Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS UMPAN YANG BERBEDA PADA BUBU LIPAT UNTUK PENANGKAPAN RAJUNGAN YANG BERBASIS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU LIPAT KEPITING BAKAU (SKALA LABORATORIUM)

TINGKAT KERAMAHAN LINGKUNGAN BUBU LIPAT YANG BERBASIS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG PROVINSI BANTEN

PENGGUNAAN BENTUK DAN POSISI CELAH PELOLOSAN PADA BUBU LIPAT KEPITING BAKAU. Shape and Position Escape Gap Application of Collapsible Mud Crab Trap

Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Pada Alat Tangkap Bubu Kerucut dengan Umpan yang Berbeda

WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN LONTAR KABUPATEN SERANG BANTEN

IDENTIFIKASI KECEPATAN MERAYAP KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PADA BENTUK MATA JARING DAN SUDUT KEMIRINGAN YANG BERBEDA

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

PENGARUH POSISI UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT (Effect of bait position on catch of collapsible pot)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT KOTAK DENGAN BUBU LIPAT KUBAH TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN

PENGARUH BENTUK DAN LETAK CELAH PELOLOSAN (Escape Gap) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR TERHADAP KELESTARIANSUMBERDAYA IKAN

PERBEDAAN UMPAN DAN KEDALAMAN PERAIRAN PADA BUBU LIPAT TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN BETAHWALANG, DEMAK

ANALISIS KERAMAHAN LINGKUNGAN BUBU RAJUNGAN MODIFIKASI CELAH PELOLOSAN DI PERAIRAN KABUPATEN REMBANG

ANALISIS DAERAH PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN PERAIRAN DENGAN JARING ARAD (Mini Trawl) DI PERAIRAN DEMAK

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 1. No. 1, Desember 2010: 24-31

EFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN

PENGARUH WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGGUNAAN JENIS DAN BOBOT UMPAN YANG BERBEDA PADA BUBU LIPAT KEPITING BAKAU

Dahri Iskandar 1. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Masuk : 11 Juni 2012, diterima :14 Juli 2012 ABSTRAK

ANALISIS TINGKAH LAKU KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) TERHADAP PERBEDAAN SUDUT KEMIRINGAN PINTU MASUK DAN CELAH PELOLOSAN BUBU (SKALA LABORATORIUM)

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

Analysis Modification of Traps with Escaped Gap Used Diferent Baits Toward Catching Crabs Mangrove (Scylla serrata) Rembang Waters Area

ANALISIS CELAH PELOLOSAN PADA BUBU KUBAH TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TPI DEMAAN KABUPATEN JEPARA

PENGARUH UMPAN DAN LAMA PERENDAMAN ALAT TANGKAP JEBAK (BUBU LIPAT) TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI DESA SEMAT, JEPARA

ANALISIS HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (PORTUNUS PELAGICUS) MENGGUNAKAN BUBU LIPAT DI MUARA TEBO NELAYAN 1 KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

RANCANG BANGUN KEREKAYASAAN ALAT PENGUKUR KARAPAS RAJUNGAN

Pengaruh penambahan ekstrak minyak tenggiri pada umpan bubu terhadap hasil tangkapan ranjungan di perairan Malalayang, Kota Manado

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(5): , Juni 2017 ISSN

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

ANALISIS DAERAH PENANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN JARING INSANG DASAR (BOTTOM GILLNET) DI PERAIRAN BETAHWALANG, DEMAK

MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh. Wayan Kantun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI. Sumber: Google maps (2011) Gambar 9. Lokasi penelitian

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN PANGKEP

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

SEBARAN DAERAH PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla sp.) DI PERAIRAN KARANGANTU SERANG BANTEN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

Comparison of catch with Trapsand Modified TrapsTo Catch Mangrove Crab (Scylla serrata) in Mangrove Ecosystem Sayung, Demak

PERBEDAAN JENIS UMPAN DAN WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DENGAN BUBU LIPAT SKALA LABORATORIUM

Pengaruh ekstrak minyak cumi pada umpan bubu terhadap hasil tangkapan kepiting bakau dan rajungan di Perairan Malise Kecamatan Tabukan Tengah

SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus)

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PERBANDINGAN PENERIMAAN NELAYAN YANG MENANGKAP RAJUNGAN DENGAN BUBU DAN ARAD DI BETAHWALANG, DEMAK

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

3. METODE PENELITIAN

POTENSI SUMBERDAYA KEPITING BAKAU (Scylla sp.) YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA TARAKAN, PROPINSI KALIMANTAN UTARA. Natanael 1), Dhimas Wiharyanto 2)

MODIFIKASI KONSTRUKSI PERANGKAP LIPAT UNTUK MENANGKAP KEPITING BAKAU MODIFICATION OF COLLAPSIBLE POT CONSTRUCTION TO CAPTURE MANGROVE CRABS

MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG

BAB III BAHAN DAN METODE

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

HUBUNGAN LEBAR KARAPAS DAN BERAT KEPITING BAKAU (Scylla spp) HASIL TANGKAPAN DI DESA KAHYAPU PULAU ENGGANO PROVINSI BENGKULU

SUMBER DAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN TANGERANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBERDAYA RAJUNGAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DENGAN ALAT TANGKAP BUBU LIPAT (TRAPS) DI PERAIRAN TEGAL

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus L.) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING SILIR YANG BERBASIS DI PPN KARANGANTU KOTA SERANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

WAKTU PERENDAMAN DAN PERIODE BULAN : PENGARUHNYA TERHADAP KEPITING BAKAU HASIL TANGKAPAN BUBU DI MUARA SUNGAI RADAK, PONTIANAK

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Randy Aditya, Paulus Taru dan Adnan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS UMPAN DAN WAKTU PENANGKAPAN BOTTOM GILL NET TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus sp.) DI PERAIRAN BEDONO, KABUPATEN DEMAK

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Hasil Tangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) dengan Menggunakan Alat Tangkap Bubu Lipat yang Didaratkan di TPI Tanjung Sari Kabupaten Rembang

POLA BERAT DAGING RAJUNGAN BERDASARKAN BERAT TUBUH YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELAT MADURA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN ALAT CANTRANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERBEDAAN KEDALAMAN DAN SUBSTRAT DASAR TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Swimming Crab) DENGAN ARAD RAJUNGAN DI PERAIRAN WEDUNG, DEMAK

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

Transkripsi:

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 289 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 216 e ISSN 254 9484 Halaman : 95 13 Efektifitas Celah Pelolosan Pada Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan di Teluk Banten (The Escape Gap Effectiveness of Collapsible Trap to Catch Swimming Crab (Portunus pelagicus) in Banten Bay) 1 * ) Anggi Kurniasih, 1) Ririn Irnawati, 1) Adi Susanto 1) Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Raya Jakarta Serang Km. 4 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: anggikurniasih22@yahoo.com ABSTRAK Rajungan merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Salah satu alat untuk menangkap rajungan adalah bubu lipat. Penggunaan bubu akan menyebabkan hampir semua ukuran rajungan bisa tertangkap termasuk yang masih berukuran kecil (belum layak tangkap). Salah satu cara untuk mengurangi hasil tangkapan rajungan yang berukuran kecil adalah dengan membuat celah pelolosan (escape gap). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas celah pelolosan pada bubu lipat untuk menangkap rajungan di Teluk Banten. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari Februari 215 di perairan Teluk Banten. Metode yang digunakan adalah uji coba penangkapan di laut. Bubu lipat yang digunakan berbentuk persegi panjang yang diberi celah pelolosan dengan ukuran (panjang x lebar) 4 x 3 cm. Rajungan yang diperoleh selama penelitian berjumlah 84 ekor, terdiri dari 4 jantan dan 44 betina, dengan bobot total 15.556 g. Lebar karapas rajungan yang diperoleh berkisar 6,5-14,1 cm. Penggunaan celah pelolosan efektif untuk menangkap rajungan yang sudah layak tangkap sebesar 84%. Kata kunci: celah pelolosan, lebar karapas, bubu lipat, rajungan. ABSTRACT Swimming crab is one of an economic fisheries commodity in Banten Province. One of the fishing gear to catch swimming crabs is collapsible trap. The objective of this study is to analyze the effectiveness of escape gap on collapsible traps for catching swimming crab in Banten Bay. This research uses experimental fishing. The escape gap have 4 cm in length and 3 cm in width to release the swimming crabs with carapace width < 1 cm. This research was conducted in January-February 215 in Banten Bay. The total 84 swimming crab consist of 4 males and 44 females. With total weight 15,556 g. The carapace width distribution in this study ranged from 6,5 to 14,1 cm. The application of escaping gap have high effectiveness to catch the legal size of swimming crab with proportion 84%. Keywords: carapace width, collapsible trap, escape gap, swimming crab. Efektifitas celah pelolosan pada bubu lipat.. 95

Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 6 Nomor 2 : 95 13. Desember 216 PENDAHULUAN Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan komoditas perikanan ekonomis tinggi yang telah lama diminati oleh masyarakat baik di dalam maupun luar negeri dengan harga relatif mahal (Rp. 3. 5./kg daging). Negara tujuan ekspor rajungan antara lain Jepang, Singapura dan Amerika (Aminah 21). Salah satu pusat perikanan rajungan di Provinsi Banten ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu dengan daerah penangkapan di perairan Teluk Banten. Rata-rata produksi rajungan di PPN Karangantu dari tahun 29-213 adalah 73,7 ton/tahun atau 3,71 ton/bulan (PPN Karangantu 214). Produksi rajungan yang didaratkan di PPN Karangantu pada tahun 213 mencapai 7,62% dari total produksi ikan dan berada diperingkat ketiga setelah ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) yaitu 11,77% dan ikan peperek (Leiognathus sp.) yaitu 11,44%. Musim rajungan di perairan Karangantu terjadi pada musim barat dimulai dari bulan Desember hingga bulan Februari (PPN Karangantu 213). Kondisi perikanan di perairan Teluk Banten dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat merupakan musim dengan curah hujan tinggi, terjadi pada Desember hingga Maret, dan musim timur terjadi pada bulan Agustus hingga Oktober yang merupakan musim kemarau (Lee 21). Salah satu alat tangkap yang sering digunakan dalam penangkapan rajungan di PPN Karangantu adalah bubu lipat dua pintu. Bubu lipat dua pintu adalah alat tangkap yang efektif untuk menangkap rajungan. Bubu terbuat dari bahan jaring yang memudahkan rajungan merayap masuk tanpa sengaja dan terperangkap kedalam bubu. Menurut Suadela (24) kegiatan penangkapan rajungan di Teluk Banten berkembang karena ditunjang oleh adanya perusahaan pengolahan rajungan, yang dilakukan secara terus menerus sepanjang tahun. Sebagian rajungan yang diperdagangkan di PPN Karangantu memiliki ukuran lebar karapas yaitu dibawah 1 cm, dimana ukuran tersebut merupakan ukuran rajungan yang belum layak tangkap. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/215 menyatakan ukuran rajungan yang layak tangkap memiliki lebar karapas diatas 1 cm. Penangkapan rajungan dengan ukuran yang sesuai diperlukan bubu lipat yang mampu meloloskan rajungan dengan lebar karapas dibawah 1 cm, melalui penambahan celah pelolosan (escape gap) dengan letak, bentuk, dan ukuran tertentu. Iskandar (26) menyatakan bahwa escape gap berfungsi sebagai tempat keluar rajungan yang tidak layak tangkap karena ukurannya dibawah ukuran pasar. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat efektifitas celah pelolosan bubu lipat terhadap hasil tangkapan rajungan. Celah pelolosan ini nantinya akan menjadi pintu keluar rajungan yang belum layak tangkap, sehingga hanya rajungan yang memiliki ukuran layak tangkap saja yang akan tertangkap di dalam bubu. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 215 dengan dua tahap, yaitu pengumpulan data dan pengolahan data pada bulan Juni-juli 215. Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, 96 Kurniasih et al.

Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 6 Nomor 2 : 95 13. Desember 216 Kota Serang, Provinsi Banten. Metode penelitian yang digunakan adalah metode uji coba penangkapan, posisi perlakuan yang digunakan pada penelitian ini untuk celah pelolosan yaitu (a) tengah atas, (b) di atas funnel dan (c) samping bawah (Gambar 1). Celah pelolosan yang digunakan berbentuk persegi panjang dengan panjang 4 cm dan lebar 3 cm untuk mengeluarkan rajungan dengan lebar karapas dibawah 1 cm yang memiliki panjang 5 cm dan tebal 2,1 cm, dan bentuk persegi panjang memiliki ukuran diagonal 5 cm (Gambar 1). Data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer meliputi jumlah, bobot, jenis dan ukuran hasil tangkapan. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka terhadap buku laporan tahunan PPN Karangantu, jurnal, laporan dan publikasi lembaga terkait. Perlakuan celah polosan, pengukuran lebar dan panjang karapas serta rangkaian bubu di laut disajikan pada Gambar 2. Bubu lipat yang dioperasikan di Perairan Teluk Banten mempunyai tiga rangkaian. Satu rangkaian bubu lipat terdiri atas 1 unit bubu dengan masing-masing memiliki celah pelolosan, dilengkapi tali ris sepanjang 15 meter dan pelampung sebagai penanda. Panjang tali cabang 5-1 meter dengan jarak antar bubu 4-5 meter. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan satu faktor, dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan program aplikasi statistik (SPPS) versi 2. Jika terdapat pengaruh dilakukan uji lanjut Duncan dengan SPPS. Gambar 1. Perlakuan celah pelolosan pada bubu lipat dan pengukuran rajungan Gambar 2. Rangkaian bubu lipat saat penelitian Efektifitas celah pelolosan pada bubu lipat.. 97

Jumlah (Ekor) Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 6 Nomor 2 : 95 13. Desember 216 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Rajungan Total hasil tangkapan rajungan yang diperoleh selama penelitian sebanyak 84 ekor (4 ekor jantan dan 44 ekor betina). Jumlah total rajungan yang tertangkap pada bubu perlakuan (a) 32 ekor, perlakuan (b) 23 ekor dan perlakuan (c) 29 ekor. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hit <F tab (1,38 < 3,12) yang artinya penggunaan celah pelolosan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah total rajungan yang tertangkap. Hasil uji anova pada jumlah rajungan jantan menunjukkan F hit < F tab (,236 < 3,12) yang artinya penggunaan posisi celah pelolosan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah rajungan jantan yang diperoleh. Hasil uji anova pada jumlah rajungan betina menunjukkan bahwa F hit < F tab (,892 < 3,12) yang artinya penggunaan posisi celah pelolosan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah rajungan betina. 35 3 32 29 25 2 15 1 5 15 23 17 16 12 13 11 jantan betina total (a) (b) (c) Perlakuan Gambar 3 Jumlah rajungan berdasarkan celah pelolosan Rajungan yang berukuran kecil yang tertangkap pada bubu dengan celah pelolosan mempunyai kesempatan untuk meloloskan diri melalui celah pelolosan yang telah dibuat. Penggunaan celah pelolosan diindikasikan telah terbukti mengurangi jumlah hasil tangkapan yang berukuran kecil yang tidak memenuhi standar pasar. Bubu tanpa celah mendapatkan hasil tangkapan rajungan dengan lebar karapas < 1 cm sebanyak 13 ekor, sedangkan bubu yang memakai celah pelolosan hanya mendapatkan 6 ekor. Menurut Pradenta et al. (214) bahwa celah pelolosan dibuat agar rajungan yang belum layak tangkap dari segi ukuran dapat keluar dari bubu yang bercelah. Bentuk celah pelolosan dapat mempengaruhi keberhasilan bubu dalam meloloskan hasil tangkapan sampingan. Bentuk celah sebaiknya disesuaikan dengan morfologi maupun tingkah laku dari target spesies yang akan diloloskan. Adam et al. (26) in Prasetyo et al. (214), menyatakan semakin meningkatnya jarak daerah penangkapan rajungan dari pantai, hasil tangkapan rajungan dominan yang diperoleh adalah rajungan betina, sebaliknya semakin dekatnya jarak daerah penangkapan rajungan dengan pantai, hasil tangkapan rajungan dominan adalah jantan. Rajungan betina menyukai substrat yang berlumpur dan pada musim puncak cenderung lebih banyak rajungan betina 98 Kurniasih et al.

Bobot (g) Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 6 Nomor 2 : 95 13. Desember 216 yang tertangkap. Hal ini mengindikasikan bahwa hasil tangkapan rajungan betina lebih dominan dibandingkan dengan hasil tangkapan rajungan jantan. Bobot Rajungan Bobot total rajungan yang diperoleh selama penelitian yaitu 15.556 g. Perlakuan (a) memiliki jumlah bobot total tertinggi sebanyak 6.116 g perlakuan (b) 4.314 g dan perlakuan (c) sebanyak 5.126 g. Bobot total rajungan jantan sebanyak 7.457 g dan bobot rajungan betina sebanyak 8.99 g. Bobot rajungan jantan dan betina tertinggi terdapat pada perlakuan (a) masing-masing 2.83 g dan 3.313 g. Hasil anova total bobot rajungan menunjukkan bahwa F hit < F tab (1,317 < 3,12) yang berarti bahwa penggunaan celah pelolosan tidak berpengaruh nyata terhadap total bobot rajungan yang ditangkap selama penelitian. Hasil anova pada bobot rajungan jantan dan betina menunjukkan bahwa F hit < F tab yang berarti bahwa penggunaan celah pelolosan disemua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot rajungan. 7 6 5 4 3 2 1 6116 5126 4314 3313 283 2819 1967 237 2347 (a) (b) (c) Perlakuan Gambar 4 Bobot total rajungan jantan betina total Menurut Sunarto et al. (21) perbedaan ini disebabkan oleh faktor luar tubuh seperti perbedaan iklim yang optimum seiring perubahan musim, serta faktor dalam yakni perbedaan jenis kelamin. Perbedaan bobot hasil tangkapan pada bubu lipat dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya jenis kelamin rajungan yang tertangkap dan banyaknya jumlah hasil tangkapan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada rajungan meliputi dua faktor, yaitu instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi ukuran dan jenis kelamin. Sedangkan yang termasuk kedalam faktor ekstrinsik adalah ketersediaan makanan, suhu lingkungan, dan parasit (Pradenta et al. 214). Adanya perbedaan bobot rajungan antara jantan dan betina disebabkan pada saat rajungan sudah dewasa akan kembali ke perairan yang lebih dalam sedangkan pada fase pembesaran masih berada di perairan yang lebih dangkal. Abdullah & Nurgaya (21) menyatakan bahwa rajungan yang berukuran besar biasanya terdapat di perairan yang lebih dalam dan yang kecil berada pada perairan yang dangkal. Bobot tubuh rajungan Efektifitas celah pelolosan pada bubu lipat.. 99

Jumlah (ekor) Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 6 Nomor 2 : 95 13. Desember 216 berkaitan pula dengan tingkah laku makan dan panjang karapasnya, semakin panjang karapas rajungan maka semakin berat bobot tubuhnya. Lebar Karapas Rajungan Ukuran lebar karapas rajungan yang tertangkap pada penelitian ini berkisar 6,5 14,1 cm. Jumlah dominan rajungan yang tertangkap terdapat pada selang 1,1-11,6 cm sebanyak 54 ekor dan sudah layak tangkap. Penentuan ukuran layak tangkap berdasarkan lebar karapas rajungan adalah > 1 cm. Berdasarkan ukuran tersebut maka sebanyak 71 ekor rajungan yang tertangkap sudah layak tangkap dan mempunyai lebar karapas > 1 cm, selanjutnya yang belum layak tangkap sebanyak 7 ekor rajungan. Jumlah rajungan dengan lebar karapas 1 cm sebanyak 6 ekor. Jumlah rajungan yang layak tangkap pada bubu a sebanyak 28 ekor, bubu b 19 ekor dan bubu c 24 ekor. Jumlah rajungan belum layak tangkap pada bubu a 4 ekor, bubu b 4 ekor dan bubu c 5 ekor. Hasil uji anova pada lebar karapas rajungan jantan dan betina menunjukkan bahwa F hit < F tab (,235 < 3,12), F hit < F tab (,87 < 3,12) yang berarti bahwa penggunaan celah pelolosan dari tiga perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran lebar karapas rajungan yang tertangkap. 14 12 1 8 6 4 2 1 1 1 1 3 33 12 12 5 9 8 8 7 4 4 1 1 a b c Lebar karapas (cm) Gambar 5 Jumlah rajungan yang tertangkap berdasarkan lebar karapas Penggunaan celah pelolosan pada bubu lipat dapat meningkatkan hasil tangkapan rajungan yang layak tangkap berukuran lebar karapas >1 cm yaitu 84%. Hasil tangkapan rajungan yang belum layak tangkap dengan ukuran lebar karapas dibawah 1 cm yaitu 15%. Posisi jumlah persentase dari ke tiga perlakuan adalah bubu a 95% (4 ekor) bubu b 95% (4 ekor) dan bubu (c) 94% (5 ekor). Jumlah persentase layak tangkap dari ketiga perlakukan bubu a 33,33% (28 ekor), bubu b 22,16% (19 ekor) dan bubu c 28% (24 ekor). Bubu yang tidak memiliki celah pelolosan memberikan peluang yang sangat kecil bagi rajungan yang berukuran kecil untuk dapat keluar dari bubu, sehingga rajungan dengan ukuran kecil dapat tertangkap. Oleh karena itu, jumlah rajungan yang tertangkap pada bubu yang tidak memiliki celah pelolosan relatif lebih banyak. Lebar karapas dengan panjang karapas rajungan sangat berhubungan satu 1 Kurniasih et al.

Jumlah (Ekor) Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 6 Nomor 2 : 95 13. Desember 216 dengan yang lain, lebar karapas pada rajungan dimanfaatkan untuk menjelaskan pertumbuhannya sedangkan panjang menggunakan parameter lebar karapas. Panjang Karapas Rajungan Ukuran panjang karapas rajungan yang tertangkap berkisar 3,8 8,6 cm. Jumlah tertinggi terdapat pada selang 6,7-7,1 cm sebanyak 3 ekor, dan terendah pada kisaran 3,8-4,2 cm dengan jumlah satu ekor. Uji anova terhadap data jumlah rajungan jantan dan betina berdasarkan panjang karapas menunjukkan bahwa F hit < F tab yang artinya posisi pemasangan celah pelolosan tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran panjang karapas rajungan yang tertangkap. Hal ini mengindikasikan bahwa posisi pemasangan celah pelolosan yang digunakan sama efektifnya untuk meloloskan rajungan dengan panjang karapas <5 cm berdasarkan ukuran lebar karapas yang telah dikeluarkan pada celah pelolosan. Rajungan dengan panjang karapas <5 cm masih tertangkap pada bubu dengan celah pelolosan (b) dan (c). Namun pada bubu (a), semua rajungan yang tertangkap memiliki panjang karapas > 5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa celah yang dibuat cukup efektif, namun posisi pemasangannya berpengaruh terhadap mudah atau sukarnya rajungan menemukan celah tersebut. 14 12 1 8 6 6 6 7 6 6 8 12 1 a 4 2 2 2 1 1 1 1 3 3 3 1 1 3 1 b c Panjang karapas rajungan (cm) Gambar 6 Jumlah rajungan yang tertangkap berdasarkan panjang karapas Panjang karapas rajungan berhubungan dengan lebar karapas. Suryakomara (213) menyatakan bahwa hubungan lebar karapas dan panjang karapas rajungan dapat digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan dengan menggunakan parameter lebar karapas rajungan. Pertumbuhan rajungan juga dipengaruhi oleh beberapa perbedaan diantaranya adalah musim. Hal ini dikarenakan perubahan musim akan menyebabkan perubahan ketersediaan makanan, yang akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas makan. Kualitas dan kuantitas makanan merupakan hal yang paling mempengaruhi pertumbuhan (Diskibiony 212). Pertumbuhan rajungan dapat dilihat dari pertambahan panjang karapas maupun bobot tubuhnya, semakin besar panjang rajungan maka semakin bertambah lebar rajungan. Rajungan dengan panjang karapas <5 cm tertangkap pada bubu dengan celah pelolosan pada posisi samping bawah. Efektifitas celah pelolosan pada bubu lipat.. 11

Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 6 Nomor 2 : 95 13. Desember 216 KESIMPULAN Posisi pemasangan celah pelolosan pada bubu lipat yang efektif untuk penangkapan rajungan di Teluk Banten adalah pada bagian atas funnel (b) dengan persentase jumlah rajungan layak tangkap yaitu 95%. Penggunaan celah pelolosan secara keseluruhan yang sudah layak tangkap yaitu 84%. Penggunaan celah pelolosan efektif untuk mengeluarkan rajungan yang belum layak tangkap dengan persentase jumlah rajungan yang belum layak tangkap yaitu 15%. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Nurgaya W. 21. Seleksi Jenis Umpan dan Kedalaman Berbeda Pada Pengoperasian Bubu Rajungan (Portunus pelagicus) di Kabupaten Barru. Warta-Wiptek (18): 44-51. Aminah S. 21. Model Pengelolaan dan Investasi Optimal Sumberdaya Rajungan dengan Jaring Rajungan di Teluk Banten. [SKRIPSI]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya, Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 119 hlm. Diskibiony D. 212. Studi Pertumbuhan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. [SKRIPSI]. Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 74 hlm Iskandar MD. 26. Selektivitas Bubu: Sebuah Review. didalam: Sondita FA, Solihin I, editor. Kumpulan Pemikiran tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggung Jawab. Hal 29-35. Lee WJ. 21. Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang. [TESIS]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 117 hlm. [PPN] Pelabuhan perikanan Nusantara Karangantu. 213. Profil Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangntu 213. Serang: PPN Karangantu. 25 hlm. [PPN] Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu. 214. Profil Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu 214. Serang: PPN Karangantu. 3 hlm. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No. 1 PERMEN-KP Tahun 215 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.). 5 hlm. Pradenta BG, Pramonowibowo, Asriyanto. 214. Perbandingan Hasil Tangkapan Bubu Lipat dengan Bubu Lipat Modifikasi Terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Ekosistem Mangrove Sayung, Demak. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology (2): 37-45. 12 Kurniasih et al.

Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 6 Nomor 2 : 95 13. Desember 216 Prasetyo GD, Fitri ADP dan Yulianto T. 214. Analisis Daerah Penangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) Berdasarkan Perbedaan Kedalaman Perairan dengan Jaring Arad (Mini Trawl) di Perairan Demak. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology (3): 257-266. Suadela P. 24. Analisis Tingkat Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Jaring Rajungan (Studi Kasus di Teluk Banten). [SKRIPSI]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 1-11. Sunarto D, Soedharma E, Riani S, Martasuganda 21. Performa Pertumbuhan dan Reproduksi Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Pantai Kabupaten Brebes. Jurnal Omni-Akuatika (11): 75-82. Suryakomara A. 213. Keragaan Reproduksi Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Lampung Timur. [SKRIPSI]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 75. Efektifitas celah pelolosan pada bubu lipat.. 13

Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 6 Nomor 2 : 95 13. Desember 216 14 Kurniasih et al.