BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah. Modernisasi telah membawa arus perubahan besar terhadap cara pandang

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakikatnya akan hidup sebagai kelompok, hal tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

Dalam makalah ini akan dipaparkan sebuah laporan pengamatan terhadap perkembangan bahasa terhadap eksistensi suatu budaya khususnya budaya lokal.

BAB I PENDAHULUAN. informal dalam keluarga, komunitas suatu suku, atau suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. ke 17 dan -18 (hlm.11). Hal serupa juga dikatakan dalam artikel Suku Betawi

Kak Rya = Batak Admin service

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia dikenal dengan keanekaragaman suku bangsa dan berbagai

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati

BAB I PENDAHULUAN. termasuk etnis Arab yang mempengaruhi Negara Indonesia sejak 100 tahun

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan bahasa (Kushartanti, 2005). Bahasa sangat diperlukan sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan biaya pendidikan gratis bagi siswa berprestasi dan beasiswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang

PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari. penyesuaian diri dengan pengalaman hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar mengajar. Kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sekolah dasar sebagai jenjang paling dasar pada pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB VI KESIMPULAN. masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratifika Dewi Irianto, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. dari pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan daerah lainnya. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat untuk proses pendidikan yang memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB I PENDAHULUAN. prasejarah. Pada zaman yunani kuno misalnya, sudah mulai mempertanyakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arin Rukniyati Anas, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum

BAB I PENDAHULUAN. juga multikultural, dimana dalam kehidupan tersebut terdapat berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep berpikir kritis menjadi sebuah hal yang harus dimiliki oleh setiap individu agar mampu beradaptasi dengan lingkungan secara baik serta mampu mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang telah dilakukan dalam hidup ini. Berpikir kritis juga berarti usaha untuk menghindarkan diri dari ide dan tingkah laku yang menjadi kebiasaan (Hasruddin, 2009). Sehingga, apapun yang dilakukan akan tampak beda dan menjadi jalur baru bagi solusi atas permasalahan yang dihadapi. Hassoubah (Hasruddin, 2009) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kritis seseorang dipengaruhi oleh dorongan intrinsik dan ekstrinsik. Latar belakang kepribadian dan kebudayaan seseorang dapat memengaruhi usaha seseorang untuk dapat berpikir kritis secara intrinsik maupun ekstrinsik terhadap suatu masalah dalam kehidupan. Kemampuan berpikir kritis seseorang mampu menjadi modal solusi dalam pemecahan masalah dan hal tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan sekitar. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan tersebar dalam berbagai daerah serta kondisi wilayah yang berbeda pantaslah menjadi sebuah keindahan budaya dan identitas suatu bangsa. Jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 jiwa (BPS, 2010) yang tersebar di lima pulau besar dan memiliki kekhasan penduduk di masing-masing daerah. Keanekaragaman budaya yang ada pastilah memiliki sebuah pola pikir masyarakat yang berbeda sesuai dengan adat istiadat dan juga demografi masyarakat tersebut.

Pentingnya bahasan berpikir kritis dalam konteks budaya adalah mampu memahami kekhasan berpikir suatu budaya di masyarakat, terutama di Indonesia dengan beragam suku dan budaya. Kajian psikologi lintas budaya dimana membahas bagaimana menjelaskan kepribadian individu dapat dipengaruhi dan dijelaskan dalam konteks budaya ataupun sebaliknya. Menurut Koentjaraningrat (1979) kebudayaan merupakan seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat. Sehingga secara langsung atau tidak langsung pola pikir seseorang dapat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh individu dalam masyarakat tertentu. Salah satu etnis yang menjadi perhatian peneliti adalah etnis Betawi. Berpikir kritis sangat diperlukan dalam menanggapi berbagai masalah dalam menemukan solusinya, sehingga dalam masyarakat Betawi diperlukan sebuah konsep berpikir kritis dalam menjalankan keseharian mereka. Etnis Betawi memiliki beberapa masalah dalam keberlangsungannya seperti kemampuan adaptasi terhadap perubahan diantara mayoritas pendatang. Kemampuan adaptasi ini bergantung bagaimana cara berpikir individu tersebut, berpikir kritis merupakan sarana untuk menganalisis dan bertindak agar bisa beradaptasi dengan baik. Menurut Saputra (Ningsih, 2012) etnis Betawi pada kenyataannya adalah etnis minoritas secara jumlah di Indonesia, bahkan di daerah Jakarta sekalipun, mereka bukanlah etnis mayoritas. Sebagai minoritas warga asli tentunya orang-orang Betawi merasa mereka kadang tidak mampu bersaing dengan para pendatang dan harus belajar dari para pendatang, seperti yang disampaikan oleh subjek 1 dalam wawancara dengan peneliti. Kita begini misal orang pendatang jadi ketua RT atau RW berarti IQnya tinggi, nah kita mendekatkan ke mereka. kok bisa jadi RT atau RW belajar bagaimana mereka bisa seperti itu. Gak mungkin kita jauhin dan gak usah iri, walau mereka pendatang bisa bermasyarakat, kita berdiskusi, bertanya bagaimana bisa bersosialisasi, berorganisasi. (R1. 132-139)

Pendidikan membantu manusia berlatih berfikir mengenai kehidupannya. Salah satu kemampuan berfikir yang diperlukan untuk melihat semua dengan objektif dan logis adalah kemampuan berfikir kritis. Masyarakat Betawi yang kekurangan aspek pendidikan mengakibatkan kemampuan berpikir kritisnya tidak berkembang dengan baik. Pada era abad ini sangat sulit menemukan putra Betawi asli yang bersekolah hingga perguruan tinggi (Firdaus, 2008). Hal ini bisa disebabkan karena faktor ekonomi maupun inisiatif pribadi yang kurang terhadap aspek pendidikan untuk masa depan. Betawi sebagai etnis yang mendiami Jakarta lebih lama dibandingkan para pendatang (Saidi, 2001) kini semakin terpinggirkan keberadaannya. Beberapa penelitian mengenai Betawi sering membahas tema dengan ketahanan masyarakat Betawi secara sosial dan politik. Hasil penelitian Sri Yuniarti (Shahab, 1997) menyebutkan adanya stereotip mengenai orang Betawi seperti memiliki pendidikan rendah, tidak mampu berkembang, tidak kritis, enggan menerima budaya modern dan lain sebagainya. Penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2008) mengenai Etnisitas dan Perilaku Memilih Masyarakat Betawi, menuliskan bahwa orang Betawi sangat kuat dalam memegang pemikirannya dan rendahnya tingkat pendidikan menjadikan mereka kurang adaptif terhadap perubahan sekitar. Sedangkan, kemampuan adaptif ini diperlukan untuk tetap bertahan terlebih jika tinggal di ibu kota. Kemampuan adaptasi orang Betawi bergantung terhadap pada masing-masing pengalaman dan pendidikan, seperti kutipan subjek R1. 132-139 bahwa ada usaha untuk belajar dari para pendatang. Mengenai kepribadian pribumi Betawi yang sulit maju, subjek 1 menjelaskan dalam wawancara sebab mengapa orang pribumi Betawi tidak terlalu banyak perubahan dalam sisi ekonomi.

kan dulu pernah kejadian, kalau masalah orang jakarta (Betawi) kerjanya males minta gajinya gede. Tapi kalau orang jawa gak, tetep kerja walau gaji kecil makanya mereka langgeng lancar. Tapi orang-orang pribumi gak, yang penting gua kerja tapi kalau kurang enak ya gua gak mau. Beda orang pendatang, biar gaji kecil tetep jalan. Tapi orang pribumi gak mau gajinya begitu. (R1. 95-103) Data dari Badan Pusat Statistik menyatakan jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010 adalah sebanyak 9.607.787 jiwa (BPS, 2010). Jika jumlah etnis Betawi saat ini hanya 25% dari empat juta yang tinggal di Jakarta, maka berarti hanya ada satu juta penduduk etnis Betawi diantara sembilan juta lebih penduduk Jakarta (sekitar 10,4% saja) (BPS, 2011). Meskipun etnis Betawi merupakan warga asli, namun keberadaannya kini semakin terpinggirkan (Knorr, 2007). Masyarakat beretnis Betawi kini banyak yang pindah ke pinggiran Jakarta dan tinggal di Depok, Tangerang, Bekasi dan Serang. Sekian banyak suku yang ada di Indonesia, suku Betawi adalah suku yang semakin tergusur dan semakin sedikit karena pembangunan (Suprapto, 2012). Kurangnya orang Betawi dalam memegang peranan penting yang terdapat di institusi pemerintahan mengakibatkan sering orang Betawi sangat tergantung kepada pemerintah dalam keberadaannya. Yasmin Zaki Shahab (2001) mengatakan dalam penelitiannya bahwa jika tidak ada orang pemerintahan yang melakukan reka cipta tradisi orang Betawi maka kebudayaan itu akan hilang seiring dengan berjalannya waktu. Dalam kenyataannya, yang peduli terhadap budaya Betawi adalah para profesional dan pemerintah. Masyarakat Betawi memiliki lingkungan akademis yang sangat kurang terasa dibandingkan nuansa keagaamaan yang begitu kuat (Firdaus, 2008). Peneliti dibesarkan di lingkungan Betawi dan termasuk orang Betawi dan melihat memang kondisi tersebut belum sepenuhnya berubah. Pendidikan menjadi hal yang tidak wajib karena yang terpenting adalah bisa hidup baik. Faktor eksternal yang cukup besar adalah lemahnya

kondisi ekonomi masyarakat dan itu mampu merubah kebiasaan berpikir masyarakat (Nisbett, 2003). Hasil dari pengkristalan perilaku kolektif masyarakat menciptakan suatu budaya yang khas. Duncan (1980, dalam Gresswell, 2013) mengatakan budaya adalah produk dari masyarakat dan mengarahkan tindakan manusia. Sikap orang Betawi yang memiliki toleransi tinggi bisa disebabkan karena memang masyarakat betawi berasal dari berbagai suku/bangsa atau karena memang masyarakat betawi belum mampu memahami kondisi lingkungan yang akan berpangaruh pada mereka. Sikap egaliter orang Betawi dalam menyebabkan terjadinya proses percampuran baik segi bahasa maupun pemikiran. Dibutuhkan sikap kritis masyarakat Betawi untuk menanggapi berbagai informasi maupun fakta yang terjadi agar tidak terbawa arus dan menghilang. Sikap egaliter orang Betawi dalam menanggapi perubahan dan perbedaaan para pendatang tidak ditanggapi dengan kekerasan, bahkan mereka menjaga kerukunan agar hidup nyaman, seperti yang dikatakan subjek 1 dalam wawancara. Wah kalau gitu gak bisa, kita gak setuju. Baik-baik ajalah. Kita bicarakan dengan baik biar jelas. Jangan ribut dan berantem. Biar orang keras kita dingin dan tenang. (R1. 147-150) Memahami situasi orang Betawi untuk bersikap dan bertindak kritis tidak lepas dari pengalaman yang membentuk cara pandang seseorang terhadap sebuah peristiwa disekitarnya. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmani (2005) mengenai peran orang Betawi pasca rezim Soeharto memperlihatkan geliatnya pada kancah perpolitikan lokal. Bermunculannya lembaga Betawi yang mewadahi kebutuhan mereka seperti Badan Musyawarah Betawi (Bamus Betawi) dan lembaga kebudayaan Betawi (LKB) merupakan bentuk sikap kritis mereka melihat fenomena sosial politik etnis Betawi. Mengenai sikap dan tindakan orang Betawi yang dipandang keras, terdapat jawaban dari subjek 2 mengenai perbedaan pendapat dan menekankan kepada aspek hubungan

yang baik antara satu sama lain dibandingkan mempertahankan pendapat namun merusak interaksi. Saya melihat urgensinya sih. Kalau memang hal-hal remeh temeh yang sekiranya kita bisa bertindak halus gitu ya gak perlu keras gitu, Karena dengan kita berlaku keras itu akan memunculkan anggapan yang buruk, merusak hubungan. (R2. 118-123) Pemaknaan berpikir kritis yang dimiliki oleh masyarakat Betawi masihlah minim, dalam wawancara dengan subjek 3 untuk menggali masalah mengenai berpikir kritisnya orang Betawi, orang Betawi tidak mengerti secara harfiah berpikir kritis itu sendiri. Seperti jawaban subjek 3 ketika ditanya mengenai arti berpikir kritis dan contohnya. Duh berpikir kritis itu kayak apa ya, dulu pernah diajarin dan gak tau, lupa. (R3. 59-60) Berdasarkan itu peneliti akan menggunakan sebuah alat untuk menggali situasi, makna, dan tindakan berpikir kritis orang Betawi tanpa menyebutkan kata kritis agar bisa dipahami oleh seluruh subjek, yaitu masyarakat Betawi. Alat ini juga digunakan selain melihat proses berpikir kritis orang Betawi juga untuk melihat adakah perbedaaan temuan dari teori barat mengenai berpikir kritis dengan konteks Indonesia, khususnya Betawi. Berdasarkan hasil wawancara untuk menggali masalah mengenai makna berpikir kritis yang ada dalam orang Betawi terdapat beberapa yang berbeda seperti ketika mempertahankan pendapat masih memikirkan kerukunan satu dengan lainnya, ketika teori berpikir kritis barat akan memperjuangkan apa yang mereka yakini benar dan ketika tidak selesai mereka akan menggunakan pendapat masing-masing (Nisbett, 2003), bukti kerukunan seperti yang disampaikan oleh subjek 1 dalam wawancara dengan peneliti. Wah kalau gitu gak bisa, kita gak setuju. Baik-baik ajalah. Kita bicarakan dengan baik biar jelas. Jangan ribut dan berantem. Biar orang keras kita dingin dan tenang. (R1. 147-150)

Uraian yang telah disebutkan menunjukkan bahwa penting kiranya dilakukan penelitian berkaitan dengan berpikir kritis pada orang Betawi. Penelitian mengenai masyarakat Betawi masihlah sedikit. Sehingga, peneliti perlu melakukan penelitian ini untuk menambah khazanah keilmuan khususnya bidang psikologi B. Rumusan Masalah Dengan latar belakang sebagaimana diuraikan mengenai kemampuan berpikir kritis orang Betawi, khususnya didaerah penelitian dalam menghadapi setiap perubahan dalam kehidupan, maka rumusan permasalahan utama dalam penelitian ini adalah: Bagaimana cara berpikir kritis pada masyakat Betawi? C. Tujuan Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami situasi yang menuntut orang Betawi untuk berpikir kritis dalam keseharian. 2. Mengetahui pandangan subjektif orang Betawi mengenai berpikir kritis 3. Mengetahui tindakan kritis yang akan dilakukan orang Betawi dalam situasi yang menuntut mereka untuk berpikir kritis. 4. Mengetahui konsep berpikir kritis orang Betawi dan faktor-faktor lain yang dipandang berkaitan untuk lebih memahami konsep berpikir kritis pada orang Betawi. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu psikologi, khususnya kajian mengenai konsep berfikir kritis dalam konteks sosial dan budaya. 2. Secara Praktis Penelitian ini dapat memberikan gambaran awal mengenai bagaimana konsep berfikir pada masyarakat Betawi dalam menjalani kehidupan dan beradaptasi dalam perkembangan zaman yang semakin menggusur posisi mereka di wilayah Jakarta.