BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

Penentuan Parameter Fisis Hilal Sebagai Usulan Kriteria Visibilitas di Wilayah Tropis

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global

PENENTUAN PARAMETER FISIS HILAL SEBAGAI USULAN KRITERIA VISIBILITAS DI WILAYAH TROPIS

KONSEP BEST TIME DALAM OBSERVASI HILAL MENURUT MODEL VISIBILITAS KASTNER

BAB III METODE PENELITIAN

Imkan Rukyat: Parameter Penampakan Sabit Hilal dan Ragam Kriterianya (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA'

PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIAH DI INDONESIA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN HILAL BMKG

Modul Pelatihan HISAB - RUKYAT AWAL BULAN HIJRIYAH

IMPLEMENTASI KALENDER HIJRIYAH GLOBAL TUNGGAL

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Hisab dan Rukyat Setara: Astronomi Menguak Isyarat Lengkap dalam Al-Quran tentang Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

KAJIAN ALGORITMA MEEUS DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH MENURUT TIGA KRITERIA HISAB (WUJUDUL HILAL, MABIMS DAN LAPAN)

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

Tugas Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Materi : Batasan dan Ragam KTI)

KRITERIA VISIBILITAS HILAL RUKYATUL HILAL INDONESIA (RHI) (KONSEP, KRITERIA, DAN IMPLEMENTASI)

USULAN KRITERIA VISIBILITAS HILAL DI INDONESIA DENGAN MODEL KASTNER CRITERIA OF HILAL VISIBILITY IN INDONESIA BY USING KASTNER MODEL

LEBARAN KAPAN PAK?? Oleh : Mutoha Arkanuddin Koord. Rukyatul Hilal Indonesia (RHI)

PREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN AWAL RAMADHAN 1433 H DI INDONESIA. Oleh : Drs. H. Muhammad, MH. (Ketua PA Klungkung)

Hisab dan rukyat - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklop...

Variasi Lokal Dalam Visibilitas Hilaal: Observasi Hilaal di Indonesia Pada

HISAB RUKYAT DALAM ASTRONOMI MODERN. T. Djamaluddin 1

PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN MADZHAB TENTANG HISAB RUKYAT DAN MATHLA' (Kritik terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathla' Wilayatul Hukmi) 1

VISIBILITAS HILAL DALAM MODUS PENGAMATAN BERBANTUAN ALAT OPTIK DENGAN MODEL KASTNER YANG DIMODIFIKASI

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti. 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan

Penentuan Awal Bulan Qamariyah & Prediksi Hisab Ramadhan - Syawal 1431 H

ANALISIS VISIBILITAS HILAL PENENTU AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1433 H DENGAN MODEL FUNGSI VISIBILITAS KASTNER

HASIL OBSERVASI BULAN SABIT JANUARI 2007 JANUARI 2008 RUKYATUL HILAL INDONESIA

Kapan Idul Adha 1436 H?

2015 PENGARUH FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI TERHADAP KECERAHAN LANGIT MALAM TERKAIT VISIBILITAS OBJEK LANGIT

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SUSIKNAN AZHARI TENTANG UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DAN PROSPEKNYA MENUJU UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH DI INDONESIA

Awal Ramadan dan Awal Syawal 1433 H

ASTRONOMI MEMBERI SOLUSI PENYATUAN UMMAT

BAB II TEORI VISIBILITAS HILAL

Ketajaman Mata Dalam Kriteria Visibilitas Hilal

BAB IV ANALISIS KONSEP MUH. MA RUFIN SUDIBYO TENTANG KRITERIA VISIBILITAS HILAL RHI. A. Kriteria Visibilitas Hilal RHI Perspetif Astronomi

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN BUKIT WONOCOLO BOJONEGORO SEBAGAI TEMPAT RUKYAT DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PENENTUAN KETINGGIAN HILAL PERSPEKTIF ALMANAK NAUTIKA DAN EPHEMERIS

1 ZULHIJJAH 1430 HIJRIYYAH DI INDONESIA Dipublikasikan Pada Tanggal 11 November 2009

BAB IV PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENENTUAN AWAL BULAN SYAWAL 1992, 1993, 1994 M DAN AWAL ZULHIJAH 2000 M ANTARA NAHDLATUL ULAMA DAN PEMERINTAH

ANALISIS PEMIKIRAN KRITERIA IMKAN AR-RUKYAH. MOHD. ZAMBRI ZAINUDDIN dan APLIKASI di INDONESIA

Metode Penetapan Awal Ramadhan dan Syawal Rukyat or Hisab; Local or Global? (Lanjutan)

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI KARTINI JEPARA SEBAGAI TEMPAT RUKYAT AL-HILAL A. Faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Pantai Kartini Jepara

Unifikasi Kalender Islam di Indonesia Susiknan Azhari

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya hilal. Pemahaman tersebut melahirkan aliran rukyah dalam penentuan

Kaedah imaging untuk cerapan Hilal berasaskan Charge Couple Device (CCD) Hj Julaihi Hj Lamat,

BAB I PENDAHULUAN. terbenam terlebih dahulu dibandingkan Bulan. 2. ibadah. Pada awalnya penetapan awal bulan Kamariah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pendapat mengenai penetapan awal bulan Qamariyah kerap

BAB III PEMIKIRAN MUH. MA RUFIN SUDIBYO TENTANG KRITERIA VISIBILITAS HILAL RHI

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah

Hilal Ramadhan Monday, 25 July 2011

MAKALAH ASTRONOMI KALENDER BULAN. Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Astronomi. Dosen Pengampu: Arif Widiyatmoko, M.Pd.

LAMPIRAN FOTO 1. : Wakil Ketua Majelis Tarjih Tajdid PP. Muhammadiyah

Rukyat Legault, Ijtimak Sebelum Gurub, dan Penyatuan Kalender Islam

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB I PENDAHULUAN. karena itu para ahli hukum Islam menentukan lembaga-lembaga mana yang. berwenang melakukannya, prosedur dan mekanismenya.

IMKAN AL-RUKYAT MABIMS SOLUSI PENYERAGAMAN KELENDER HIJRIYAH

ALMANAK KALENDER TAHUN 2017 LEMBAGA FALAKIYAH PWNU JAWA TIMUR

IMPLEMENTASI MATLAK WILAYATUL ḤUKMI

BAB IV ANALISIS TINGKAT KEBERHASILAN RUKYAT DI PANTAI TANJUNG KODOK LAMONGAN DAN BUKIT CONDRODIPO GRESIK TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penetapan awal bulan kamariah, terdapat beberapa metode yang

BAB I PENDAHULUAN. Rukyat adalah kegiatan yang berisi usaha melihat hilal atau Bulan

PENJELASAN TENTANG HASIL HISAB BULAN RAMADAN, SYAWAL, DAN ZULHIJAH 1436 H (2015 M)

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H

Pengantar Memahami Astronomi Rukyat

BAB I PENDAHULUAN. sebuh aktivitas yang penting dalam setiap penentuan awal bulan kamariah.

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

BAB 1V ANALISIS PENGARUH ATMOSFER TERHADAP VISIBILITAS HILAL DAN KLIMATOLOGI OBSERVATORIUM BOSSCHA DAN AS-SALAM

BAB I PENDAHULUAN. hal yang penting dalam ketepatan penentuannya. Hal ini dikarenakan pada

BAB IV KELAYAKAN POS OBSERVASI BULAN BUKIT SYEH BELA-BELU DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEBAGAI TEMPAT RUKYATUL HILAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelangsungan kegiatan peribadatan umat islam. Ketepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Perkembangan pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk

Wawancara Merdeka.com: Metode hisab dan Rukyat Bisa Disatukan karena Ilmu Astronomi Bisa Tentukan Awal Bulan Sesuai Dalil Rukyat

AKTUALISASI MATLAK WILAYATUL ḤUKMI DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH (PERSPEKTIF NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. nampaknya semua orang sepakat terhadap hasil hisab, namun penentuan awal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RUKYATUL HILAL

Kriteria Imkan Rukyat Kesepakatan Perlu Diubah Disesuaikan dengan Kriteria Astronomis. Posted on 24 Mei 2012 by tdjamaluddin.

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI NAMBANGAN SURABAYA SEBAGAI TEMPAT RUKYAT HILAL. A. Analisis Latar Belakang Pemakaian Pantai Nambangan sebagai

TINJAUAN UMUM TENTANG HADIS-HADIS HISAB-RUKYAT DAN TRADISI ISLAM PEMBAHARU DI TIMUR TENGAH DAN INDONESIA... 55

Inilah Hisab 1 syawal 1430 dan prediksi 1 Syawwal 1430 H diperbagai negara «MUSLI...

Buku ini diawali dengan puisi "Bulan, Apa Betul itu, Kau Sulit Dilihat" katya Tauflq Ismail, yang dapat menambah semangat dalam membaca buku ini.

Kilas Balik Penetapan Awal Puasa Dan Hari Raya Di Indonesia. Moh Iqbal Tawakal

BAB II RUKYAT AL-HILAL AWAL BULAN KAMARIAH. Rukyat al-hilal terdiri atas dua kata bahasa Arab, yakni rukyat dan

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

Penentuan Awal Bulan Qomariah

BAB III KONSEP UNIFIKASI KALENDER HIJRIAH PEMIKIRAN SUSIKNAN AZHARI

BAB I PENDAHULUAN. Lapisan udara yang melindungi bumi disebut atmosfer 1. Atmosfer juga

Polemik Ramadhan Ketinggian Hilal Harus 2 derajat?

MENYATUKAN SISTEM PENANGGALAN ISLAM. Syamsul Anwar

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI UJUNG PANGKAH GRESIK SEBAGAI TEMPAT RUKYAT AL-HILAL. A. Latar Belakang Penggunaan Pantai Ujung Pangkah Sebagai Tempat

KONSEP DAN KRITERIA HISAB AWAL BULAN KAMARIAH MUHAMMADIYAH

Seputar Perbedaan Ilmu Hisab dan Penentuan Hari Raya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya perbedaan kriteria dalam menentukan awal bulan Hijriyah ditengarai menjadi penyebab umat Islam Indonesia dalam beberapa kesempatan tidak serentak dalam memulai dan mengakhiri peribadatan yang bersifat massal. Beberapa organisasi massa (ormas) Islam di Indonesia menggunakan metode berbeda dalam penentuan awal bulan Hijriyah, yaitu metode hisab (perhitungan model matematis) dan metode rukyat (observasi/pengamatan). Organisasi massa Muhammadiyah menggunakan metode hisab dengan kriteria wujudul hilal yang memiliki makna bahwa hilal (Bulan sabit pertama yang terlihat saat Matahari terbenam) sudah terbentuk pascakonjungsi sebelum Matahari terbenam. Selain itu diterapkan pula prinsip wilayatul hukmi yang berarti bahwa terbentuknya hilal di suatu wilayah akan berlaku untuk seluruh wilayah hukum yang sama (Djamaluddin, 2011). Sementara itu, organisasi massa Nahdhatul Ulama (NU) mengikuti ijtihad para ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi i, dan Hambali) menggunakan metode rukyatul hilal bil fi li, yaitu dengan mengamati hilal secara langsung, baik dengan mata telanjang maupun menggunakan bantuan alat optik. Dalam hal hilal tertutup awan atau menurut perhitungan posisi hilal masih di bawah horison, kegiatan pengamatan tetap dilakukan untuk kemudian diambil keputusan menggenapkan (istikmal) bulan berjalan menjadi 30 hari. Dalam praktiknya, peran perhitungan model matematis dalam pandangan kelompok ini hanya sebagai alat bantu dan bukan penentu awal bulan dalam kalender Komariyah (Arkanuddin, 2007). Diperlukan kontras yang cukup agar hilal dapat diamati, yaitu kontras dengan nilai yang lebih besar daripada suatu nilai ambang tertentu. Kontras didefinisikan sebagai rasio antara iluminansi (illuminance) hilal dengan kecerahan (brightness)

langit. Dalam banyak kasus, posisi Bulan pascakonjungsi masih sangat dekat dengan Matahari dan ketinggiannya dari horison pun sangat rendah. Dengan kondisi yang

3 demikian, kecerahan langit akan sangat mendominasi iluminansi hilal dan pada saat yang sama efek serapan atmosfer yang semakin kuat di dekat horison turut membuat hilal makin redup (nilai kontras rendah). Agar hilal dapat diamati, terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk memprediksi visibilitas atau ketampakan hilal. Dalam penelitian ini digunakan tiga parameter, yaitu terkait posisi Bulan di langit harus sedemikian rupa yang membuatnya berada di jarak yang cukup jauh dari pengaruh efek silau (glare) Matahari (diwakili oleh besaran elongasi, ARCL Arc of Light), sekaligus di jarak sudut yang cukup dari horison untuk meminimalkan serapan atmosfer (diwakili oleh besaran beda tinggi Bulan-Matahari, ARCV Arc of Vision), dan dengan berlalunya waktu pascakonjungsi (diwakili oleh besaran umur hilal pascakonjungsi, AGE) sabit Bulan akan semakin tebal yang membuatnya menjadi lebih tidak terpengaruh efek silau dan serapan atmosfer di dekat horison. Oleh karena itu, mengamati hilal dengan umur pascakonjungsi yang lebih lama relatif lebih mudah dibandingkan untuk kasus hilal yang sangat muda (kurang dari 24 jam). Kriteria Odeh (2006) dan kriteria Yallop (1997) memberlakukan kriteria hilal secara global dengan menggunakan data tropis dan subtropis menjadi satu. Tidak terdapat pemilahan berdasarkan pendapat Hoffman (2003) yang menyatakan bahwa tidak ada kriteria yang berlaku universal untuk seluruh lintang pengamat. Perlu diberlakukan pemisahan data berdasarkan lintang tropis dan subtropis, hal ini karena di khatulistiwa Matahari terbenam secara tepat tegak lurus horison, sementara di wilayah lintang tinggi posisi Matahari terbenam akan semakin miring menyebabkan senja di wilayah lintang tinggi menjadi lebih lama daripada senja di wilayah khatulistiwa sehingga hilal akan lebih mudah diamati di wilayah lintang tinggi. Di Indonesia terdapat beberapa usulan untuk kriteria visibilitas hilal, di antaranya kriteria Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) (Sudibyo et al, 2009), kriteria LAPAN yang disempurnakan (Djamaluddin, 2011), maupun kriteria yang secara spesifik ditujukan untuk wilayah tropis seperti yang diusulkan Utama dan Siregar (Utama & Siregar, 2013), Utama dan Hilmansyah (2013) sebagai kriteria UPI, dan Ramadhan et al

4 (2014). Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama selama ini menganut suatu kriteria yang diadopsi dari musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yang disebut sebagai kriteria imkanur rukyat (kebolehjadian hilal dapat diamati) MABIMS. Keputusan MABIMS ini diperkuat oleh keputusan musyawarah ulama dari berbagai organisasi, yang juga diikuti oleh astronom dan instansi terkait, yang dilaksanakan pada bulan Maret 1998 di Cisarua Bogor. Namun demikian, keputusan musyawarah ulama ahli hisab dan ormas Islam ini menghendaki agar kriteria tersebut dikaji ulang secara sistematis ilmiah. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh wakil-wakil negara MABIMS di Jakarta pada tanggal 21 23 Mei 2014, para pakar telah memberi kritik bahwa kriteria MABIMS tidak memenuhi kriteria visibilitas fisik hilal. Pertemuan tersebut juga merekomendasikan agar kriteria MABIMS diubah atau disesuaikan dengan kriteria visibilitas fisik hilal (Raharto, 2014). Bertolak dari hal di atas, penelitian mengenai kriteria imkanur rukyat memiliki posisi penting dan strategis dalam upaya memberikan kontribusi terhadap perolehan kriteria visibilitas hilal yang memiliki landasan ilmiah kokoh. Dalam memperoleh justifikasi ilmiah nilai-nilai yang terdapat pada kriteria imkanur rukyat, terdapat sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu faktor lintang geografis, musim, ketinggian lokasi pengamat di atas pemukaan laut (dpl), dan kondisi atmosfer setempat (wilayah urban atau suburban) (Mikhail et al, 1995). Berdasarkan pemaparan di atas, maka dalam tugas akhir ini penulis mengambil judul Faktor-faktor Kecerahan Langit Senja dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Minimum Parameterparameter Fisis Visibilitas Hilal. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana justifikasi nilai minimum parameter-parameter fisis visibilitas hilal (ARCL, ARCV dan AGE) yang digunakan sebagai kriteria imkanur

5 rukyat MABIMS terkait faktor musim, ketinggian lokasi pengamat di atas permukaan air laut dan efek polusi aerosol di wilayah tropis dengan modus pengamatan mata telanjang dan berbantuan alat optik? 2. Berapakah nilai minimum parameter-parameter (ARCL, ARCV dan AGE) sebagai fungsi dari faktor lintang geografis, musim, ketinggian lokasi pengamat di atas permukaan air laut, dan efek polusi aerosol di wilayah tropis dan subtropis dengan modus pengamatan mata telanjang dan berbantuan alat optik? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu memberikan justifikasi ilmiah atas nilai-nilai kriteria visibilitas hilal yang selama ini digunakan oleh imkanur rukyat MABIMS dan menganalisis nilai minimum parameter yang dipengaruhi oleh faktor lintang geografis, musim, ketinggian lokasi pengamat di atas permukaan air laut, dan efek polusi aerosol dengan modus pengamatan mata telanjang dan berbantuan alat optik. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, manfaat penelitian ini yaitu memberikan koreksi terhadap nilai-nilai yang selama ini digunakan sebagai kriteria imkanur rukyat berdasarkan data faktual hasil observasi sebagai fungsi dari faktor lintang geografis, musim, ketinggian pengamat di atas permukaan air laut dan efek polusi aerosol. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi Struktur organisasi skripsi ini terdiri dari: Bab I membahas mengenai latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

6 Bab II berisikan teori-teori yang digunakan dalam penulisan naskah skripsi ini tentang Bulan, fase-fase Bulan, hilal, dan kriteria visibilitas hilal. Bab III menjelaskan metode penelitian yang dilakukan secara rinci dimulai dari metode yang digunakan, sumber data, alur penelitian, langkah kerja yang telah dilakukan serta analisis yang telah dilakukan. Bab IV berisikan hasil penelitian dan pembahasan dari pengolahan data serta analisis temuan. Bab V menjelaskan mengenai kesimpulan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta implikasi dan saran yang mungkin bermanfaat untuk pengembangan lebih lanjut dari hasil penelitian yang diusulkan.