BAB V KESIMPULAN. waktu). Tetapi, ternyata terdapat hal lain yang membuat gig itu menjadi sebuah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Comment [g1]: Integrate dengan jurnal mantap musisi indie jobin. 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut majalah Rolling Stone awal Januari (2007), musik Indonesia mulai diramaikan

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya sering kali berhasil memukau banyak orang, baik dari negara

BAB I. bereksplorasi dengan bunyi, namun didalamnya juga termasuk mendengarkannya

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Musik adalah suatu bentuk kesenian universal yang dapat dinikmati

I. PENDAHULUAN. Berbicara di depan umum atau lebih dikenal dengan public speaking adalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. daya alam dan sumber daya manusia harus maksimal agar bisa menyejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. baru, baik yang bergabung dalam major label maupun indie label. Indie label dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. penggemar K-Pop di Indonesia untuk mengunduh secara ilegal melalui internet

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, ciptaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gitar merupakan alat musik berdawai yang banyak digemari masyarakat pada

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. seni juga mengalami perkembangan. Seni bahkan menyatu dengan kemajuankemajuan

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya yaitu dalam bentuk media poster, spanduk, baliho, billboard dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara major label atau indie label. Di Indonesia sendiri musik indie menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Contohnya adalah tren untuk makan sambil hang-out

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN. Banda Aceh. Selain sebagai sentral informasi, warung kopi juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. stasiun televisi lokal maupun luar negeri. Setiap harinya stasiun televisi


I.1. LATAR BELAKANG I.1.1.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang seksama dan dicermati semua pihak tak terkecuali oleh perusahaan,

yang tunggal Yesus Kristus, maka tugas jemaat adalah menanggapi penyataan kasih

BAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ada terkadang membawa hal yang positif dan negatif, tergantung dari

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

KAJIAN KECENDERUNGAN RUANG PUBLIK SIMPANG LIMA KOTA SEMARANG BERKEMBANG SEBAGAI KAWASAN REKREASI BELANJA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MUSIK INDIE DI YOGYAKARTA (STUDI KASUS PADA MUSISI FRAU) TUGAS AKHIR Program Studi S-1 Seni Musik. Oleh: ANDRYAN ADE KURNIA NIM.

BAB I PENDAHULUAN. Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan

BAB IV PEMBAHASAN Pembahasan Data Hasil Observasi Dari data hasil observasi dapat dibahas sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN. industrialisasi menjadi salah satu fenomena urban yang didasarkan pada produksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Obyek Studi Profil PT. MelOn Indonesia

, 2015 FANATISME PENGGEMAR KOREAN IDOL GROUP PELAKU AGRESI VERBAL DI MEDIA SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. musik pop yang berasal dari Negara Korea. Menurut Chua dan Iwabuchi 2008

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri telah berkembang secara pesat seiring dengan perkembangan

Pengaruh Interaksi Sosial Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Manajemen Penyiaran Kajian Terhadap Program Acara Angkringan Gayam di Radio Geronimo

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih

d. Perilaku Manfaat yang dicari : Mendatangi acara ini dan menikmati musik Jazz yang ditampilkan Sikap terhadap event : Menikmatinya dan menyukai musi

BAB III ANALISA 3.1 ANALISA TAPAK

BAB IV GAMBARAN TENTANG HELLELUYAH MERCH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pameran merupakan acara yang sudah lumrah di kota Yogyakarta, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini berbelanja sudah menjadi kebiasaan bahkan menjadi budaya

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berjalan dengan lancar. Alisjahbana (dalam Pateda dan Pulubuhu,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

2016 PROSES BELAJAR MANDIRI PEMAIN KEYBOARD PADA BAND MTM COMMUNITY BANDUNG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hal ini sudah mulai terlihat dari alunan musikalnya yang unik, dengan

BAB I PENDAHULUAN. umum musik yang meliputi pitch, dinamika, kualitas sonik dari timbre dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan di setiap aspek kehidupan. Berkembangnya sebuah masyarakat juga berasal dari komunikasi baik yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Musik juga menjadi warna tersendiri yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Contoh Proposal Kegiatan Dan Sponsorship Lengkap

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

menyaksikan pertunjukan musik tersebut secara langsung atau live.

BAB I PENDAHULUAN. Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat. global, yang biasa disebut Korean wave. Korean wave atau hallyu

Perkembangan komunikasi massa saat ini sangat pesat dalam berbagai. kehidupan manusia. Informasinya dapat disampaikan secara cepat dan hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. terlihat di kota Yogyakarta. Ini terlihat dari banyaknya komunitaskomunitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan munculnya The Wireless Telegraph Company yang didirikan oleh seorang

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting karena masyarakat dapat mengakses berbagai hal baru yang

Peluang Bisnis Sampingan Distro Online

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Budaya minum kopi di Indonesia sudah berkembang sejak lama, sejak

BAB I PENDAHULUAN. dari tiap aspek kehidupan manusia, musik membuat hidup tiap manusia lebih berwarna

BAB I PENDAHULUAN. adat istiadat, agama dan kesenian. Namun di era globalisasi ini banyak budayabudaya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak investor asing tertarik menanamkan modalnya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NURUL HIDAYAH, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kopi adalah jenis minuman yang dikenal banyak orang. Kopi masuk ke

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut dengan media massa. Pesatnya perkembangan industri media

BAB V PENUTUP. 1. Representai Budaya Pop Korea dalam Masyarakat Subkultur Di Kota Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. massa di indonesia. Dalam kehidupan manusia, informasi menjadi hal yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kebudayaan dari berbagai macam belahan dunia, musik yang ada di masyarakat seperti musik Pop, Rock, Jazz bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170).

Transkripsi:

125 BAB V KESIMPULAN Pada mulanya saya hanya memahami gig sebagai sebuah pertunjukan musik independen yang berskala kecil dan diadakan pada satu malam saja (sekali waktu). Tetapi, ternyata terdapat hal lain yang membuat gig itu menjadi sebuah peristiwa pertunjukan yang berciri khas dan mampu memberikan pengalaman berbeda kepada para partisipannya daripada kehidupan sehari-hari ataupun peristiwa pertunjukan yang lain. Kekhasan itu terletak pada bagaimana gig mampu menyajikan suasana yang intim, hangat, dekat, dan akrab dalam setiap gelarannya. Dalam prakteknya yang berlangsung di kota ini, gig itu sangat dekat dengan musik independen, karena ia menjadi tempat bagi musisi-musisi independen itu unjuk gigi. Hubungan antara gig dan indie, tidak hanya terletak pada bagaimana musisi-musisi independen itu menjadi penampil di dalam gig dan identiknya istilah gig bagi pertunjukan musik independen di kota ini. Hubungan antara keduanya juga terletak pada bagaimana semangat-semangat independen yang menyelimuti musik independen turut mendasari digelarnya gig. Hal itu ditunjukkan lewat bagaimana dipahaminya gig sebagai sebuah acara yang kolektif secara ekonomi. Biasanya dilakukan dengan mengedarkan kotak donasi sukarela yang seolah-olah membuat tiap partisipan seolah-olah memiliki andil dalam terjadinya gelaran gig itu.

126 Di mata para partisipan, gig dianggap sebagai sebuah pertunjukan musik yang berskala kecil, memanggungkan musisi-musisi independen, dan menyajikan suasana yang intim, hangat, dekat, nan akrab. Perlu diperhatikan di sini bahwa istilah gig itu sendiri bukan berasal dari bahasa Ibu, sehingga perubahan pemaknaan terhadap istilah itu menjadi suatu hal yang sangat mungkin. Globalisasi adalah kunci berlangsungnya praktek gig di kota ini. Ia dibawa melalui perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta semakin mudahnya akses terhadapnya dari waktu ke waktu. Akibatnya ia pun mengalami glokalisasi dan apropriasi, istilah gig diadaptasi dan berusaha dipas-paskan agar sesuai dengan para pelaku atau partisipan yang ada di kota ini. Bentuk dari penyesuaian itu antara lain, diidentikkannya gig kepada musik independen dan skalanya yang kecil. Padahal, di daerah asalnya, baik skala besar maupun kecil, pertunjukan musik itu disebut gig asalkan tidak menerapkan sistem penomoran kursi. Kemudian, dalam praktek yang berlangsung di sini, gig memiliki kecenderungan untuk tidak menerapkan sistem pentiketan sehingga sering dianggap sebagai acara yang gratis. Sementara itu, di daerah asalnya gig itu selalu menerapkan sistem pentiketan, mengingat penggelaran acara itu membutuhkan biaya produksi, minimal untuk menyewa alat pertunjukan. Hal-hal seperti itu membuat gig terkesan diadopsi pada hal-hal yang sekiranya sesuai dan terkesan dipahami pada tataran permukaannya saja. Gig merupakan sebuah peristiwa pertunjukan. Memahami gig dari kacamata itu menunjukkan bahwa gig ini bukanlah suatu hal yang terjadi begitu saja tetapi dibuat dengan tujuan untuk dipertontonkan. Maka, ia harus memiliki

127 partisipan, penyelenggara, dan penonton selaku elemen dari pertunjukan itu. Sebagai sebuah pertunjukan, gig pun memberikan pengalaman yang berbeda sebagai ciri dari pertunjukan. Buktinya adalah digunakannya indera penglihatan dan peraba, selain indera pendengaran, untuk menikmati musik independen di dalam gig. Dampaknya adalah gig membuat musik independen menjadi kembali eksklusif di tengah maraknya pembajakan dan layanan streaming di internet yang membuat musik independen seolah-olah terlalu murah dan mudah didapatkan. Sehingga lewat penampilan langsung yang dapat membuat musik independen bernilai lebih. Mengingat pertanyaan saya itu adalah tentang gagasan konseptual dari suatu gig, saya merasa penting untuk melihat gig dari segi kebentukannya. Dilihat dari segi kebentukannya, gig digelar di ruang yang kecil, tak bertempat duduk (berkursi), berpanggung tanpa tingkat (tak memakai level), dan tanpa ruang belakang panggung (backstage). Namun, dalam praktiknya tidak selalu seperti itu, karena yang dijadikan ruang pertunjukan suatu gig bukan benar-benar tempat yang biasanya untuk menggelar pertunjukan. Sehingga yang dilakukan oleh para penyelenggara itu adalah mengkreasikan ruang-ruang yang sudah ada dan memfungsikannya sebagai ruang pertunjukkan, karena mahalnya sewa tempat untuk menggelar suatu pertunjukan, mengingat gig itu secara ekonomi cukup minim dengan kerapnya digelar secara gratis. Keadaan yang sedemikian rupa sangat memungkinkan untuk terciptanya suasana intim, akrab, dekat, dan hangat. Tempat eksklusif seperti ruang belakang panggung (backstage) pun sengaja ditiadakan agar tidak membeda-bedakan satu

128 partisipan dengan yang lain. Interaksi langsung pada akhirnya menjadi suatu hal yang tak terelakkan, baik secara aktif maupun pasif. Sebab, mereka berada di ruang yang sama dan saling membaur satu sama lain, mengingat tidak adanya jarak yang tercipta antara satu partisipan dengan yang lain. Semua yang berpartisipasi di gig itu terkesan berada pada tingkatan yang sama yaitu sebagai partisipan gig. Keintiman itu juga tidak hanya diakibatkan dari tak berjaraknya satu partisipan dengan yang lain, tetapi bagaimana seolah-olah tiap partisipan itu kawin dengan musik yang mengalun dan bersatu lewat gerak tubuh yang sama. Apabila dari kacamata pertunjukan, partisipan gig itu hanya terdiri atas; penampil, penyelenggara, dan penonton. Tetapi di dalam gig, orang-orang yang seolah tidak terlibat langsung (berada di luar ruang pertunjukan) itu juga dianggap sebagai bagian dari partisipan. Mereka adalah pelapak, karena lapak menjadi tempat mampirnya para partisipan gig yang lain (panitia, penonton, dan penampil) untuk mampir melihat-lihat dagangan dari para pelapak. Area lapak dianggap penting dan bagian dari gig, karena ia menambah suasana menjadi akrab melalui interaksi intens antar partisipan. Area lapak mempertemukan partisipan satu dengan yang lain lewat satu ketertarikan yang sama yaitu musik independen, mengingat rilisan-rilisan yang dijual di sana adalah rilisan dari para musisi independen. Anak muda adalah kelompok sosial yang dianggap memiliki istilah gig, karena mereka lah pengguna istilah itu secara intens untuk menyebut peristiwa pertunjukan tertentu. Media-media yang dipergunakan untuk menyebarkan informasi mengenai gig pun media-media yang dekat dan selalu diakses oleh

129 anak-anak muda. Selain itu, gig dianggap cukup representatif untuk menggambarkan anak muda dengan keluwesan yang diberikan oleh gig kepada para partisipannya. Para partisipan pun pertama kali terlibat di usia muda, tepatnya pada belasan akhir. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa orangorang yang berusia lebih tua masih kerap terlibat dalam gig. Terbukti dari adanya istilah cah tuo yang membenturkan arti antara muda dan tua dalam satu frase. Sehingga gig juga dianggap dapat memudakan para partisipan yang secara usia sudah tua itu tadi lewat sifat kebocahan dari gig yang cenderung santai dan isinya seolah-olah hanya bersenang-senang saja. Tidak berhenti di situ, melihat bagaimana gig menjadi sebuah peristiwa kolektif karena melibatkan lebih dari satu orang penting rasanya untuk memperhatikan gig itu sebagai peristiwa kolektif yang seperti apa. Pertanyaannya adalah apakah itu peristiwa kolektif berbasis komunitas mengingat adanya kesamaan ketertarikan terhadap musik independen yang dimiliki oleh para partisipan gig? Ternyata tidak, saya menggunakan konsep mengenai komunita dari Turner untuk melihat gig sebagai sebuah peristiwa pertunjukan. Komunitas dianggap terlalu berat oleh para partisipan karena dinilai terlalu kaku dan terstruktur. Selama gig berlangsung, para partisipan mengalami kondisi liminal di mana satu partisipan dengan yang lain berada pada tingkatan yang sama tak berstruktur. Tetapi, hal itu bukanlah limen yang menuntut terjadinya reintegrasi yang menyatukan para partisipan menjadi satu komunitas yang lebih teguh setelah kondisi itu. Para partisipan gig tidak menginginkan hal itu, maka setelah

130 berpartisipasi di dalam gig mereka kembali ke status dan kondisi sosialnya masing-masing, hal itu disebut dengan liminoid turunan dari limen. Gig menjadi cara bagi para partisipan gig untuk melepaskan diri dalam waktu sementara dari komunitas sebelumnya yang mungkin memberikan kejenuhan dan kepenatan. Tidak hanya berusaha lepas dari jenuh dan penat, mungkin komunitas atau kelompok sosial sebelumnya membuat anak-anak muda itu berada dalam tekanan dengan aturan-aturan yang mengikatnya, mengingat identitas lain mereka sebagai anak kuliah atau sekolah dan anak dari orang tuanya. Di dalam gig itu mereka berusaha lepas dari itu semua untuk sementara waktu, karena dalam gig mereka seolah merasa bebas dan menemukan dirinya. Sedangkan, komunitas itu merujuk kepada sesuatu yang lebih besar, yaitu indie yang mengacu kepada suatu jenis musik dan etos. Para partisipan seolaholah merasa identik satu sama lain karena menyukai musik yang sama. Tetapi tidak ada institusi formal yang menaungi mereka, sehingga yang mereka lakukan adalah berada dalam satu kelompok yang sama berbasis ketertarikan terhadap suatu hal. Interaksi yang berlanjut tidak selalu terjadi secara langsung tetapi melalui kegiatan konsumsi dan produksi terhadap hal-hal yang berbau indie. Gig digelar untuk memenuhi hasrat-hasrat tertentu dari para partisipan gig. Secara garis besar yang ingin dipenuhi adalah hasrat para partisipan terhadap musik independen hanya bisa didapat lewat membeli CD dan menjelajah dunia maya. Lewat berpartisipasi dalam gig mereka pun mendapatkan pengalaman berbeda karena menonton aksi dari musisi-musisi independen secara langsung. Gig juga menawarkan kebaruan bagi para partisipan, karena banyak musisi

131 indpenden yang belum merekam lagunya secara professional, dan karya-karya mereka hanya dapat dinikmati dengan berpartisipasi dalam gig. Tetapi, suasana intim dan hangat adalah daya tarik dan hal yang tak luput untuk mereka cari, karena di sana mereka bisa merasa sama antara satu sama lain dan sejenak melupakan latar belakangnya. Sebab, kebersamaan itu pula yang menjadi ciri khas dari suatu gig, karena segala hal yang di sana sifatnya jadi bersama-sama, begitu pun kesenangannya. Kesenangan di dalam gig itu adalah suatu hal yang dikonstruksi bersama-sama. Atas fungsinya yang dapat mempertemukan orang, gig pun dapat dijadikan sebagai sebuah ruang sosial. Mengingat yang mereka cari adalah suasana yang intim, gig ini disebut sebagai ruang sosial alternatif, karena ruang sosial berupa pertunjukan yang sudah mapan macam konser tidak mampu memfasilitasi mereka untuk memenuhi hal itu. Di konser banyak sekali pembatasan dan pembedabedaan antar satu partisipan dengan yang lain, sehingga semacam terbentuk hirarki di antara para partisipan itu. Sedangkan di dalam gig, hal seperti itu sifatnya lebih kabur, karena mereka bersatu dalam hubungan yang tak berjarak dan tanpa tingkatan. Dengan kondisi seperti itu, para partisipan gig dapat berteman dengan siapa saja. Hal ini membuat sejumlah partisipan sekaligus melakukan investasi berupa pertemanan yang berguna dalam dunia gig pula. Pertanyaan-pertanyaan saya pun akhirnya terjawab sudah dengan berbagai cara pandang yang saya coba gunakan di atas. Sampai pada saat tulisan ini selesai, fenomena mengenai gig dan indie masih terus berlangsung di kota ini. Berbagai gig semakin banyak terselenggara didukung dengan semakin banyaknya musisi

132 independen yang bermunculan. Penelitian ini bermula dari rasa pribadi mengenai hal yang saya anggap dekat dengan kehidupan sehari-hari, yaitu gig dan indie. Ternyata kedua hal itu tidak benar-benar dekat dengan saya dan tidak seremeh yang saya pikirkan. Sebuah hal yang awalnya saya kira hanya hiburan semata ternyata memiliki hal-hal yang cukup serius di belakangnya. Seperti bagaimana ternyata gig ini terdiri atas anak-anak muda dari kelompok kelas menengah yang seolah-olah terlihat berusaha membedakan diri, mengingat biasanya kelas menengah ini berada di antara kelas bawah dan kelas atas. Mereka berusaha membedakan diri, salah satunya dengan ruang berupa gig yang mereka bentuk sedemikian rupa. Salah satu upayanya dalam memenuhi kebutuhan akan hiburan yang sebenarnya bukan kebutuhan primer, mereka lakukan dengan merekonstruksi ruang-ruang yang gunanya bukan untuk menggelar pertunjukan itu menjadi ruang pertunjukan untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan. Selain itu, dari awal saya terkesan menunjukkan betap demokratisnya gig dengan saling pengertiannya satu sama lain di dalam suatu gig. Mungkin saya sempat terlena dengan bagaimana keramahan para partisipan gig yang begitu baiknya menyambut saya sejak awal penelitian ini dilakukan. Memang di dalam berlangsungnya pergelaran itu semua tampak setara. Tapi setelah mencoba melihat dari luar, kesetaraan itu ternyata terjadi karena mereka memiliki kelas sosial atau ekonomi yang kurang lebih memang sama, sehingga tidak heran mereka bisa merasa sama satu sama lain. Ke-demokratis-an itu tampak jelas dari bagaimana para partisipan gig itu satu sama lain berhubungan tanpa jarak dan

133 menerima dengan baik segala macam genre musik dalam suatu gig asalkan memiliki semangat yang independen. Tetapi di samping ke-demokratis-an yang mengesankan bahwa mereka cukup inklusif dan terbuka terhadap segala kalangan, mereka sebenarnya sekaligus eksklusif dengan berbagai keengganan terhadap sesuatu yang sifatnya lebih besar yaitu mainstream dan segala perangainya yang dibawa (seperti konser untuk pertunjukannya dan label mayor untuk tempat bernaung para musisinya). Alasan penolakannya adalah yang mainstream itu dinilai terlalu berjualan atau komersil. Padahal berjualan sendiri tidak ada salahnya. Tetapi keberadaan mainstream itu justru membuat mereka menjadi berbeda, unik, dan menarik. Tanpa keberadaan mereka indie dengan gig-nya tidak bisa membedakan diri. Sehingga, bila dilihat secara lebih luas ternyata indie dan gig-nya itu cukup eksklusif di balik segala keinklusifannya. Memang yang indie-indie itu juga berjualan, tetapi tidak dengan skala yang besar dan masif, lagi-lagi hal ini membuat indie dan gig yang didalamnya itu inklusif tetapi apabila dilihat lagi mereka cukup eksklusif. Sebab, dengan skala yang kecil membuat sesuatu yang indie itu belum tentu dapat dimiliki semua orang karena jumlahnya yang cukup terbatas.