BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sampai CV7). Diantara ruas-ruas tersebut, ada tiga ruas servikal yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. sagital, vertikal dan transversal. Dimensi vertikal biasanya berkaitan dengan

HUBUNGAN DIMENSI VERTIKAL ANTARA TULANG VERTEBRA SERVIKALIS DAN POLA WAJAH PADA OKLUSI NORMAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

MATERI KULIAH ORTODONSIA I. Oleh Drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K) Bagian Ortodonsia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG

I.PENDAHULUAN. tengkorak dan rahang berbeda. Pola tersebut sering kali dipengaruhi variasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

Volume 2 No. 6 Oktober 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

NILAI KONVERSI JARAK VERTIKAL DIMENSI OKLUSI DENGAN PANJANG JARI TANGAN KANAN PADA SUKU BATAK TOBA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Vertebra Servikalis Tulang vertebra servikalis merupakan bagian dari tulang belakang yang terdiri atas tujuh bagian (CV 1 -CV 7 ). Tulang vertebra servikalis merupakan tulang pendek yang berbentuk silindris kecil sebagai badan vertebra yang terletak di depan sumsum tulang belakang dan bekerja sama dengan otot, sendi, ligamen dan tendon untuk memberikan dukungan, struktur serta stabilisasi dari leher. Tulang ini merupakan bagian yang paling kecil dari tulang belakang, kecuali ruas tulang pertama dan kedua. Mempunyai ciri-ciri yaitu, korpus yang kecil dan persegi panjang, lebih panjang kesamping dibandingkan kebelakang. Lengkungnya besar mengakibatkan prosesus spinosus diujungnya memecah menjadi dua atau bifida. Prosesus tranversusnya berlubang-lubang karena terdapat banyak foramina sebagai jalur lewat arteri vertebralis. 3,6,17-19 2.1.1 Anatomi Vertebra Servikalis Secara anatomis, tulang vertebra servikalis terbagi atas dua bagian yaitu bagian atas (CV 1 dan CV 2) dan bagian bawah (CV 3 -CV 7 ). Ada tiga tulang vertebra servikalis yang memiliki struktur anatomi yang unik dan memiliki nama khusus. Vertebra servikalis yang pertama disebut dengan atlas, yang kedua disebut axis dan yang ketujuh disebut vertebra prominens. Berikut ini adalah ketujuh ruas tulang vertebra servikalis, yaitu. 2,3,17 1.Atlas Tulang vertebra servikalis yang pertama disebut dengan atlas karena ruas tulang yang pertama mendukung keseluruhan tengkorak kepala. Atlas tidak memiliki korpus sehingga bentuknya hampir menyerupai cincin. Atlas juga tidak mempunyai

prosessus spinosus, namun mempunyai tuberkulum anterior dan tuberkulum posterior (Gambar 1). Gambar 1. Anatomi Atlas 15 2. Axis Tulang vertebra servikalis yang kedua disebut dengan axis atau epistripheus karena membentuk poros diatasnya dan kepala berputar disekitar tulang axis. Axis merupakan bagian yang paling besar dari tulang vertebra servikalis. Ciri khas dari tulang ini adalah prosesus odontoid yang kuat dan tegak lurus dari permukaan atas korpus (dens), (Gambar 2). Gambar 2. Anatomi Axis 15

3. Vertebra Servikalis Tipikal (CV 3 -CV 6 ) Anatomi tulang vertebra servikal ketiga hingga keenam dianggap memiliki ciri yang sama, yaitu memiliki prosesus spinosus yang bercabang (bifida), pada prosesus transversus terdapat foramen transversarium pada setiap sisi yang dilewati oleh pembuluh arteri dan vena serta pleksus saraf simpatik. Prosesus transversus terdiri atas bagian anterior dan posterior yang bergabung diluar foramen (Gambar 3). Gambar 3. Anatomi CV 3 -CV 6 15 4. Vertebra Servikalis 7 (Vertebra Prominens) Memiliki nama lain vertebra prominens karena memiiki ciri khas yaitu adanya prosesus spinosus yang panjang dan menonjol serta tidak bercabang, memiliki prosesus transversum yang cukup besar dan foramen transveriumnya tidak selalu ada atau umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil pada satu atau kedua sisi (Gambar 4).

Gambar 4. Vertebra Prominens 15 2.1.2 Pertumbuhan Tulang Vertebra Servikalis Pada penelitian Bench mengenai pertumbuhan tulang vertebra servikalis pada berbagai kelompok umur yang dihubungkan terhadap lidah, wajah dan perkembangan gigi menggunakan porion sebagai titik patokan untuk menentukan panjang tulang vertebra servikalis. Bench menemukan bahwa pada masa gigi desidui, terjadi peningkatan jarak porion ke tulang vertebra servikalis kedua sebesar 2,1 mm per tahun, 2,9 mm per tahun untuk CV 3, 3,5 mm pertahun untuk CV 4 dan 4,00 mm pertahun untuk CV 5. Basion tumbuh kebawah dan mundur sejauh 0,9 mm per tahun dari porion. 20 Pada kelompok usia 7-12 tahun, basion tumbuh ke bawah sekitar 0,6 mm per tahun. Masing-masing tulang vertebra servikalis kedua hingga kelima mengalami peningkatan sebesar 2,1,2,2, 2,9 dan 3,2 mm. Pada usia 12-18 tahun terjadi penurunan pertumbuhan. Pertumbuhan rata-rata tulang vertebra servikalis hanya sebesar 1,9, 1,6, 2,3 dan 2,5 mm. Sedangkan pertumbuhan basion hanya 0,3 mm per tahun (Gambar 5). Pada beberapa individu dalam kelompok usia tersebut sudah tidak menunjukkan pertumbuhan. 20

Gambar 5. Pertumbuhan tulang vertebra servikalis 20 2.1.2.1 Dimensi Vertikal Tulang Vertebra Servikalis Penelitian Karlsen mengenai hubungan perkembangan vertebra servikalis dalam arah vertikal dengan pola wajah vertikal. Populasi penelitian ialah pasien anakanak di Oslo Growth Material departemen ortodonti, University of Oslo, Norwegia. Karlsen membandingkan perkembangan tulang vertebra servikalis dan pertumbuhan wajah dalam arah vertikal pada usia 6, 12 dan 15 tahun. 11 Karlsen menggunakan titik referensi pada sefalometri lateral untuk mengukur pertumbuhan vertikal tulang vertebra servikalis pada sefalometri lateral yaitu,tulang vertebra servikalis kedua hingga keempat (CV 2 -CV 4 ), Sella (S), Basion (Ba)dan menggunakan garis referensi untuk mengukur pertumbuhan vertikal tulang vertebra servikalis yaitu BaCV 4 (total dimensi vertebra servikalis atas), SCV 2 (posisi vertikal vertebra servikalis 2 relatif terhadap basis kranial), SCV 3 (posisi vertikal vertebra servikalis 3 relatif terhadap basis kranial) dan SCV 4 (posisi vertikal vertebra servikalis 4 relatif terhadap basis kranial). Garis-garis refrensi tersebut diproyeksikan tegak lurus terhadap garis FHe (Frankort Horizontal estimated) untuk melihat perkembangan vertebra servikalis dalam arah vertikal. 11

Gambar 6. Dimensi tulang vertebra servikalis 11 2.1.2.2 Dimensi Vertikal Wajah Dimensi vertikal wajah dapat diukur berdasarkan penilaian proporsi wajah. Penilaian proporsi wajah dikelompokkan menjadi tinggi wajah anterior bagian atas dan bagian bawah. 7 Berdasarkan Frakas dan Munro penilaian proporsi wajah dibagi kedalam tiga bagian sejajar dengan garis horizontal dari garis rambut, jembatan hidung, alanasi dan pangkal dagu (menton). Tinggi wajah anterior bagian atas merupakan jarak dari dasar hidung (subnasal) ke titik diantara kedua alis (glabella). Titik wajah anterior bagian bawah merupakan jarak dari pangkal dagu (menton) ke dasar hidung (subnasal). Tinggi wajah anterior bagian atas dan bawah biasanya hampir sama (Gambar 6). Dimensi ini dapat diukur dengan penggaris. Apabila tinggi wajah anterior bagian atas lebih besar dibandingkan bagian bawah akan menghasilkan deep overbite. Jika tinggi wajah anterior bagian bawah lebih besar 50% dari total tinggi wajah anterior maka akan menghasilkan openbite anterior. 7,1 Pada individu dengan tinggi wajah anterior yang cenderung pendek, umumnya pertumbuhan kondilus berlangsung keatas dan kedepan sehingga biasanya memiliki deep overbite dengan sulkus mentolabial yang juga dalam. Pada individu dengan wajah anterior yang panjang memiliki pola pertumbuhan kondilus

kebelakang. Hal tersebut menyebabkan dagu semakin kebelakang, tinggi wajah anterior meningkat serta pada kasus yang berat dapat terjadi openbite anterior. 21,22 proporsi wajah 7 Gambar 7. Pengukuran dimensi vertikal wajah berdasarkan penilaian Dimensi vertikal wajah pada sefalometri lateral diukur berdasarkan sudut MP- SN. Pada individu yang memiliki sudut MP-SN yang kecil 25 ( o ) cenderung memiliki wajah yang lebih pendek, sedangkan pada individu yang memiliki sudut MP-SN yang besar ( 35 o ) cenderung memiliki wajah yang lebih panjang. 11,23 Penelitian yang dilakukan Karlsen menggunakan sudut MP-SN sebagai pedoman mengukur pertumbuhan wajah dalam arah vertikal. Sudut MP-SN disebut besar apabila nilai lebih besar atau sama dengan 35 o dan disebut kecil jika nilainya lebih kecil atau sama dengan 25 o. Maka, semakin besar sudut MP-SN semakin besar pertumbuhan vertikal wajah individu dan semakin kecil sudut MP-SN maka semakin kecil pertumbuhan vertikal wajah. 11 Karlsen menggunakan garis referensi pada sefalometri untuk mengukur pertumbuhan wajah vertikal yaitu, SGo (total tinggi wajah posterior), SPm (tinggi wajah posterior bagian atas), PmGo (tinggi wajah posterior bagian bawah), NGn (total tinggi wajah anterior), NSp (tinggi wajah anterior bagian atas), SpGn (tinggi wajah anterior bagian bawah), CdGo (tinggi ramus mandibula). Garis-garis referensi tersebut diproyeksikan tegak lurus terhadap garis FHe (Frankort Horizontal estimated) untuk mengukur pertumbuhan wajah pada sefalogram lateral. 11,23

Wajah individu yang panjang ditemukan pada kelompok dengan sudut MP- SN yang besar. Karakteristiknya berupa total tinggi wajah anterior (NGn), tinggi wajah anterior bawah (SpGn) yang berlebihan dan total tinggi wajah posterior (SGo) yang kecil. Sebaliknya, karakteristik sudut MP-SN yang kecil yaitu, total tinggi wajah posterior (SGo), tinggi wajah posterior bawah (PmGo) yang berlebihan dan total tinggi wajah anterior (NGn) yang kecil (Gambar 8). 11 Gambar 8. Garis-garis referensi untuk mengukur pertumbuhan wajah dalam arah vertikal 11 2.1.3 Maturitas Tulang Vertebra Servikalis Berdasarkan Hassel dan Farman yang mengembangkan indeks maturasi tulang vertebra servikalis, mereka menggunakan tulang vertebra servikalis kedua hingga keempat dalam mengamati tahapan maturitas tulang. Berikut ini adalah tahapan maturitas tulang vertebra servikalis menurut Hassel dan Farman (Gambar 7). 2 a. Initiation Pada tahap ini batas bawah badan tulang CV 2, CV 3, CV 4 datar sedangkan batas atas ketiga tulang tersebut meruncing dari bagian posterior ke anterior.

b. Acceleration Perkembangan konkavitas tulang meningkat pada batas bawah tulang CV 2 dan CV 3, batas bawah badan tulang CV 4 datar serta anatomi tulang CV 3 dan CV 4 menjadi lebih persegi panjang. c. Transition Konkavitas tulang meningkat pada batas bawah CV 2 dan CV 3. Terjadi perkembangan konkavitas batas bawah badan tulang CV 4. Tulang CV 3 dan CV 4 menjadi lebih persegi panjang. d. Deceleration Meningkatnya konkavitas pada batas bawah tulang CV 2,CV 3, dan CV 4. Pada tahap ini anatomi dari CV 3 dan CV 4 hampir menyerupai persegi. e. Maturation Konkavitas tulang semakin dalam pada batas bawah badan tulang CV 2, CV 3, dan CV 4. Tulang CV 3 dan CV 4 sudah berbentuk persegi pada tahap ini. f. Completion Pada tahap ini pertumbuhan sudah selesai. Terlihat konkavitas tulang yang dalam pada batas bawah badan tulang CV 2, CV 3 dan CV 4, serta tinggi tulang CV 3 dan CV 4 lebih besar dibandingkan lebarnya. Gambar 9. Maturasi tulang vertebra servikalis menggunakan indikator CV 3 2,3

2.1.4 Hubungan Dimensi Vertikal Tulang Vertebra Servikalis dengan Wajah Beni Solow dan Andrew Sandham melakukan penelitian mengenai postur kranioservikal yang mempengaruhi perkembangan dan fungsi dari struktur dentofasial. Postur kranioservikal adalah melihat hubungan postur kepala terhadap cervical column. Penelitian tersebut menggunakan subjek anak-anak, remaja dan dewasa dengan tujuan penelitian untuk melihat hubungan postur kranioservikal dalam mempengaruhi perkembangan dan fungsi dari struktur dentofasial. Hasil penelitian tersebut pada subjek dewasa menunjukkan bahwa sudut kranioservikal memiliki hubungandengan pembentukan kraniofasial. Pada individu yang memiliki sudut kranioservikal yang kecil pada umumnya mempunyai tinggi wajah anterior yang kecil dan inklinasi mandibular plane yang kecil. Sebaliknya pada individu dengan sudut kranioservikal yang besar pada umumnya memiliki tinggi wajah anterior yang lebih besar, inklinasi mandibular plane yang lebih besar. 10 Pada subjek anak-anak dan remaja menunjukkan adanya perbedaan postur kranioservikal yang menghasilkan perbedaan tipe dari perkembangan wajah. Individu yang memiliki sudut kranioservikal yang kecil diikuti dengan pertumbuhan maksila dan mandibula yang kedepan (prognathism), sedangkan pada individu dengan sudut kranioservikal yang besar diikuti dengan pertumbuhan maksila dan mandibula yang kebelakang (retrognathism). 10 Penelitian Bench menemukan pada individu dengan leher panjang jarang ditemukan tipe wajah pendek, sebaliknya leher pendek pada individu dengan tipe wajah panjang. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Karlsen terhadap kelompok usia 12 15 tahun, namun tidak untuk kelompok usia 6 12 tahun. 11,20 Penelitian Karlsen menggunakan garis referensi pada sefalogram untuk mengukur hubungan perkembangan vertikal dari tulang vertebra servikalis dan wajah terhadap berbagai pola wajah yaitu GoCV 2 (jarak vertikal antara sudut gonion dan vertebra servikalis kedua), PmCV 2 (jarak vertikal antara titik paling belakang dari

tahun. 11 Posisi vertikal Go memegang peranan pada perkembangan wajah dalam arah maksila dan vertebra servikalis kedua). Garis-garis referensi tersebut diproyeksikan tegak lurus terhadap garis FHe (Frankort Horizontal estimated) untuk mengukur hubungan antara perkembangan vertikal dari tulang vertebra servikalis dan wajah terhadap berbagai pola wajah vertikal. 11 Tulang vertebra servikalis kedua (axis) merupakan vertebra servikalis yang paling tinggi dan paling lebar. Karlsen menemukan bahwa individu dengan sudut MP-SN yang kecil, rata-rata jarak GoCV 2 adalah 2,4 mm pada usia 6 tahun, 2,6 mm pada usia 12 tahun dan 1,4 mm pada usia 15 tahun. Sedangkan, pada individu yang memiliki sudut MP-SN besar, secara signifikan jaraknya lebih panjang dengan ratarata 8,2 mm pada usia 6 tahun, 9,4 mm pada usia 12 tahun dan 7,1 mm pada usia 15 vertikal, terutama perkembangan wajah bagian bawah. Hubungan antara Go dan CV 2 sangat kuat yaitu hubungan antara pertumbuhan servikalis dan pertumbuhan wajah, khususnya hubungan antara vertebra servikalis dan pertumbuhan mandibula. Hubungan pertumbuhan antara Go dengan CV 2 terlihat pada usia 12-15 tahun, dimana pertumbuhan vertikal dari vertebra servikalis dan wajah sangat erat. Individu dengan sudut MP-SN yang kecil memiliki jarak GoCV 2 yang lebih pendek. Sebaliknya, pada sudut MP-SN yang besar terlihat jarak GoCV 2 yang lebih panjang (Gambar 10). 11

Gambar 10. Jarak vertikal Go dan CV 2 11 2.2 Ras Deutro Melayu Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri atas beberapa suku bangsa (etnis) yang masing-masing memiliki bahasa, adat istiadat dan budaya yang berbeda. Penelitian Hilderd Geertz menyatakan Indonesia terdiri atas 300 etnis yang berbedabeda. Penelitian MA Jaspan, masyarakat Indonesia terdiri atas 366 etnis. Van Vollenhoven menyatakan bahwa masyarakat Indonesia terbagi menjadi sembilan belas lingkaran hukum adat dengan berbagai suku bangsa (etnis) yang ada di dalamnya. 24 Berdasarkan ciri-ciri fisiknya, masyarakat Indonesia dapat dibedakan menjadi empat kelompok ras, yaitu ras Papua Melanezoid, ras Negroid, ras Weddoid dan ras Melayu Mongoloid (Paleomongoloid). Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras melayu terdiri atas Proto Melayu (Melayu tua) dan Deutro Melayu (Melayu muda). Kelompok Proto Melayu pada 2000 SM datang ke Indonesia sedangkan Deutro Melayu pada 1500 SM. 24

Ras Proto Melayu pada mulanya menempati pantai-pantai Sumatera Utara (Batak), Kalimantan Barat (Dayak) dan Sulawesi Barat (Toraja), kemudian pindah ke pedalaman karena terdesak oleh kelompok Deutro Melayu. Suku yang termasuk kelompok ras Deutro Melayu adalah suku Aceh (kecuali Gayo), Minangkabau, Lampung, Renjang Lebong, Betawi, Jawa, Sunda, Madura, Bali, Makasar, Bugis, Melayu dan Manado. Ciri fisik dari kedua kelompok tersebut berbeda bila dilihat dari bentuk kepala yaitu dolicochepalis pada Proto Melayu dan brachycephalis pada Deutro Melayu. 15