BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

PEMBUATAN KOMPOS DAN PUPUK CAIR ORGANIK DARI KOTORAN DAN URIN SAPI. Dahono

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

JENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA

BAB I PENDAHULUAN. limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BMF BIOFAD TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK

MEMBUAT PUPUK ORGANIK PADAT

Pengaruh Tingkat Konsentrasi dan Lamanya Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Organoleptik Pupuk Bokashi

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

TINJAUAN LITERATUR. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Macam macam mikroba pada biogas

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

PEMBUATAN BOKHASI FESES SAPI Oleh : Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN. masyarakat memacu peekembangan berbagai industri, termasuk pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

EFEKTIFITAS MIKROORGANISME (EM) PADA PERTUMBUHAN TANAMAN GELOMBANG CINTA (Anthurium Plowmanii) DENGAN MEDIA CAMPURAN ARANG SEKAM DAN KOMPOS SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

S U N A R D I A

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA II.

PEMBUATAN KOMPOS SECARA AEROB DENGAN BULKING AGENT SEKAM PADI

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG BARANGAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN PUPUK CAIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang tidak baik bagi manusia. Tumpukan sampah. tersebut jika dibiarkan dapat menimbulkan pencemaran, penyakit serta

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

OPTIMASI PRODUKSI PUPUK KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Kompos Proses Pengomposan Anaerobik

DWI SETYO ASTUTI A

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Ikan Produksi perikanan laut Indonesia dari tahun-ke tahun semakin meningkat dan berkembang.disamping kekayaan ikan di kawasan Indonesia yang berlimpah serta usaha untuk meningkatkan hasil tangkapan yang terus-menerus dilaksanakan,ternyata baru mencapai nilai 35% saja yang dapat di capai. Dari data yang dapat dikumpulkan,setiap musim masih terdapat antara 25-30% hasil tangkapan ikan laut yang akhirnya harus menjadi sisa atau ikan buangan yang disebabkan karena berbagai hal. 1. Keterbatasan pengetahuan dan sarana para nelayan di dalam cara pengolahan ikan. misalnya, hasil tangkapan tersebut masih terbatas sebagai produk untuk dipasarkan langsung (ikan segar), atau diolah menjadi ikan asin, pindang, terasi serta hasil-hasil olahannya. 2. Tertangkapnya jenis-jenis ikan lain yang kurang berharga ataupun sama sekali belum mempunyai nilai di pasaran, yang akibatnya ikan tersebut harus dibuang. Diantara bahan alami, ikan tercatat sebagai bahan yang sangat cepat membusuk. Karenanya begitu ikan tertangkap, maka proses pengolahan dalam bentuk pengawetan dan pengolahan harus segera dilakukan. Juga selama pengolahan ikan, masih banyak bagian-bagian dari ikan, baik kepala, ekor, maupun bagian-bagian yang tidak dimanfaatkan akan dibuang. Tidak mengherankan kalau sisa ikan dalam bentuk buangan dan bentuk-bentuk lainnya berjumlah cukup banyak, apalagi kalau ditambah dengan jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap tetapi tidak mempunyai nilai ekonomi. Ditambah lagi, ikan-ikan sisa dan yang terbuang tersebut secara langsung maupun tidak langsung banyak membawa problem lingkungan di kawasan pesisir, minimal dalam bentuk gangguan terhadap kebersihan, sanitasi dan kesehatan lingkungan. (Ikan mania.word pres.com.2007) 4

5 Limbah ikan yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah berupa : 1. Ikan curah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan sebagai pangan. 2. Bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industry pengalengan, atau industri pemiletan. 3. Ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan melimpah. 4. Kesalahan penanganan dan pengolahan. Berdasarkan karakternya limbah dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu limbah yang masih dapat dimanfaatkan dan sudah tidak dapat dimanfaatkan. Limbah perikanan berbentuk padatan, cairan dan gas. Limbah tersebut ada yang berbahaya dan sebagian lagi beracun. Limbah padatan memiliki ukuran bervariasi, mulai beberapa micron hingga beberapa gram atau kilogram. 2.2 Kompos Menurut J.H.Crawford (2003) kompos didefenisikan sebagai berikut : Kompos adalah hasil dekomposisi parsial/tidak lengkap, dipercepat secara artifisial dari campuran bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik. Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos diantaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut kelapa. Bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas. Tanaman air yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air, eceng gondok, dan azola.

6 Beberapa kegunaan kompos adalah: 1. Memperbaiki struktur tanah. 2. Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir 3. Meningkatkan daya tahan dan daya serap air 4. Memperbaiki drainase dan pori-pori dalam tanah 5. Menambah dan mengaktifkan unsur hara Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman. Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan menurunnya temperatur kompos di bawah 40 o C (Djuarni, Nan.Ir,Msc.,dkk, 2006). 2.3 Aktivator Gaur (1983) diacu dalam Nengsih (2002) mendefinisikan bahwa setiap zat atau bahan yang dapat mempercepat penguraian bahan organik disebut dengan aktivator. Aktivator mempengaruhi proses penguraian bahan organik melalui dua cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik (pada aktivator organik), kedua yaitu meningkatkan kadar nutrisi makanan bagi mikroorganisme tersebut. Aktivator terdiri dari dua jenis yaitu aktivator organik yang terdiri dari aktivator organik alami seperti pupuk kandang, fungi, dan tanah kaya humus dan aktivator buatan contohnya OST (Organic Soil Treatment), EM 4 dan Gt 1000-Wta dan aktivator kimia seperti asam asetat, amonium sulfat, urea, dan amoniak. 2.4 EM 4 (Effective Microorganisme 4) Teknologi EM 4 (Effective Microorganisme 4) adalah teknologi fermentasi yang dikembangkan pertama kali oleh Prof Dr Teruo Higa dari University Of The Ryukyus, Okinawa Jepang sejak tahun 1980. EM 4 merupakan kultur campuran dari beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Mikrooranisme alami yang terdapat dalam EM 4 bersifat fermentasi (peragian) terdiri dari lima kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas

7 sp.), jamur fermentasi (Saccharonzyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes. EM 4 merupakan biofertilizer yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. EM 4 mampu mempercepat dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, dan rnenekan aktivitas mikroorganisme patogen. Selain itu EM 4 juga dapat digunakan untuk membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan (Indriani 1999). Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asama amino) yang siap diserap oleh perakaran tanaman. bakteri asam laktat terutama golongan Lactobacillus sp. berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawasenyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman. Actinomycetes merupakan bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen berbentuk jalinan benang). Actinotnycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotik yang bersifat toksik terhadap patogen atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion fosfat dan ion-ion mikro laimya. Streptonzyces sp. menghasikan enzim steptomisin yang berguna bagi tanaman (Wididana et al. 1996 diacu dalam Nengsih 2002). Mikroorganisme yang terdapat dalam EM 4 dapat bekerja efektif menambah unsur hara apabila bahan organik dalam keadaan cukup. Bahan organik tersebut merupakan bahan makanan dan sumber energi. Dalarn penggunaan EM 4 memerlukan dedak sekitar 10% dari jumlah bahan. Sebagai sumber makanan bakteri maka pada tahap awal diperlukan molase atau gula sebanyak 0,1% dari jumlah bahan (Indriani 1999)

8 2.5 Proses Pengomposan Penguraian suatu senyawa ditentukan oleh suatu bahan, dimana pada umumnya senyawa organik mempunyai sifat yang cepat diuraikan, sedangkan senyawa anorganik mempunyai sifat sukar diuraikan.proses biologi merupakan proses alami yang bersifat dinamis dan kontinu selama faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan hidup mikroorganisme yang berperan didalamnya terpenuhi. Penguraian bahan organik akan berlangsung melalui jalur-jalur proses yang sudah dikenal,yang secara keseluruhan disebut dengan fermentasi. Campuran bahan yang sudah ditambah bioaktivator difermentasi dengan cara menutup dengan menggunakan terval dan membiarkannya selama 5-7 hari. Pada hari kedua atau ketiga, temperatur bahan kompos akan meningkat menjadi 40-60 0 C. Jika temperatur meningkat, tumpukan bahan tersebut harus dibalik, kemudian ditutup lagi. Tiga hari kemudian temperatur akan turun kembali dan berangsur-angsur stabil, bahan tersebut sudah menjadi kompos dan siap dikemas atau digunakan. (Sofian,2006). Sumber bahan organik tanah adalah jaringan tanaman baik yang berupa serasah atau sisa tanaman yang berupa batang, akar, daun, yang kemudian dirombak oleh mikroorganisme tanah, atau sisa hewan yang berupa kotoran maupun bangkai hewan. Secara kimiawi bahan organik tanah tersusun atas karbohidrat, protein lignin dan sejumlah senyawa kecil seperti lemak, lilin dan sebagainya, salah satu hasil perombakan bahan organik adalah humus, yang mempunyai kapasitas pengikat unsur hara dan air yang sangat tinggi, memiliki kekhususan koloidal dan mampu mengikat air 80-90% dari berat keringnya, bandingkan dengan tanah liat yang hanya mampu mengikat air 15-20% saja. Humus memberi warna tanah menjadi agak kehitaman dan sangat bermanfaat bagi pertanian karena mempengaruhi struktur tanah. Bahan organik dalam tanah sangat berhubungan dengan kecepatan pelapukan tanah. Bahan organik yang mempunyai C/N rasio yang rendah akan lebih cepat melapuk dibanding bahan organik yang mempunyai rasio C/N yang tinggi. Untuk cepat lapuk maka perlu penambahan nitrogen tanah yaitu dengan menambahkan

9 bahan organik yang cepat lapuk. Walaupun demikian peranan oksigen yang terkandung dalam tanah sangat penting, karena berkurangnya kadar oksigen juga berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme dalam penguraian. Ini berkaitan dengan ketersediaan unsur hara dari bahan organik yang bisa diserap tanaman.(m,isnaini,2006) Reaksi-reaksi yang terjadi pada proses pengomposan yaitu : Reduksi Sulfat : 2- CH 3 CHOHCOOH + SO 4 2CH 3 COOH + H 2 S + 2OH - 2-4H 2 + SO 4 2H 2 O + H 2 S + 2OH - Reduksi karbon organik secara anaerobik : CH 3 COOH CH 4 + CO 2 4CH 3 OH 3CH 4 + CO 2 + 2H 2 O C 6 H 12 O 6 bakteri 3CH 3 COOH C 6 H 12 O 6 kapang 2CH 3 CH 2 OH + 2CO 2 Reduksi karbon dioksida : 2CH 3 CH 2 OH + 2O 2 2CH 3 COOH + CH 4 4H 2 + CO 2 CH 4 + H 2 O 4H 2 + 2CO 2 CH 3 COOH + 2H 2 O Reduksi oksidasi sempurna : CH 3 COOH + 2O 2 CO 2 + 2H 2 O 2H 2 + O 2 2H 2 O CH 4 + 2O 2 CO 2 + 2H 2 O (Judoamidjojo,M.Darwis,A.A.E.G.Said,1992)

10 Reaksi animasi : Protein R-NH 2 + H 2 O proses enzimatik senyawa asam amino komplek + O 2 + amina R-OH + NH 2 + Energi Reaksi Amonifikasi : 2NH 3 + H 2 CO 3 ( NH 4 ) 2 CO 3 NH 4 + + CO 3 2- Reaksi Nitrifikasi 2NH + 4 + 3O 2 2NO 2 + 2H 2 O + 4H + + Energi 2NO 2 + O 2-2NO 3 + Energi ( Sutedjo, 2002 ) 2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Kompos Setiap organisme pendegrasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tesebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengoposan itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain : 1. Rasio C/N 2. Ukuran partikel 3. Aerasi 4. Porositas 5. Kandungan air 6. Suhu 7. ph 8. Kandungan hara 9. Kandungan bahan-bahan berbahaya

11 2.6.1 Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30 : 1 hingga 40 : 1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energy dan menggunakan N untuk sintesa protein. Pada rasio C/N diantara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. 2.6.2 Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. 2.6.3 Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. 2.6.4 Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Ronggarongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay oksigen untuk proses

12 pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. 2.6.5 Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang perananyang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerob yang menimbulkan bau tidak sedap. 2.6.6 Temperatur Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60 o C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60 o C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. 2.6.7 ph Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran ph yang lebar. ph yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. ph kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan ph bahan itu sendiri. Sebagai

13 contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan ph (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan ph pada fase-fase awal pengomposan. ph kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. 2.6.8 Kandungan hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. 2.6.9 Kandungan bahan berbahaya Beberapa bahan organik dapat mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori berbahaya untuk kehidupan mikroorganisme. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan. (http://www.ipard.com) Tabel 2.6 Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Rynk, 1992) Kondisi Kondisi yang bisa diterima Ideal Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1 Kelembaban 40-65 % 45-62 % berat Konsentrasi oksigen tersedia >5 % >10 % Ukuran partikel 1 inci Bervariasi Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd ph 5.5 9.0 6.5-8.0 Suhu 43 66 0 C 54 60 0 C

14 2.7. Kompos matang Stabilitas dan kematangan kompos adalah beberapa istilah yang sering dipergunakan untuk menentukan kualitas kompos. Stabil merujuk pada kondisi kompos yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi dan hara tanaman secara perlahan (slow release) dikeluarkan ke dalam tanah. Stabilitas sangat penting untuk menentukan potensi ketersediaan hara di dalam tanah atau media tumbuh lainnya. Kematangan adalah tingkat kesempurnaan proses pengomposan. Pada kompos yang telah matang, bahan organik mentah telah terdekomposisi membentuk produk yang stabil. Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji dilaboratorium untuk pengamatan sederhana di lapangan. Berikut ini disampaikan cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos : 1. Dicium/dibaui Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang. 2. Warna kompos Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang. 3. Penyusutan Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.

15 4. Tes kantong plastik Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan didalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah matang. 5. Tes Perkecambahan Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah 6. Suhu Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50 o C, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif. 7. Kandungan air kompos Kompos yang sudah matang memiliki kandungan kurang lebih 55-65%. Cara mengukur kandungan air kompos adalah sebagai berikut: Ambil sampel kompos dan ditimbang Kompos dikeringkan di dalam oven atau microwave hingga beratnya konstan, kompos ditimbang kembali Kandungan air kompos dihitung dengan rumus sebagai berikut :

16 2.8 Standar Pupuk Kompos Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Di dalam standar ini termuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik atau kimiawi kompos, termasuk di dalamnya batas maksimum kandungan logam berat. Untuk memastikan apakah seluruh kriteria kualitas kompos ini terpenuhi maka diperlukan analisis laboratorium. Pemenuhan atas standar tersebut adalah penting, terutama untuk kompos yang akan dijual di pasaran. Standar itu menjadi salah satu jaminan bahwa kompos yang akan dijual benar-benar merupakan kompos yang siap diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi tanaman, manusia, maupun lingkungan. Tabel.2.8 Standar kualitas pupuk kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004 Parameter Bahan Organik Total N Total C organik Rasio C/N P 2 O 5 K2O ph Standar 27-58 % >0,40 % 9,80-32,00 % 10-20 >0,10 % >0,20 % 6,80-7,49 Sumber : Badan standarisasi Nasional (2004)