BAB lv HASIL DAN PEMBAHASAN. turmerik). Hasil pengukuran kadar boraks dengan metode titrasi terdapat pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif. Metode deskriptif

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KANDUNGAN BORAKS PADA BAKSO TUSUK DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Boraks telah dilarang penggunaannya dalam Keputusan Menteri Kesehatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah deskriptif laboratorik dimana penelitian dilakukan

berupa boraks pada jajanan bakso tusuknya. Dalam hal ini, populasi dalam penelitian adalah seluruh pedagang bakso tusuk di Kabupaten Kulon Progo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang

BAB III METODE PENELITIAN. 2003). Berdasarkan waktu pelaksanaannya, desain studi yang digunakan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembakuan HCl dan Perhitungan Kadar Kandungan Boraks

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini menggunakan belah melintang (cross

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

ANALISIS KUALITATIF KANDUNGAN BORAKS PADA BAKSO TUSUK MENGGUNAKAN KERTAS TUMERIK DI WILAYAH SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PRAKTIKUM ASIDI AL-KALIMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN

Diblender Halus. Supernatan. Dikeringkan diatas penangas air. Ditambahkan sedikit H2S04 (P) Ditambahkan metanol Dibakar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan,

ANALISIS KANDUNGAN BORAKS SEBAGAI ZAT PENGAWET PADA JAJANAN BAKSO. Analysis Of The Content of Borax on Meatballs Snack

BAB I PENDAHULUAN. Pola hidup sehat masyarakat sangat terdukung oleh adanya makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Percobaan B. Tujuan Percobaan

KIMIA DASAR PRINSIP TITRASI TITRASI (VOLUMETRI)

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

CH 3 COOH (aq) + NaOH (aq) CH 3 COONa (aq) + H 2 O (l)

Haris Dianto Darwindra BAB V PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1.1 Hasil Pengamatan Analisa Analisa Protein dengan Metode Kjeldahl Tabel 6. Hasil Pengamatan Analisa Protein

PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM ASAM CUKA DENGAN ALKALIMETRI

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

pengolahan pangan (Hardiansyah dan Sumali, 2001)

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan

Total. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima

Identifikasi Boraks dalam Bakso di Kelurahan Bahagia Bekasi Utara Jawa Barat dengan Metode Analisa Kualitatif

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI. Senin, 9 November 2015 KELOMPOK IV Senin, Pukul WIB

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

Modul 1 Analisis Kualitatif 1

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR. Percobaan 3 INDIKATOR DAN LARUTAN

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Selatan, Bone Bolango Gorontalo selama dua bulan, mulai bulan Maret sampai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sapi, ayam ikan, maupun udang lalu dibentuk bulatan-bulatan kemudian

PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II TURUNAN ASAM HIDROKSI BENZOAT

BAB 1 PENDAHULUAN. oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde,

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

TELUR ASIN PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan

b. Mengubah Warna Indikator Selain rasa asam yang kecut, sifat asam yang lain dapat mengubah warna beberapa zat alami ataupun buatan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp)

KIMIA ANALITIK TITRASI ASAM-BASA

MENGENAL BAHAYA FORMALIN, BORAK DAN PEWARNA BERBAHAYA DALAM MAKANAN

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

Metodologi Penelitian

LOGO TEORI ASAM BASA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

4 Pembahasan Degumming

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum,

Konsumsi Bakso Cilok Di 8 SD Di Wilayah Semarang

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH

II. HARI DAN TANGGAL PERCOBAAN

METODELOGI PENELITIAN. dan Teknologi Pangan, Laboratorium kimia, dan Laboratorium Biomedik Fakultas

Transkripsi:

BAB lv HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Sampel bakso tusuk yang telah diteliti sebanyak 28 sampel dari masingmasing kecamatan di wilayah Kota Yogyakarta. Tabel 3 dan 4 adalah data hasil uji kuantitatif (uji titrasi) dan uji kualitatif (uji kebusukan, uji nyala, uji turmerik). Hasil pengukuran kadar boraks dengan metode titrasi terdapat pada Tabel 3. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Boraks dengan Metode Titrasi No. Sampel Berat (mg) Kadar rata-rata(%) 1 Danurejan 1 10.527 1,84 2 Danurejan 2 10.480 3,80 3 Gedongtengen 1 12.327 3,10 4 Gedongtengen 2 11.680 3,71 5 Gondokusuman 1 10.205 3,50 6 Gondokusuman 2 11.540 2,94 7 Gondomanan 1 11.580 2,82 8 Gondomanan 2 13.211 2,66 9 Jetis 1 10.453 5,82 10 Jetis 2 11.045 5,25 11 Kotagede 1 12.100 3,64 12 Kotagede 2 11.766 1,72 13 Kraton 1 13.095 2,52 14 Kraton 2 11.262 1,51 15 Mantrijeron 1 15.780 1,94 16 Mantrijeron 2 12.528 2,08 17 Mergangsan 1 13.025 2,60 18 Mergangsan 2 10.897 2,71 19 Ngampilan 1 14.440 4,30 20 Ngampilan 2 11.890 5,13 21 Pakualaman 1 12.719 2,32 22 Pakualaman 2 14.342 3,35 23 Tegalrejo 1 13.440 2,98 24 Tegalrejo 2 12.886 3,89 25 Umbulharjo 1 13.450 3,69 26 Umbulharjo 2 12.550 5,82 27 Wirobrajan 1 13.276 2,46 28 Wirobrajan 2 15.460 3,15 Rata-rata 3,25 37

Tabel 4. Hasil Analisis Kualitatif Boraks UJI KEBUSUKAN HARI KE-1 HARI KE-2 HARI KE-3 BUSUK BAU JAMUR BUSUK BAU JAMUR BUSUK BAU JAMUR No. SAMPEL UJI TURMERIC 1. Danurejan 1 + + - + ++ + +++ +++ ++ ++ - 2. Danurejan 2 - - - + + - ++ + + + - 3. Gedongtengen 1 - + - + + - ++ ++ + ++ - 4. Gedongtengen 2 - + - + + + +++ ++ + ++ - 5. Gondokusuman 1 - + - + + + ++ ++ ++ ++ - 6. Gondokusuman 2 - - + + + + ++ ++ + ++ - 7. Gondomanan 1 + + + ++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ - 8. Gondomanan 2 + + + ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ - 9. Jetis 1 - - - - + - + + - ++ + 10. Jetis 2 - - - + + - ++ + + ++ - 11. Kotagede 1 - + - + + - ++ + + ++ - 12. Kotagede 2 + + + ++ ++ + +++ +++ + + - 13. Kraton 1 - + - + ++ + +++ ++ + ++ - 14. Kraton 2 + + + ++ ++ ++ +++ +++ ++ ++ - 15. Mantrijeron 1 + ++ - +++ +++ + +++ +++ ++ ++ - 16. Mantrijeron 2 + + - ++ + + +++ ++ + ++ - 17. Mergangsan 1 + + - + + + +++ ++ + + - 18. Mergangsan 2 + + + + + + ++ +++ + + - 19. Ngampilan 1 + - - + + - ++ + - ++ - 20. Ngampilan 2 - - - - + - + + - ++ - 21. Pakualaman 1 + + - + + + ++ ++ + ++ - 22. Pakualaman 2 + + - + + + ++ ++ + ++ - 23. Tegalrejo 1 + ++ - + ++ + +++ +++ ++ +++ - 24. Tegalrejo 2 + + - + + - +++ ++ + ++ - 25. Umbulharjo 1 - + - + + _ ++ +++ + ++ - 26. Umbulharjo 2 - - - - + - + + - ++ - 27. Wirobrajan 1 + + + + + + +++ +++ +++ +++ - 28. Wirobrajan 2 + + - + + - ++ ++ + ++ - UJI NYALA API 38

39 Keterangan : 1. Busuk - : segar + : sedikit menghitam ++ : sebagian besar menghitam +++ : seluruh menghitam 2. Bau - : bau rempah (bawang dll) + : bau rempah hilang ++ : bau basi +++ : bau basi dan berlendir 3. Jamur - : tidak ditumbuhi jamur + : ada sedikit jamur ++ : separuh bagian tumbuh jamur +++ : seluruh bagian tumbuh jamur B. Pembahasan Makanan sehat adalah makanan yang seimbang yang mampu memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh dan mampu dirasakan secara fisik dan mental (Prasetyono, 2009). Sebagai umat muslim selain memperhitungkan status gizi makanan, juga harus memperhatikan kehalalan dan kethayyiban suatu makanan. Pada penelitian ini, peneliti akan membahas lebih dalam aspek thayyib. Makanan yang thayyib yaitu makanan yang baik untuk tubuh dan tidak merugikan baik secara jasmani maupun rohani. Membahas makanan,

40 tidak terlepas dari Bahan Tambahan Pangan (BTP). Tidak semua BTP boleh ditambahkan dalam makanan, ada beberapa jenis BTP yang penggunaannya wajib dibatasi bahkan dilarang penggunaannya menurut Departemen Kesehatan yang diatur dalam PP Republik Indonesia Nomor 1168/PP/X/1999. BTP yang dibatasi dalam penggunaan salah satunya yaitu BTP pengawet makanan Natrium Tetraborat (boraks). Natrium Tetraborat (Na 2 B 4 O 7.10H 2 O) adalah campuran garam mineral dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yang merupakan bentuk tidak murni dari boraks. Merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks berbentuk serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol dengan ph: 9,5. Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagaimana halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MenKes/Per/IX/88 boraks dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang untuk digunakan dalam pembuatan makanan. Dalam makanan boraks akan terserap oleh darah dan disimpan dalam hati. Karena tidak mudah larut dalam air boraks bersifat kumulatif. Dari hasil percobaan dengan tikus menunjukkan bahwa boraks bersifat karsinogenik. Selain itu boraks juga dapat menyebabkan gangguan pada bayi, gangguan proses reproduksi, menimbulkan iritasi pada lambung dan menyebabkan gangguan pada ginjal, hati, dan testes (Suklan, 2002).

41 Boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus, misalnya bakso, kerupuk bahkan mie basah yang berada di pasaran. Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh senyawa aktif asam borat. 1. Preparasi Sampel Uji Identifikasi kadar boraks dalam 28 sampel bakso tusuk telah dilakukan di wilayah Kota Yogyakarta. Setiap kecamatan diambil 2 sampel uji. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cross sectional, dimana metode untuk menentukan sampel dengan teknik sampling daerah apabila obyek yang akan diteliti sangat luas misalnya suatu kabupaten, provinsi maupun negara (Sugiyono, 2012) dan tidak adanya kriteria inskusi dan ekslusi. Pengambilan jumlah bakso masing-masing sampel bervariasi dengan kisaran berat 10-15 gram. Sampel bakso tusuk yang sudah ditimbang dihaluskan terlebih dahulu dengan mortir, lalu ditambahkan dalam 50ml aquadest bebas CO 2 (aquades yang didihkan) yang kemudian disaring. 2. Analisis Kualitatif a. Uji Kebusukan Hasil uji kebusukan dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis kualitatif berupa uji kebusukan bertujuan untuk mengetahui kecurigaan bakso yang mengandung boraks yang tidak membusuk selama 3 hari. Diantara 28 sampel uji dicurigai sebanyak 3 sampel bakso yang mengandung boraks yaitu Jetis 1, Ngampilan 2, Umbulharjo 2 dilihat dari hasil hari 1 dan 2 tidak busuk, tidak bau dan tidak ditumbuhi

42 jamur. Pada hari ke 3 bahkan nilai kebusukan hanya menunjukkan positif 1 (+) yang artinya hanya sebagian kecil dari bagian bakso yang busuk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bakso yang dicurigai mengandung boraks atau tidak diketahui bahwa tidak terdapat suatu perbedaan yang nyata antara bakso yang mengandung boraks dan yang tidak. Beberapa hal merupakan ciri bakso mengandung boraks dalam penelitian ini adalah bakso lebih kenyal dan awet/tahan selama 3 hari. Menurut Putra (2009) ciri yang bisa dilihat untuk membedakan bakso yang mengandung boraks dan tidak adalah sebagai berikut : 1) Bakso mengandung boraks lebih kenyal disbanding bakso tanpa boraks. 2) Bakso mengandung boraks bila digigit sedikit lebih keras disbanding bakso tanpa boraks. 3) Bakso mengandung boraks tahan lama atau awet selama 3 hari sedang yang tidak mengandung boraks dalam 1 hari sudah berlendir. 4) Bakso mengandung boraks warnanya tampak lebih putih tidak merata. Bakso yang aman berwarna abu-abu segar merata di semua bagian, baik dipinggir maupun tengah. 5) Bakso mengandung boraks baunya terasa tidak alami. Ada bau lain yang muncul.

43 6) Bila dilempar ke lantai akan memantul seperti bola bekel. Menurut Egan et al. (1981), boraks merupakan pengawet makanan yang sudah ada sejak dulu, tetapi dilarang penggunaannya sejak tahun 1925. Larangan ini dilonggarkan selama perang dunia II dengan mengizinkan penggunaan boraks di dalam minyak babi dan margarin. Kelonggaran ini dicabut kembali pada tahun 1959 oleh FSC (Food Standard Committee) dengan alasan bahwa pengawet boron sebagai bahan yang tidak diinginkan karena bersifat kumulatif (menimbulkan efek dengan penambahan berturut-turut) yang dapat membahayakan tubuh manusia. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), daya pengawetan boraks kemungkinan disebabkan adanya senyawa aktif asam borat. Asam borat merupakan senyawa yang sering digunakan sebagai antiseptik. Sifat antiseptik inilah yang digunakan sebagai pengawet dan menghambat mikroba yang tumbuh. Bakso yang tidak ditumbuhi jamur dan mikroba selama 3 hari dalam suhu ruang patut dicurigai bakso tersebut mengandung boraks. b. Uji nyala api Borat-borat diturunkan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H 3 BO 3 ), asam piroborat (H 2 B 4 O 7 ), dan asam metaborat (HBO 2 ). Asam ortoborat adalah zat padat kristalin putih, yang sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang diketahui dengan pasti. Asam ortoborat yang dipanaskan pada 100 0 C, akan diubah menjadi asam

44 metaborat. Jika dilihat dalam keadaan dingin, tidak akan terjadi sesuatu yang dapat diamati meskipun asam ortoborat (H 3 BO 3 ) dibebaskan. Namun, ketika dipanaskan, asap putih asam borat dilepaskan. Jika sedikit boraks dicampurkan dengan 1 ml asam sulfat pekat 5 ml methanol dalam sebuah cawan porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan ; alkohol akan terbakar dengan nyala yang pinggirannya hijau, disebabkan oleh pembentukan metilborat B(OCH 3 ) 3 (Vogel, 1985). Kedua ester ini beracun. Garam tembaga dan barium mungkin memberi nyala hijau yang serupa. H 3 BO 3 + 3 CH 3 OH B(OCH 3 ) 3 + 3 H 2 O Dilihat pada Tabel 3. pengamatan didapatkan hanya sampel Jetis 1 dengan hasil positif (+) ditandai dengan nyala api hijau. Kontrol positif boraks menghasilkan warna serupa.. Dari hasil pengamatan, tidak timbulnya warna hijau pada uji nyala api tidak berarti sampel tersebut tidak mengandung boraks. Kadar boraks yang sedikit dapat menjadi faktor penyebab. Nyala hijau yang teramati dari pembentukan metilborat yang bereaksi dengan alkohol sulit diamati karena kadar yang kecil (Vogel, 1985). Warna nyala hijau tertutup oleh nyala merah hasil pembakaran senyawa pengganggu dari sampel bakso tusuk. Dugaan inilah mengapa sebagian besar sampel boraks menunjukkan hasil (-).

45 c. Uji Kertas Turmerik Dari hasil Tabel 3. semua sampel bakso tusuk menunjukkan hasil positif (+) dengan pengamatan menggunakan kertas turmerik (kertas kunyit) ditandai dengan terbentuknya noda merah kecoklatan. Gambar 5. Reaksi boraks dengan kurkumin Deteksi boraks menggunakan asam klorida yang ditambahkan pada larutan sampel dapat mengidentifikasi adanya boraks pada konsentrasi lebih dari 20 g/ml. Hal ini dikarenakan sifat HCl yang dapat melepaskan boraks dengan ikatannya dan membentuk kompleks kelat rosasianin yang berwarna merah (Azas, 2013). Dengan adanya asam kuat, asam borat dengan kurkumin membentuk kompleks kelat rosasianin yaitu suatu zat warna merah karmesin (Roth, 1988). 3. Analisi Kuantitatif Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volum larutan standar ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang akan diidentifikasi. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti (Day Underwood, 1999).

46 Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk menentukan asam. Pada penelitian ini adalah penentuan kadar dengan metode asidimetri menggunakan indikator metil oranye, hal ini dilakukan karena jika meggunakan indikator yang lain, adanya kemungkinan trayek ph-nya jauh dari titik ekuivalen. Dalam bidang farmasi, asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu obat dengan teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik ekivalen lebih kecil sehingga lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien mungkin. Penetapan kadar Na 2 B 4 O 7 berdasarkan reaksi netralisasi dengan menggunakan metode asidimetri dan menggunakan larutan baku HCl sebagai titran dan dengan penambahan indikator metil merah, dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah muda menjadi kuning. Dari data Tabel 4. Diketahui bahwa semua sampel telah dilakukan perhitungan kadar dengan hasil positif mengandung boraks dengan kadar yang bervariasi. Telah dilakukan perhitungan kadar rata-rata boraks pada 28 sampel yaitu 3,26%, kadar tertinggi boraks sebanyak 5,83% dan kadar

47 terendah sebanyak 1,51%. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua sampel bakso di kota Yogyakarta mengandung boraks, seperti penelitian yang dilakukan oleh Widayat (2013). Dalam penelitian itu ditemukan sebanyak 22 sampel dari 33 sampel bakso positif boraks dan penelitian Silalahi,dkk (2009) bahwa 80% dari sampel yang diperiksa positif mengandung boraks. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MenKes/Per/IX/88 boraks dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang untuk digunakan dalam pembuatan makanan. Dari beberapa literatur didapatkan bahwa konsumsi boraks dalam jangka panjang berefek buruk pada hati, otak dan ginjal. Menurut See (2010) asam borat menyebabkan keracunan jika kadarnya melebihi 2g/Kg dan 3g/Kg pada neonatus. Masuknya boraks yang terus menerus akan menyebabkan rusaknya membran sel hati, kemudian diikuti kerusakan pada sel parenkim hati. Hal ini terjadi karena gugus aktif boraks B=O akan mengikat protein dan lemak tak jenuh sehingga menyebabkan peroksidasi lemak. Peroksidasi lemak dapat merusak permaebilitas sel karena membran sel kaya akan lemak. Akibatnya semua zat dapat keluar masuk ke dalam sel yang dapat menyebabkan kerusakan sel- sel hati (Hanna dkk, 2009). Pada waktu sel-sel hati rusak, akan terjadi induksi enzim yang berada di dalam sel hati (enzim intraseluler) sehingga enzim intraseluler akan dilepaskan ke dalam darah. Enzim tersebut adalah Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Piruvic

48 Transaminase (SGPT). Peningkatan kadar SGPT dan SGOT dalam darah dapat dijadikan indikator biologis tidak langsung untuk keracunan boraks (Ekaningsih, 2012). Menurut Saparinto dan Hidayati (2006) dosis tertinggi boraks yaitu 10g/kgBB- 20g/kgBB orang dewasa dan 5g/kgBB anak-anak. Berdasarkan data tersebut dibandingkan dengan data peneliti yaitu kadar tertinggi boraks sebanyak 5,83% dan kadar terendah sebanyak 1,51% maka dapat disimpulkan bahwa kadar tersebut jauh dosis letal. Akan tetapi, apabila terus menerus dikonsumsi, dapat mengakibatkan akumulasi terus menerus kadar boraks dalam tubuh sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada organ.