KARAKTERISTIK MASSA AIR DI PERCABANGAN ARUS LINTAS INDONESIA PERAIRAN SANGIHE TALAUD MENGGUNAKAN DATA INDEX SATAL 2010

dokumen-dokumen yang mirip
MASSA AIR SUBTROPICAL DI PERAIRAN HAMAHERA SUBTROPICAL WATER MASSES IN HALMAHERA WATERS

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ARLINDO (ARUS LINTAS INDONESIA): KORIDOR PENTING DALAM SISTEM SIRKULASI SAMUDRA RAYA

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

STUDI KARAKTERISTIK MASSA AIR UNTUK MENENTUKAN SHADOW ZONE DI SELAT MAKASSAR

JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman Online di :

Kajian Lapisan Termoklin Di Perairan Utara Jayapura Herni Cahayani Sidabutar, Azis Rifai, Elis Indrayanti*)

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: 1-9 ISSN : ANALISIS MASSA AIR DI PERAIRAN MALUKU UTARA

ANALISIS DIAGRAM T-S BERDASARKAN PARAMETER OSEANOGRAFIS DI PERAIRAN SELAT LOMBOK

ARUS LlNTAS INDONESIA (ARLINDO)

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina

DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN TROPIS PASIFIK BAGIAN BARAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN MUSIM DAN EL NINO SOUTHERN OSCILLATION

Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik di Perairan Utara Papua pada Bulan Desember 1991

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA. Aken, H.M. Van.and S. Makarim INSTANT : Observations in Lifamatola Passage. NIOZ.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Diagram TS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN ENERGI BARU DARI ARUS LINTAS INDONESIA (ARLINDO) STUDY ABOUT NEW ENERGY FROM INDONESIAN TROUGHFLOW

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK MASSA AIR LAPISAN TERCAMPUR DAN LAPISAN TERMOKLIN DI SELAT LOMBOK PADA BULAN NOVEMBER 2015

TINJAUAN PUSTAKA Arus Lintas Indonesia ( Indonesian Seas Throughflow

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 El Niño-Osilasi Selatan (ENSO-El Niño Southern Oscillation).

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

KONDISI OSEANOGRAFI FISIKA PERAIRAN BARAT SUMATERA (PULAU SIMEULUE DAN SEKITARNYA) PADA BULAN AGUSTUS 2007 PASCA TSUNAMI DESEMBER 2004

IDENTIFIKASI WILAYAH UPWELLING BERDASARKAN VORTISITAS DAN DIVERGENSI DI PERAIRAN SELATAN JAWA HINGGA NUSA TENGGARA BARAT

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikasi Fluktuasi Arus Lintas Indonesia di sekitar Selat Makassar Berdasarkan Model Numerik

Gravitasi Vol.13 No.1 ISSN:

KARAKTER DAN PERGERAKAN MASSA AIR DI SELAT LOMBOK BULAN JANUARI 2004 DAN JUNI 2005

SIFAT FISIK OSEANOGRAFI PERAIRAN KEPULAUAN TAMBELAN DAN SEKITARNYA, PROPINSI KEPULAUAN RIAU

KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT SUNDA DAN SELATAN JAWA BARAT PADA MONSUN BARAT 2012

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Suhu dan Salinitas Permukaan Merupakan Indikator Upwelling Sebagai Respon Terhadap Angin Muson Tenggara di Perairan Bagian Utara Laut Sawu

Physics Communication

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Stratifikasi Massa Air di Teluk Lasolo, Sulawesi Tenggara. Stratification of Water Mass in Lasolo Bay, Southeast Sulawesi. Abstrak

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

Oseanografi Fisis. Massa Air dan Proses Percampuran

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

IDENTIFIKASI WILAYAH UPWELLING BERDASARKAN VORTISITAS dan DIVERGENSI di PERAIRAN SELATAN JAWA HINGGA NUSA TENGGARA BARAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMANFAATAN CITRA SATELIT UNTUK MEMANTAU DINAMIKA MASSA AIR PERMUKAAN DI SELAT MAKASSAR

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

BAB II KAJIAN PUSTAKA

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Arah Dan Kecepatan Angin Musiman Serta Kaitannya Dengan Sebaran Suhu Permukaan Laut Di Selatan Pangandaran Jawa Barat

Variabilitas Suhu Permukaan Laut Di Pantai Utara Semarang Menggunakan Citra Satelit Aqua Modis

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

POLA ARUS DAN TRANSPOR SESAAT DI SELAT ALOR PADA MUSIM TIMUR (CURRENT PATTERN AND SNAPSHOT TRANSPORT WITHIN ALOR STRAIT IN THE EAST MONSOON)

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

ARUS PANTAI JAWA PADA MUSON BARAT LAUT DAN TENGGARA DI BARAT DAYA SUMATRA JAVA COASTAL CURRENT AT NORTHWEST AND SOUTHEAST MONSOON IN SOUTHWEST SUMATRA

ARUS PERMUKAAN YANG BERPENGARUH TERHADAP DISTRIBUSI 137 Cs (CESIUM-137) DI PERAIRAN GRESIK

DAFTAR PUSTAKA Dransfeld, S., Larnicol, G., dan Traon, P.L., Emery, B., Bowen, M., Knewston, B., Baldwin, D., dan Shannon, B.,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU

KAJIAN KEDALAMAN MIXED LAYER DAN TERMOKLIN KAITANNYA DENGAN MONSUN DI PERAIRAN SELATAN PULAU JAWA

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn:

STUDI VARIASI TEMPERATUR DAN SALINITAS DI PERAIRAN DIGUL IRIAN JAYA, OKTOBER 2002

Pengembangan Energi terbarukan dengan identifikasi kecepatan Arus Lintas Indonesia di wilayah Timur Indonesia

ANALISIS DISTRIBUSI ARUS PERMUKAAN LAUT DI TELUK BONE PADA TAHUN

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali 80361, Indonesia. Abstrak

Analisis Potensi Arus Lintas Indonesia Sebagai Sumber Energi Terbarukan Di Wilayah Kabupaten Halmahera Timur

Pola dan Karakteristik Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik Perairan Selatan Jawa

Karakteristik Upwelling di Sepanjang Perairan Selatan NTT Hingga Barat Sumatera

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal , Desember 2011

ANALISIS KARAKTERISTIK ARUS PERMUKAAN LAUT DAN ANOMALI TERHADAP AKTIVITAS MJO DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA

KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT SELAT MALAKA. Universitas Riau.

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

HUBUNGAN ANTARA SALINITAS DAN TEMPERATUR

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. INFORMASI METEOROLOGI

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

Analisis Spasial dan Temporal Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Sumatera Barat

VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN

DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Hlm.525-536, Desember 2014 KARAKTERISTIK MASSA AIR DI PERCABANGAN ARUS LINTAS INDONESIA PERAIRAN SANGIHE TALAUD MENGGUNAKAN DATA INDEX SATAL 2010 WATER MASSES CHARACTERISTICS AT THE SANGHIE TALAUD ENTRY PASSAGE OF INDONESIAN THROUGHFLOW USING INDEX SATAL DATA 2010 Ivonne M. Radjawane dan Paundra P. Hadipoetranto Program Studi Oseanografi, Fak. Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung, Bandung Email: ivonne@fitb.itb.ac.id ABSTRACT Measurement of ocean physical parameters using the CTD was conducted by deep water expedition INDEX-SATAL 2010 (Indonesian Expedition Sangihe-Talaud) in July-August 2010. The aim of this study was to determine the characteristics of water masses around the Sangihe Talaud where there was an entry passage of Indonesian throughflow (ITF) at the west pathway that passed through the primary pathway i.e., the Sulawesi Sea and Makassar Strait and the secondary pathway (east pathway) that passed through the Halmahera Sea. The analyses were performed by the method of the core layer and was processed with software Ocean Data View (ODV). The results showed that in the Sangihe Talaud waters there was a meeting water masses from the North Pacific and the South Pacific. The water mass characteristics in main pathway through the Sulawesi Sea was dominated by surface and intermediate North Pacific water masses and carried by the Mindanao Currents. While the Halmahera Sea water mass was dominated by surface and intermediate South Pacific water masses carried by the New Guinea Coastal Current that moved along the Papua New Guinea and Papua coast enters to the Halmahera Sea. Keywords: Index-Satal 2010, Northern Pacific Masses, Southern Pacific Masses, Sangihe Talaud ABSTRAK Pengukuran parameter fisik dengan menggunakan CTD telah dilakukan melalui ekspedisi laut dalam INDEX-SATAL 2010 (Indonesian Expedition Sangihe-Talaud) pada bulan Juli-Agustus 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik massa air di sekitar perairan Sangihe Talaud dimana terdapat percabangan Arus Lintas Indonesia (Arlindo) pada jalur utama (jalur Barat) yang melewati Laut Sulawesi dan Selat Makassar serta jalur sekunder (jalur Timur) yang melewati Laut Halmahera. Analisis dilakukan dengan metode core layer yang diolah dengan perangkat lunak Ocean Data View (ODV). Hasil penelitian memperlihatkan di perairan Sangihe Talaud terdapat pertemuan massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan. Karakteristik massa air pada jalur utama Arlindo di Laut Sulawesi didominasi oleh massa air permukaan dan intermediate Pasifik Utara yang dibawa oleh Arus Mindanao. Sedangkan massa air yang berasal dari Laut Halmahera didominasi oleh massa air permukaan dan intermediate Pasifik Selatan yang dibawa oleh New Guinea Coastal Current yang bergerak menyusur pantai Utara Papua New Guinea dan Papua masuk ke perairan Laut Halmahera. Kata kunci: Index Satal 2010, Massa Air Pasifik Utara, Massa Air Pasifik Selatan, Sangihe Talaud @Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 525

Karakteristik Massa Air di Percabangan... I. PENDAHULUAN pada lapisan termoklin ada beberapa massa air yang mengalir dari Belahan Bumi Utara (BBU) dan Belahan Bumi Selatan (BBS) yang kemudian bertemu di perairan ini, massa air tersebut adalah: (1) Massa Air Tropis Pasifik Utara/North Pacific Tropical (NPTW) Mengalir dari Pasifik Utara dengan salinitas maksimum pada kedalaman sekitar 100-400 m dengan temperatur sekitar 20 o C; (2) Massa Air Tengah Pasifik Utara/North Pacific Intermediate (NPIW) mengalir dari Pasifik Utara dengan salinitas minimum pada kedalaman sekitar 500-1500 m dengan temperatur sekitar 10 o C; (3) Massa Air Tropis Pasifik Selatan/South Pacific Tropical (SPTW) Mengalir dari Pasifik Selatan dengan salinitas maksimum pada kedalaman sekitar 500-1000 m dengan temperatur sekitar 7-16 o C; dan (4) Massa Air Tengah Antartik/ Antartic Intermediate (AAIW) Mengalir dari Pasifik Utara dengan salinitas minimum pada kedalaman sekitar 500 1500 m dengan temperatur sekitar 6 o C. Perairan Sangihe Talaud merupakan gerbang sekaligus percabangan Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Massa air Samudera Pasifik masuk ke perairan Indonesia melalui dua jalur. Jalur utama Arlindo melalui jalur Barat yang dimulai dari Selat Mindanao di perairan Filipina, bergerak ke Laut Sulawesi lalu ke Selat Makassar, Laut Flores, dan Laut Banda. Jalur lain Arlindo (jalur Timur) masuk ke Laut Maluku dan Laut Halmahera (Gambar 1). Karena itu daerah ini merupakan daerah penelitian yang menarik untuk dipahami bagaimana perjalanan dan percampuran massa air dari Pasifik di perairan Indonesia (Gordon and Fine, 1996; Ilahude and Gordon, 1996; Kashino, 1999, Gordon, 2005; dan Koch- Larrouy et al., 2008). Pada umumnya kondisi massa air di perairan Indonesia bagian Timur memiliki jenis Subtropical Lower, Intermediate, dan Deep and Bottom. Menurut Kashino et al. (1999) Gambar 1. Jalur Arlindo hasil pengukuran proyek INSTANT (Sumber: http://www. marine.csiro.au/~cow074/instantdata.htm). 526 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt62

Radjawane dan Hadipoetranto Dinamika arus di sekitar Perairan Sangihe Talaud seperti terlihat pada Gambar 2 menyebabkan perairan ini memiliki peranan penting dalam mensuplai massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui jalur-jalurnya seperti yang telah diuraikan di atas. Pada jalur barat dimana massa air dari Samudera Pasifik Utara dibawa menuju ke barat oleh Arus Khatulistiwa Utara (North Equatorial Current atau NEC), yang membentuk tiga cabang yaitu: (a) ke arah utara yang kemudian menjadi awal dari arus Kuroshio; (b) berbelok ke arah timur di sekitar Pusaran Mindanao (Mindanao Eddy atau ME), kemudian menjadi Arus Sakal Khatulistiwa Utara. (North Equatorial Counter Current atau NECC); (c) ke arah selatan dan menjadi Arus Mindanao (Mindanao Current atau MC) yang kemudian dibawa menuju jalur Arlindo oleh Pusaran Mindanao. Massa air ini masuk melalui Laut Sulawesi menuju Selat Makasar lalu ke Selat Lombok menuju Samudera Hindia. Sebagian lagi, massa air dibelokkan ke arah timur (Laut Flores dan Laut Banda). Dari arah timur, aliran arus terbagi melewati Pintasan Timor serta Selat Ombai lalu ke Laut Sawu. Kedua aliran ini bersama-sama keluar menuju Samudera Hindia. Jalur kedua adalah jalur timur dimana massa air dari Pasifik selatan yang masuk ke perairan Indonesia dibawa oleh Arus Pantai Papua (New Guinea Coastal Current atau NGCC). Sebagian besar arus ini berbelok arah ke Samudera Pasifik oleh Pusaran Halmahera (Halmahera Eddy atau HE) dan mengalir bersama Arus Sakal Khatulistiwa Utara (NECC). Sebagian lagi masuk melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku menuju Laut Banda, kemudian bergabung dengan aliran Arlindo dari Selat Makasar. Aliran ini melewati Pintasan Timor serta Selat Ombai terus menuju ke Laut Sawu yang akhirnya menuju Samudera Hindia. Aliran Arlindo di permukaan dipengaruhi oleh angin muson. Menurut Wyrtki (1961), sistem Muson mengalami perubahan arah sebanyak dua kali dalam setahun. Sistem Muson terjadi karena pusat tekanan udara bergeser sesuai dengan perubahan posisi matahari yang bergerak melintasi khatulistiwa dua kali dalam setahun (Riehl, 1979). Gambar 2. Sistem Arus Lintas Indonesia (Lukas dan Lindstorm, 1991). Dimana, NEC= North Equatorial Current, ME=Mindanao Eddy, NECC= North Equatorial Counter Current, MC=Mindanao Current, SEC=South Equatorial Current, HE=Halmahera Eddy, SECC=South Equatorial Counter Current, NGCC=New Guinea Coastal Current. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Desember 2014 527

Karakteristik Massa Air di Percabangan... Muson di Indonesia merupakan bagian dari muson Asia Timur dan Asia Tenggara. Pada bulan Juni-Agustus, saat matahari berada di belahan bumi utara, Benua Asia memiliki temperatur yang lebih tinggi dibandingkan Benua Australia. Hal ini menyebabkan tekanan udara di Benua Asia menjadi lebih rendah dari tekanan udara di Benua Australia sehingga angin bertiup dari Benua Australia menuju Benua Asia. Kondisi ini disebut sebagai Musim timur dan angin yang bertiup berasal dari tenggara (Angin Muson Tenggara) untuk Belahan Bumi Selatan. Pada bulan Desember-Februari, posisi matahari berada di belahan bumi selatan sehingga Benua Asia memiliki tekanan lebih tinggi dari Benua Australia. Hal ini menyebabkan angin berhembus dari Benua Asia menuju Benua Australia. Kondisi ini disebut dengan Musim Barat dan angin yang berasal dari arah barat laut (Angin Muson Barat Laut, di Belahan Bumi Selatan) bertiup (Wyrtki, 1961). II. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil survei ekspedisi laut dalam INDEX-SATAL 2010 (Indonesian Expedition Sangihe- Talaud) yang merupakan kerjasama Amerika dan Indonesia dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya IV pada bulan Juli-Agustus 2010. Data yang digunakan yaitu High Resolution CTD Data yang diperoleh secara langsung (real time) dengan CTD multicylinder water sampler. Lokasi stasiun di daerah penelitian terdiri dari 15 stasiun pengamatan yang tersebar di perairan Sangihe Talaud dengan wilayah kajian 1.82 o LU sampai 4.98 o LU dan 124.54 o BT sampai 127.00 o BT (Gambar 3). Kedalaman CTD berkisar 400-1100 bergantung pada kedalaman perairan. Pengolahan data dilakukan dengan metode core layer dengan bantuan perangkat lunak Ocean Data View (ODV) yang dikembangkan oleh Schlitzer (2012). Data penunjang lainnya didapatkan dari hasil kegiatan Arlindo Mixing pada bulan Agustus tahun 1993 yang dapat diakses dari situs Lemont-Doherty Earth Observatory, Universitas Columbia. Untuk menganalisis massa air secara spasial maka dilakukan pembagian 4 zona berdasarkan posisi stasiun seperti terlihat pada Gambar 4. Zona ini mewakili kondisi perairan utara Talaud (zona 1), perairan utara Sangihe (zona 2), perairan selatan Sangihe (zona 3), dan perairan utara Manado (zona 4). Gambar 3. Lokasi 15 Stasiun Pengambilan Data CTD pada survei INDEX-SATAL 2010 (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2010). 528 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt62

Radjawane dan Hadipoetranto Gambar 4. Pembagian zona penelitian. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penggambaran diagram Tpot-S untuk semua stasiun seperti terlihat pada Gambar 5 ditemukan lima tipe massa air. Pada kedalaman 100-150 m ditemukan North Pacific Subtropical (NPSW) yang dicirikan oleh nilai temperatur 20 o C-24 o C serta salinitas yang berkisar antara 34,8 o / oo -35,2 o / oo, dan South Pacific Subtropical (SPSW) pada kedalaman sekitar 150 250 m yang mempunyai ciri-ciri temperatur 17 o C- 19 o C dan salinitas ma35.0 o /oo-35.6 o / oo. Massa air utama lainnya adalah North Pacific Intermediate (NPIW) pada kedalaman 300-600 m yang dicirikan o oleh nilai temperatur antara 7 C-11 o C dan salinitas 34.1 o / oo -34.5 o / oo, South Pacific Intermediate (SPIW) ditemukan pada kedalaman 500-800 m dengan nilai temperatur antara 5 o C-8 o C dan salinitas 34.45 o /oo-34.65 o / oo, serta Antartic Intermediate (AAIW) yang ditemukan pada kedalaman > 750 m dengan nilai temperatur sekitar 4 o C 7 o C dan salinitas 34.4 o / oo -34.7 o / oo. Massa air NPIW, SPIW, dan AAIW ini ditunjukkan oleh kotak berwarna biru, hitam, dan jingga pada Gambar 5. Gambar 5. Diagram Tpot-S untuk semua stasiun pengamatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Desember 2014 529

Karakteristik Massa Air di Percabangan... 3.1. Sebaran Spasial Massa Air Zona 1- Zona 4 Berdasarkan sebaran spasial dari distribusi salinitas dan temperatur maka terlihat adanya variasi massa air dari zona 1 sampai 4 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6a-6d. Di zona 1 (Gambar 6a), daerah di Barat Laut hingga Utara pulau Talaud ditemukan massa air yang didominasi oleh massa air yang berasal dari Pasifik Utara yaitu NPSW dan NPIW dan massa air yang sama dijumpai di zona 2 (Gambar 6b). Berbeda dengan dua zona sebelumnya dimana massa air didominasi oleh massa air Pasifik Utara, di zona 3 (Selatan pulau Sangihe) pada Gambar 6c. massa air yang teridentifikasi yaitu NPIW pada kedalaman sekitar 400 m, SPIW pada kedalaman 600-800 m, dan AAIW pada kedalaman >750 m. Pada zona 3 ini terdapat pengaruh massa air Pasifik Selatan yang bercampur dengan massa air Pasifik Utara. Di zona 4 (Gambar 6d) massa air yang teridentifikasi massa air yang sama namun dengan zona 3 namun dengan kedalaman yang berbeda yaitu NPSW, NPIW, dan SPIW masing-masing ditemukan pada kedalaman 100-200 m, 400-500 m, dan 700-800 m. Di zona 4 ini juga terjadi percampuran massa air dari Pasifik Utara dan Pasifik Selatan. a b c d Gambar 6. Karakteristik diagram Tpot-S zona penelitian (a) zona 1, (b) zona 2, (c) zona 3, dan (d) zona 4. 530 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt62

Radjawane dan Hadipoetranto 3.2. Perbandingan Karakteristik Perairan dengan Penelitian Sebelumnya Hasil penelitian diagram Tpot-S pada Gambar 7b menunjukkan nilai yang hampir sama dengan penelitian sebelumnya pada Gambar 7a (Morey, 1999). Pada kedua gambar nilai temperatur di permukaan memiliki nilai sekitar 30 o C dengan lapisan termoklin berkisar antara 28 o C hingga 23 o -24 o C pada kedalaman sekitar 75 m-350 m. Hal tersebut pada diagram Tpot-S ditunjukkan oleh nilai temperatur yang berkurang secara tiba-tiba terhadap kedalaman. Sedangkan untuk salinitas menunjukkan nilai maksimum 34,9 o / oo (Morey, 1999) dan dari data lapangan didapatkan nilai salinitas maksimum 34,6-35,1 o / oo yang mengindikasikan adanya percampuran massa air di perairan Sangihe Talaud sedangkan nilai salinitas minimum kedua gambar di atas menunjukkan nilai bersesuaian yaitu 34,4-34,5 o / oo. Hal ini mengin-dikasikan bahwa massa air di kedalaman baik di Laut Sulawesi maupun perairan Sangihe Talaud didominasi oleh satu massa air NPIW yang dapat ditemukan pada kedalaman 300-750 m. 3.3. Karakteristik Sumber Massa Air Perairan Sangihe Talaud terletak di Laut Sulawesi yang merupakan pintu masuk dan pertermuan beberapa massa air yang berasal dari Samudera Pasifik dan perairan yang dilewatinya seperti Laut Halmahera. Karena itu perlu dilacak karakteristik sumber massa air yang berasal dari Samudera Pasifik Utara dan Selatan, Laut Sulawesi dan Laut Halmahera yang dirujuk dari berbagai sumber dengan daerah kajian serta waktu yang berbeda seperti ditunjukkan pada Tabel 1-4. Karakteristik massa air Samudera Pasifik Utara dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wytrki (1961) dicirikan dengan salinitas termoklin atas yang maksimum dan dissolved oxygen (DO) yang relatif lebih tinggi (Tabel 1) dibandingkan massa air Samudera Pasifik Selatan seperti yang terlihat pada Tabel 2. Massa air intermediate dari Pasifik Utara memiliki salinitas minimum (34.1-34.5) pada lapisan termoklin bawah. Gambar 7. (a) Diagram Tpot-S di Perairan Indonesia Timur, Morey (1999) dan (b) Diagram Tpot-S di Perairan Sangihe Talaud Hasil Penelitian Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Desember 2014 531

Karakteristik Massa Air di Percabangan... Tabel 1. Massa Air Samudera Pasifik Utara. Karakteristik Tipe Massa Air Temperatur ( o C) Salinitas ( / oo ) DO (ml/l) Northern Subtropical Lower 20-24 34.8 35.2 3.7 4,6 Northern Intermediate 7-11 34.1 34.5 1,7 3,0 4-9 34.3 34.6 1,2 2,4 Western North Pacific Subtropical 20 34.8 - Eastern North Pacific Subtropical 20 35.2 - Subarctic 2 10 33.5 34.4 - Pacific Equatorial 6-16 34.5-35.2 - Eastern North Pacific 10-16 34-34.6 - Western North Pacific 7-16 34.1-34.6 - Peneliti (Tahun) Wyrtki (1961) Wyrtki (1975) Defant (1961) Tabel 2 memperlihatkan karakteristik massa air yang berasal dari Samudera Pasifik bagian selatan. Massa air ini cenderung lebih asin dibandingkan massa air yang berasal dri Pasifik Utara dan memiliki salinitas maksimum di lapisan atas dan bawah termoklin yang ditunjukkan oleh massa air Southern Subtropical Lower. Identifikasi massa air Laut Sulawesi diperoleh dari hasil kegiatan Arlindo Mixing yang dilakukan pada bulan Agustus 1993 saat muson Tenggara. Hal ini disebabkan karena tidak tersedia data pada ekspedisi Index Satal di lokasi ini. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa hanya massa air yang dari Pasifik Utara yang memasuki bagian utara dari Laut Sulawesi melalui jalur barat Arlindo dalam bentuk NPIW dan NPEW pada kedalaman intermediate. Massa air Laut Halmahera (Tabel 4) memperlihatkan karakteristik yang berbeda dibandingkan Laut Sulawesi. Disini massa airnya berasal dari Pasifik Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa massa air dari Pasifik Selatan melalui jalur timur Arlindo. Massa air permukaan Eastern South Pacific dan Western South Pacific dijumpai pada kedalaman 150-350m dan 300-700m. Hadikusumah (2010) menyatakan kehadiran South Pacific Subtropical (SPSW) terbatas hanya ke Laut Halmahera, sedangkan South Pacific Intermediate (SPIW) muncul di Laut Halmahera rata-rata pada kedalaman 750m. 3.4. Karakteristik Massa Air di Perairan Sangihe Talaud Tabel 5 memperlihatkan identifikasi massa air berdasarkan zona dari hasil data ekspedisi laut dalam Index Satal. Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa massa air Pasifik Utara adalah massa air yang paling berpengaruh di perairan Sangihe Talaud dimana hampir ditemukan di setiap zona penelitian. Hal ini sesuai dengan hasil Gordon (2005) yang menjelaskan 80% dari massa air percabangan berasal dari massa air Pasifik Utara. Massa air ini ditandai dengan komposisi salinitas yang tinggi di termoklin atas serta termoklin relatif hangat dan salinitas 532 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt62

Radjawane dan Hadipoetranto Tabel 2. Massa Air Samudera Pasifik Selatan (Wyrtki, 1961). Tipe Massa Air Southern Subtropical Lower Southern Pacific Intermediate South Pacific Equatorial and Subtropical Eastern South Pacific Subtropical Eastern South Pacific Western South Pacific Karakteristik Temperatur Salinitas ( ( o C) o / oo ) DO (ml/l) 17-19 35,00-35,60 3,20-3,50 5-8 34,45-34.65 2,20-2,60 3,5-5 34,50-34,60 2,00-2,40 20-25 35,70-36,20-11,5 33,90-9-16 34,30-35,10-7-16 34,50-35,50 - Peneliti (Tahun) Wyrtki (1961) Wyrtki (1975) Defant (1961) Tabel 3. Massa Air Laut Sulawesi (data diolah dari survei Arlindo Mixing 1993 berturut-turut dari stasiun 25-28). Tipe Massa Air (no stasiun) North Pacific Intermediate North Pacific Intermediate North Pacific Equatorial North Pacific Intermediate Karakteristik Temperatur ( o C) Salinitas ( o / oo ) Kedalaman (m) 7-11 34,30-34,50 400 8-11 34,30-34,50 300-800 10-16 34,50-35,20 200-250 8-11 34,40-34,50 250-350 minimum sebesar 34.2 o / oo di lapisan intermediate. Koch-Larrouy et al. (2008) dengan model trajektori juga memperlihatkan bahwa massa air permukaan dan termoklin yang melalui jalur barat Arlindo berasal dari Pasifik Utara namun massa air kedalaman mengalami percampuran dengan massa air dari Pasifik Selatan. Pada kedalaman 100 m hingga 200 m (lihat Gambar 6a-6b) karakteristik massa air di perairan Sangihe Talaud sepenuhnya dipengaruhi oleh massa air yang berasal dari Samudera Pasifik Utara. Di lapisan ini massa air dari Pasifik Selatan yang melalui Utara Halmahera tidak masuk ke Laut Halmahera karena dibelokan ke Timur akibat adanya Halmahera Eddy (Martono et al., 2009). Pada kedalaman 250-450 m massa air Pasifik Selatan yang menuju Laut Halmahera masuk melalui perairan di Utara Pulau Halmahera, namun tidak masuk hingga ke perairan Sangihe Talaud. Sedangkan untuk massa Air Pasifik Utara pergerakannya cenderung konstan pada setiap lapisan kedalaman dimana jalur yang dilewatinya adalah Laut Mindanao, perairan Sangihe Talaud, Laut Sulawesi, dan Selat Makassar. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Desember 2014 533

Karakteristik Massa Air di Percabangan... Tabel 4. Massa Air Laut Halmahera (data diolah dari survei Arlindo Mixing 1993 berturut-turut dari stasiun 29-35). Tipe Massa Air Eastern South Pacific South Pacific Intermediate Eastern South Pacific Western South Pacific South Pacific Intermediate South Pacific Intermediate South Pacific Intermediate South Pacific Intermediate Western South Pacific Karakteristik Kedalaman Temperatur (m) ( o Salinitas ( o / C) oo ) 9-16 34,30-34,60 150-350 5-7 34,60-34,65 500-700 9-16 34,30-35,10 150-350 7-16 34,50-35,50 300-700 5-8 34,50-34,60 350-700 5-8 34,50-34,60 5-7 34,50-34,60 350-700 450-600 3-4 34,50-34,60 700 7 16 34.50 34.60 150-400 Tabel 5. Massa Air Perairan Sangihe Talaud. Zona 1 2 3 4 Karakteristik Kedalaman Suhu ( o C) Salinitas ( / oo ) (m) Tipe Massa Air 20-24 34.80 35.20 100-150 North Pacific Subtropical 7-10 34.4 34.55 400 500 North Pacific Intermediate 20-24 34.80 35.20 100-200 North Pacific Subtropical 8 11 34.40 34.50 400 500 North Pacific Intermediate 7 10 34.40 34.55 400-600 North Pacific Intermediate 5 9 34.40 34.60 500-800 South Pacific Subtropical 4 7 34.35 34.60 750-1000 Antartic Intermediate 20 24 34.80 35.20 100-150 North Pacific Subtropical 8 11 34.10 34.50 400 700 North Pacific Intermediate 5-8 34.45 34.65 600 800 South Pacific Intermediate 534 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt62

Radjawane dan Hadipoetranto Massa air yang berasal dari Pasifik Selatan terlihat di zona 3 dan zona 4 (Gambar 6c-6d), diperkirakan pada zona 3 dan 4 ini massa air dari Pasifik Selatan berbelok ke Laut Halmahera di kedalaman tertentu akibat pengaruh arus massa air Pasifik Utara. Dari Tabel 5 ditemukan percampuran di perairan Sangihe Talaud di zona 3 dan 4. Pada zona 3 percampuran terjadi antara North Pacific Intermediate dengan South Pacific Subtropical pada kedalaman 500-600 m. Terjadi pula percampuran pada kedalaman sekitar 750-800 m antara South Pacific Subtropical dengan Antartic Intermediate. Sedangkan di zona 4 percampuran terjadi pada kedalaman 600-700 m antara North Pacific Intermediate dengan South Pacific Subtropical. Pada kedalaman 500 m hingga 800 m terjadi percampuran antara massa air Pasifik Utara dengan massa air Pasifik Selatan di perairan Sangihe Talaud. Percampuran yang terjadi di zona 3 yaitu North Pacific Intermediate dengan South Pacific Subtropical pada kedalaman 500-600 m. Terjadi pula percampuran antara South Pacific Subtropical dengan Antartic Intermediate pada kedalaman sekitar 750-800 m. Sedangkan di zona 4 percampuran terjadi antara North Pacific Intermediate dengan South Pacific Subtropical pada kedalaman 600-700 m. Pada lapisan dengan kedalaman > 800 m massa air Pasifik Selatan bergerak menuju Laut Halmahera dibawa oleh New Guinea Coastal Current (Prawiro, 2009) melalui perairan Utara Halmahera. Sedangkan massa Air Pasifik Utara bergerak sama seperti pada lapisan kedalaman sebelumnya yaitu melalui Laut Mindanao, perairan Sangihe Talaud, Laut Sulawesi, dan Selat Makassar. Pada lapisan kedalaman > 800 m ini pula ditemukan massa air Antartika yang bergerak masuk ke perairan Sangihe Talaud, hal ini dapat terjadi karena arus di kedalaman tidak secara dominan bergerak ke Selatan (dari Pasifik Utara ke Pasifik Selatan) selain itu faktor tenggelamnya massa air bersalinitas rendah di Antartika dapat menjadi penyebab lain mengapa terdapat massa air Antartika di perairan Sangihe Talaud (Wyrtki, 1961). IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data pengukuran lapangan Index Satal 2010 telah teridentifikasi beberapa karakteristik massa air di perairan Sangihe Talaud terdiri dari North Pacific Subtropical (NPSW) dengan ciri temperatur 20 o C-24 o C dan salinitas maksimum antara 34,8 o / oo -35,2 o / oo pada kedalaman 100-200 m, South Pacific Subtropical (SPSW) pada kedalaman 150-200 m dengan ciri-ciri temperatur 17 o C - 19 o C dan salinitas 35,0 o / oo -35,6 o / oo., North Pacific Intermediate (NPIW) 7 o C 11 o C dan salinitas 34,1 o / oo -34,5 o / oo yang ditemukan pada kedalaman 400-700 m., South Pacific Intermediate (SPIW) pada kedalaman 500-800 m dengan nilai temperatur antara 5 o C-8 o C dan salinitas 34,45 o / oo -34,65 o / oo dan Antartic Intermediate (AAIW) temperatur sekitar 4 o C-7 o C dan salinitas 34,4 o / oo -34,7 o / oo pada kedalaman 750-1000 m. Perairan Sangihe Talaud berperan sebagai pintu gerbang massa air Arlindo yang berasal dari Samudera Pasifik Utara melewati jalur barat masuk ke perairan Laut Sulawesi. Karakteristik massa air di Laut Sulawesi lebih dipengaruhi oleh massa air Pasifik Utara sedangkan Laut Halmahera dipengaruhi oleh Pasifik Selatan. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Wahyu Pandoe sebagai ketua tim ilmiah ekspedisi Index Satal 2010 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Desember 2014 535

Karakteristik Massa Air di Percabangan... yang telah memberi kesempatan kepada penulis pendamping untuk ikut dalam pelayaran ini. Terima kasih juga disampaikan kepada para reviewer yang telah memberikan komentar dan masukan untuk perbaikan paper ini. DAFTAR PUSTAKA Gordon, A.L. and R.A. Fine. 1996. Pathways of water between the Pacific and Indian oceans in the Indonesian Seas. Nature, 379:146-149. Gordon A.L. 2005. Oceanography of the Indonesian seas and their throughflow. Oceanography, 18:14-27. Hadikusumah. 2010. Massa Air Subtropical di Perairan Halmahera, J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2(2):92-108. Ilahude, A.G and A.L. Gordon, 1996. Thermocline stratification within the Indonesia Seas, J. Geophys. Res., 101(C5): 12401-12409. Kashino Y., H. Watanabe, B. Herunadi, M. Aoyama, and D. Hartoyo. 1999. Current variability at Pacific Entrance of The Indonesian Throughflow. J. of Geophysical Research, 104(C5):11.021-11.025. Koch-Larrouy, A., G. Madec, B. Blanke, and R. Molcard. 2008. mass transformation along the Indonesian Throughflow in an OGCM. Ocean Dynamics, 58(3-4):289-309 Lukas, R. dan E. Lindstrom. 1991. The Mixed Layer of the Western Equatorial Pacific Ocean. J. Geophys. Res., 96:3343-3357. Martono. S. Hadi, dan N.S. Ningsih. 2009. Simulasi Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera Pada Saat El Nino dan La Nina. J. Ilmu Kelautan, 14(1):33-41. Morey, S.L., J.F. Shriver, and J.J. O brien. 1999. Effects of Halmahera on The Indonesian Throughflow. J. Geophys. Res., 104(C10):23281-23296 Prawiro, M.H. 2009. Analisis dinamika massa air di perairan utara Halmahera dan sekitarnya. Tugas Akhir, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB. Bandung. 47hlm. Riehl, H. 1979. Climate and weather in the tropics. Academic Press Inc. London. 611p. Stewart, R.H. 2003. Introduction to physical oceanography. Department of Oceanography. Texas A&M University. Texas. 345p. Schlitzer, R. 2012. Ocean Data View. http://odv.awi.de. [Diakses tanggal: 5 Februari 2014] Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of Southeast Asian s. Naga Report, Volume 2. The University of California Scripps Institution of Oceanography: La Jolla California. United States of America. 225p. Diterima : 22 Juli 2014 Direview : 13 November 2014 Disetujui : 20 Desember 2014 536 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt62