DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

dokumen-dokumen yang mirip
KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Studi literatur ini dilakukan dengan menganalisis keterkaitan

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

ANCAMAN BADAI MATAHARI

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

KARAKTERISTIK BADAI GEOMAGNET BESAR DALAM SIKLUS MATAHARI KE-22 DAN 23

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

Anwar Santoso, Mamat Ruhimat, Rasdewita Kesumaningrum, Siska Fillawati Pusat Sains Antariksa

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA

ANALI5IS BADAI MAGNET BUMI PERIODIK

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Anwar Santoso Peneliti Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa Pusat Sains Antariksa, Lapan

Pembinaan Teknis (Bintek) Pengolahan dan Interpretasi Data Geomagnet Bandung, Mei 2015

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

METODE NON-LINIER FITTING UNTUK PRAKIRAAN SIKLUS MATAHARI KE-24

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA.

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

PERBANDINGAN PERHITUNGAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG (175 4'BT; 17 6'LS)

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

PEMODELAN DAN VALIDASI HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KRITIS LAPISAN F2 IONOSFER (fof2) DENGAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DARI DATA IONOSONDA DAN GPS

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

ANALISIS SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II SEBAGAI PREKURSOR KEMUNGKINAN TERJADINYA BADAI MAGNET BUMI

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage:http//

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

IDENTIFIKASI KONDISI ANGIN SURYA (SOLAR WIND) UNTUK PREDIKSI BADAI GEOMAGNET

ANALISIS PERUBAHAN VARIASI HARIAN KOMPONEN H PADA SAAT TERJADI BADAI MAGNET

PENENTUAN INDEKS AKTIV1TAS MATAHARI EKSTRIM HARIAN

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

LEDAKAN MATAHARI PEMICU ANOMALI DINAMIKA ATMOSFER BUMI

KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE

Model Empiris Variasi Harian Komponen H Pola Hari Tenang. Habirun. Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. Dr. Junjunan No.

ANAL1SIS EMPIRIK KEJADIAN FLARE TIRKAIT DENGAN PERUBAHAN FIS1K SUNSPOT

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

MODEL POLA HARI TENANG MEDAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG MENGGUNAKAN PERSAMAAN POLINOM ORDE-4

Analisis Empirik Kejadian Flare Terkait dengan Perubahan Fisik Sunspot

AWAN MAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN KAITANNYA DENGAN GANGGUAN GEOMAGNET

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

Analisis Variasi Komponen H Geomagnet Pada Saat Badai Magnet

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 4, Oktober 2013 ISSN

STUDI PERBANDINGAN DISTRIBUSI INDEKS K GEOMAGNET ANTARA STASIUN BIAK DENGAN MAGNETOMETER DIGITAL DAN STASIUN TANGERANG DENGAN MAGNETOMETER ANALOG

PERAN DIMENSI FRAKTAL DALAM RISET GEOMAGSA

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F

Sri Suhartini *)1, Irvan Fajar Syidik *), Annis Mardiani **), Dadang Nurmali **) ABSTRACT

Diterima 11 Agustus 2017; Direvisi 10 Januari 2018; Disetujui 10 Januari 2018 ABSTRACT

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

TELAAH MODEL NUMERIK MEKANISME TERJADINYA FLARE DI MATAHARI

ANALISIS KARAKTERISTIK FREKUENSI KRITIS (fof2), KETINGGIAN SEMU (h F) DAN SPREAD F LAPISAN IONOSFER PADA KEJADIAN GEMPA PARIAMAN 30 SEPTEMBER 2009

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

ABSTRAK. Kata Kunci: Sunspot, Aktivitas Matahari, Klasifikasi Mcintosh, Flare

PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI PADA KALA HIDUP SATELIT

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KONDISI ANTARIKSA DI ORBIT LAPAN A2 MENJELANG PUNCAK AKTIVITAS MATAHARI SIKLUS 24

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

ANALISIS DAMPAK FLARE TIPE X SEPTEMBER 2014 TERHADAP SISTEM NAVIGASI DAN POSISI BERBASIS SATELIT DARI PENGAMATAN GISTM KUPANG

Transkripsi:

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23 Tiar Dani dan Jalu Tejo Nugroho Peneliti Matahari dan Antariksa Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. Dr. Djundjunan 133 Bandung e-mail: velestra_00@yahoo.com ABSTRACT Flare position distribution which caused geomagnetic storm during 22nd and 23rd (1986 2006) solar cycle was conducted. By plotted graph of flare heliographic position when geomagnetic storm occur with Dst index value is E - 100 nt during 22nd and 23rd solar cycle, flare position distribution evaluated from northern-southern solar hemisphere and eastern-western solar hemisphere which caused major geomagnetic storm. It was found that during 22nd solar cycle, flare distribution position for northernsouthern solar hemisphere is 41 % against 59 %. For eastern-western solar hemisphere is 45 % against 55 %. And for 23rd solar cycle, flare position distribution which caused geomagnetic storm for northernsouthern solar hemisphere is 53% against 47%. This result is not significant compare to same distribution pattern on 22nd solar cycle. Flare position distribution for eastern-western solar hemisphere for 23rd solar cycle is 47% against 53%. This result is more significant compare to same distribution pattern on 22nd solar cycle. ABSTRAK Distribusi posisi flare yang menyebabkan badai geomagnet selama siklus matahari ke-22 dan 23 (tahun 1986 2006) telah dilakukan. Dengan melakukan plot data posisi heliografis dari flare saat terjadi badai geomagnet dimana nilai indeks Dst b - 100 nt sepanjang siklus matahari ke-22 dan 23, akan dilihat distribusi posisi flare pada piringan matahari, baik tinjauan dari hemisfer utara-selatan matahari maupun hemisfer timur-barat matahari yang menyebabkan badai geomagnet besar. Diperoleh bahwa distribusi untuk posisi flare utaraselatan piringan matahari yang menyebabkan badai geomagnet untuk siklus matahari ke- 22 didapatkan sebesar 41% untuk heliografis utara dan 59% untuk heliografis selatan. Tetapi untuk distribusi posisi timurbarat piringan matahari yang menyebabkan badai geomagnet diperoleh perbedaan yang tidak terlalu signifikan, yaitu sebesar 45 % untuk heliografis timur dan 55% untuk heliografis barat. Sedangkan untuk siklus matahari ke-23 didapatkan sebesar 53% heliografis utara dan 47% heliografis selatan. Persentase ini tidak begitu signifikan dibandingkan dengan saat siklus matahari ke-22. Untuk komposisi distribusi posisi flare heliografis barat-timur piringan matahari untuk siklus ke-23 dimana posisi barat sebesar 69% dan timur 31% terlihat lebih signifikan dibanding distribusi posisi timur-barat saat siklus ke-22. Kata kunci : flare, badai geomagnet, indeks Dst, posisi heliografis 1. PENDAHULUAN Flare merupakan fenomena eruptif dipermukaan matahari. Flare juga merupakan salah satu bentuk aktivitas matahari yang berasosiasi dengan sunspot dan memiliki siklus 11 tahun. Saat aktivitas matahari maksimum, maka akan lebih muncul banyak sunpot dan flare dibandingkan saat aktivitas matahari minimum. Dalam kala hidupnya, sunspot muncul berotasi dari timur ke barat piringan matahari dan saat sunspot tersebut semakin komplek medan magnetnya, maka probabilitas untuk munculnya flare akan semakin besar. Munculnya flare ini akan menyebabkan gangguan pada medan magnet Bumi dimana pelepasan energi saat terjadi flare akan membawa medan magnetik dari matahari bersama dengan partikel-partikel bermuatan menuju magnetosfer Bumi dan berinteraksi dengan medan magnet Bumi. Interaksi antara partikel-partikel bermuatan dengan medan magnet Bumi akan menyebabkan adanya variasi medan magnet Bumi. Variasi medan magnet Bumi akan dianggap sebagai gangguan dan menyebabkan badai jika nilai dari Disturbance storm time (Dst)

index - 100 nt (Yatini, 2008). Indeks Dst sendiri adalah ukuran dari aktivitas geomagnet yang dipergunakan untuk mengukur besarnya badai geomagnet (Hamilton, 1988). Gangguan pada geomagnet ini ternyata juga dipengaruhi oleh posisi dimana terjadinya flare dan CME, dimana flare dan CME yang posisinya berada pada pinggir piringan matahari tidak mempengaruhi medan magnet tetapi hampir selalu menyebabkan gangguan pada ionosfer (Dani, 2008). Beberapa badai geomagnet skala besar juga tercatat diakibatkan oleh flare besar yang posisinya tepat mengarah ke Bumi. Diketahui pula flare besar yang terjadi saat posisinya berada di pinggir piringan matahari tidak terlalu mengganggu medan magnet Bumi. Untuk itu perlu dikaji bagaimana distribusi posisi flare pada piringan matahari yang menyebabkan badai geomagnet, baik ditinjau dari hemisfer Utara-Selatan piringan matahari maupun hemisfer Timur-Barat piringan matahari selama siklus matahari ke-22 dan 23. 2. METODOLOGI 2.1 Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data kejadian flare dan CME yang berpengaruh terhadap lingkungan Bumi tahun 1986 2006 yang diunduh dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Space Environment Center. b. Data Flare X-Ray tahun 1986 2006 yang diunduh dari National Geophysical Data Center (NGDC). c. Data indeks Dst global jam-an yang diperoleh dari NGDC. 2.2 Pengolahan dan Analisis Data Melakukan identifikasi indeks Dst -100 nt selama siklus matahari 22 dan 23 (1986 2006) untuk kemudian ditabelkan tanggal terjadinya badai saat nilai indeks Dst mencapai maksimum, waktu, dan besarnya nilai Dst saat mencapai maksimum. Kemudian menetapkan selang waktu 15 120 jam ke belakang sejak indeks Dst mencapai maksimum untuk mencari flare penyebab gangguan, dengan asumsi kecepatan angin surya minimum 350 km/detik dan maksimum 2657 km/detik (Yatini, 2008). Selang waktu ini adalah perbedaan waktu saat flare maksimum terjadi hingga indeks Dst mencapai nilai maksimum. Flare penyebab gangguan ini diambil dari data kejadian flare dan CME yang berpengaruh terhadap lingkungan Bumi dan diperiksa ulang dengan melihat data flare X-Ray dari NGDC. Flare yang dianggap sebagai penyebab gangguan kemudian ditabelkan tanggal, waktu, kelas flare dan posisinya. Dari tabel flare yang menyebabkan badai geomagnet yang telah diperoleh kemudian diplot posisi heliografis dari flare selama siklus matahari 22 dan dilakukan hal yang sama untuk siklus matahari yang ke- 23. Dilakukan pula perhitungan persentase distribusi posisi flare penyebab badai geomagnet ditinjau dari posisi utara-selatan dan timur-barat hemisfer matahari, baik untuk siklus matahari ke-22 dan 23. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Siklus Matahari ke-22 Hasil yang diperoleh bahwa flare kelas M lebih banyak menyebabkan badai geomagnet dibandingkan dengan flare kelas X dan C seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Diketahui pula bahwa selama siklus matahari ke-22 ini flare M lebih banyak terjadi sehingga memberikan kontribusi lebih banyak untuk menyebabkan badai geomagnet. Terlihat pula banyaknya flare kelas C yang menyebabkan badai geomagnet lebih sedikit dengan sebaran posisi flare yang secara kasar terlihat lebih banyak berada pada bagian barat piringan matahari sedangkan untuk sebaran posisi flare kelas X dan M terlihat lebih merata. Secara umum sebaran flare yang menyebabkan badai geomagnet berada pada posisi 40 o Utara Heliografis dan 40 o Selatan Heliografis serta 60 o Timur Heliografis hingga 60 o Barat Heliografis.

Gambar 1. Plot posisi flare kelas X (a), flare kelas M (b), dan flare kelas C (c) yang menyebabkan badai geomagnet selama siklus matahari ke-22 Faktor posisi dari piringan matahari tempat terjadinya flare juga memberikan pengaruh yang besar dalam menyebabkan terjadinya badai geomagnet. Untuk itu, jika ditinjau dari posisi hemisfer utaraselatan dan timur-barat dengan tidak memandang kelas flare didapatkan hasil sebagai berikut : a. Utara-Selatan Hemisfer Matahari Gambar 2 menunjukkan bahwa distribusi posisi flare yang menyebabkan badai geomagnet untuk hemisfer utara-selatan terlihat perbedaan cukup signifikan dimana flare yang terjadi pada hemisfer selatan piringan matahari lebih banyak sebesar 59% dibanding flare yang terjadi di hemisfer utara piringan matahari yang hanya sebesar 41%. Hal ini diduga akibat adanya rotasi diferensial medan magnet dari matahari yang mengarah dari utara ke selatan.

Gambar 2. Distribusi posisi flare untuk hemisfer utara-selatan piringan matahari yang menyebabkan badai geomagnet selama siklus matahari ke-22. b. Timur-Barat Hemisfer Matahari Distribusi posisi flare yang menyebabkan badai geomagnet selama siklus matahari ke-22 ini untuk hemisfer barat piringan matahari lebih banyak 55% dibanding hemisfer dibelahan timur yang hanya 45% seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Perbedaan ini dianggap tidak cukup signifikan dalam distribusi posisi flare di timur-barat hemisfer piringan matahari yang menyebabkan badai geomagnet. Gambar 3. Distribusi posisi flare untuk hemisfer timur-barat piringan matahari yang menyebabkan badai geomagnet selama siklus matahari ke-22 3.2 Siklus Matahari ke-23 Dari gambar 4 terlihat bahwa flare kelas M masih menjadi penyebab terjadinya badai geomagnet terbanyak yang diikuti oleh flare kelas X dan C. Hal ini juga disebabkan selama siklus matahari ke-

23, flare kelas M lebih banyak terjadi dibanding dengan flare kelas X dan C sehingga probabilitas untuk mengakibatkan terjadinya badai geomagnet lebih besar. Terlihat juga pula banyaknya flare kelas C yang menyebabkan badai geomagnet lebih sedikit dibanding flare kelas X dan M. Secara umum terlihat sebaran flare lebih banyak di hemisfer barat piringan matahari sedangkan sebaran untuk utara-selatan tidak begitu signifikan. Gambar 4. Plot posisi flare kelas X (a), flare kelas M (b), dan flare kelas C (c) yang menyebabkan badai geomagnet selama siklus matahari ke-23 Sedangkan untuk distribusi posisi flare ditinjau dari hemisfer utara-selatan dan hemisfer timurbarat dijelaskan sebagai berikut : a. Utara-Selatan Hemisfer Matahari Dari seluruh data kelas flare yang menyebabkan terjadinya badai geomagnet, diperoleh bahwa distribusi posisi flare tidak terlalu signifikan untuk posisi utara-selatan, dimana untuk posisi flare yang terjadi di belahan matahari utara sekitar 53% dan belahan matahari selatan sekitar 47% seperti

yang terlihat pada gambar 5. Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh saat siklus matahari ke-22 dimana perbedaannya terlihat begitu signifikan. Gambar 5. Distribusi posisi flare untuk hemisfer utara-selatan piringan matahari yang menyebabkan badai geomagnet selama siklus matahari ke-23 b. Timur-Barat Hemisfer Matahari Diperoleh perbedaan yang cukup besar bahwa posisi flare yang menyebabkan badai geomagnet terbesar berada disebelah barat piringan matahari sebesar 69% dibanding flare yang terjadi disebelah timur piringan matahari sebesar 31% seperti yang diperlihatkan pada gambar 6. Hal ini juga berbeda bila dibandingkan saat siklus matahari ke-22 dimana perbedaannya tidak begitu signifikan. Gambar 6. Distribusi posisi flare untuk hemisfer timur-barat piringan matahari yang menyebabkan badai geomagnet selama siklus matahari ke-23

Selama siklus matahari ke-22 dan 23 diperoleh bahwa kelas flare tidak mempengaruhi akan terjadinya badai geomagnet tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh posisi dimana flare tersebut terjadi seperti yang diperoleh oleh Dani (2008) dimana flare dengan posisi yang berada dipinggir piringan matahari hampir dapat dipastikan tidak akan menyebabkan badai geomagnet. Jika ditinjau badai geomagnet akibat flare yang terjadi dibelahan hemisfer utara-selatan piringan matahari diperoleh bahwa untuk siklus matahari ke-22 terlihat lebih dominan terjadi di belahan hemisfer selatan dibanding saat siklus matahari ke-23 yang dominan di belahan hemisfer utara. Hal ini berkaitan bahwa selama siklus ke-22, dominansi flare dan sunspot lebih banyak terjadi di hemisfer selatan piringan matahari dibanding dibelahan hemisfer utara seperti hasil yang didapatkan oleh Olliver & Ballester dan Atac & Ozgus (dalam Li, et al., 1998) sehingga probabilitas terjadinya badai geomagnet akibat flare yang terjadi di hemisfer selatan lebih besar daripada flare yang terjadi dibelahan hemisfer utara. Demikian pula distribusi posisi utara-selatan untuk siklus matahari ke-23 hampir sama dengan yang diperoleh oleh Tang, et al.(2005) dimana perbedaan distribusi posisi hemisfer utara-selatan tidak terlalu berbeda jauh. Hasil yang sama juga diperoleh Sulistiani dan Jalu (2008) yang menyatakan selama siklus matahari 21 hingga 23 dominasi flare terjadi di hemisfer selatan piringan matahari. Sedangkan tinjauan dari flare dibelahan hemisfer timur-barat yang menyebabkan badai geomagnet untuk siklus matahari ke-22 dan 23 lebih dominan terjadi di belahan hemisfer barat piringan matahari dan distribusi ini terlihat sangat jelas walaupun tinjauan dari hemisfer timur-barat ini masih dalam perdebatan dalam mekanisme fisisnya. Hasil yang sama juga diperoleh Tang (2005) yang meneliti asimetri timur-barat untuk siklus matahari ke-23 dan tidak dikaitkan dengan kejadian badai geomagnet. Tetapi hasil ini berbeda dengan yang diperoleh Li, et al.(2008) dimana distribusinya tidak terlalu signifikan untuk siklus matahari ke-22. 4. KESIMPULAN Flare kelas M lebih banyak yang menyebabkan badai geomagnet dibandingkan flare kelas X dan C selama siklus matahari ke-22 dan 23, tetapi perlu diperhitungkan juga faktor posisi saat terjadinya flare di piringan matahari. Distribusi posisi flare pada piringan matahari yang menyebabkan badai geomagnet ditinjau dari hemisfer utara-selatan piringan matahari lebih banyak terjadi pada belahan hemisfer selatan piringan matahari selama siklus matahari ke-22 dan 23. Sedangkan tinjauan dari distribusi posisi flare yang menyebabkan badai geomagnet pada hemisfer timur-barat piringan matahari lebih banyak terjadi pada posisi hemisfer barat piringan matahari selama siklus matahari ke-22 dan 23. DAFTAR RUJUKAN Dani, Tiar. 2008. Pengaruh Flare dan Coronal Mass Ejection (CME) Terhadap Indeks Dst Geomagnet dan fof2 Ionosfer Diatas Tanjungsari Sumedang. Karya Tulis Ilmiah Diklat Fungsional Peneliti Gelombang XIII LIPI. Hamilton, D. C., et al. 1988. Ring Current Development During The Great Geomagnetic Storm of February 1986, J. Geophys. Res., 93, 14343. Li, K.J, B. Schmeider, and Q. Sh. Li. 1998. Statistical analysis of the X-ray flares (M _ 1) during the maximum period of solar cycle 22. Astron. Astrophys. Suppl. Ser. 131, 99-104. Sulistiani, Santi dan Jalu Tejo Nugroho. 2007. Asimetri Hemisfer Utara Selatan Kejadian Flare Sinar-X Untuk Siklus 21 23. Buku Sains Atmosfer & Iklim, Sains Antariksa serta Pemanfaatannya, hal. 108 111. Tang, Y.Q dan G. M. Le. 2005. Statistical Analysis of Soft X-ray Flares during the 23rd Solar Cycle. 29th International Cosmic Ray Conference Pune 1, 5.8 Yatini, Clara Y. 2008. Identifikasi Sumber Badai Geomagnet Dari Matahari, Buku Matahari dan Lingkungan Antariksa, hal. 39 44.