BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB II TINJAUAN TEORI

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah

BAB II TINJAUAN TEORI. manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati. oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007, p. 133).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B I PENDAHULUAN. Republika tabloid (7 November 2013) membahas pada sebuah media cetak

BAB II TINJAUAN TEORITIS Konsep Pengetahuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D.

LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuh menjadi dewasa. Istiliah adosecence seperti yang dipergunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual Pranikah. jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam macam mulai dari perasaan

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

ASPEK SEXUALITAS DALAM KEPERAWATAN. Andan Firmansyah, S.Kep., Ns.

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nomor Responden : (diisi oleh peneliti) 2. Jenis Kelamin : 3. Usia :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Widya Praja Ungaran terletak di jalan Jend. Gatot Subroto 63 Ungaran,

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan seks pranikah

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKSUAL PRANIKAH DI SMA AL ISLAM KRIAN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Definisi. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). b. Proses Adopsi Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1) Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu. 2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. 3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5) Adaptation, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Adapun penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari pengetahuan, keadaan dan sikap yang positif. Maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. c. Tingkatan Pengetahuan. Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) dibagi menjadi 6 tingkat yaitu : 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengikat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengikat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu dalam hal ini marupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang di pelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 8

2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar, tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang telah dipelajari. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu unsur organisasi, dan masalah ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu 9

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini terkait dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek peneliti atau responden. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan mengenai kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan diantaranya oleh Yustina (2004) secara garis besar faktor-faktor tersebut: 1) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. 10

2) Paparan media massa (akses informasi) Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. 3) Ekonomi (pendapatan) Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk kebutuhan sekunder. 4) Hubungan sosial Manusia adalah makhluk sosial dimana didalam kehidupan berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi. 5) Pengalaman Pengalaman individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari tingkat kehidupan dalam proses perkembangannya, misal sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendidik misalnya seminar. 11

6) Akses layanan kesehatan Mudah atau sulit dalam mengakses layanan kesehatan tentunya akan berpengaruh terhadap pengetahuan dalam hal kesehatan. e. Sumber mencari pengetahuan Dalam Yustina (2004), sumber mencari pengetahuan bisa diperoleh melalui : a. Buku b. Jurnal c. Internet d. Paper e. Seminar f. Koran g. Majalah h. Iklan i. Manusia f. Cara mengukur pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003). 12

2. Seks dan Seksualitas a. Definisi Seks dan Seksualitas Seks mempunyai arti jenis kelamin, sesuatu yang dapat dilihat dan dapat ditunjuk. Jenis kelamin ini memberi kita pengertian tentang suatu sifat atau ciri yang membedakan laki-laki dan perempuan secara biologis (Ingrid, 2004). Seksualitas merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang kehidupan manusia, dimulai dari saat manusia lahir sebagai bayi hingga secara fisik menjadi mandiri, lepas dari ibunya dan akan berakhir ketika seseorang meninggal dunia (Ingrid, 2004). b. Tujuan Seksualitas Tujuan seksualitas secara umum adalah meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia. Sedangkan secara khusus ada dua, yaitu: 1) Prokreasi, yaitu menciptakan atau meneruskan keturunan. 2) Rekreasi, yaitu memperoleh kenikmatan biologis atau seksual. Seksualitas menyangkut dimensi biologis, psikologis, sosial dan kultural (Ingrid, 2004). Dilihat dari dimensi biologis, seksualitas berkaitan dengan organ reproduksi, termasuk bagaimana menjaga kesehatan organ reproduksi, menggunakan secara optimal sebagai alat untuk berprokreasi (bereproduksi) dan berekreasi dalam mengekspresikan dorongan seksual. Dari dimensi psikologis, seksualitas berhubungan erat dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap seksualitas sendiri dan 13

bagaimana menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual. Dan dari dimensi sosial berkaitan dengan bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia bagaimana lingkungan berpengaruh dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan pilihan perilaku seks. Sedangkan dari dimensi kultural menunjukkan bagaimana perilaku seks menjadi bagian dari budaya yang ada di masyarakat. c. Perilaku Seksualitas Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis, contohnya antara lain : mulai dari berdandan, mejeng, ngerling, merayu, menggoda, bersiul, termasuk juga yang berkaitan dengan aktivitas dan hubungan seks. Menurut Ahmad Taufik (1994) dalam Ingrid (2001) perilaku seksual remaja di Indonesia melalui beberapa tahapan yaitu mulai menunjukkan perhatian pada lawan jenis, pacaran, berkencan, lips kissing, deep kissing, genital stimulation, petting, dan intercouse (Ingrid, 2001). Aktifitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual melalui beberapa perilaku. Contoh perilakunya misalnya: berfantasi, masturbasi, nonton atau baca pornografi, cium pipi, cium bibir, petting dan berhubungan seks (Ingrid, 2001). 14

Hubungan seks / senggama / intercouse adalah kontak seksual yang dilakukan berpasangan dengan lawan jenis atau sesama jenis. Sedangkan hubungan seks pranikah adalah hubungan seks secara intim yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi melalui hukum maupun agama dan kepercayaan masing-masing individu (Ingrid, 2001). Perilaku seksual dapat dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari berfantasi, berpegangan tangan, ciuman kening, ciuman basah, meraba, berpelukan, petting, sampai intercouse, dengan memberikan dampak yang bervariasi (Ingrid, 2001). Berfantasi merupakan perilaku seksual yang dilakukan dengan membayangkan atau mengimajinasikan aktifitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Aktifitas seksual ini bisa berlanjut kegiatan selanjutnya, seperti: masturbasi, berciuman dan aktifitas lainnya, dan jika dibiarkan terlalu lama, maka kegiatan produktif teralih kepada kegiatan memanjakan diri (Ingrid, 2001). Perilaku yang selanjutnya adalah berpegangan tangan. Aktifitas seksual ini memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan yang kuat, namun biasanya muncul kegiatan mencoba aktivitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual dapat tercapai) (Ingrid, 2001). Perilaku yang selanjutnya adalah ciuman kening, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi, pipi dengan bibir. Perilaku ini 15

mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual menjadi berkembang dan bisa menimbulkan kegiatan untuk melakukan bentuk aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat di nikmati. Sedangkan ciuman basah adalah aktifitas seks berupa sentuhan bibir dengan bibir. Perilaku ini dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan membangkitkan dorongan seksual hingga tak terkendali. Orang akan mudah melakukan aktivitas seksual lainnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting bahkan sampai hubungan intim. Dan bisa juga tertular virus dari lawan jenis. Dan selanjutnya bisa menimbulkan rasa ketagihan (Ingrid, 2001). Perilaku selanjutnya adalah meraba, yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsang seksual seperti payudara, leher, paha atas, penis dan pantat. Perilaku ini berakibat pelaku dapat terangsang secara seksual (hingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat), akibataya bisa melakukan aktifitas seksual selanjutnya. Dan juga dapat menimbulkan ketagihan. Kemudian perilaku ini dapat berkembang ke perilaku berikutnya yaitu berpelukan. Perilaku ini dapat menimbulkan rangsangan seksual terutama jika mengenai daerah erogenous. Daerah erogenous merupakan sensor sentuhan dan tekanan yang jika disentuh dapat menyebabkan kebangkitan seksual. Misalnya: alat kelamin, bibir, pangkal paha (laki-laki), leher (perempuan), daerah ini bersifat individual (Ingrid, 2001). 16

Perilaku seksual berikutnya adalah petting. Petting merupakan keseluruhan aktifitas non intercouse (menempelkan alat kelamin). Perilaku ini bisa menimbulkan ketagihan, hamil, karena pada laki-laki cairan pertama yang keluar saat keluar sudah mengandung sperma (dalam kadar terbatas). Selain itu meski ejakulasi di luar, cairan vagina dapat menjadi medium yang membantu memasukan sperma masuk dalam vagina, bisa berlanjut ke hubungan seks dan juga bisa terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) (Ingrid, 2001). Jenis perilaku seksual yang terakhir adalah intercouse, yaitu aktifitas seks dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita (Ingrid, 2001). d. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah : 1) Tekanan yang datang dari teman pergaulannya. Remaja melakukan seks pranikah hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan teman-temannya, sehingga dapat diterima menjadi bagian dari anggota kelompoknya seperti yang diinginkan. 2) Adanya tekanan dari pacarnya. Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan risiko yang nanti dihadapinya. 17

3) Rasa penasaran. Pada usia remaja, rasa keingintahuannya begitu besar terhadap seks. Apalagi teman-temannya mengatakan seks terasa nikmat, ditambah lagi adanya informasi yang tidak terbatas masuknya. 4) Adanya kebutuhan badaniah. Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan seseorang, jadi wajar jika semua orang, tak terkecuali remaja menginginkan hubungan seks ini, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dibandingkan dengan risiko yang akan mereka hadapi. 5) Pelampiasan diri Seorang remaja yang merasa putus asa lalu mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya kedalam pergaulan bebas (Dianawati, 2003). Faktor lainnya datang dari lingkungan keluarga. Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua belah pihak (orang tua dan anak). Akibatnya, remaja tersebut merasa tertekan sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seks (Dianawati, 2003). 18

e. Risiko berhubungan seksual pranikah: Selain dilarang agama, hubungan seks pranikah banyak mengandung risiko seperti: 1) Terjadinya Kehamilan Tak Diinginkan (KTD), hal ini membuat remaja terpaksa menikah, padahal mereka belum siap mental, sosial, dan ekonominya. 2) Putus sekolah (Drop out), jika remaja tersebut masih sekolah. 3) Pengguguran kandungan (aborsi), jika hal ini dilakukan oleh orang yang kurang terlatih dapat terjadi perdarahan bahkan bisa menyebabkan kematian. 4) Terkena penyakit menular seksual (PMS/HIV/AIDS), khususnya remaja yang sering berganti-ganti pasangan apalagi yang berhubungan seks dengan penjajah seks (Suhanda, 2006). 3. Remaja a. Konsep remaja Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju usia dewasa, maka biasanya terjadi percepatan pertumbuhan dalam segi fisik maupun psikis baik ditinjau dari bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, sehingga mereka dianggap bukan lagi anakanak dan mereka juga belum dikatakan manusia dewasa yang memiliki kematangan pikiran. (Bachtiar, 2004). Sedangkan seorang psikolog senior dari Universitas Indonesia, Sarlita Wirawan Sarwono 19

dalam Bachtiar (2004), mendefinisikan remaja sebagai individu yang tengah mengalami perkembangan fisik dan mental. la membatasi usia remaja ini antara lain 11-24 tahun. Menurut Pardede dalam Narendra (2002) remaja di definisikan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan. b. Tahap-tahap Perkembangan Remaja Perkembangan dalam segi rohani atau kejiwaan juga melewati tahapan-tahapan yang dalam hal ini dimungkinkan dengan adanya kontak terhadap lingkungan atau sekitarnya. Masa remaja dibedakan menjadi : 1) Masa Remaja Awal (Early Adolescence) : 10-13 tahun Ditangai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan perkembangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan apabila sebagian besar dari energi intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini ditargetkan pada penilaian kembali dan restrukturisasi dari jati dirinya 2) Masa Remaja Tengah ( Middle Adolescence) : 14-16 tahun Ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya ketrampilan-ketrampilan berfikir yang baru, peningkatan 20

pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua. 3) Masa Remaja Akhir (Late Adolescence) : 17-19 tahun. Ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai orang dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem nilai pribadi. (Narendra, 2002) c. Kondisi Fisik dan Psikologis Seseorang yang sudah mulai menapaki usia remaja akan mengalami perubahan-perubahan baik itu psikologis, fisik maupun biologisnya. Ada tiga kategori perubahan secara seksual yang biasa dialami oleh seorang yang memasuki usia remaja yaitu : 1) Perubahan seks primer. Bagi perempuan diantaranya ditandai dengan adanya haid pertama (menarche). Sedangkan perkembangan organ seks pria ditandai oleh adanya 'minopi polusi' atau "mimpi basah" yang dikenal dengan nactumal emassion." 2) Perubahan Seks Sekunder Bagi perempuan ditandai dengan pinggul yang makin membesar dan membulat, buah dada yang semakin tampak menonjol, tumbuhnya rambut di daerah alat kelamin, ketiak, lengan dan kaki, ada peralihan suara dari suara kanak-kanak menjadi lebih merdu (melodious), kelenjar keringat lebih aktif dan 21

sering tumbuh jerawat, serta kulit menjadi lebih kasar dibanding kulit anak-anak. Sedangkan gejala perubahan pada laki-laki dii tandai dengan adanya otot-otot tubuh, dada, lengan, paha dan kaki yang tumbuh dengan kuat, tumbuhnya rambut di daerah kelamin, betis dan kadang-kadang dada, terjadi perubahan suara yaitu nada pecah dan suara merendah hingga sampai akhir masa remaja, volume suara turun satu oktaf, aktifnya kelenjar keringat dan kelenjar ini menghasilkan keringat yang banyak walaupun remaja tersebut bergerak sedikit saja (Bachtiar, 2004). Perubahan perilaku yang tampak adalah ditunjukkan dalam sikap, perasaan keinginan dan perbuatan-perbuatan. Sikap pubertas yang paling menonjol antara lain adalah sikap tidak tenang dan tidak menentu, hal yang dahulu menarik sekarang tidak lagi, adanya penentangan terhadap orang lain seakan-akan ingin mengatasi kesenangan orang lain, penentangan terutama tertuju pada orang dewasa atau orang yang lebih berkuasa, adanya sikap negatif yaitu kurang hati-hati, gemar membicarakan orang lain, cepat tersinggung, mudah curiga dan sebagainya (Bachtiar, 2004). d. Ciri - ciri remaja Perubahan pada masa remaja disebut sebagai masa pubertas. Pubertas adalah suatu periode dimana anak sudah dipersiapkan untuk mampu menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis 22

berupa melanjutkan keturunannya atau berkembang biak. Hal ini disebabkan karena adanya hormon testoteron pada laki-laki dan progesteron serta estrogen pada perempuan. Masa pubertas yang muncul bersamaan dengan adanya hormon seksual tersebut adalah masa yang khusus dimana seorang anak merasakan adanya kebutuhan yang sangat kuat pada lawan jenis atau muncul dorongan seksual. Selain itu pada masa remaja pubertas emosional remaja mengalami pasang surut dan cenderung selalu menaik. Namun, seiring dengan kematangan emosional remaja tersebut, perkembangan fisik dan mental remaja mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan cenderung drastis. Akibatnya, karena fungsi hormon seksual sudah mulai berfungsi, remaja mulai bisa mengarahkan segala perilakunya kepada lawan jenis. Mereka mulai berkehendak untuk berteman, bersosialisasi, berhubungan dan bahkan menganggu lawan jenis (Bachtiar, 2004). 23

B. Kerangka Teori Domain kognitif - Tahu - Memahami - Aplikasi - Analisis - Sintesis - Evaluasi - TV - Radio - Majalah koran - Buku - Internet - Iklan - Jurnal - Paper - Pendidikan - Paparan media massa - Ekonomi - Hubungan sosial - Pengalaman - Akses layanan kesehatan Tingkat pengetahuan hubungan seksual pranikah remaja Keterangan : - Definisi hubungan pranikah - Macam-macam aktifitas seksual - Faktor-faktor penyebab hubungan seksual pranikah - Risiko hubungan seksual pranikah : Diperoleh dari (tidak diteliti) : Ada hubungan / ada pengaruh (tidak diteliti) : Tingkat domain yang digunakan dalam penelitian : Dimensi tingkat pengetahuan hubungan seksual pranikah remaja yang diteliti : Yang diteliti Sumber : Mahfoedz, I, dkk (2005) Gambar I : Kerangka teori tingkat pengetahuan remaja tentang hubungan seksual pranikah. 24

C. Kerangka Konsep Tingkat pengetahuan hubungan seksual pra-nikah remaja: a. Definisi hubungan seksual pranikah b. Macam-macam aktifitas seksual c. Faktor-faktor penyebab hubungan seksual pranikah d. Risiko hubungan seksual pranikah Gambar 2 : Kerangka konsep tingkat pengetahuan remaja tentang hubungan seksual pranikah. 25