorial, kemudian pengujian dilanjutkan dengan uji Duncan s. HASIL DAN PEMBAHASAN Kecepatan tumbuh Jenis sitokinin dan konsentrasinya berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh. Inisiasi tunas baru terjadi antara 5 7 hari setelah kultur bergantung pada jenis perlakuan (Tabel 1). Inisiasi tunas tercepat diperlihatkan oleh eksplan yang dikulturkan dengan kinetin (5 hari), sedangkan eksplan yang dikulturkan di dalam media yang diperkaya TDZ paling lambat berinisiasi (7 hari). Penambahan kinetin eksogen menginduksi kinerja kinetin endogen (Wattimena et al., 1991), sehingga mempercepat inisiasi tunas anis. Diantara ketiga jenis sitokinin yang digunakan, kinetin dan BAP memacu kecepatan tumbuh tunas lebih cepat dibandingkan dengan TDZ (Tabel 1). Jumlah tunas Jenis sitokinin yang diaplikasikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas anis pada umur 4 minggu setelah tanam (MST) tetapi konsentrasinya berpengaruh sangat nyata (Tabel 2 dan 3). Pada umur 8 MST, ketiga jenis sitokinin serta konsentrasinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas. Tabel 1. Rata-rata kecepatan tumbuh eksplan anis di dalam media MS yang diperkaya dengan berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin Table 1. Average growth-rate of anise explant on MS media supplemented with various kinds and concentration of cytokinins No Perlakuan/Treatments (mg/l) Kecepatan tumbuh (hari)/ Growth-rate (days) 1 Kinetin 1 5 1,5 5 2 6 2,5 6 3 6 2 BAP 1 6 1,5 6 2 6 2,5 6 3 6 3 TDZ 1 6 1,5 7 2 6 2,5 6 3 6 119

Otih Rostiana : Perbanyakan Tanaman Anis (Pimpinella anisum L.) secara In vitro Tabel 2. Rata-rata jumlah tunas anis di dalam media MS yang diperkaya dengan tiga jenis sitokinin pada taraf konsentrasi yang berbeda, umur 4 dan 8 minggu setelah kultur Table 2. Average numbers of anise shoot on MS medium supplemented with three kinds of cytokinins at various concentrations, 4 and 8 weeks after culture Perlakuan/ Jumlah Tunas/ Numbers of shoot Treatments 4 Minggu/ Weeks 8 Minggu/ Weeks Kinetin 1 mg/l Kinetin 1,5 mg/l Kinetin 2 mg/l Kinetin 2,5 mg/l Kinetin 3 mg/l BAP 1 mg/l BAP 1,5 mg/l BAP 2 mg/l BAP 2,5 mg/l BAP 3 mg/l TDZ 1 mg/l TDZ 1,5 mg/l TDZ 2 mg/l TDZ 2,5 mg/l TDZ 3 mg/l 3,2 b 3 b 3,5 ab 3,5 ab 4,6 a 3,7 ab 3,5 ab 3,3 ab 3,1 b 3,9 a 4,1 ab 3 b 3,9 ab 4 ab 4,5 a 6,8 ab 6,1 b 6,4 ab 7,2 ab 9,1 a 6,6 b 6,9 b 6,7 b 8,3 b 11 a 10 b 6,4 b 7,5 b 10 b 13,5 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut 5% DMRT Note : numbers followed by the same letters within each column are not significantly different at 5% DMRT. Pada umur 8 minggu media yang diperkaya TDZ rata-rata menghasilkan tunas lebih banyak (9,5) dibandingkan dengan media yang diperkaya BAP (7,9) atau kinetin (7,1) dengan konsentrasi optimum untuk TDZ (3 mg/l), BAP (3 mg/l) maupun kinetin (3 mg/l). (Tabel 2 dan 3). Berdasarkan data di atas peningkatan jumlah tunas umumnya sejalan dengan peningkatan konsentrasi untuk masing-masing jenis sitokinin. Hal ini menunjukkan bahwa baik kinetin, BAP, maupun TDZ pada konsentrasi tinggi lebih memacu peningkatan jumlah tunas dibandingkan pada konsentrasi rendah. Dari ketiga jenis sitokinin yang diaplikasikan, TDZ menghasilkan rata-rata jumlah tunas terbanyak (9,5) dan berbeda nyata dengan kinetin serta BAP. 120

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 2, 2007, 117-126 Tabel 3. Rata-rata jumlah tunas anis di dalam media MS yang diperkaya dengan kinetin, BAP dan TDZ, umur 4 dan 8 minggu setelah kultur Table 3. Average numbers of anise shoot on MS medium supplemented with kinetin, BAP and TDZ, 4 and 8 weeks after culture Jenis sitokinin/ Cytokinins types Jumlah tunas/numbers of shoot 4 Minggu/Weeks 8 Minggu/Weeks Kinetin 3,6 a 7,1 b BAP 3,5 a 7,9 b TDZ 3,9 a 9,5 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut 5% DMRT. Note : numbers followed by the same letters within each column are not significantly different at 5% DMRT. Aktivitas kinetin di dalam jaringan tumbuhan adalah memacu pembelahan dan pemanjangan sel, inisiasi tunas, inisiasi akar, dan memecah dormansi (Devlin, 1975). BAP merupakan sitokinin sintetis yang mempunyai efek pemanjangan batang, sedangkan TDZ dapat merangsang pembentukan kalus, menginduksi organogenesis, dan menstimulasi produksi etilen endogen (Lu, 1993; Mok et al., 1987). Diantara ketiga jenis sitokinin tersebut, TDZ aktivitasnya lebih tinggi daripada Kinetin sehingga lebih efektif dalam menginduksi tunas. Selain itu, aplikasi TDZ dapat mengaktifkan sintesis sitokinin endogen tipe purin di dalam jaringan tanaman dan mempengaruhi metabolismenya sehingga meningkatkan respon pertumbuhan dan meningkatkan jumlah tunas baru lebih banyak dibandingkan dengan mengaplikasikan BAP (Thomas dan Katterman, 1986). Aktivitas biologi TDZ yang tinggi dari kinetin dan BAP dapat dilihat dari laju pertumbuhan tunas seperti pada Gambar 1. Tunas yang dikulturkan dengan TDZ pada umur 8 MST masih menunjukkan kecenderungan untuk tumbuh, sedangkan tunas di dalam media yang diperkaya dengan kinetin atau BAP laju pertumbuhannya mendekati stasioner. Hal ini terjadi karena degradasi TDZ didalam medium lebih lambat dibandingkan dengan BAP atau Kinetin (Mok dan Mok, 1985; Wattimena et al., 1991). Penampakan visual secara umum terlihat bahwa media yang diperkaya dengan TDZ memiliki jumlah tunas lebih banyak dibandingkan dengan media yang diperkaya dengan BAP dan kinetin, tetapi berbentuk roset. 121

Jumlah tunas/ Nos. of shoots Jumlah tunas/ Nos. of shoots Jumlah tunas/ Nos. of shoots Otih Rostiana : Perbanyakan Tanaman Anis (Pimpinella anisum L.) secara In vitro 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu ke-/week s 12 10 8 6 4 2 0 1 15 10 5 0 4 7 1 3 5 7 (a) Minggu ke-/ Weeks (b) Minggu ke-/ Weeks Kin 1mg/L Kin 1,5mg/L Kin 2mg/L Kin 2,5mg/L Kin 3mg/L BAP 1mg/L BAP 1,5mg/L BAP 2mg/L BAP 2,5 mg/l BAP 3 mg/l TDZ 1mg/L TDZ 1,5mg/L TDZ 2mg/L TDZ 2,5mg/L TDZ 3mg/L (c) Gambar 1. Laju petumbuhan tunas anis di dalam media MS yang diperkaya dengan kinetin (a), BAP (b), atau TDZ (c) pada berbagai konsentrasi. Figure 1. Growth-rate of anise shoot on MS medium supplemented with various concentrations of kinetin (a), BAP (b) and TDZ (c) Tinggi tunas Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis sitokinin berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, sedangkan konsentrasi tidak memberikan pengaruh yang nyata, umur 4 MST. Pada 8 MST, baik jenis maupun konsentrasi sitokinin yang diaplikasikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tunas (Tabel 4). Tunas yang dikulturkan dengan kinetin lebih tinggi dari pada tunas yang diperkaya dengan TDZ. Rata-rata tinggi tunas yang dikulturkan dengan kinetin 4,6 cm, sedangkan BAP 4,1 cm, dan media yang diperkaya TDZ 3,7 cm. Menurut Huetteman dan Preece (1992), pada umumnya media yang diperkaya dengan TDZ akan menghasilkan tunas yang berbentuk roset. Hal ini terjadi karena TDZ menginduksi dan mengaktifkan etilen endogen yang memberikan respon terhadap penghambatan pemanjangan batang terutama pada tanaman dikotil (Sallisbury dan Ross, 1995). Berdasarkan pengamatan visual, batang dari tunas yang dikulturkan kinetin relatif lebih tinggi, demikian juga dengan batang dari tunas yang dikulturkan BAP, tetapi vigornya lebih baik. Sedangkan tunas yang dikulturkan TDZ batangnya tidak beruas (roset) dengan vigor yang baik. 122

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 2, 2007, 117-126 Tabel 4. Rata-rata tinggi tunas anis di dalam media MS yang diperkaya dengan kinetin, BAP dan TDZ, umur 4 dan 8 minggu setelah kultur Table 4. Average length of anise shoot on MS medium supplemented with kinetin, BAp and TDZ, 4 and 8 week after culture Perlakuan/ Treatments Kinetin BAP TDZ Tinggi Tunas/ Shoot length 4 Minggu/ Weeks 4,6 a 4,1 ab 3,7 b 8 Minggu/ Weeks 6,55 a 6,70 a 5,79 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut 5% DMRT. Note: Numbers followed by the same letters within each column are not significantly different at 5% DMRT. Jumlah daun Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis sitokinin, konsentrasi, ataupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun anis in vitro pada umur 4 MST. Pada umur 8 MST, jenis sitokinin dan konsentrasinya berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tetapi interaksinya tidak berpengaruh nyata (Tabel 5 dan 6). Sama seperti halnya jumlah tunas, rata-rata jumlah daun tertinggi diperoleh pada media yang diperkaya TDZ (11,8), diikuti jumlah daun pada media yang diperkaya BAP (9,5) dan berbeda nyata dengan jumlah daun yang diperkaya kinetin (7,3). Jumlah daun optimum diperoleh pada media yang diperkaya TDZ 3 mg/l (Tabel 5 dan 6). Hal ini terjadi karena TDZ merupakan sitokinin yang memiliki aktivitas biologi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis sitokinin lainnya (Lu, 1993), TDZ mampu memacu sitokinin endogen tanaman sehingga memberikan respon ganda terhadap pertumbuhan jumlah daun. Penambahan jumlah tunas sebanding dengan penambahan jumlah daun, dimana media yang diperkaya dengan TDZ pada konsentrasi optimum (3 mg/l) menghasilkan jumlah tunas dan daun tertinggi. Tabel 5. Rata-rata jumlah daun anis di dalam media MS yang diperkaya dengan kinetin, BAP dan TDZ, umur 4 dan 8 minggu setelah kultur Table 5. Average numbers of anise leaf on MS medium supplemented with kinetin, BAP and TDZ, 4 and 8 weeks after culture Jenis sitokinin/ Cytokinins types Jumlah Daun/ Numbers of leaf 4 8 Minggu/ Minggu/ Weeks Weeks Kinetin 3,55 a 7,3 b BAP 3,37 a 9,5 ab TDZ 3,49 a 11,8 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata menurut 5% DMRT. Note : Numbers followed by the same letters within each column are not significantly different at 5% DMRT. 123

Otih Rostiana : Perbanyakan Tanaman Anis (Pimpinella anisum L.) secara In vitro Tabel 6. Rata-rata jumlah daun anis di dalam media MS yang diperkaya dengan kinetin, BAP dan TDZ pada taraf konsentrasi yang berbeda, umur 8 minggu setelah kultur Table 6. Average numbers of anise leaf on MS medium supplemented with various concentrations of kinetin, BAP and TDZ, 8 weeks after culture Perlakuan/ Treatments Kinetin 1 mg/l Kinetin 1,5 mg/l Kinetin 2 mg/l Kinetin 2,5 mg/l Kinetin 3 mg/l BAP 1 mg/l BAP 1,5 mg/l BAP 2 mg/l BAP 2,5 mg/l BAP 3 mg/l TDZ 1 mg/l TDZ 1,5 mg/l TDZ 2 mg/l TDZ 2,5 mg/l TDZ 3 mg/l Jumlah daun/ Numbers of leaf 6,6 b 6,1 b 7,0 ab 7,7 ab 9,2 a 8,4 b 8,3 b 7,3 b 10,3 ab 13,4 a 10,5 ab 8,1 b 8,3 b 13,0 ab 19,2 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut 5% DMRT. Note : Numbers followed by the same letters are not significantly different at 5% DMRT. Secara umum penampakan visual tunas yang dikulturkan di dalam media yang diperkaya BAP warna daunnya lebih hijau dibandingkan dengan tunas yang dikulturkan di dalam media yang diperkaya dengan kinetin atau TDZ. Setelah delapan minggu di dalam media kultur yang sama, daun anis dari media yang diperkaya dengan TDZ mulai memperlihatkan gejala vitrifikasi yang ditandai dengan pucuk yang berwarna hijau muda, daun dan batang agak transparan serta rapuh akibat kurangnya lignin (Gambar 2). Gambar 2. Pertumbuhan tunas anis di dalam media MS + BAP 3 mg/l (kiri) dan MS + TDZ 3 mg/l (kanan) yang menunjukkan gejala vitrifikasi Figure 2. The growth of anise shoots on MS media + 3 mg/l BAP (left) and vitrified-shoots of anise on MS media + 3 mg/l TDZ (right). KESIMPULAN Aktivitas ketiga zat pengatur tumbuh yaitu kinetin, BAP dan TDZ dalam menginduksi tunas anis in vitro bergantung kepada konsentrasi yang diaplikasikan, umumnya semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi jumlah tunas dan daun yang diperoleh. Thidiazuron merupakan sitokinin yang mampu menginduksi dan memacu pertumbuhan tunas serta daun anis lebih tinggi dibandingkan dengan BAP atau kinetin. Konsentrasi optimum untuk menginduksi tunas dan daun anis secara in vitro adalah 3 mg/l. Sampai minggu kedelapan, tunas dari seluruh perlakuan memperlihatkan pertumbuhan yang baik tetapi 124

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 2, 2007, 117-126 mulai nampak gejala vitrifikasi. Untuk itu perlu disubkultur kembali atau segera diaklimatisasi. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memacu perakaran sehingga diperoleh tunas dengan vigor yang baik untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasinya di lapangan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Saudara Esty Rahmiati serta semua pihak yang telah berpartsisipasi dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan naskah. DAFTAR PUSTAKA Devlin, R.M., 1975. Plant Physiology. 3 rd Edition. D. Van Nostrand Company. New York Cincinnati Toronto London Melbourne. 495-503. Gati, E., I. Mariska dan D. Sukmadjaja. 1990. Pelestarian Tanaman Obat Langka Purwoceng Secara In vitro. Dalam: Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor. 957-961. Guenther, E., 1990. Minyak Atsiri. Penerjemah: S. Ketaren dan R. Mulyono J. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 635-717. Hornok, L., 1992. Cultivation and Processing of Medicinal Plants. University of Horticultural Sciences, Budapest. John Wiley and Sons. Chichester. New York. Brisbane. Toronto. Singapore. 143-147. Huetteman, C.A. and J.E. Preece, 1992. Thidiazuron: A Potent Cytokinin For Woody Plant Tissue Culture. In: Plant Cell. Tissue and Organ Culture. Kluwer Academic Publishers. Printed in Netherlands. 105-109. Lu, CJ., 1993. The use of thidiazuron in tissue culture. In vitro Cell. Dev. Biol 29 : 92 96. Mok M.C., D.W. Mok, E.T. Janet, and C.M. Cesar. 1987. Biological and Biochemical Effects of Cytokinin Active Phenylurea Derivatives in Tissue Culture Systems. Department of Horticulture, Oregon State University, Corvalis. 1194-1196. Mok MC and D.W. Mok., 1985. The metabolism of [ 14 C]-thidiazu-ron in callus cultures of Phaseolus lunatus. Physiol Plants 65 : 427-432 Salisbury B.F. and C.W. Ross., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan: DR. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB Bandung. 238-255. Stephens, J. M., 1994. Anis Pimpinella anisum L. http://medis. ifas.ufl.edu/ body_mv008. Sukmadjaja, D., dan I. Mariska, 1989. Perkembangan Penelitian Bioteknologi Kultur Jaringan Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 4 hal. Thomas, J.C., and F.R.Katterman, 1986. Cytokinin Activity Induced by Thidiazuron, Plant Physiol. 81 : 681-683. 125

Otih Rostiana : Perbanyakan Tanaman Anis (Pimpinella anisum L.) secara In vitro Wattimena, G.A., L.V. Gunawan, dan N.M. Wiendi, 1991. Perbanyak-an Tanaman. Bioteknologi Tanaman I. PAU IPB. 120 hal. Winarsih, S., Priyono, dan Zainudin, 1998. Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap perbanyakan Lili secara in vitro. Jurnal Hortikultura Vol. 8 (3): 110-116. 126